TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Van Steenis (2003), tanaman kedelai diklasifikasikan ke dalam
kingdom Plantae dengan divisi Spermatophyta. Kedelai merupakan tanaman berbiji
terbuka yaitu dengan subdivisi Angiospermae. Tanaman kedelai termasuk ke dalam
kelas Dicotyledonae, berordo Polypetales dengan famili Leguminosae. Genus
tanaman ini adalah Glycine dengan nama spesies dari tanaman ini adalah Glycine
max (L.) Merrill.
Tanaman kedelai memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang
yang terbentuk dari calon akar, sejumlah akar sekunder yang tersusun dalam empat
barisan sepanjang akar tunggang, cabang akar sekunder, dan cabang akar adventif
yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Umumnya sistem perakaran tanaman
kedelai terdiri dari akar lateral yang berkembang 10-15 cm di atas akar tunggang
(Adie dan Krisnawati, 2007).
Tanaman kedelai berbatang pendek (30–100 cm), memiliki 3-6
percabangan, berbentuk tanaman perdu. Batang tanaman kedelai berkayu, biasanya
kaku dan tahan rebah. Menurut tipe pertumbuhannya, tanaman kedelai dapat
dibedakan menjadi determinate dan indeterminate. Pertanaman determinate
memiliki karakteristik tinggi tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir
sama besar dengan batang tengah dan berbunga serentak sedangkan indeterminate
memiliki tinggi tanaman sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian
tengah, agak melilit dan beruas panjang, daun teratas lebih kecil dari daun bagian
tengah dan pembungaan secara bertahap mulai dari pangkal hingga ke bagian atas
Daun kedelai terbagi menjadi empat tipe, yaitu (1) kotiledon atau daun biji,
(2) dua helai daun primer sederhana, (3) daun bertiga, dan (4) profila. Daun primer
berbentuk oval dengan tangkai daun sepanjang 1-2 cm, terletak berseberangan pada
buku pertama diatas kotiledon. Bentuk daun kedelai adalah lancip, bulat dan
lonjong serta terdapat perpaduan bentuk daun misalnya antara lonjong dan lancip
(Adie dan Krisnawati 2007).
Berdasarkan Poelman and Sleper (1995) menyatakan kultivar kedelai
memiliki bunga bergerombol terdiri atas 3-15 bunga yang tersusun pada ketiak
daun. Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu bunga mempunyai alat jantan
dan betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih tertutup sehingga
kemungkinan perkawinan silang akan kecil.
Jumlah polong kedelai bervariasi mulai 2-20 dalam satu pembungaan dan
lebih dari 400 dalam satu tanaman. Pada umumnya berisi 2-3 biji per polong.
Polong masak berwarna kuning muda sampai kuning kelabu, coklat atau hitam.
Polong kedelai terbentuk pertama kali sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga
pertama (Ramadhani, 2011).
Somaatmadja, dkk (1999) menyatakan bentuk biji umumnya bulat telur.
Pembentukan protein dan lemak pada biji membutuhkan unsur hara terutama N dan
P. Adapun bobot 100 butir biji kedelai berkisar antara 5 sampai 30 gram. Adie dan
Krisnawati (2007) menambahkan pengelompokan ukuran biji di Indonesia
dikelompokkan yaitu berukuran besar (berat > 14g/100 biji), sedang (10-14g/100
Syarat Tumbuh Iklim
Kedelai dapat tumbuh baik di tempat pada daerah berhawa panas, di tempat
terbuka dengan curah hujan 100–400 mm3 per bulan. Oleh karena itu, kedelai
kebanyakan ditanam di daerah yang terletak kurang dari 400 m di atas permukaan
laut (Andrianto dan Indarto 2004).
Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan
subtropis. Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-340C, akan tetapi suhu
optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23-270C. Pada perkecambahan benih
kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 300C (Prihatman, 2000).
Kedelai merupakan tanaman berhari pendek, yaitu tanaman cepat berbunga
apabila panjang hari 12 jam atau kurang, dan tanaman tidak mampu berbunga
apabila panjang hari melebihi 16 jam. Tanaman kedelai di Indonesia umumnya
berbunga pada umur 25-40 hari. Kelembaban udara yang optimal bagi tanaman
kedelai berkisar antara 75–90% selama periode tanaman tumbuh sampai fase
pengisian polong dan kelembaban udara rendah berkisar antara 60–75% pada waktu
pemasakan polong sampai panen (Sumarno dan Manshuri, 2007).
Tanah
Pada dasarnya kedelai mengkehendaki kondisi tanah yang tidak terlalu
basah, tetapi air tetap tersedia. Tanah yang baru pertama kali ditanam kedelai,
sebelumnya perlu diberi bakteri rhizobium (Hapsari dan Adie, 2010).
Kondisi lahan yang sesuai untuk pertanaman kedelai adalah tanah dengan
tekstur lempung, drainase baik, kedalaman lapisan lebih > 50cm, bahan organik
dengan topografi datar dan tanpa naungan, serta tidak ada pengaruh salinitas
(Mulyatri dan Firdaus, 2008).
Pupuk Hayati
Pupuk hayati didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup
yang berfungsi untuk menambat hara tertentu sehingga tersedia bagi tanaman.
Penyediaan hara ini dapat berlangsung simbiotis dan nonsimbiotis. Kelompok
mikroba simbiotis ini terutama meliputi bakteri bintil akar dan cendawan mikoriza.
Tumbuhnya kesadaran akan dampak negatif penggunaan pupuk buatan, maka
sebagian kecil petani beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik
(Simanungkalit, dkk, 2006).
Meningkatnya perhatian terhadap aplikasi pupuk hayati karena
kegunaannya yang dapat menyediakan sumber hara bagi tanaman, melindungi akar
dari gangguan hama dan penyakit, menstimulir sistem perakaran agar berkembang
sempurna sehingga memperpanjang usia akar, sebagai penawar racun beberapa
logam berat. Pada tanaman kedelai aplikasi pupuk hayati dapat menekan kebutuhan
pupuk nitrogen sampai 100%, fosfor 25-50% dan kalium 50% dari takaran anjuran
(Damanik, dkk, 2011).
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA)
Mikoriza merupakan struktur yang terbentuk karena asosiasi simbiosis
mutualisme antara cendawan tanah dengan akar tanaman tingkat tinggi. Adapun
manfaat mikoriza bagi perkembangan tanaman yang menjadi inangnya, yaitu
meningkatkan absorbsi hara dari dalam tanah, sebagai penghalang biologis terhadap
infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan inang terhadap kekeringan,
mendapatkan keuntungan nutrisi untuk keperluan hidupnya dari akar tanaman
(Noli, dkk, 2011).
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) adalah salah satu tipe cendawan
mikoriza termasuk kedalam golongan endomikoriza. Karakteristik FMA
digambarkan sebagai berikut (a) sistem perakaran yang terinfeksi FMA tidak
membesar, (b) cendawan membentuk struktur lapisan hifa tipis dan tidak merata
pada permukaan akar, (c) hifa masuk ke dalam individu sel jaringan korteks
(Delvian, 2003).
Selain meningkatkan penyerapan unsur P telah diketahui bahwa mikoriza
juga meningkatkan penyerapan beberapa unsur mikro seperti Cu dan Zn. Pada
tanaman kedelai yang bermikoriza, penyerapan Cu dan Zn meningkat
(Islami dan Utomo, 1995). Hal yang serupa juga disampaikan oleh Salisburry and
Ross (1995) yang menyatakan bahwa manfaat mikoriza yang paling besar dalam
meningkatkan penyerapan ion yang biasanya berdifusi secara lambat menuju akar
atau yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, terutama fosfat.
Mekanisme penyerapan hara P oleh akar yang bersimbiosis dengan
mikoriza, yaitu :
1. Kolonisasi mikoriza mengubah morfologi akar sedemikian rupa, sehingga
mengakibatkan pembesaran sistem akar untuk mengabsorpsi P.
2. Hifa dalam tanah mengabsorpsi P dan mengangkutnya ke akar-akar yang
dikolonisasi, dimana P ditransfer ke inang mikoriza.
3. Daerah akar bermikoriza tetap aktif dalam mengabsorpsi hara untuk jangka
Ketika fosfat di sekitar rambut akar sudah terkuras, maka hifa membantu menyerap
fosfat di tempat-tempat yang tidak dapat lagi dijangkau rambut akar
(Simanungkalit, dkk, 2006).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan mikoriza selain pH
tanah, kondisi tanah yang lain yang mempengaruhi adalah drainase, ketersediaan
bahan organik dan ketersediaan hara. Mikoriza akan dapat berkembang dengan baik
apabila tidak ada hambatan aerasi. Ketersediaan hara terutama nitrogen dan fosfat
yang rendah akan mendorong pertumbuhan mikoriza. Sebaliknya kandungan hara
yang terlalu rendah atau terlalu tinggi menghambat pertumbuhan mikoriza (Islami
dan Utomo, 1995).
Berdasarkan Hanum (2006) melaporkan bahwa pemanfaatan Fungi
Mikoriza Arbuskular (FMA) pada tanaman kedelai membantu meningkatkan
potensi sistem perakaran tanaman untuk mengabsorbsi air. Pada serapan hara P,
tanaman yang berasosiasi dengan mikoriza memperlihatkan peningkatan serapan
fosfor lebih tinggi pada kedelai dibandingkan tanpa mikoriza. Pemanfataan MVA
juga dapat meningkatkan bobot kering biji kedelai yang akhirnya akan memberikan
kontribusi positif bagi peningkatan produksi.
Konsorsium Mikroba
Dalam inokulan konsorsium mikroba terdiri dari gabungan
bermacam-macam mikroba yang dapat saling bersimbiosis dan bekerja sama dalam
memfiksasi dan menyediakan hara yang dibutuhkan tanaman. Mikroba yang
membantu fiksasi N dari udara adalah bakteri rhizobium, Bacillus sp. yang dapat
melarutkan fosfat dan sebagai biokontrol fungi patogen akar tanaman kedelai,
pencucian, Pseudomonas sp. yang dapat memacu pertumbuhan kecambah kedelai dan mampu memproduksi fitohormon (IAA) dan bakteri endofitik yakni
Ocrobactrum pseudogrigmonense yang hidup didalam tanaman sebagai anti patogen (Prihastuti, 2008).
Interaksi mikroba dengan tanaman di rizosfer dapat berupa hubungan yang
menguntungkan, netral, atau menggangu pertumbuhan tanaman. Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) atau Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman
(RPPT) berpotensi meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan tanaman, seperti
dalam menghadapi hama dan penyakit; memproduksi fitohormon (biostimulant): IAA (Indole Acetic Acid), sitokinin, giberellin dan penghambat produksi etilen,
dapat menambah luas permukaan akar-akar halus, meningkatkan ketersediaan
nutrisi bagi tanaman. Berbagai isolat Pseudomonas sp., Azospirillum sp.,
Azotobacter sp., Bacillus sp., dan Serratia sp. diketahui sebagai RPPT (Widodo, 2006).
Bakteri penambat nitrogen(Rhizobium) mempunyai kemampuan menambat
nitrogen bebas (N2) dari udara dan merubahnya menjadi amonia (NH3) yang akan
diubah menjadi asam amino yang akan digunakan oleh tanamanuntuk tumbuh dan
berkembang. Penambatan nitrogen secara biologis diperkirakanmenyumbang lebih
dari 170 juta ton nitrogen kebiosfer pertahun, 80% merupakan hasil dari simbiosis
antara bakteri Rhizobium dengan tanaman Leguminosae (Purwaningsih, 2004).
Penambatan nitrogen bebas oleh bakteri nodul diperantarai oleh enzimyang
diketahui sebagai nitrogenase. Dalam aktivitasnya, enzim nitrogenase peka
nodul akar, level oksigen diatur oleh haemoglobin khusus yaitu leghemoglobin
(Yurnalis, 2006).
Leghemoglobin berfungsi sebagai tempat absorbsi dan reduksi nitrogen,
pembawa elektron khusus dalam fiksasi nitrogen, dan pembawa dari oksigen.
Jumlah leghemoglobin di dalam bintil akar memiliki hubungan langsung dengan
jumlah nitrogen yang difiksasi yang berkorelasi positif. Rhizobium berasosiasi
dengan tanaman legum biasanya memfiksasi 100-300 kg nitrogen/ha dalam satu
musim tanam (Fitriani, 2007).
Pada tanaman kedelai menghasilkan bintil akar yang gepeng dan bulat
dengan daya hidup yang pendek. Bintil akar yang efektif dapat dilihat dari jaringan
bintil akar bagian tengah setelah dibelah berwarna merah, karena mengandung
legemoglobin dan letak bintil akar yang efektif cenderung mengumpul pada leher
akar (Islami dan Utomo, 1995).
Kelangsungan hidup rhizobium di dalam tanah sangat tergantung pada
kondisi tanah terutama pH, kelembaban, bahan organik, lamanya jarak (periode)
antara tanaman budidaya yang menjadi inangnya, serta bahan organik sebagai
sumber nutrisi. pH optimum bagi bakteri Rhizobium adalah sekitar 5,5-7,0. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pada pH < 5,5 dan > 7,0 Rhizobium tidak dapat berkembang atau berkembang dengan lambat sehingga kegiatan infeksi akan
terhenti (Risnawati, 2010).
Pembentukan bintil akar yang maksimal juga mmbutuhkan unsur P fosfor.
Ternyata unsur P yang diperlukan bagi pembentukan bintil akar lebih banyak
yang dipupuk dengan pupuk P, jumlah bintil akar akan meningkat
(Islami dan Utomo, 1995).
Hormon IAA atau yang dikenal sebagai auksin merupakan pemacu
pertumbuhan dan mengontrol berbagai proses fisiologi seperti pembelahan sel,
diferensiasi jaringan dan respons terhadap cahaya dan gravitasi. Bakteri penghasil
IAA mempunyai kemampuan membantu berbagai proses tersebut dengan
memasukkan IAA ke dalam bagian auksin tanaman. Akar merupakan organ
tanaman yang paling sensitive terhadap fluktuasi kadar IAA dan responsnya pada
peningkatan jumlah IAA eksogenous meluas dari pemanjangan akar primer,
pembentukan akar lateral dan akar liar, sampai penghentian pertumbuhan
(Widyawati, 2008).
Hasil penelitian Dewi, dkk (2012) mengatakan bahwa pemberian
konsorsium mikroba yang terdiri dari Rhizobium leguminosarum, Azotobacter chroococcum, Azospirillum brasilense, Pseudomonas flurescens, Bacillus megaterium serta Saccharomyces cerevisiae sebagai biofertilizer berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan produktivitas kacang tanah (Arachis hypogaea L.) dimana rata-rata tinggi tanaman tertinggi dan rata-rata berat kering tanaman
tertinggi dicapai dengan pemberian 15 ml biofertilizer sebanyak 1 kali, rata-rata berat basah bintil akar tertinggi dicapai dengan pemberian 6 ml biofertilizer
sebanyak 1 kali, serta rata-rata berat kering polong tertinggi dan rata-rata berat
kering biji tertinggi dengan pemberian 6 ml biofertilizer sebanyak 2 kali.
Hanum (1997) dalam penelitiannya menyatakan bahwa FMA dan rhizobium
memiliki suatu sinergistik yang unik yakni FMA dapat menyumbangkan P untuk
rhizobium dapat dimanfaatkan untuk metabolisme tanaman inang. Inokulasi
Rhizobium dapat meningkatkan kolonisasi akar oleh jamur mikoriza. Inokulasi
ganda ini meningkatkan nodulasi, kolonisasi mikoriza dan kadar N dan P tanaman.
Sesuai dengan hasil penelitiannya bahwa Rhizobia strain USDA 110 memiliki peranan dalam meningkatkan serapan N dan P tanaman, jumlah dan bobot kering
bintil akar, maka pertumbuhan tanaman baik vegetatif maupun produksi juga akan
meningkat.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Masyarakat Jalan Setiabudi Kelurahan
Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan dengan ketinggian tempat ± 25 m
dpl, mulai bulan April sampai dengan Juli 2013.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai
varietas Grobogan, benih jagung varietas P12, tryphan blue, KOH 10%, HCl 2%
konsorsium mikroba, mycorhiza fertilizer (mycofer), polibeg ukuran 45 x 30 cm, pasir, pupuk organik cair Hyponex merah, plastik transparan, amplop serta bahan
yang lain yang mendukung penelitian.
Adapun alat yang digunakan adalah cangkul, gembor, meteran, pacak
sampel, handsprayer, selang air, jangka sorong, mikroskop, deck glass, preparat,
oven, gunting rumput, pisau, klorofilmeter, timbangan analitik, alat tulis dan alat
yang lain yang mendukung penelitian.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK)
faktorial yang terdiri dua faktor perlakuan, yaitu:
Faktor I : Perlakuan inokulan FMA dengan 3 taraf yaitu :
M0 = Tanpa inokulan FMA
M1 = Inokulan FMA 20 gram/tanaman
M2 = Inokulan FMA 40 gram/tanaman
Faktor II : Perlakuan konsorsium mikroba dengan 4 taraf yaitu :
R1 = 5 gram / kg benih ( 0,81 g / 162 g benih)
R2 = 10 gram / kg benih ( 1,62 g / 162 g benih)
R3 = 15 gram / kg benih ( 2,43 g / 162 g benih)
Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan sebagai berikut :
M0R0 M1R0 M2R0
M0R1 M1R1 M2R1
M0R2 M1R2 M2R2
M0R3 M1R3 M2R3
Jumlah ulangan : 3 ulangan
Jumlah tanaman/plot : 50 tanaman
Jumlah tanaman/sampel : 5 tanaman
Jumlah sampel seluruhnya : 180 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya : 1800 tanaman
Luas Plot : 200 cm x 200 cm
Jarak Tanam : 40 cm x 20 cm
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linier sebagai berikut :
Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εij
i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3 k = 1, 2, 3,4
Yij = Hasil pengamatan pada blok ke-i dengan perlakuan inokulasi FMA pada taraf ke-j dan perlakuan konsorsium mikroba pada taraf ke-k
µ = Nilai tengah
ρi = Pengaruh ulangan pada taraf ke-i
βk = Pengaruh perlakuan konsorsium mikroba pada taraf ke-k
(αβ)jk = Pengaruhinteraksi pada dua perlakuan
εij = Galat pada blok ke-i dengan perlakuan inokulasi FMA pada taraf ke-j dan
perlakuan konsorsium mikroba pada taraf ke-k
Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan
dengan Uji Beda Rataan berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada