TAKSONOMI DAN DISTRIBUSI JAMBLANG
(Syzygium cumini (L) Skeels)
DI ACEH BESAR
TESIS
Oleh
AFRIDAH FATTIA ROSANNAH HRP
127030004/BIO
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TAKSONOMI DAN DISTRIBUSI JAMBLANG
(Syzygium cumini (L) Skeels)
DI ACEH BESAR
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Biologi pada Program Pascasarjana Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Oleh
AFRIDAH FATTIA ROSANNAH
127030004/BIO
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN ORISINALITAS
TAKSONOMI DAN DISTRIBUSI JAMBLANG
(Syzygium cumini (L) Skeels)
DI ACEH BESAR
TESIS
Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya dijelaskan
sumbernya dengan benar
Medan, 19 Desember 2014
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Afridah Fattia Rosannah
NIM :
127030004
Program Studi : Magister Biologi Jenis Karya Ilmiah : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-exclusive Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:
Taksonomi dan Distribusi Jamblang (Syzygium cumini (L) Skeels) di Aceh Besar
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih data, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
Medan, 19 Desember 2014
Telah di uji pada
Tanggal : 19 Desember 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc
Anggota : 1. Dr. Saleha Hanum, Msi
2. Dr. T. Alief Aththorick, M.Si
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Dra. Afridah Fattia Rosannah
Tempat dan Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 17 April 1968
Alamat Rumah : Komplek BTN Blok AU No. 14 Martubung
Telepon : 082168401793
Instansi Tempat Kerja : SMP Negeri 25 Medan
Alamat Kantor : Jl. Rawe II No.10 Medan Labuhan
Telepon : 061-6854369
DATA PENDIDIKAN
SD : SDN 064002 Medan Belawan Tamat : 1981
SMP : SMP Hang Tuah Belawan Tamat : 1984
SMA : SMAN. Labuhan Deli, Medan Labuhan Tamat : 1987
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis ucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A (K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc. atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara. Ketua Program Studi Magister Biologi, Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed beserta seluruh staff pengajar pada Program Studi Magister Biologi Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Dr. Nursahara Pasaribu, M.sc, selaku dosen pembimbing I dan Dr. Saleha Hannum, M.Si, selaku dosen pembimbing II, serta Dr. T. Alief Arththorik, M.Si, selaku dosen penguji I serta Dr. Suci Rahayu, M.Si, selaku dosen penguji II yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya tesis ini. Terima kasih tidak lupa pula penulis ucapkan kepada Almarhum ayahanda P. Harahap dan ibunda T. Siregar yang selalu mendoakan penulis dan bentuk pengorbanan kalian baik berupa moril maupun materil, budi baik ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada Allah SWT. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman, Cut Rosita, Rusdi Machrizal serta Tiki atas dukungannya untuk menyelesaikan tesis ini. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada Sari atas tenaga dan waktu yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, 19 Desember 2014
ABSTRAK
Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui taksonomi dan distribusi jamblang (Syzygium cumini (L Skeels) telah dilakukan di Aceh Besar dari Desember 2013 sampai Agustus 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi meliputi parameter morfologi organ vegetatif dan generatif, faktor fisik kimia tanah (unsur N, P dan K), persebaran dan kandungan metabolit sekunder. Hasil penelitian morfologi organ tidak memperlihatkan adanya variasi di semua lokasi. Analisis unsur N, P, dan K tanah memperlihatkan perbedaan pada masing-masing daerah. Kadar nitrogen berkisar 0,06-0,15%, posfor 8,44-9,56 ppm, dan kalium 0,075-1,054 m.e/100g. Analisis ekologi memperlihatkan jamblang mendiami beragam habitat pada pertanian lahan kering campuran. Umumnya tumbuh pada dataran rendah mulai dari pinggir pantai hingga ketinggian 133 m dpl, pada curah hujan 1500-2500 mm/tahun, dan tipe tanah chromic fluvisol. Analisis fitokimia menunjukkan jamblang memiliki senyawa alkaloid, fenol (flavonoid, tanin, saponin) dan steroid. Kandungan metabolit sekunder pada daun, buah dan kulit batang sangat mirip kecuali pada buah dan kulit batang tidak ditemukan senyawa flavonoid dari gugus fenol.
ABSTRACT
The study to determine the taxonomy and distribution of jamblang (Syzygium cumini (L Skeels) has been carried out in district of Aceh Besar from December 2013 until August 2014. Data was collected through observation covering morphology, chemical and physical factors of soil (N, P and K elements), the distribution, and the secondary metabolite content. The results of present study indicate that morphological data of vegetative and generative organs are relatively similar in all locations. The analysis of soil showed the content of N, P, and K are different for every location. Nitrogen content is 0.06 to 0.15%, Phosphorus 8.44 to 9.56 ppm, and Potassium is 0.075 to 1.054 m.e/100g. The result of ecological study indicates that all jamblang occupy various types of habitats in a mixture of dry land agricultural. Syzygium cumini is found in a lowland area from coastal area to 133 m above sea level, annual rainfall 1500-2500 mm / year with chromic fluvisol soil types. Phytochemical analysis of this species suggest there are three groups of secondary metabolites which are alkaloid, phenols (flavonoids, tannins, saponins), and steroid determined in leaves, fruit and bark. Metabolite content of those plant parts are relatively similar except a flavonoids compound is not found on fruit and bark of Syzygium cumini.
DAFTAR ISI
2.2 Habitat dan Distribusi Jambang 5
2.3 Masa Berbuah 6
3.4 Pelaksanaan Penelitian 10
3.6 Analisis Data 13
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 18
4.1 Morfologi Jamblang 18
4.2 Deskripsi Jamblang di Kabupaten Aceh Besar 22
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar Judul Halaman
2.1 Pohon jamblang (A), morfologi batang (B), bunga (C), buah muda (D), buah mulai matang (E), buah matang (F).
5
3.1 Peta Lokasi Penelitian 9
4.1 Habitat jamblang, habitat perbukitan (A), perkebunan milik warga (B)
19
4.2 Batang jamblang, permukaan kasar dengan kulit kayu retak (A), permukaan kasar, warna coklat abu-abu (B)
19
4.3 Daun jamblang, tangkai daun merah (A), tangkai daun merah kekuningan (B), tangkai daun kuning (C)
20
4.4 Morfologi bunga jamblang, bunga muda (A), kuncup bunga yang masih kecil (B), kuncup bunga yang akan mekar (C), kuncup bunga dengan beberapa mekar (D)
21
4.5 Morfologi buah jamblang, buah muda hingga tua (A), buah yang dibelah pada berbagai tingkat kematangan (B), pengukuran panjang biji (C), pengukuran lebar biji (D)
21
4.6 Peta distribusi jamblang (S.cumini) berdasarkan curah hujan di Kabupaten Aceh Besar
24
4.7 Peta distribusi jamblang (S.cumini) berdasarkan jenis tanah di Kabupaten Aceh Besar
26
4.8 Peta distribusi jamblang (S.cumini) berdasarkan tutupan lahan di Kabupaten Aceh Besar
DAFTAR TABEL
Nomor
Tab el Judul Halaman
2.1 Kandungan kimia pada masing-masing bagian tumbuhan
jamblang (S. Cumini)
7
4.1 Kandungan unsur hara makro pada lokasi penelitian 28 4.2 Hasil uji fitokimia daun, buah, dan kulit batang S.
cumini dalam Metanol
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Lampiran Judul Halaman
1 Tabel karakteristik jamblang L-1
2 Data karakteristik Morfologi Jamblang (Syzygium
cumini) di lokasi penelitian
L-2
ABSTRAK
Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui taksonomi dan distribusi jamblang (Syzygium cumini (L Skeels) telah dilakukan di Aceh Besar dari Desember 2013 sampai Agustus 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi meliputi parameter morfologi organ vegetatif dan generatif, faktor fisik kimia tanah (unsur N, P dan K), persebaran dan kandungan metabolit sekunder. Hasil penelitian morfologi organ tidak memperlihatkan adanya variasi di semua lokasi. Analisis unsur N, P, dan K tanah memperlihatkan perbedaan pada masing-masing daerah. Kadar nitrogen berkisar 0,06-0,15%, posfor 8,44-9,56 ppm, dan kalium 0,075-1,054 m.e/100g. Analisis ekologi memperlihatkan jamblang mendiami beragam habitat pada pertanian lahan kering campuran. Umumnya tumbuh pada dataran rendah mulai dari pinggir pantai hingga ketinggian 133 m dpl, pada curah hujan 1500-2500 mm/tahun, dan tipe tanah chromic fluvisol. Analisis fitokimia menunjukkan jamblang memiliki senyawa alkaloid, fenol (flavonoid, tanin, saponin) dan steroid. Kandungan metabolit sekunder pada daun, buah dan kulit batang sangat mirip kecuali pada buah dan kulit batang tidak ditemukan senyawa flavonoid dari gugus fenol.
ABSTRACT
The study to determine the taxonomy and distribution of jamblang (Syzygium cumini (L Skeels) has been carried out in district of Aceh Besar from December 2013 until August 2014. Data was collected through observation covering morphology, chemical and physical factors of soil (N, P and K elements), the distribution, and the secondary metabolite content. The results of present study indicate that morphological data of vegetative and generative organs are relatively similar in all locations. The analysis of soil showed the content of N, P, and K are different for every location. Nitrogen content is 0.06 to 0.15%, Phosphorus 8.44 to 9.56 ppm, and Potassium is 0.075 to 1.054 m.e/100g. The result of ecological study indicates that all jamblang occupy various types of habitats in a mixture of dry land agricultural. Syzygium cumini is found in a lowland area from coastal area to 133 m above sea level, annual rainfall 1500-2500 mm / year with chromic fluvisol soil types. Phytochemical analysis of this species suggest there are three groups of secondary metabolites which are alkaloid, phenols (flavonoids, tannins, saponins), and steroid determined in leaves, fruit and bark. Metabolite content of those plant parts are relatively similar except a flavonoids compound is not found on fruit and bark of Syzygium cumini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Syzygium cumini termasuk ke dalam keluarga suku jambu – jambuan (Myrtaceae).
Tumbuhan ini memiliki nama lain (sinonim) Eugenia cumini (L), Eugenia
jambolana (Lam), Myrtus cumini (L), dan Syzygium jambolanum. Dalam bahasa
Inggris orang mengenalnya dengan nama java plum, black plum, jambul dan
Indian blackberry (Kumar et al., 2010; Soni et al., 2011). Di beberapa Negara
asing dikenal sebagai: duhat (Filipina), thabyay-hyoo (Myanmar), pring bai
(Kamboja), va (Laos), wa (Thailand), voi rung, tram moc (Vietnam), dan
jambulana, jambulan (Malaysia) (Kumar et al., 2007; Mudiana, 2007).
Masyarakat Indonesia mengenal tumbuhan ini dengan berbagai nama, antara lain:
Sumatera: jambe kleng (Aceh), jambu kling (Gayo), jambu kalang (Mink).
Jamblang (Sunda), juwet, duwet, duwet manting (Jawa), dhalas, dhalas bato,
dhuwak (Madura). Nusa Tenggara: juwet, jujutan (Bali), klayu (Sasak), duwe
(Bima), jambulan (Flores), Sulawesi: raporapo jawa (Makasar), alicopeng
(Bugis). Maluku: jambula (Ternate), Melayu: jamlang, jambelang, duwet
(Mudiana, 2007).
Jamblang dapat hidup pada kisaran geografis yang tinggi. Jamblang
dijumpai di kawasan beriklim tropis seperti negara-negara di kawasan Asia
Tenggara, Amerika Selatan, dan Afrika bagian tengah. Pada kawasan subtropis,
tumbuhan ini juga dapat ditemukan, seperti pada negara-negara di Amerika Utara,
Eropa, Australia, Asia Timur, dan Afrika bagian selatan (Verheiji & Coronel,
1997; Kumar et al., 2010; Ayyanar & Babu, 2012; Sharma et al., 2012)
Jamblang dimanfaatkan tidak hanya sebagai bahan makanan saja, namun
di beberapa negara jamblang dimanfaatkan sebagai obat-obatan herbal (Kumar et
al., 2009; Sharma et al., 2012). Di India jamblang telah lama digunakan
disentri, radang, dan penyakit kulit, seperti kurap, dan kadas. Selanjutnya buah
jamblang berpotensial sebagai antioksidan, anti peradangan, anti mikroba, anti
bakteri, dan anti HIV (Dalimarta, 2003; Kumar et al., 2007; Kumar et al., 2010;
Prabhakaran et al., 2011; Ayyanar & Babu, 2012; Khan et al.,2012; Sikder et al.,
2012;). Siregar (2005) berhasil mengisolasi senyawa alkaloid dari ekstrak metanol
daun tumbuhan jambu keling (jamblang), alkaloid merupakan senyawa yang
terkandung di dalam ekstrak methanol yang berfungsi sebagai anti mikroba. Di
Aceh buah jamblang hanya di manfaatkan sebagai makanan saja, manfaat lain dari
tumbuhan ini belum diketahui masyarakat akibat terbatasnya penelitian terkait
tumbuhan ini di Indonesia.
Kurangnya informasi mengenai tumbuhan ini, dapat menjadi salah satu
penghambat untuk pembudidayaan jamblang di Indonesia khususnya di Sumatera.
Pemerintah dan masyarakat telah banyak menebang jamblang dan menggantinya
dengan tumbuhan perkebunan. Apabila penebangan terhadap tumbuhan ini terus
menerus dilakukan, dikhawatirkan jamblang akan mengalami kepunahan di masa
yang akan datang. Oleh karena itu jamblang perlu diteliti dan dipublikasikan
kepada masyarakat sehingga pemanfaatannya dan pengelolaannya di masa
mendatang dapat dimaksimalkan.
1.2 Perumusan Masalah
Jamblang banyak terdapat di Jantho, Krueng Raya, Leupung, Mesjid Raya
dan Ujung Pancu
Hingga saat ini, tumbuhan ini belum banyak diteliti dan dilaporkan
sehingga informasinya sangat sedikit baik dari segi morfologi, taksonomi, dan
etnobotaninya. Oleh karena itu penulis berkeinginan untuk melaksanakan
penelitian mengenai taksonomi dan distribusi jamblang di Aceh Besar.
, umumnya tumbuh liar di pinggir sungai dan toleran terhadap
kekeringan. Dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah yang tidak subur, lahan
basah, tanah liat berkapur, dan tanah berpasir. Morfologi jamblang sangat
dipengaruhi oleh habitatnya. Misalnya bentuk buah jamblang ada yang lonjong
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi yang
menyeluruh tentang taksonomi dan distribusi jamblang (S. cumini) di Aceh Besar.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah dasar yang dapat memberikan
informasi tentang taksonomi dan distribusi jamblang (S. cumini) di Aceh Besar,
data yang diperoleh diharapkan dapat menjadi data pembanding peneliti,
pemerintah, dan instansi/lembaga terkait yang ingin meneliti lebih lanjut tentang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi Jamblang
Pohon jamblang (Syzygium cumini) kokoh dan memiliki tinggi 10-20 m, diameter
batang 40-90 cm percabangannya rendah, tajuknya beraturan atau bulat, menyebar
selebar 12 m, kayunya yang berada di pangkal batang kasar berwarna kelabu tua.
Batangnya tebal, seringkali tumbuhnya bengkok, dan bercabang banyak. Daun
tunggal, tebal, tangkai daun 1-3,5 cm. Helaian daun lebar bulat memanjang atau
bulat telur terbalik, pangkal lebar berbentuk baji, tepi rata, pertualangan menyirip,
permukaan atas mengilap, panjang 7-16 cm, lebar 5-9 cm, warnanya hijau
(Verheiji & Coronel, 1997).
S. cumini memiliki bunga majemuk berbentuk malai dengan cabang yang
berjauhan, bunga duduk, tumbuh di ketiak daun dan di ujung percabangan,
kelopak bentuk lonceng berwarna hijau muda, mahkota berbentuk bulat telur,
benang sari banyak, panjangnya 4-7 mm, berwarna putih, daun baunya harum,
bakal buahnya dengan 2-3 ruang, tangkai putik 6-7 mm panjangnya, berwarna
putih. Buahnya buah buni, lonjong, panjang 2-3 cm, masih muda hijau, setelah
masak warnanya merah tua keunguan, bergerombol mencapai 40 butir, daging
buah berwarna kuning kelabu sampai ungu, mengandung banyak sari buah,
hampir tidak berbau, dengan rasa sepat keasaman. Bijinya 0-5 butir, bentuk
lonjong, keras, panjangnya 3-5 cm, berwarna hijau sampai cokelat. Berakar
tunggang bercabang-cabang, berwarna cokelat muda (Verheiji & Coronel, 1997).
Menurut Palmbob (2004) morfologi jamblang secara vegetatif dan generatif
Gambar 2.1 Pohon jamblang (A), morfologi batang (B), bunga (C), buah muda (D), buah mulai matang (E), buah matang (F).
2.2 Habitat dan Distribusi Jamblang
Jamblang (Syzygium cumini) tergolong tumbuhan buah-buahan yang
berasal dari Asia dan Australia tropis. Biasa ditanam di pekarangan atau tumbuh
liar, terutama di hutan jati. Jamblang tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian
500 m dpl (Dalimatra, 2003; BPPT, 2005). Di India tumbuhan ini dijumpai hingga
ketinggian 1800 meter dpl (Sah & Verma, 2011).
Pohon Jamblang tumbuh baik pada ketinggian 600 kaki (1800 m dpl),
tetapi sulit untuk berbuah, hanya untuk diambil kayunya. Jamblang tumbuh baik
pada daerah yang kering, tanah berpasir, lempung atau pada daerah batu kapur.
Tumbuhan ini tidak dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang basah atau
lembab (Morton, 1987).
A B C
2.3 Masa Berbuah
Syzygium cumini di India dan Florida mulai berbunga pada bulan Februari dan
Maret, tetapi terkadang masih berbunga pada bulan Mei, Juni, dan Juli. Di Jawa
jamblang berbunga pada bulan Juli sampai Agustus dan buah matang bulan
September hingga Oktober. Pada pertengahan bulan Mei sampai pertengahan
bulan Juni jamblang di Filipina berbuah, sementara itu di Sri Lanka bunga mulai
tumbuh pada bulan Mei hingga Agustus, dan buah dipanen pada bulan November
dan Desember. Masyarakat India memanen buah jamblang dengan cara dipetik
langsung, satu pohon berusia 5 tahun dapat menghasilkan 700 biji (Morton,
1987).
Jamblang berbunga bulan Maret sampai April dan pembentukan buah
berlangsung sekitar 32 hari setelah berbunga selama bulan Mei sampai Juli. Buah
matang warnanya hitam keunguan (Chaudhary & Mukhophadyay, 2012).
2.4 Varietas Jamblang
Jenis umum Jamblang di India adalah: 1) Ra Jaman, buah besar berbentuk
lonjong, ungu tua atau kebiruan, daging buah manis dan biji kecil, 2) Kaatha,
buah kecil, dan daging buah asam. Di Jawa, juga ditemukan dua jenis jamblang,
buah kecil disebut Djoowet kreekil, buah tanpa biji dikenal dengan nama Djoowet
booten. Di Malaya selatan, pohon-pohon jamblang berdaun kecil dengan tandan
bunga kecil (Morton, 1987).
2.5 Manfaat Jamblang
Jamblang (Syzygium cumini) kaya akan senyawa antocyanin, glukosida,
asam ellagic, isoqueletin, kaemferol dan myrecetin. Bijinya mengandung alkaloid,
jambolin, dan glikosida. Jambolin atau antimelin dapat menghentikan konversi
diastatic pati menjadi gula dan ekstrak bijinya dapat menurunkan tekanan darah
sampai 34,6% dan hal ini dikaitkan dengan kandungan asam ellagic. Bijinya kaya
Kandungan buah jamblang untuk setiap 100 gr adalah 84-86 gr, air,
0,2-0,7 gr protein, 0,3 gr lemak, 14-16 gr, karbohidrat, 0,3-0,9 gr, serat, 0,4-0,2-0,7 gr
abu, 8-15 gr posfor, 1,2 mg besi, 0,01 mg, riboflavin, 0,3 mg niasin, dan 5- 18 mg
vitamin C (Yulistyarini et al., 2000). Daging buahnya digunakan untuk membuat
selai, jeli, jus, cuka dan pudding. Buahnya juga digunakan untuk membuat anggur
dalam jumlah besar di Filipina. Daunnya digunakan sebagai pakan ternak dan
sebagai makanan bagi ulat sutra di India. Ekstrak daunnya menghasilkan minyak
esensial yang digunakan sebagai wewangian dalam sabun. (Chaudhary &
Mukhophadyay, 2012).
2.6 Fitokimia
Menurut Ayyanar & Babu (2012), jamblang memiliki kandungan kimia
yang berbeda pada masing-masing bagiannya, seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kandungan kimia pada masing-masing bagian tumbuhan jamblang (S. cumini).
No Bagian Kandungan
1. Daun zat glukosida, flavanol, qurectein, myricetin tritefenoid,
esterase, karbon dan tanin.
2. Kulit Batang
asam betulinic, friyedelin, epifriedelanol, βsitosterol,
eugenin dan fatty asam ester dari epi-friedelanol, β -sitosterol, querecetin kaempferol, myricetin, asam galie
dan asam ellagik, bergenis, flavonoids, dan tanin.
3. Bunga
zat kaemferol, querecetin, myricetin, isoqueretin, myricetin-3-L-Arabinoside, qurectin-3-D-galactoside, dihydromyricetin, asam oleanolic, eugenol-triterpenoid A, dan eugenol-triterpenoid B.
4. Akar flavonoid, glycoside dan isorhamnetin3-O-rutinoside.
5. Buah
rafinosa, glucose, fructose, asam sitrik, asam mallic,
asam gallik, anthocyanin, delphinidin-3-gentiobioside, eyanidindicli glycoside, petunidin dan malvidin.
Sumber : (Ayyanar & Babu, 2012)
Aktifitas Flavonoid
Flavonoid dapat bersifat sebagai antioksidan dengan cara menangkap
radikal bebas, sehingga sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan
memperbaiki fungsi endotel pembuluh darah, dapat mengurangi kepekaan LDL
(Low-Density Lipoprotein) terhadap pengaruh radikal bebas, dan dapat bersifat
hipolipidemik, anti inflamasi serta sebagai anti oksidan ( Ling, 2001; Koncazak et
al, 2004; Kwon, 2007).
Aktifitas Tanin
Senyawa tanin dan flavonoid adalah senyawa turunan fenolik. Struktur
senyawa fenolik salah satu gugus pembentuknya adalah senyawa tanin atau
flavonoid. Fungsi aktifitas senyawa tanin menurut Goldstein dan Swain (1965)
adalah sebagai penghambat enzim hama. Fungsi aktifitas senyawa flavonoid
adalah sebagai anti mikroba (Leo, 2004).
Aktifitas Terpen
Terpen adalah suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh
tumbuhan dan terutama terkandung pada getah serta vakuola selnya. Modifikasi
dari senyawa golongan terpen, yaitu terpenoid, merupakan metabolit sekunder
tumbuhan. Selain telah ditemukannya kamper melalui penelitian mengenai terpen,
telah banyak juga ditemukan bahan aktif ideal sebagai pestisida alami. Fungsi
aktifitas senyawa terpen adalah sebagai anti bakteri (Wang, 1997).
Aktifitas Alkaloid
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang
kebanyakan heterosiklik dan banyak terdapat pada tumbuhan. Fungsi alkaloid
yang dikenal sebagian besar terkait pada sistem prlindungan, misalnya senyawa
aphorphine alkaloid liriodenine dihasilkan oleh pohon tulip untuk melindunginya
dari serangan jamur parasit dan senyawa alkaloid lainnya pada tumbuhan tertentu
untuk mencegah serangga memakan bagian tubuh tumbuhan. Fungsi aktifitas
senyawa alkaloid menurut Atta-ur-Rahman (1997) adalah anti bakteri dan anti
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai Agustus
2014. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Jantho, Krueng Raya, Mesjid Raya,
Leupung dan Ujung Pancu, dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pengamatan
karakteristik morfologi tumbuhan ini sudah dilakukan di Herbarium
MEDANENSE (MEDA) Universitas Sumatera Utara.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kantong plastik, label
gantung, penggaris, parang, gunting stek, selotif, lakban, kertas koran, kertas
kerja, kertas milli, alat tulis, GPS (Global Positioning System), meteran, dan
kamera digital. Bahan yang digunakan adalah alkohol 70 %, sebagai cairan
pengawet sampel tumbuhan.
3.3 Pengumpulan Data
Untuk mengetahui data tentang jenis jamblang di lokasi penelitian
dilakukan dengan 2 cara, yaitu observasi dan koleksi.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Di Lapangan
Penelitian jamblang dilakukan dengan menggunakan metode survei sesuai habitat
jamblang atau disesuaikan dengan keadaan di lapangan. Jamblang yang
ditemukan dikoleksi, spesimen koleksi bisa dalam bentuk koleksi basah maupun
koleksi kering. Bagian vegetatif tumbuhan diambil seperti bagian daun,
batang/cabang, bunga dan buah atau bagian secara keseluruhan dari tumbuhan
untuk keperluan analisis taksonomi.
Spesimen disusun di antara lipatan koran, diikat tali plastik, dimasukkan
ke dalam kantung plastik yang berukuran 60 x 40 cm, disiram dengan alkohol
70% sampai basah agar spesimen tidak berjamur. Sebelum kantung plastik ditutup
rapat, udara yang terdapat di dalamnya dikosongkan terlebih dahulu. Kantung
plastik ditutup rapat dengan lakban.
S. cumini yang ditemukan difoto, dicatat semua karakteristik vegetatif dan
generatifnya dan dikoleksi. Koleksi spesimen dilakukan dalam bentuk koleksi
basah maupun koleksi kering. Sebagai data tambahan, dilakukan pengukuran
faktor fisik dan kimia lingkungan yaitu kelembaban udara, suhu udara, suhu
tanah, pH tanah, intensitas cahaya, ketinggian, serta titik dari setiap jenis S.
Dalam penelitian akan dilakukan pengamatan faktor kimia tanah.
Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan bor tanah, tanah
diambil sampai kedalaman 20 cm. Adapun faktor kimia tanah yang diamati adalah
kandungan hara berupa N (Nitrogen), P (Posfor), K (Kalium). Tekstur tanah yang
diamati dihomogenkan, kemudian diambil cuplikan tanah sebanyak 1 kg untuk
dianalisis.
Di Laboratorium
Karakterisasi dan Identifikasi
Spesimen dari lapangan dibuka kembali, kertas koran diganti dengan yang
baru, spesimen dikeringkan dalam oven pengering dengan suhu ± 60o
- Collection of Illustrated Tropical Plant (Watanabe & Corner, 1969). C sampai
spesimen beratnya konstan. Spesimen yang telah kering dikarakterisasi dan
diidentifikasi di Herbarium MEDANENSE (MEDA) Universitas Sumatera Utara
dengan menggunakan buku-buku acuan sebagai berikut:
- Plant Resources of South East Asia 12. (1) (Valkenburg &
Bunyapraphatsara, 2002 a).
- Plant Resources of South East Asia 12. (2) (Valkenburg &
Bunyapraphatsara, 2002 b).
Karakter morfologi jamblang yang diamati adalah :
a) Daun : susunan daun, bentuk daun, pangkal daun, ujung daun, kisaran panjang
daun (cm), kisaran lebar daun (cm).
b) Bunga : tipe perbungaan, letak bunga, panjang bunga jantan (cm), panjang
bunga betina (cm), panjang tangkai bunga jantan (mm), jumlah mahkota
bunga, jumlah benang sari.
c) Buah : bentuk buah, diameter buah, warna buah muda dan buah tua
Tanah
Proses analisis dan perhitungan kandungan unsur hara Nitrogen (N),
posfor (P), dan Kalium (K) pada tanah mengacu pada Mukhlis, (2007). Sampel
tanah dikeringkan di ruang yang berfentilasi dan tidak terkena sinar matahari
secara langsung. Pengeringan di ruang terbuka dapat dilakukan dengan
menempatkan sampel tanah pada wadah yang luas permukaannya, misalnya baki
(talam). Wadah dilapisi dengan plastik agar tidak terkontaminasi. Sampel tanah
ditabur secara merata agar lebih cepat kering. Temperatur udara tidak lebih dari
35oC selanjutnya sampel tanah dianalisis di laboratorium
Penetapan Nitrogen (N) dengan Metode Kjeldhal
Pengukuran kandungan nitrogen pada tanah ada beberapa tahap, yaitu
destruksi, destilasi, dan titrasi. Pada tahapan destruksi dimulai dengan menimbang
2 g sampel tanah dan ditempatkan pada tabung digester, ditambahkan 2 g katalis
campuran (sebanyak sampel tanah) dan ditambahkan 10 ml H2O, ditambahkan 10
ml H2SO4-asam salisilat dan dibiarkan selama 24 jam. Didestruksi dengan
menggunakan alat digestor (Kjeldhaltherm) pada suhu rendah dan dinaikkan
secara bertahap hingga larutan menjadi jernih (temperatur < 200oC), setelah
larutan jernih suhu dinaikkan dan dilanjutkan selama 30 menit, didinginkan dan
diencerkan dengan menambahkan 15 ml H2
Pada tahapan destilasi, ditempatkan tabung destruksi pada alat destilasi,
ditambahkan 25 ml H
O.
3BO3 4% yang ditempatkan pada Erlenmeyer 250 cc dan
ditambahkan 3 tetes indikator campuran, yang ditempatkan sebagai penampung
hasil destilasi. Ditambahkan 25 ml NaOH 40% ke tabung destilasi dan langsung
didestilasi. Amoniak hasil destilasi ditampung pada erlenmeyer yang berisi
H3BO3, destilasi dihentikan jika larutan pada erlenmeyer menjadi berwarna hijau
dan volumenya mencapai ± 75 ml. Pada tahapan titrasi, dipindahkan erlenmeyer
hasil destilasi dan dititrasi dengan HCl 0,02 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan
Penetapan P dengan Metode Bray II
Sampel tanah ditimbang 2 g lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 cc,
ditambahkan larutan Bray II sebanyak 20 ml dan digoncang dengan shaker selama
30 menit lalu disaring. Diambil filtrat sebanyak 5 ml dan ditempatkan pada tabung
reaksi, tambahkan pereaksi fosfat B sebanyak 10 ml, dibiarkan selama 5 menit
lalu diukur transmitan pada spectronic dengan panjang gelombang 660 nm. Pada
saat yang bersamaan tambahkan masing-masing 5 ml larutan standar P 0, 5-1,
0-2, 0-3, 0-4, 0 dan 5,0 ppm P ke tabung reaksi lalu ditambahkan 10 ml pereaksi
fosfat B lalu ukur transmitan pada spectronic dengan panjang gelombang 660 nm.
Penetapan Kalium Tukar Tanah
Hasil per kolasi (perkolat) dari penetapan kapasitas tukar kation pada
erlenmeyer ditampung dan diukur absorban perkolat pada Flamephotometer atau
Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS). Diukur larutan standar K dengan
konsentrasi 0, 10, 20, 30, 40 ppm K pada Flamephotometer atau Atomic
Absorbtion Spectrophotometer (AAS).
Fitokimia
Aspek fitokimia yang dianalisis adalah kandungan senyawa yang
tergolong metabolit sekunder senyawa alkaloid, fenol (flavonoid, tanin, saponin)
dan steroid dianalisis di Laboratorium Kimia Bahan Alam FMIPA Universitas
Sumatera Utara.
3.5. Analisis Data
Morfologi
Berdasarkan karakter hasil pengamatan, dilakukan analisis morfologi (batang,
Tanah
Perhitungan kandungan Nitrogen (N)
N (%)=ml titrasi (contoh-blanko)x NHCl x 14 x 100
Berat Contoh Tanah x 1000
Prosedur pengujian fitokimia yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Skrining fitokimia alkaloid
Sampel diiris halus lalu dimasukkan kedalam beaker glass sebanyak 10
gram. Selanjutnya direndam dengan metanol CH3
a. Filtrat sebanyak 3 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambah dengan OH dan dibiarkan ± 12 jam.
Filtrat akan diujikan sebagai berikut:
b. Filtrat sebanyak 3 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambah dengan 2
tetes pereaksi meyer. Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan
terbentuk endapan menggumpal berwarna putih kekuningan.
2
tetes pereaksi dragendorff. Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka
c. Filtrat sebanyak 3 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambah dengan
d. Filtrat sebanyak 3 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambah dengan 2
tetes pereaksi bouchardat. Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka
akan terbentuk endapan menggumpal berwarna coklat kehitaman.
2. Skrining fitokimia flavonoid
2
tetes pereaksi wagner. Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka
akan terbentuk endapan menggumpal berwarna cokelat.
Sampel diiris halus, dimasukkan kedalam beaker glass dan dimaserasi
dengan 20 ml etil asetat. Ekstrak dapat diekstraksi dalam kondisi panas maupun
dingin kemudian disaring. Filtrat sebanyak 3 ml dimasukkan kedalam tabung
reaksi ditambah dengan 3 tetes larutan FeCl3
3. Skrining fitokimia tanin
1%. Jika mengandung senyawa
flavonoid maka akan tampak perubahan warna larutan menjadi warna hitam
Larutan methanol dipekatkan, kemudian larutan pekat dimasukkan
dimasukkan dengan etil asetat ke dalam tabung reaksi. Apabila larutan pekat larut
dengan etil asetat maka ada tanin.
4. Skrining fitokimia saponin
Sampel diekstraksi dengan alkohol-air diatas penangas air. Ekstrak
dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu dibiarkan hingga suhu semula. Kemudian
dikocok selama 2-3 menit. Apabila mengandung saponin maka akan timbul busa
dibagian atas ekstrak. Busa yang terbentuk didiamkan selama 1 menit.
5. Skrining fitokimia steroid
Sampel dilarutkan dengan methanol. Sampel ditotolkan ke plat KLT, lalu
dikeringkan kemudian difiksasi (semprot) dengan pereaksi CeSO4 1 % dalam
H2SO4 10%. Lalu dipanaskan diatas hotplate selama 2 menit. Dilihat perubahan
Ekologi dan Distribusi Jamblang
Untuk menampilkan data dalam bentuk peta harus melalui beberapa
tahapan berikut:
1. Persiapan data ordinat menggunakan Microsoft Excel [ ver. 2007] • Dibuka Excel dan dibuat lembar kerja baru
• Dimasukkan data pada masing-masing kolom
• Data lintang dan bujur yang tercatat dalam GPS adalah data dalam bentuk
derajat, menit, dan detik.
• Dilakukan perubahan data tersebut kedalam bentuk desimal dengan cara: (Derajat) + (Menit/60) + (Detik/3600), kemudian data akan berubah
kedalam bentuk desimal.
• Untuk dapat di pergunakan dalam perangkat lunak ArcView 3.3 data
ordinat harus tersimpan dalam bentuk “dbf”. Untuk itu pada Microsoft
Excel harus ditambahkan Extension DBFIV.
• Dilakukan penyimpanan dengan mengklik Save As, lalu pilih extension
dbf, lalu OK. Maka file akan tersimpan dalam bentuk “dbf”, dan data siap
di gunakan pada ArcView 3.3.
2. Membuat Peta dengan ArcView 3.3
• Dibuka ArcView 3.3 kemudian klik OK pada “Open a New Project”,
“Open a New View” kemudian pilih add theme dan buat “Layer” dengan
nama Sumatera. Shp.
• Diinput data ordinat kedalam ArcView dengan cara, minimize view dan
buka Table lalu pilih Add dan klik OK, pada file “dbf” dengan nama
Jamblang.
• Lalu beri tanda centang pada Layer Jamblang dan Layer Sumatera, lalu akan terlihat daerah persebaran Jamblangsesuai data yang ada pada GPS.
• Dilakukan OverLay pada masing-masing peta dengan titik ordinat.
OverLay Sumatera curah hujan dengan jamblangdbf, Sumatera Landcover
• Dilakukan perubahan warna peta mengikuti ketentuan yang berlaku, untuk
peta tutupan lahan dan curah hujan, pilih warna sesuai dengan jenis warna
yang dikeluarkan BAKOSURTANAL, untuk peta jenis tanah pilih warna
sesuai dengan FAO-UNESCO Soil Map.
• Di-LayOut masing-masing peta, klik menu View dan pilih sub menu
LayOut. LayOut Sumatera curah hujan dengan jamblang dbf. Eksport
dalam format JPEG. LayOut Sumatera Landcover dengan jamblang dbf.
Eksport dalam format JPEG, dan LayOut Sumatera Soil FAO dengan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Morfologi Jamblang
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan diperoleh 54 koleksi, 2
koleksi dari kecamatan Jantho, 36 koleksi dari kecamatan Krueng Raya, 5 koleksi
dari kecamatan Leupueng, 5 koleksi dari kecamatan Masjid Raya, dan 5
koleksi dari kecamatan Ujung Pancu. Dari hasil analisis morfologi tidak
ditemukan adanya perbedaan organ vegetatif dan generatif jamblang di lima
lokasi penelitian.
Habitat
Hasil memperlihatkan jamblang yang ditemukan di kawasan Aceh Besar
hidup di daerah teresterial. Di daerah Mesjid Raya dan Leupung jamblangtumbuh
di tepi pantai, di daerah Ujung Pancu jamblang tumbuh di areal kebun
masyarakat, dan areal persawahan. Sementara itu di derah Krueng Raya dan
Jantho, jamblang tumbuh pada daerah perbukitan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa jamblang tumbuh pada ketinggian 7 - 133 m dpl (Gambar 4.1). Pohon
jamblang umumnya tumbuh liar di hutan sekunder. Hasil ini memperlihatkan
adanya perbedaan dengan Verheiji dan Coronel, (1992); Orwa, et al., (2009) yang
menyatakan bahwa pohon ini tumbuh baik di daerah tropis dengan ketinggian
Gambar 4.1 Habitat jamblang, habitat perbukitan (A), habitat perkebunan milik warga (B).
Batang
Tinggi total batang berkisar antara 4-8 meter dengan diameter 19,1-50,9
cm (Gambar 4.2). Jamblang memiliki batang bulat, tumbuh tegak, kulit tebal,
permukaan kasar dan beralur (pada beberapa pohon ditemukan kulit batang
retak-retak), warna kulit batang bagian luar cokelat keabu-abuan, sedangkan warna kulit
batang bagian dalam cokelat. Hasil yang diperoleh pada penelitian
memperlihatkan terdapat perbedaan dengan yang dilaporkan oleh peneliti
sebelumnya, Verheiji dan Coronel (1992), menyatakan jamblang memiliki batang
yang kokoh, tinggi 10-20 m, diameter 40-90 cm, percabangan rendah, tajuknya
beraturan atau bulat, kulit kayu kasar berwarna kelabu tua.
Gambar 4.2 Batang jamblang, permukaan kasar dengan kulit kayu retak (A), permukaan kasar, warna coklat abu-abu (B).
A B
Daun
Panjang daun 5-13 cm dan lebar daun 3-7,5 cm. Panjang tangkai daun
antara 1,5-2,2 cm. Pada daun variasi terlihat dari warna tangkai daun. Didapat tiga
variasi warna yaitu merah, merah kekuningan dan kuning (Gambar 4.3). Jamblang
secara keseluruhan mempunyai daun tunggal dengan susunan berhadapan. Daun
berbentuk bulat sampai lonjong dengan permukaan yang mengkilat. Susunan
tulang daun berhadapan dan berseling, Warna daun muda merah bata, daun tua
berwarna hijau tua mengkilat pada bagian atas, dan hijau muda pada bagian
bawah. Bentuk pangkal daun runcing, dan ujung daun meruncing.
Gambar 4.3 Daun jamblang; tangkai daun merah (A), tangkai daun merah kekuningan (B), tangkai daun kuning (C).
Bunga
Bunganya adalah bunga malai, tumbuh pada batang yang tak berdaun
dengan jumlah bunga dalam karangan bunga 101-171 kuntum. Jumlah putik 1,
panjang 0,5-0,7 cm, dan jumlah benang sari tak terhingga dengan panjang 0,7-0,9
cm. Mahkota bunga berbentuk bundar dan lepas, jumlah 5, berwarna putih
kekuningan dengan panjang 0,3 cm. Bunganya kecil, berwarna putih kekuningan,
duduk rapat 3-8 kuntum. Mempunyai benang sari dan putik. Morfologi bunga
pada semua lokasi tidak memperlihatkan perbedaan (Gambar 4.4).
Gambar 4.4 Morfologi bunga jamblang, bunga muda (A), kuncup bunga yang masih kecil (B), kuncup bunga yang akan mekar (C), kuncup bunga dengan beberapa bunga mekar (D).
Buah dan Biji
Buah buni panjang 2-3 cm, diameter 1,4-2 cm, bentuk lonjong sampai
bulat telur, kulit buah tipis, licin mengkilap, warna buah muda hijau muda, buah
tua berwarna merah tua sampai ungu kehitaman, daging buah putih hingga merah
keunguan, rasa sepat sampai masam manis. Jumlah buah pada setiap tangkainya
bervariasi antara 7-20 buah/tangkai. Tidak ditemukan adanya perbedaan
morfologi pada biji jamblang.Biji lonjong, panjang 1,6-2,2 cm, diameter biji
0,7-1,2 cm berwarna hijau dengan bintik-bintik berwarna merah pada bagian luar, dan
hijau pada bagian dalam. Biji berkeping dua (Gambar 4.5).
Gambar 4.5. Buah jamblang, buah muda hingga tua (A), buah yang dibelah pada berbagai tingkat kematangan (B), pengukuran panjang biji (C), pengukuran lebar biji (D).
A B
C D
A B
4.2 Deskripsi Jamblang di Kabupaten Aceh Besar
Pohon teresterial, diameter batang berkisar antara 19,11-50,9 cm, dengan
warna kulit batang bagian luar coklat keabu-abuan dan bagian dalam berwarna
coklat. Bentuk daun bulat sampai lonjong dengan pangkal daun runcing dan ujung
daun meruncing. Warna permukaan daun bagian atas hijau tua mengkilat dan
bagian bawah hijau muda. Daun muda berwarna merah bata. Panjang daun 5-13
cm dan lebar 3-7,5 cm, dengan susunan berhadapan. Panjang tangkai daun
berkisar antara 1,5-2,2 cm. Bentuk bunga malai dengan jumlah bunga dalam
karangan bunga 101-171 kuntum. Jumlah bunga jantan tak terhingga, panjangnya
0,7-0,9 cm, dan jumlah bunga betina satu dengan panjang 0,5-0,7 cm. Tiga kali
percabangan, letak bunga aksilar. Jumlah mahkota bunga 5 dengan warna putih
kekuningan. Bunga tumbuh pada batang yang tak berdaun, kelopak bunga
berbentuk corong dengan tinggi 4-5 mm. Buah buni panjang 2-3 cm, diameter
1,4-2 cm, bentuk buah lonjong sampai bulat telur. Kulit buah tipis licin
mengkilap, warna buah muda hijau dan buah tua berwarna merah tua sampai ungu
kehitaman. Daging buah berwarna putih. Jumlah buah pada setiap tangkainya
bervariasi antara 7-20 buah/tangkai. Biji berbentuk lonjong dengan panjang
1,6-2,2 cm, diameter biji 0,7-1,2 cm. Berwarna hijau dengan bintik-bintik berwarna
merah pada bagian luar, dan hijau pada bagian dalam, biji berkeping dua.
4.3 Ekologi Jamblang
Hasil penelitian yang telah dilakukan, didapat 54 individu jamblangyang
tersebar pada lima kecamatan, yaitu Jantho, Krueng Raya, Leupung, Mesjid Raya,
dan Ujung Pancu. Jamblang tumbuh di daerah-daerah dataran rendah mulai dari
pinggir pantai hingga perbukitan, ketinggian 7-133 m dpl. Pada kecamatan
Krueng Raya, jamblang tumbuh di daerah perbukitan pada ketinggian 13-122 m
dpl. Suhu udara di kelima lokasi penelitian berkisar antara 28-35oC, suhu tanah
30-32o
kecamatan Krueng Raya (Gambar 4.6). Hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan
oleh peneliti sebelumnya, Dalimatra (2003), menyatakan bahwa jamblangtumbuh
dikawasan tropis dari dataran rendah hingga ketinggian 500 meter dpl. Jamblang
juga ditemukan pada kawasan dengan curah hujan 2000-2500 mm/tahun. Namun
hasil ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Sah & Verma (2011), yang
menyatakan bahwa jamblang di India tumbuh di dataran tinggi pada ketinggian
1800 meter dpl.
Jamblang ditemukan tumbuh pada berbagai jenis tanah, yaitu Chromic
Luvisol, Humic Acrisols, Dystric Fluvisols, dan Rendzinas (Gambar 4.7). Dari
Gambar dapat dilihat bahwa Jamblang mendominasi pada daerah dengan jenis
tanah Chromic luvisol (Mediterania), yaitu pada daerah Krueng Raya dan Mesjid
Raya. Tanah Luvisol (Mediternian) merupakan tanah yang mempunyai horison
argilik dengan kejenuhan basa > 50% dan tidak mempunyai horison albik. Tanah
yang berkembang dari bahan induk batu kapur dengan kadar bahan organik
rendah, kejenuhan basa sedang sampai tinggi, tekstur berat dengan struktur tanah
gumpal, reaksi tanah dari ragam masam sampai sedikit alkalis (pH 6.0 – 7.5).
Dijumpai pada daerah pantai sampai 400 m dpl pada iklim tropis basah dengan
bulan kering nyata dan curah hujan tahunan antara 800 – 2500 mm/thn (Food and
Agriculture Organization, 2014).
Tanah Acrisol (Podsolik) merupakan tanah sangat tercuci yang berwarna
abu-abu muda sampai kekuningan pada horison permukaan sedang lapisan bawah
berwarna merah atau kuning dengan kadar bahan organik dan kejenuhan basa
yang rendah serta reaksi tanah yang masam sampai sangat masam (pH 4.2-4.8).
Pada horison bawah permukaan terjadi akumulasi liat dengan struktur tanah
gumpal dengan permeabilitas rendah. Tanah mempunyai bahan induk batu
endapan bersilika, napal, batu pasir dan batu liat. Tanah ini dijumpai pada
ketinggian antara 50-350 m dengan curah hujan antara 2500-3500 mm/tahun.
Tanah Fluvisol (Aluvial) merupakan tanah yang berasal dari endapan alluvial atau
koluvial muda dengan perkembangan profil tanah lemah sampai tidak ada. Sifat
tanah beragam tergantung dari bahan induk yang diendapkannya serta
penyebarannya tidak dipengaruhi oleh ketinggian maupun iklim. Rendzinas
(Renzina) merupakan tanah dengan horison A molik yang terdapat di atas batu kapur
dengan kadar kalsium karbonat lebih dari 40 persen (Food and Agriculture
Organization, 2014).
Jamblang tersebar luas pada daerah Aceh Besar. Jamblang tumbuh pada
berbagai habitat seperti pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campuran,
hutan tanaman industri, dan sawah. Persebaran tertinggi terdapat pada habitat
pertanian lahan kering campuran, jenis habitat ini terdapat di kecamatan Krueng
Raya, Leupueng, dan Mesjid Raya. Jamblangjuga ditemukan pada kawasan hutan
tanaman industri, jenis habitat ini banyak ditemukan pada daerah Krueng Raya,
Jantho, dan Ujung Pancu. Pada daerah Mesjid Raya jamblang ditemukan pada
kawasan pertanian lahan kering. Habitat lain yang menjadi tempat tumbuh
jamblang adalah sawah, yang terdapat di kecamatan Ujung Pancu. kawasan
4.4 Unsur Hara Tanah
Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan dari kandungan ketiga
unsur dari masin-masing daerah penelitian (Tabel 4.1.). Nilai N tertinggi
diperoleh pada daerah Mesjid Raya dengan nilai 0,15 %, dan yang terendah
diperoleh pada daerah Ujung Pancu dengan nilai 0,06%. Kandungan P yang
diperoleh juga berbeda disetiap daerah penelitian dimana nilai P tertinggi
diperoleh pada daerah Ujung Pancu dengan nilai 9,56 ppm, dan terendah pada
daerah Krueng Raya dengan nilai 8,44 ppm. Kadar K tertinggi diperoleh pada
daerah Krueng Raya, dan terendah pada daerah Leupung dengan nilai
masing-masing 1,054 dan 0,075 (m.e/100g).
Tabel 4.1 Kandungan unsur hara makro tanah pada lokasi penelitian
Asal Daerah Parameter
Kandungan unsur hara makro nitrogen pada daerah Krueng Raya, Mesjid
Raya, dan Jantho tergolong rendah sedangkan daerah Ujung Pancu dan Leupung
tergolong sangat rendah. Hal ini sesuai dengan kriteria yang dikeluarkan Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor (1993) bahwa nilai N dalam kondisi
rendah apabila memiliki kandungan 0,10-0,20%, dan sangat rendah apabila
N<0,10%. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa jamblang dapat tumbuh baik
pada daerah yang miskin hara, yaitu unsur hara makro yang rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa jamblang berpotensi sebagai tumbuhan konservasi lahan
kering dan marginal yang memiliki kandungan hara yang rendah.
Unsur hara K menunjukkan angka yang rendah, yaitu berada pada kisaran
0,075-1,054 m.e/100g. Kandungan K ini tergolong sangat rendah sesuai dengan
kriteria faktor kimia tanah yang dikeluarkan Pusat Penelitian Tanah dan
kisaran <10 m.e/100g, dan sangat tinggi apabila memiliki kandungan >60
m.e/100g.
Posfor merupakan salah satu unsur hara makro yang tersedia di dalam
tanah, tetapi tidak semua unsur P yang tersedia dapat dimanfaatkan langsung oleh
tumbuhan. Nilai P tersedia yang diperoleh dari hasil analisis menunjukkan adanya
perbedaan pada masing-masing lokasi penelitian. Kandungan P tersedia berkisar
8,44-9,56 ppm. Kadar Posfor tertinggi didapat pada daerah Ujung Pancu dan
Leupung dengan nilai 9,56 dan 9,33 ppm. Tingginya kadar posfor pada kawasan
ini diduga mempengaruhi proses pembungaan dan membantu proses pembentukan
buah pada jamblang. Hal yang sama disampaikan oleh Rosmarkam & Yuwono
(2002), dimana P dibutuhkan untuk pembentukan primodia bunga dan organ
tanaman untuk reproduksi, mempercepat masaknya buah dan biji tanaman.
Perbedaan kadar posfor diduga disebabkan oleh jenis tanah, selain itu
fenomena ini terkait dengan proses pelapukan yang terjadi di masing-masing
lokasi. Hal yang sama disampaikan oleh Rosmarkam & Yuwono (2002), adanya
pertambahan posfor ke dalam tanah hanya bersumber dari defosit atau pelapukan
batuan dan mineral yang mengandung posfor.
4.5 Uji Fitokimia
Hasil uji fitokimia menunjukkan adanya kandungan senyawa alkaloid, fenol, dan
steroid pada daun S. cumini (Tabel 4.2). Senyawa flavanoid hanya ditemukan
pada daun jamblang.
Tingginya kandungan flavonoid dapat dimanfaatkan sebagai anti tumor,
hipertensi, dan anti infeksi pada luka. Hal yang sama dinyatakan oleh Sriningsih
(2008) senyawa flavonoid dapat digunakan sebagai anti mikroba, obat infeksi
pada luka, anti jamur, anti virus, anti kanker, dan anti tumor. Selain itu flavonoid
juga dapat digunakan sebagai anti bakteri, anti alergi, sitotoksik, dan anti
Tabel 4.2 Hasil uji fitokimia daun, buah, dan kulit batang S. cumini dalam metanol
Lokasi Alkaloid Fenol Steroid
Flavonoid Tanin Saponin
Daun
Buah jamblang menunjukkan kandungan senyawa tanin sangat tinggi.
Kandungan tanin yang tinggi pada buah menyebabkan adanya rasa sepat pada
buah jamblang. Goldstein dan Swain (1965) menyatakan tanin merupakan
senyawa yang sering dijumpai pada tumbuhan berkayu, dan dapat menyebabkan
rasa sepat. Kandungan tanin, dan alkaloid yang tinggi pada buah jamblang dapat
dimanfaatkan sebagai anti bakteri
Pada kulit batang menunjukkan kandungan tanin yang tinggi pada batang.
Hal yang sama juga dilaporkan oleh Sangi et al; 2008, bahwa kulit batang
jamblang memiliki kandungan senyawa alkaloid, tanin, saponin, dan terpenoid.
Tingginya kadar tanin pada kulit batang dikaremakan senyawa ini merupakan
senyawa yang dapat melindungi batang tanaman dari serangan hama. Hal ini
sejalan dengan yang disampaikan Goldstein dan Swain (1965) dimana fungsi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian di kabupaten Aceh Besar dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Karakter morfologi organ vegetatif dan generatif tidak memperlihatkan
adanya perbedaan variasi.
2. Jamblang terdistribusi di dataran rendah (daerah pertanian lahan kering
campuran) mulai dari pantai hingga ketinggian 133 m dpl, dengan curah
hujan 1500-2500 mm/ tahun, pada tanah chromic fluvisol
3. Daun jamblang memiliki kandungan senyawa alkaloid, fenol (flavonoid,
tanin, saponin) dan steroid, buah dan kulit batang jamblang tidak
mengandung senyawa flavonoid dari gugus fenol.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh informasi yang
DAFTAR PUSTAKA
Atta-ur-Rahman. 1997. New Sterodial Alkaloids from the Roots of Buxus Sempervirens. Journal of Natural Products. No.60, pp. 770 – 774. American Society of Pharmacognosy.
Ayyanar, M., Babu, P. S. 2012. Syzygium cumini (L) Skleek: A revier of Phytochemical Constituent and Traditional uses. Asian Pacific Jurnal of Tropical Biomedicine. p. 240 – 246.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). 2005. Tumbuhan obat Indonesia
Chaudary, B., Mukhopadhyay, K. 2012. Syzygium cumini (L) Skeels: A Potential Source of Nutraceuticals. UPBS, 2 (1); 46 – 53.
Dalimarta, S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Puspa Swara. Jakarta, hal. 19 – 23.
FAO (Food and Agriculture Organization), 2014. World reference base for soil resources 2014. International soil classification system for naming soils and creating legends for soil maps. 191 p.
Goldstein, J.L. dan T. Swain. 1965. The Inhibition of Enzymes by Tannins. Phytochemistry Volume 4, pp. 185 – 192. Great Britain : Elsevier Science Ltd.
Gowri. S. S., Vasantha. K. 2010. Phytochemical Screening and Antibacterial Activity of Syzygium cumini (L.) (Myrtaceae) Leaves Extracts. International Journal of PharmTech Research. 2:2, pp 1569-1573.
Heyne. K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III, cetakan pertama, Jakarta, hal. 1515 – 1516.
Khan. S., Baunthiyal. M., Kumari. A., Sharma. V., 2012. Effect of Fluoride Pollution on Genetic Diversity of A Medicinal Tree, Syzygium cumini. J. Environ. Biol. (33): 745-750.
Koncazak. I., Okuno. S., Yoshimoto. M., Yamakawa. O. 2004. Caffeoylquinic Acids Generated In Vitro in High-Anthocyanin-Accumulating Sweet potato Cell Line. Journal of Biomedicine and Biotechnology.;5:287-92.
Kumar. A., Ilavarasan. R., Jayachandran. T., Decaraman. M., Aravindhan. P., Padmanabhan. N., Khrisnan. M. R. V., 2009. Phytochemicals Investigation on a Tropical Plant, Syzygium cumini from Kattuppalayam, Erode District, Tamil Nadu, south India. Pakistan Journal of Nutrition 8 (1): 83-85
Kumar. R., Ramamurthy. V. V., Sharma. G., 2010. Checklist of Insect Assosiated with Jamun (Syzygium cumini Skeels) From India. Biological Forum- An International Journal, 2(1): 1-5.
Kwon. S. H., 2007. Anti-obesity and Hypolipidemik Effects of Black Soybean Anthocyanins. Journal of medicinal Food ;10(3):552-6.
Leo, M.D. 2004. Phenolic Compounds from Baseonema Acuminatum Leaves : Isolation and Antimicrobial Activity. New York : Georg Thieme Verlag KG Stuttgart.
Ling W.H, Cheng Q.X, Ma J, Wang T. Red and Black Rice. 2001. Decrease Athrosclerotic Plaque Formation and Increase Antioxidant status in rabbits. Journal of Nutrition. ;131:1421-6.
Morton, J. 1987. Jambolan. In: Fruits of warm climates. Miami, FL. Diakses dari ;
Mudiana. D. 2007. Perkecambahan Syzygium cumini (L) Skeels. Biodiversitas, 8 (1). hal. 39-42.
Mukhlis, 2007. Analisis Tanah Tanaman. Medan: USU Press. Hlm 109-120, 149.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. (1993). Sumber Daya Lahan. Bogor PPTA.
Prabhakaran. S., Gothandam. K. M., Sivashanmugam. K., 2011. Phytochemical and Antimicrobial properties of Syzygium cumini an Ethanomedicinal Plant of Javadhu Hills. Research ini Pharmacy, 1(1): 22-32.
Rosmarkam, A., Yuwono N. W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta
Sharma. S., Mehta. B. K., Darshna. M., Nagar. H., Mishra. A., 2012. A review on pharmacological activity of Syzygium cumini extract using different solvent and their effective doses. Int. Res. Journal of Pharmacy. 3(12):54-58.
Sikder. A. M., Kaisar. A. M., Rahman. S. M., Hasan. M. C. Al-Rehaily. J. A., Rashid. A. M., 2012. Secondary Metabolites from Seed Extracts of
Syzygium cumini (L). Journal of Physical Science. 23(1): 83-87.
Siregar. H. P. 2005. Isolasi senyawa alkaloid dari ekstrak metanol daun tumbuhan jambu keling. Jurnal Sains Kimia, 9(2): hal. 82-84.
Soni. H., Nayak. G., Patel. S. S. Mishra. K., Singhai. A. K., 2011. Pharmacognostic Studies of the Leaves of Syzygium cumini Linn. International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Science, 2(2): 507-509.
Sriningsih. 2008. Analisa Senyawa Golongan Flavonoid Herba Tempuyung (Son chusarvensis L):www.indomedia.com/intisari/1999/juni/tempuyung.htm. (diakses tanggal 30 Oktober 2014).
Tahir. L., Ahmed. S., Hussain. N, Perveen. I., Rahman. S. 2012. Effect of Leaves Extract of Indigenous Species of Syzygium cumini on Dental Caries Causing Phatogens. International Journal Pharm Bio Sci 2012, July; 3(3): 1032 – 1038.
Valkenburg, J. L. C. H. V., Bunyapraphatsara, N. 2002 a. Plant Resources of South East Asia 12.(1). Medicinal and poisonous plants 2. Prosea Fondation.Bogor-Indonesia: pp. 58-79.
_______. 2002 b. Plant Resources of South East Asia 12.(2). Medicinal and poisonous plants 2. Prosea Fondation. Bogor-Indonesia: pp. 113-116.
Verheji, E., W., M., Coronel, R.E. 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2 Buah – buah Yang Dapat Dimakan. Prosea Gramedia. Jakarta, hal 380 – 382.
Wang. B. 1997. Pentacyclic Trierpenoid Glycosyl. Esters from Rubuspileatus. Phytochemistry Volume 46. No. 3, pp. 559 – 563. Great Britain : Elsevier Science Ltd.
Watanabe., Corner. 1969. Collection of Illustrated Tropical Plant. Kyoto. Japan.