• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Keanggotaan Fuzzy Tsukamoto Menggunakan Algoritma Genetika pada Penentuan Prioritas Penerima Zakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Optimasi Keanggotaan Fuzzy Tsukamoto Menggunakan Algoritma Genetika pada Penentuan Prioritas Penerima Zakat"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Brawijaya

125

Optimasi Keanggotaan Fuzzy Tsukamoto Menggunakan Algoritma

Genetika pada Penentuan Prioritas Penerima Zakat

Alfiani Fitri1, Wayan Firdaus Mahmudy2

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1alfhiii99@gmail.com, 2wayanfm@ub.ac.id

Abstrak

Sebelum dana zakat disalurkan, diperlukan seleksi data penerima zakat dengan mempertimbangkan beberapa kriteria yang dimilikinya karena beasiswa harus diterima oleh orang yang benar-benar membutuhkan. Jumlah data yang banyak beserta kriteria yang bervariasi menyebabkan waktu seleksi yang dibutuhkan untuk menghasilkan keputusan berlangsung lama. Dalam beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan metode fuzzy Tsukamoto saja terkadang belum tentu menghasilkan hasil akhir yang mendekati optimal. Pada penelitian ini hasil pengujian akurasi dengan menggunakan metode fuzzy Tsukamoto saja adalah 0.725. Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk memberikan hasil akhir yang lebih optimal adalah melakukan optimasi batas fungsi keanggotaan menggunakan algoritma genetika. Representasi kromosom yang digunakan adalah real-coded , teknik crossover menggunakan one-cut-point crossover, teknik mutasi menggunakan random mutation, serta perbaikan kromosom menggunakan algoritma hill climbing. Hasil perhitungan akurasi sistem dengan menggunakan korelasi spearman pada optimasi keanggotaan fuzzy Tsukamoto menggunakan algoritma genetika dengan mekanisme perbaikan kromosom adalah 0.986. Sedangkan hasil pengujian akurasi sistem optimasi keanggotaan fuzzy Tsukamoto menggunakan algoritma genetika tanpa mekanisme perbaikan kromosom adalah 0.845. Hasil akurasi tersebut menunjukkan adanya peningkatan nilai akurasi dengan optimasi fungsi keanggotaan fuzzy Tsukamoto menggunakan algoritma genetika dan perbaikan kromosom dengan hill climbing.

Kata kunci: zakat, Fuzzy Tsukamoto, optimasi fungsi keanggotaan, algoritma genetika, hill climbing, korelasi Spearman

Abstract

Before distributing zakat, required the selection data of recepients by considering some of its criteria because the scholarship must be received by people who are truly in need. The amount of data along with the various criteria that lead to the selection time to produce a long lasting decision. The system of priority SOS scholarship recipients are expected to produce a recommendation candidate who is suitable to receive the zakat with a relatively short time. In some studies mention that the use of fuzzy Tsukamoto methods sometimes does not necessarily produce the optimal final result. In this study, the accuracy of the test results by using fuzzy Tsukamoto alone is 0.725. One of the technique that can be used to provide a more optimal final result is the optimization of limited membership functions using genetic algorithms. The chromosome representation which is used is real-coded, crossover technique using a one-cut-point crossover, mutation techniques using random mutation and chromosomal repair using a hill climbing algorithm. The calculation result of the accuracy system by using the Spearman correlation in the optimization of Tsukamoto fuzzy membership using genetic algorithms with chromosomal repair mechanism is 0.986. While the accuracy test results of the optimization system of Tsukamoto fuzzy membership by using a genetic algorithm without chromosomal repair mechanism is 0.845. The accuracy results shows the increase of the accuracy value with the function optimization of Tsukamoto fuzzy membership by using the genetic algorithms and chromosome repairs with hill climbing.

(2)

1. PENDAHULUAN

Zakat merupakan perintah dari Allah kepada umat Islam yang harus dijalankan bagi pemeluknya agar menyisihkan hak dari harta tertentu yang dimilikinya yang telah memenuhi syarat wajib zakat untuk diberikan kepada golongan yang layak menerimanya (Maksum, et al., 2009).

Potensi yang besar dari dana zakat (terdiri dari infaq, shodaqoh, waqaf, dan sejenisnya) dapat dioptimalkan manfaatnya melalui peran lembaga amil zakat untuk mengatasi masalah sosial-ekonomi masyarakat di Indonesia. Karena lembaga amil zakat tersebut berperan penting dalam pengelolaan dana-dana zakat yang akan disalurkan kepada mustahiq (Khasanah, 2010).

Salah satu Lembaga Amil Zakat yang ada di Kota Malang adalah Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU). Lembaga ini diresmikan oleh Menteri Agama Republik Indonesia sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional melalui SK No. 457/21 November 2002. Lembaga ini berperan dalam pemberdayaan masyarakat melalui penyaluran dana zakat, infaq, waqaf serta dana kedermawanan yang berasal dari masyarakat, lembaga, serta perusahaan atau instansi lainnya (LAZISMU, 2015)

.

Salah satu program penyaluran dana zakat di LAZISMU adalah program beasiswa Save Our School (SOS). Program beasiswa SOS ini merupakan gerakan yang turut membantu menyelamatkan serta membangun sekolah-sekolah yang berada di daerah pinggiran dengan pembangunan infrastruktur dan sarana-prasarana sekolah, peningkatan kualitas sumber daya guru, pengembangan sistem pengajaran, serta pemberian beasiswa kepada pelajar yatim dan pelajar dari keluarga kurang mampu yang berprestasi (LAZISMU, 2015). Karena berdasarkan data Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) Kabupaten Malang tahun 2014, masih terdapat banyak siswa mengalami putus sekolah yaitu jumlah siswa pada jenjang SD/MI yang mengalami putus sekolah adalah sebanyak 192 dari 224.572 siswa. Pada jenjang SMP/MTS sebanyak 584 dari 105.006 siswa dan pada jenjang SMA/MA sebanyak 204 dari 68.860 siswa mengalami putus sekolah (Bagian Pengelola Data Elektronik Sekretariat Daerah Kabupaten Malang, 2014).

Kuota Jumlah penerima dari beasiswa SOS ini sekitar 45-50 siswa yang berasal dari semua jenjang SD, SMP, dan SMA. Permasalahan terjadi ketika terdapat kuota penerima beasiswa yang sedikit pada periode tertentu, namun dari sekolah merekomendasikan jumlah siswa yang banyak, maka dari LAZISMU harus menyeleksi dari beberapa siswa tersebut dan memberikan keputusan calon penerima zakat beasiswa yang benar-benar layak hingga kuota terpenuhi. Selain itu, metode penyeleksian secara manual dari jumlah siswa beserta kriterianya yang banyak menyebabkan lamanya mendapatkan hasil keputusan penentuan prioritas penerima beasiswa SOS.

Dari pemaparan permasalahan tersebut solusi yang diajukan pada penelitian ini adalah berupa sistem penentuan prioritas penerima zakat pada program beasiswa SOS. Dengan menggunakan sistem penentuan prioritas ini diharapkan dalam pendistribusian dana zakat untuk program beasiswa SOS dapat memberikan hasil rekomendasi keputusan calon penerima yang benar-benar layak mendapatkan dengan waktu yang relatif lebih singkat dan lebih tepat sasaran.

Metode yang digunakan pada penelitian ini salah satunya berhubungan dengan konsep logika fuzzy. Alasan digunakannya logika fuzzy pada penelitian ini salah satunya karena logika fuzzy sangat fleksibel dan mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan dan kondisi ketidakpastian pada kriteria yang dipakai pada permasalahan (Kusumadewi & Purnomo, 2010). Contoh permasalahan yang mengandung ketidakpastian misalnya penghasilan yang tergolong rendah, sedang, dan tinggi adalah salah satu kriteria yang sulit dinyatakan dengan pasti (absolute) penghasilan dengan nominal berapa yang memisahkan penghasilan rendah, sedang, dan tinggi. Berbeda dengan jenis kelamin yang dibedakan secara pasti golongan yang termasuk laki-laki dan perempuan.

(3)

memberikan hasil keputusan perangkingan mustahiq yang tepat berdasarkan nilai vektor tertinggi sedangkan untuk kuota penerima zakat sesuai ketentuan pihak manajemen Baznas Kota Pekanbaru.

Penelitian selanjutnya adalah tentang penerapan fuzzy Tsukamoto pada seleksi kelayakan calon pegawai pada perusahaan dengan memperhitungkan berbagai kriteria yang dibutuhkan (Sari & Mahmudy, 2015). Pada penelitian tersebut dengan menggunakan metode fuzzy Tsukamoto pada penyeleksian calon pegawai pada perusahaan, akurasi sistem yang dihasilkan dengan menggunakan uji korelasi non parametrik spearman adalah 0.952. Dari hasil akurasi tersebut dapat disimpulkan fuzzy Tsukmoto mampu diimplementasikan pada kasus penyeleksian calon pegawai yang layak diterima pada suatu perusahaan.

Dari penelitian yang telah disebutkan sebelumnya keduanya adalah menggunakan konsep logika fuzzy sebagai metode untuk memecahkan permasalahan. Karena logika fuzzy memiliki beberapa kelebihan yaitu dibandingkan dengan logika klasik yang hanya memiliki dua

kemungkinan “Ya atau Tidak” dengan nilai

keanggotaan 0 atau 1, dalam logika fuzzy memungkinkan hasil yang didapatkan berada diantara 0 dan 1 yang menunjukkan suatu

keadaan dapat memiliki dua nilai “Ya dan

Tidak” secara bersamaan. Namun, dua nilai “Ya

dan Tidak” tersebut memiliki besar nilai

berdasarkan bobot keanggotaan yang dimilikinya. Selain itu dalam logika fuzzy juga terdapat kelebihan lain seperti mudah dipahami dan kemampuan dalam proses penalaran secara bahasa sehingga dalam perancangannya tidak membutuhkan persamaan matematika yang kompleks (Sutojo, et al., 2010).

Dalam penalarannya logika fuzzy memiliki ciri utama yaitu adanya fungsi keanggotaan atau membership function (Kusumadewi & Purnomo, 2010). Fungsi keanggotaan atau kurva yang menunjukkan besar nilai derajat keanggotaan (berada dalam interval antara 0 dan 1) masing-masing variabel input ini berpengaruh pada saat terjadinya proses inferensi dalam pengambilan keputusan (Sutojo, et al., 2010). Dalam fungsi keanggotaan logika fuzzy terdapat nilai batas-batas fungsi keanggotaan yang biasanya ditentukan oleh pakar. Namun, terkadang hasil solusi dari sistem pendukung keputusan yang dibangun tersebut masih dirasa belum optimal. Karena dalam mengimplementasikan metode

fuzzy salah satu permasalahan yang sering dihadapi adalah sulitnya menemukan batasan fungsi keanggotaan yang tepat untuk suatu permasalahan tertentu (Armanda & Mahmudy, 2016). Salah satu teknik yang dapat dilakukan untuk menghasilkan solusi optimal adalah dengan melakukan optimasi terhadap batasan fungsi keanggotaan (Restuputri, et al., 2015).

Penelitian yang berhubungan dengan optimasi batasan fungsi keanggotaan pernah diimplementasikan pada kasus pemilihan calon penerima beasiswa (Restuputri, et al., 2015). Pada penelitian tersebut batasan fungsi keanggotaan fuzzy Tsukamoto dioptimasi menggunakan algoritma genetika untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal. Berdasarkan hasil pengujian pada penentuan calon penerima beasiswa-PPA, rerata fitness tertinggi terletak pada ukuran populasi sebesar 80, Kombinasi nilai cr dan mr adalah 0.5 dan 0.5 dan jumlah generasi sebanyak 150. Sedangkan pada penentuan calon penerima beasiswa BBP-PPA, rerata fitness tertinggi terletak pada ukuran populasi sebesar 80 dengan kombinasi nilai crossover rate dan mutation rate sebesar 0.5 dan 0.5 dengan jumlah generasi sebanyak 100. Hasil akurasi sistem yang dihasilkan sebesar 98.7% pada penentuan calon penerima beasiswa BBP-PPA dan 98.9% pada penentuan Beasiswa-BBP-PPA. Dari hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa algoritma genetika mampu diimplementasikan pada permasalahan optimasi keanggotaan fuzzy Tsukamoto dengan menghasilkan hasil akhir yang optimal.

(4)

Selain penelitian tentang optimasi fungsi keanggotaan menggunakan algoritma genetika pada kasus pemilihan calon penerima beasiswa dan peramalan permintaan barang, terdapat juga penelitian yang mengimplementasikan metode tersebut pada kasus penentuan harga jual rumah (Azizah, et al., 2015). Penelitian tersebut menggunakan representasi kromosom real coded, metode crossover menggunakan one-cut-point crossover dan metode mutasi menggunakan exchange mutation. Hasil pengujian rerata error yang dihasilkan adalah 0.1369 dengan nilai fitness 0.8796. Hasil pengujian tersebut membuktikan bahwa penentuan harga perumahan menggunakan fuzzy tsukamoto dan algoritma genetika mampu menghasilkan hasil akhir yang optimal.

Penelitian lain tentang optimasi batasan fungsi keanggotaan juga pernah diimplementasikan pada permasalahan penentuan harga jual rumah. Pada penelitian tersebut algoritma hill climbing digunakan untuk mengoptimasi fungsi keanggotaan Fuzzy Inference System Sugeno (Achnas, et al., 2015). Hasil pengujian yang telah dilakukan pada penelitian tersebut menghasilkan nilai evaluasi yang dihasilkan adalah 2.50375. Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa dalam kasus optimasi fungsi keanggotaan dapat digunakan algoritma hill climbing.

Berdasarkan hasil yang telah didapatkan dari penelitian sebelumnya, pada penelitian ini metode yang digunakan untuk permasalahan optimasi fungsi keanggotaan fuzzy Tsukamoto adalah algoritma genetika dan perbaikan kromosom menggunakan algoritma hill climbing. Mekanisme perbaikan kromosom pada algoritma genetika dengan metode hill climbing telah sukses meningkatkan akurasi pada penelitian sebelumnya yaitu pada permasalahan optimasi fungsi tanpa kendala yang menggunakan representasi kromosom biner (Mahmudy, 2008). Dengan menggabungkan kelebihan masing-masing metode tersebut diharapkan pada penelitian ini dapat menghasilkan hasil akhir yang optimal. Oleh karena itu, penulis mengajukan penelitian

dengan judul “Optimasi Keanggotaan Fuzzy Tsukamoto Menggunakan Algoritma Genetika

pada Penentuan Prioritas Penerima Zakat”.

2. ZAKAT

Golongan yang berhak menerima zakat dijelaskan dalam firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 60. Terdapat 8 golongan yang berhak menerima zakat antara lain, golongan fakir, miskin, ‘amil, muallaf, gharim (orang yang memiliki banyak hutang), golongan budak belian (riqab), fii sabilillah (pejuang di jalan Allah), dan ibnusabil (orang yang sedang dalam perjalanan) (Khasanah, 2010).

Dasar pemberian zakat kepada pelajar untuk keperluan pendidikan khususnya pada beasiswa telah diatur dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang pemberian zakat untuk beasiswa. Dalam lampiran surat Fatwa Majelis Ulama Indonesia bahwa hukum menyalurkan dana zakat untuk keperluan pendidikan khususnya beasiswa adalah boleh atau sah. Bunyi fatwa Majelis Ulama Indonesia tersebut

yaitu “Memberikan uang zakat untuk keperluan

pendidikan, khususnya dalam bentuk beasiswa, hukumnya adalah SAH, karena termasuk dalam ashnaf fi sabilillah, yaitu bantuan yang dikeluarkan dari dana zakat berdasarkan

Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 dengan alasan bahwa pengertian fi sabilillah menurut sebagian ulama fiqh dari beberapa mazhab dan ulama

tafsir adalah “lafaznya umum”” (Majelis Ulama Indonesia, 2014).

Adapun kriteria bagi penerima zakat beasiwa (pelajar/mahasiswa/sarjana muslim) adalah berprestasi akademik, diprioritaskan bagi mereka yang kurang mampu, dan mempelajari ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi bangsa Indonesia (Majelis Ulama Indonesia, 2014).

3. SISTEM INFERENSI FUZZY TSUKAMOTO

Dalam inferensinya, langkah-langkah yang ada pada fuzzy Tsukamoto, yaitu:

- Fuzzyfikasi

Sebelum proses fuzzyfikasi terlebih dahulu menentukan input fuzzy berbentuk nilai tegas. Selanjutnya melakukan fuzzyfikasi, yaitu proses pengubahan nilai input sistem yang berbentuk nilai tegas menjadi variabel linguistik menggunakan fungsi keanggotaan yang disimpan di basis pengetahuan fuzzy. Hasilnya adalah berupa nilai derajat keanggotaan. - Pembentukan basis pengetahuan fuzzy

(5)

- Mesin inferensi

Pada metode Tsukamoto menggunakan fungsi implikasi MIN untuk menghasilkan nilai ɑ-predikat masing-masing aturan(𝛼1, 𝛼2, 𝛼3, . . 𝛼𝑛). Setelah

mendapat nilai ɑ-predikat

masing-masing aturan, nilai ɑ-predikat tersebut digunakan untuk menghitung output hasil inferensi secara tegas masing-masing aturan yang berbentuk 𝑧1, 𝑧2, 𝑧3, … … . 𝑧𝑛.

- Defuzzyfikasi

Untuk menghasilkan hasil akhir diperoleh dengan menggunakan Persamaan (1) (Sutojo, et al., 2010).

𝑧∗=∑α_p𝑖.𝑍𝑖

∑ 𝛼_𝑝𝑖 (1)

Penjelasan dari Persamaan (1) adalah z* merupakan defuzzifikasi rerata terpusat (Center Average Defuzzyfier) dan 𝛼_𝑝𝑖 merupakan nilai

ɑ-predikat yaitu nilai minimal dari derajat keanggotaan. 𝑍𝑖 merupakan nilai crisp yang didapat dari hasil inferensi dan i merupakan jumlah aturan fuzzy.

Pada penelitian ini menggunakan metode sistem inferensi dua tahap. Metode sistem inferensi dua tahap ini pernah diimplementasikan pada penelitian sebelumnya. Dimana kelebihan yang ditawarkan dari sistem inferensi dua tahap yang dapat meminimalkan waktu operasi dan solusi yang ditawarkan lebih optimal karena hasil yang didapatkan dari proses defuzzyfikasi akan dipakai oleh tahapan fuzzyfikasiselanjutnya sebagai inputan (Fattouh & FadiFouz, 2012).

Sistem inferensi fuzzy dua tahap juga pernah diimlementasikan pada kasus pemilihan calon penerima beasiswa dan BBP-PPA (Restuputri, et al., 2015). Pada penelitian tersebut salah satu alasan penggunaan sistem inferensi dua tahap yaitu karena jumlah kriteria penentuan yang dipakai banyak sehingga akan menghasilkan rules yang banyak juga. Jadi, untuk mengurangi jumlah aturan yang banyak diperlukan pembagian himpunan kriteria yaitu kriteria positif dan kriteria negatif. Kriteria positif adalah kriteria penentuan penerima zakat jika semakin tinggi nilai yang didapatkan pada kriteria tersebut, maka semakin diperhitungkan untuk pengambilan keputusan. Sedangkan untuk kriteria negatif merupakan kebalikan dari kriteria positif yaitu semakin tinggi nilai yang didapatkan pada kriteria tersebut, maka semakin tidak diperhitungkan untuk pengambilan

keputusan. Pada penelitian ini himpunan kriteria negatif terdiri dari penghasilan orang tua dan status anak sedangkan kriteria positif terdiri dari kriteria jumlah tanggungan orang tua, umur orang tua, jumlah anggota keluarga dan nilai rerata siswa.

Langkah-langkah sistem inferensi fuzzy dua tahap ditunjukkan oleh Gambar 1.

Gambar 1. Langkah-langkah sistem inferensi fuzzy dua tahap

4. ALGORITMA GENETIKA

a. Representasi Kromosom dan Pembangkitan Populasi Awal

(6)

Pengodean bilangan real memiliki nilai gen yang berada pada interval [0,1]. Setiap kromosom terdapat gen yang berisi bilangan real. Kromosom inisial dibangkitkan secara acak dan bilangan acak tersebut memiliki rentang nilai dari masing-masing kriteria penentuan prioritas penerima zakat beasiswa SOS. Kromosom yang dibentuk memiliki jumlah gen sebanyak 23. Panjang kromosom sebanyak 23 tersebut dihasilkan dari penggabungan antara batas-batas fungsi keanggotaan dari semua kriteria input dan output fuzzy. Gambar representasi kromosom ditunjukkan oleh Gambar 2.

Gambar 2. Representasi kromosom

Keterangan Gambar 2 adalah variabel 𝑎1, 𝑎2, 𝑎3, 𝑎4 adalah segmen gen kriteria nilai rerata, variabel 𝑏1, 𝑏2, 𝑏3, 𝑏4 adalah segmen gen kriteria penghasilan, variabel 𝑐1, 𝑐2, 𝑐3, 𝑐4 adalah segmen gen kriteria tanggungan orang tua, variabel 𝑑1, 𝑑2, 𝑑3, 𝑑4 adalah segmen gen kriteria jumlah anggota keluarga, variabel 𝑒1, 𝑒2, 𝑒3, 𝑒4 , 𝑒5 adalah segmen gen kriteria umur orang tua, variabel 𝑓1, 𝑓2 adalah segmen gen kriteria skala prioritas.

Dalam pembangkitan populasi awal, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah menentukan jumlah individu dalam populasi (popsize). Setelah ditentukan popsize maka dibangkitkan individu-individu sejumlah popsize secara random (Sutojo, et al., 2010). Nilai hasil random masing-masing individu kemudian dilakukan sorting secara ascending.

b. Crossover

Pada penelitian ini metode crossover yang digunakan adalah one-cut-point crossover. Proses crossover akan menghasilkan offspring, dimana jumlah offspring dihasilkan dengan cara mengalikan crossover rate dan popsize. Variabel crossover rate memiliki rentang nilai [0,1], sedangkan untuk variabel popsize merupakan ukuran populasi yang dibentuk.

Cara kerja pada metode one-cut-point crossover adalah dengan menentukan titik potong pada kromosom setelah itu menukarkan nilai gen parent satu dengan parent lainnya (Mahmudy, 2015). Gambar 3 menunjukkan proses penentuan titik potong pada masing-masing kriteria.

Gambar 3. Proses penentuan titik potong pada masing-masing kriteria

Gambar 4 menunjukkan proses penukaran nilai gen parent satu dengan parent lainnya dan Gambar 5 menunjukkan proses sorting secara ascending hasil penukaran gen.

Gambar 4. Proses penukaran nilai gen

Gambar 5. Proses sorting secara ascending hasil penukaran gen

c. Mutasi

Metode yang digunakan pada reproduksi mutasi pada penelitian ini adalah random mutation. Metode mutasi tersebut juga pernah diimplementasikan pada kasus optimasi batas fungsi keanggotaan menggunakan algoritma genetika (Restuputri, et al., 2015). Nilai gen terpilih pada kromosom parent dilakukan perhitungan dengan menggunakan Persamaan (2).

𝑥′𝑖 = 𝑥𝑖 + 𝑟 (𝑚𝑎𝑥

𝑗− 𝑚𝑖𝑛𝑗) (2) Penjelasan dari Persamaan 2 adalah 𝑥′𝑖 merupakan nilai gen terpilih dari kromosom parent, 𝑟 merupakan bilangan random yang memiliki nilai dengan rentang [-0,1 0,1], 𝑚𝑎𝑥𝑗, 𝑚𝑖𝑛𝑗 merupakan batasan nilai dari gen yang terpilih, i dan j merupakan bilangan bulat positif yang menunjukkan jumlah gen yang dihasilkan pada proses pemilihan (Mahmudy, 2015). Gambar 6 menunjukkan proses menentukan gen terpilih..

Kriteria Nilai rerata Penghasilan orang tua P1 5.0 5.8 6.2 7.0 0.3 0.7 1.5 2

Gambar 6. Proses menentukan gen terpilih

Kemudian melakukan perhitungan dengan menggunakan rumus pada Persamaan (2) untuk nilai 𝑚𝑎𝑥𝑗, 𝑚𝑖𝑛𝑗 kriteria nilai rerata dan penghasilan menggunakan rentang nilai yang digunakan untuk mengacak nilai gen. sedangkan untuk nilai 𝑟 contohnya pada permasalahan ini ditentukan sebesar 0.09.

(7)

- Gen ke-6 :𝑥′6= 𝑥′6+ 𝑟(𝑚𝑎𝑥6− 𝑚𝑖𝑛6) = 0.7 + 0.09(2.5 − 0) = 0.925 Setelah proses random mutation dilakukan pengurutan atau sorting secara ascending. Hasil sorting secara ascending hasil mutasi ditunjukkan oleh Gambar 7.

Kriteria Nilai rerata Penghasilan orang tua C3 5.0 5.8 6.56 7.0 0.3 0.925 1.5 2

Gambar 7. Hasil sorting secara ascending hasil mutasi

d. Evaluasi Fitness

Proses evaluasi fitness merupakan proses perhitungaan kebugaran atau kualitas dari solusi atau kromosom (Mahmudy, 2015). Pada penelitian ini tujuan yang dicapai adalah mendapatkan nilai fitness yang maksimal. Apabila algoritma genetika mencari nilai fitness yang maksimal, maka nilai fitness sama dengan nilai dari fungsi tersebut. Perhitungan nilai fitness (f) pada penelitian ini dinyatakan dalam Persamaan (3)

𝑓 = 𝑟𝑠 (3)

Penjelasan dari Persamaan (3) adalah 𝑟𝑠merupakan koefisien spearman dan f merupakan nilai fitness. Perhitungan nilai fitness sama dengan perhitungan akurasi sistem dari fuzzy Tsukamoto yaitu menggunakan rumus korelasi spearman. Akurasi sistem dilakukan dengan membandingkan pe-rangking-an nilai bobot(z*) dari hasi inferensi fuzzy Tsukamoto dengan rangking pendapat pakar. Persamaan koefisien korelasi spearman ditunjukkan pada Persamaan (4).

𝑟𝑠 = 1 −6 ∑ 𝑑𝑖2 𝑛 𝑖=1

𝑛3−𝑛 (4) Sumber : (Restuputri, et al., 2015)

Dari Persamaan (4) menunjukkan bahwa 𝑟𝑠 merupakan koefisien kolerasi spearman, 𝑑𝑖 merupakan selisih antara ranking yang dihasilkan antara dua variabel, sedangkan 𝑛 merupakan banyaknya data.

e. Perbaikan Kromosom

Pada pencarian solusi optimal menggunakan algoritma genetika hanya pada area global saja sehingga hasilnya dapat dikatakan kurang akurat. Sedangkan dalam pencarian solusi optimal dengan Algoritma hill climbing dapat menjamin ditemukannya optimum lokal. Penggunaan Algoritma hill climbing pada perbaikan kromosom dapat meningkatkan akurasi secara nyata (Mahmudy, 2008).

Perbaikan kromosom dengan menggunakan teknik hill climbing diterapkan pada setiap

individu baru atau semua offspring hasil reproduksi dengan menggerakkannya menuju optimum lokal sebelum dimasukkan ke dalam populasi (Mahmudy, 2015).

Berikut contoh perbaikan kromosom dengan algoritma Hill Climbing (Achnas, et al., 2015).

1. Memilih 1 titik acak pada 8 titik yang ada. Dimana 8 titik tersebut adalah dihasilkan dari parameter nilai rerata dan penghasilan. Pada contoh dibawah ini titik terpilih adalah titik a2.

C1 5.0 5.8 7.0 7.9 0.3 0.7 1.5 1.8

C1 𝑎1 𝑎2 𝑎3 𝑎4 𝑏1 𝑏2 𝑏3 𝑏4

2. Pada Gambar 2 Representasi kromosom real-coded sudah diberikan label pada

masing-masing titik dimana

𝑎1, 𝑎2, 𝑎3, 𝑎4 untuk titik-titik nilai rerata dan 𝑏1, 𝑏2, 𝑏3, 𝑏4 untuk titik-titik penghasilan orang tua.

3. Nilai gen yang diperbaiki adalah gen yang berada di tengah saja untuk menghasilkan nilai yang tidak melewati range (Achnas, et al., 2015).

4. Titik terpilih 𝑎2 akan dilakukan penaikan/penurunan dengan nilai sebesar 1. Namun karena nilai gen yang digunakan pada kromosom tersebut adalah hasil dari normalisasi, maka digunakan nilai peubah sebesar 0.01.

5. Dilakukan pengacakan angka 1-10. Jika yang terpilih nilai acak 1-5 maka nilai pada titik tersebut akan diturunkan sebesar 0.01. Jika yang terpilih 6-10 maka titik dinaikkan sebesar 0.01.

6. Hitung fitness. Jika fitness yang dihasilkan lebih baik setelah dilakukan penaikan/penurunan maka nilai gen yang baru disimpan sebagai nilai gen pada titik tersebut. Kemudian dilakukan penaikan/penurunan lagi hingga nilai gen pada titik terpilih berhimpit atau mendekati nilai gen titik disampingnya. Jika hasil fitness lebih buruk atau sama dengan nilai gen awal maka sistem akan berpindah ke offspring selanjutnya dan mencari titik acak baru untuk dinaikkan atau diturunkan dengan nilai peubah sebesar 0.01. Jika fitness yang didapatkan adalah goal state artinya fitness sebesar 100. Maka pencarian berhenti.

(8)

f. Seleksi

Pada permasalahan optimasi fungsi keanggotaan ini metode yang dapat digunakan untuk seleksi adalah elitism selection. Metode elitism selection merupakan metode yang menggabungkan populasi parent dan offspring pada satu populasi kemudian dilakukan pengurutan nilai fitness terbesar hingga terkecil. Individu dengan nilai fitness terbesar memiliki peluang tinggi untuk terpilih menjadi individu terbaik (Mahmudy, Dasar-Dasar Algoritma Evolusi, 2015)

5. METODOLOGI PENELITIAN

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data calon penerima zakat menggunakan data sekunder. Pada penelitian ini data sekunder calon penerima zakat pada program beasiswa Save Our School didapatkan dari Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah Kabupaten Malang. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah 51 data penerima zakat beasiswa beserta kriteria yang dimilikinya yang terdiri dari nilai rerata siswa, penghasilan orang tua, jumlah anggota keluarga, jumlah tanggungan orang tua, status anak, dan umur orang tua.

b. Siklus Penyelesaian Masalah

Penelitian ini menerapkan penggunaan algoritma fuzzy Tsukamoto, algoritma genetika, dan hill climbing. Pada penelitian ini algoritma genetika digunakan untuk optimasi fungsi keanggotaan fuzzy Tsukamoto sedangkan untuk perbaikan kromosom menggunakan algoritma hill climbing.

Pada proses optimasi fungsi keanggotaan pada FIS Tsukamoto menggunakan algoritma genetika memerlukan data input-an atau parameter algoritma genetika. Beberapa parameter yang dipakai pada algoritma genetika diantaranya adalah ukuran populasi (popsize), jumlah generasi, nilai mutation rate, serta nilai crossover rate. Nilai parameter ini kemudian akan dilakukan pengujian beberapa kali untuk mendapatkan nilai parameter yang tepat. Siklus penyelesaian masalah optimasi keanggotaan fuzzy Tsukamoto menggunakan algoritma genetika pada penentuan prioritas penerima zakat ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Siklus penyelesaian masalah optimasi keanggotaan fuzzy Tsukamoto menggunakan

algoritma genetika pada penentuan prioritas penerima zakat

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil dan Analisis Skenario Pengujian Ukuran Populasi

(9)

Gambar 9. Hasil pengujian ukuran populasi

Dari Gambar 9 dapat disimpulkan bahwa dengan teknik perbaikan kromosom pada algoritma genetika hasil rerata fitness terbesar bisa didapatkan dari ukuran populasi yang lebih kecil daripada ukuran populasi yang menghasilkan rerata fitness terbesar tanpa perbaikan kromosom pada algoritma genetika. Pada semua percobaan ukuran populasi hasil rerata fitness yang didapatkan dari perbaikan kromosom pada algoritma genetika relatif lebih besar dibandingkan tanpa perbaikan kromosom pada algoritma genetika. Hal ini disebabkan selain karena kemampuan eksplorasi algoritma genetika untuk pencarian solusi terbaik meningkat seiring peningkatan ukuran populasi dengan penambahan metode perbaikan kromosom menggunakan hill climbing kemampuan eksploitasi local search juga meningkat karena masing-masing individu baru (offspring) dapat diperbaiki kualitasnya (Lozano, et al., 2004).

Setelah ditunjukkan bahwa teknik perbaikan kromosom menggunakan hill climbing pada algoritma genetika memberikan hasil yang lebih baik daripada tanpa perbaikan kromosom pada algoritma genetika, disisi lain terdapat kelemahan yang mungkin terjadi apabila dilakukan perbaikan kromosom pada algoritma genetika. Kelemahan tersebut adalah waktu komputasi yang dibutuhkan adalah lebih lama (Albar, 2013). Hal ini dibuktikan pada Gambar 10 yang menunjukkan bahwa waktu komputasi yang dibutuhkan dengan perbaikan kromosom pada algoritma genetika lebih besar dibandingkan tanpa perbaikan kromosom pada algoritma genetika. Hal ini dikarenakan dengan perbaikan kromosom pada algoritma genetika, setiap hasil offspring dilakukan percobaan perbaikan dengan penaikan atau penurunan nilai gen dan membandingkan hasil fitness perbaikan kromosom tersebut dengan fitness hasil

algoritma genetika. Waktu yang dibutuhkan untuk proses tersebut tentunya lebih lama dibandingkan tidak melakukan perbaikan kromosom pada algoritma genetika.

Dari Gambar 10 tersebut juga menunjukkan bahwa semakin besar ukuran populasi yang digunakan dalam pengujian maka jumlah waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan solusi terbaik dari beberapa alternatif solusi juga semakin besar. Menghadapi masalah tersebut, perlunya dilakukan pembatasan terhadap ukuran populasi karena peningkatan jumlah ukuran populasi menyebabkan waktu komputasi juga meningkat (Permatasari & Mahmudy, 2015). Karena pada suatu kondisi algoritma genetika bisa saja mengeksplorasi area yang tidak memiliki nilai optimum (Mahmudy, 2015).

Gambar 10. Grafik yang merepresentasikan waktu komputasi semua percobaan ukuran populasi

b. Hasil dan Analisis Skenario Pengujian Kombinasi Nilai Cr dan Mr

Pengujian ini bertujuan untuk menghasilkan nilai kombinasi cr dan mr yang tepat sehingga hasil yang didapatkan bisa optimal. Hasil pengujian kombinasi nilai cr dan mr ditunjukkan oleh Gambar 11.

(10)

Dari grafik yang ditunjukkan oleh Gambar 11 fitness tertinggi terletak pada kombinasi nilai cr 0.7 dan mr 0.3. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan jumlah offspring yang terbentuk pada proses crossover lebih besar dari proses mutasi. Beberapa penelitian banyak menggunakan nilai cr lebih besar dari pada nilai mr seperti pada permasalahan optimasi fungsi tanpa kendala menggunakan algoritma genetika dan perbaikan kromosom menggunakan hill climbing yang menggunakan nilai cr sebesar 0.8 dan nilai mr sebesar 0.1 (Mahmudy, 2008). Pada penelitian yang menggunakan algoritma genetika untuk memperoleh solusi permasalahan sebaiknya nilai crossover rate adalah cukup tinggi dan untuk nilai mutation rate sebaiknya digunakan nilai yang lebih kecil (Desiani & Arhami, 2006).

Alasan crossover rate lebih tinggi karena tujuan dari operasi crossover adalah mendapatkan kromosom-kromosom baru sebagai solusi pada generasi selanjutnya dengan fitness yang lebih tinggi untuk memperoleh solusi optimal. Pada suatu kondisi apabila pemilihan individu hanya pada fitness terbesar saja memungkinkan terjadinya konvergensi dini. Konvergensi dini memungkinkan proses pencarian solusi yang optimal terjebak pada salah satu bagian dari ruang pencarian dan kondisi ini menyebabkan algoritma genetika tidak mampu mengeksplorasi bagian yang lainnya pada ruang pencarian karena individu dengan fitness terbesar akan selalu lolos ke generasi selanjutnya. Sehingga penggunaan operasi mutasi dapat digunakan untuk menghindari terjadinya konvergensi dini dan tetap menjaga keberagaman individu pada populasi. Proses mutasi dilakukan secara acak untuk pengubahan nilai gen pada kromosom, sehingga hal ini menyebabkan offspring hasil mutasi tidak dijamin memiliki fitness yang lebih baik karena dianggap dapat mengganggu kualitas kromosom yang telah diperoleh. Namun, proses mutasi tetap dapat dilakukan karena ada kemungkinan individu hasil mutasi memiliki fitness yang lebih baik dari sebelumnya. Sehingga operasi mutasi tetap dapat digunakan dengan probabilitas yang rendah (Desiani & Arhami, 2006).

c. Hasil dan Analisis Skenario Pengujian Jumlah Generasi

Pengujian jumlah generasi bertujuan untuk mendapatkan jumlah generasi terbaik dengan hasil optimasi yang optimal. Pada skenario

pengujian jumlah generasi digunakan ukuran populasi sebesar 80 pada perbaikan kromosom dan ukuran populasi sebesar 100 untuk tanpa perbaikan kromosom, kombinasi cr = 0.7 dan mr = 0.3, dimana nilai tersebut dihasilkan dari pengujian sebelumnya yang mendapatkan nilai rerata fitness tertinggi. Hasil pengujian jumlah generasi ditunjukkan pada Gambar 12.

Gambar 12. Hasil pengujian jumlah generasi

Pada grafik yang ditunjukkan oleh Gambar 12 dapat diketahui bahwa peningkatan jumlah generasi berpengaruh pada rerata fitness yang dihasilkan. Pada pengujian jumlah generasi dengan perbaikan kromosom pada algoritma genetika nilai rerata fitness terendah yaitu 0.715 terletak pada jumlah generasi sebanyak 10 dan jumlah rerata fitness tertinggi yaitu 0.768 terletak pada jumlah generasi 70. Sedangkan pada pengujian jumlah generasi tanpa perbaikan kromosom pada algoritma genetika nilai rerata fitness terendah yaitu 0.688 terletak pada jumlah generasi sebanyak 10 dan jumlah rerata fitness tertinggi yaitu 0.757 terletak pada jumlah generasi 70. Nilai rerata fitness terendah pada jumlah generasi terendah terjadi karena algoritma genetika belum menghasilkan solusi yang terbaik (Permatasari & Mahmudy, 2015). Selain itu nilai fitness terendah pada jumlah generasi yang sedikit disebabkan karena kesempatan untuk mendapatkan kualitas solusi yang lebih baik dari generasi ke generasi masih sedikit.

(11)

masing-masing individu baru (offspring) dapat diperbaiki kualitasnya (Lozano, et al., 2004). Dan proses pencarian solusi terbaik tersebut dilakukan dari generasi awal hingga generasi akhir yang mengimplementasikan kelebihan dari algoritma genetika dan metode hill climbing tersebut. Semakin besar jumlah generasi yang digunakan semakin besar kesempatan untuk mendapatkan solusi terbaik tersebut.

Setelah ditunjukkan bahwa teknik perbaikan kromosom menggunakan hill climbing pada algoritma genetika memberikan hasil yang lebih baik daripada tanpa perbaikan kromosom pada algoritma genetika, disisi lain terdapat kelemahan yang mungkin terjadi apabila dilakukan perbaikan kromosom pada algoritma genetika. Kelemahan tersebut adalah waktu komputasi yang dibutuhkan adalah lebih lama (Albar, 2013). Waktu komputasi pengujian jumlah generasi ditunjukkan oleh Gambar 13.

Gambar 13. Waktu komputasi pengujian jumlah generasi

Gambar 13 menunjukkan bahwa waktu komputasi yang dibutuhkan dengan perbaikan kromosom pada algoritma genetika lebih besar dibandingkan tanpa perbaikan kromosom pada algoritma genetika. Hal ini dikarenakan dengan perbaikan kromosom pada algoritma genetika, setiap hasil offspring dilakukan percobaan perbaikan dengan penaikan atau penurunan nilai gen dan membandingkan hasil fitness perbaikan kromosom tersebut dengan fitness hasil algoritma genetika dari generasi ke generasi. Waktu yang dibutuhkan untuk proses tersebut tentunya lebih lama dibandingkan tidak melakukan perbaikan kromosom pada algoritma genetika.

d. Hasil dan Analisis Akurasi Sistem Fuzzy Tsukamoto Tanpa Optimasi

Pengujian ini dilakukan untuk melihat seberapa akurat sistem yang dibangun menggunakan fuzzy Tsukamoto pada permasalahan yang diteliti. Hasil pengujian

akurasi sistem fuzzy Tsukamoto tanpa optimasi keanggotaan ditunjukkan oleh Tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengujian akurasi sistem fuzzy Tsukamoto tanpa optimasi keanggotaan

No. Nilai Akurasi

Sistem

Persentase akurasi

1 0.725 72.5 %

e. Hasil dan Analisis Akurasi Sistem Optimasi

Keanggotaan Fuzzy Tsukamoto

Menggunakan Algoritma Genetika Tanpa Perbaikan Kromosom

Hasil pengujian akurasi sistem optimasi keanggotaaan fuzzy Tsukamoto menggunakan algoritma genetika tanpa perbaikan kromosom ditunjukkan oleh Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengujian akurasi sistem optimasi keanggotaaan fuzzy Tsukamoto menggunakan algoritma genetika tanpa perbaikan kromosom

No. Nilai Akurasi Sistem Persentase akurasi

1 0.842 84.2 %

2 0.845 84.5 %

3 0.792 79.2 %

4 0.810 81.0 %

5 0.800 80.0 %

Berdasarkan hasil pengujian akurasi sistem optimasi keanggotaaan fuzzy Tsukamoto menggunakan algoritma genetika tanpa perbaikan kromosom yang ditunjukkan Tabel 2 persentase akurasi tertinggi adalah sebesar 84.5%.

f. Hasil dan Analisis Akurasi Sistem Optimasi

Keanggotaan Fuzzy Tsukamoto

Menggunakan Algoritma Genetika

Hasil pengujian akurasi sistem optimasi keanggotaaan fuzzy Tsukamoto menggunakan algoritma genetika dengan perbaikan kromosom ditunjukkan oleh Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengujian akurasi sistem optimasi keanggotaaan fuzzy Tsukamoto menggunakan algoritma genetika dengan perbaikan kromosom

No. Nilai Akurasi Sistem Persentase

akurasi

1 0.902 90.2 %

2 0.884 88.4 %

3 0.804 80.4 %

4 0.798 79.8 %

5 0.986 98.6 %

Berdasarkan hasil pengujian akurasi sistem yang ditunjukkan Tabel 3 persentase akurasi tertinggi adalah sebesar 98.6%.

7. KESIMPULAN DAN SARAN

(12)

Berdasarkan perancangan, implementasi, dan pengujian yang telah dilakukan terhadap sistem optimasi keanggotaan fuzzy Tsukamoto dengan algoritma genetika pada penentuan prioritas penerima zakat dihasilkan beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Optimasi keanggotaan fuzzy Tsukamoto dengan algoritma genetika dapat digunakan dengan menggunakan representasi kromosom real-coded. Representasi kromosom ini digunakan sebagai batas-batas fungsi keanggotaan fuzzy Tsukamoto. Permasalahan optimasi keanggotaan fuzzy Tsukamoto mampu diselesaikan dengan metode crossover yaitu one-cut-point crossover dan metode mutasi menggunakan random mutation, serta mekanisme perbaikan kromosom dengan pencarian lokal hill climbing.

2. Hasil pengujian nilai parameter algoritma genetika yang didapatkan dari sistem optimasi keanggotaaan fuzzy Tsukamoto dengan algoritma genetika dengan perbaikan kromosom adalah ukuran populasi sebesar 80 dengan rerata fitness tertinggi 0.738. Kemudian kombinasi cr dan mr adalah 0.7 dan 0.3 dengan rerata fitness terbaik adalah 0.7409, dan jumlah generasi sebanyak 70 dengan rerata fitness tertinggi adalah 0.768. Sedangkan hasil pengujian nilai parameter algoritma genetika yang didapatkan dari sistem optimasi keanggotaaan fuzzy Tsukamoto dengan algoritma genetika tanpa perbaikan kromosom adalah ukuran populasi sebesar 100 dengan rerata fitness tertinggi 0.729. Kemudian kombinasi cr dan mr adalah 0.7 dan 0.3 dengan rerata fitness terbaik adalah 0.7385, dan jumlah generasi sebanyak 70 dengan rerata fitness tertinggi adalah 0.757.

3. Hasil pengujian akurasi sistem optimasi keanggotaaan fuzzy Tsukamoto menggunakan algoritma genetika dengan perbaikan kromosom dihasilkan fitness tertinggi adalah 0.986, hasil pengujian akurasi sistem optimasi keanggotaaan fuzzy Tsukamoto menggunakan algoritma genetika tanpa perbaikan kromosom dihasilkan fitness tertinggi adalah 0.845 dan hasil pengujian akurasi sistem fuzzy Tsukamoto tanpa optimasi keanggotaan adalah sebesar 0.725 dengan menggunakan perhitungan korelasi spearman. Hasil dari akurasi sistem optimasi keanggotaaan fuzzy

Tsukamoto menggunakan algoritma genetika dengan perbaikan kromosom tersebut membuktikan bahwa dengan perbaikan kromosom menggunakan algoritma hill climbing hasil akurasi yang didapatkan lebih baik dibandingkan tidak melakukan perbaikan kromosom pada algoritma genetika. Namun waktu komputasi yang dibutuhkan lebih lama. Sedangkan hasil akurasi yang didapatkan apabila dilakukan optimasi keanggotaan fuzzy Tsukamoto menggunakan algoritma genetika dengan dan tanpa perbaikan kromosom hasil akurasinya lebih baik dibandingkan tidak melakukan optimasi keanggotaan.

b. Saran

Sistem optimasi keanggotaan fuzzy Tsukamoto dengan algoritma genetika pada penentuan prioritas penerima zakat dapat dikembangkan lagi dengan metode lain yang dapat memberikan hasil lebih baik lagi. Saran yang diberikan antara lain:

1. Sistem ini dapat dikembangkan dengan mengoptimasi rule base atau basis aturan yang terdapat dalam inferensi fuzzy Tsukamoto agar hasil akhir penentuan prioritas menjadi lebih optimal dibandingkan hanya optimasi batas fungsi keanggotaannya.

2. Sistem ini dapat dikembangkan dengan menggabungkan algoritma genetika dengan metode pencarian lokal yang lain selain hill climbing untuk mendapatkan hasil akhir yang lebih optimal.

3. Perlu adanya teknik/metode yang dapat meminimalkan waktu komputasi pada mekanisme perbaikan kromosom pada algoritma genetika.

4. Metode crossover, mutasi, dan seleksi dapat digunakan dengan metode lainnya sehingga hasil akhir yang dihasilkan dapat lebih bervariasi dan menghasilkan hasil akhir yang lebih optimal.

8. DAFTAR PUSTAKA

(13)

Journal

of

Environmental

Engineering

&

Sustainable

Technology, 2 No. 01

, 31-36.

Albar, M. A. (2013). Algoritma Genetik

Tabu Search dan Memetika pada

Permasalahan Penjadwalan Kuliah.

Seminar

Nasional

Teknologi

Informasi dan Multimedia, 1, No. 1

.

Armanda, R. S., & Mahmudy, W. F. (2016).

Penerapan

Algoritma

Genetika

untuk Penentuan Batasan Fungsi

Kenggotaan Fuzzy Tsukamoto pada

Kasus

Peramalan

Permintaan

Barang.

Jurnal Teknologi Informasi

dan Ilmu Komputer (JTIIK), 3, No. 3

,

169-173.

Azizah, E. N., Cholissodin, I., & Mahmudy,

W. F. (2015). Optimasi Fungsi

Keanggotaan

Fuzzy

Tsukamoto

Menggunakan Algoritma Genetika

untuk Penentuan Harga Jual Rumah.

Journal

of

Environmental

Engineering

&

Sustainable

Technology, 02 No. 02

, 79-82.

Bagian

Pengelola

Data

Elektronik

Sekretariat

Daerah

Kabupaten

Malang. (2014).

malangkab.go.id:

Website

Resmi

Pemerintah

Kabupaten

Malang

.

Retrieved

Februari

1,

2017,

from

http://www.malangkab.go.id/files/be

rita/download/ILPPD%202014.pdf

Desiani, A., & Arhami, M. (2006).

Konsep

Kecerdasan Buatan.

Yogyakarta:

Penerbit Andi.

Fattouh, A., & FadiFouz. (2012). A

Two-Stage Representation of Fuzzy

Systems.

International Journal of

Engineering

Research

and

Applications (IJERA), Vol. 2

(Issue

3), 2660-2665.

Haerani, E., & Ramdaril. (2015). Rancang

Bangun

Sistem

Pendukung

Keputusan Pendistribusian Zakat

Menggunakan

Fuzzy

Multiple

Attribute Decission Making.

Jurnal

TEKNOIF, Vol. 3 No. 2 Oktober

2015

(ISSN: 2338-2724).

Hafidhuddin, D. (2013).

Skala Prioritas

dalam Penyaluran Zakat

. Retrieved

Februari

6,

2017,

from

http://pusat.baznas.go.id/posko-

aceh/skala-prioritas-dalam-penyaluran-zakat/

Khasanah, U. (2010).

Manajemen Zakat

Modern Instrumen Pemberdayaan

Ekonomi Umat.

Malang: UIN-Maliki

Press.

Kusumadewi, S., & Purnomo, H. (2010).

Aplikasi

Logika

Fuzzy

untuk

Pendukung Keputusan

(Edisi 2 ed.).

Yogyakarta: Graha Ilmu.

LAZISMU. (2015).

Program

. Retrieved

Februari

1,

2017,

from

http://www.lazismu.org/

LAZISMU. (2015).

Program: Pendidikan

.

Retrieved Februari 1, 2017, from

http://www.lazismu.org/pendidikan/

Lozano, M., Herrera, F., Krasnogor, N., &

Molina, D. (2004). Real-Coded

Memetic Algorithms with Crossover

Hill-Climbing.

Evolutionary

Computation, 12

(3), 273-302.

Mahmudy, W. F. (2008). Optimasi Fungsi

Tanpa

Kendala

Menggunakan

Algoritma

Genetika

Dengan

Kromosom Biner dan Perbaikan

Kromosom Hill-Climbing.

Kursor,

4, no. 1

, 23-29.

Mahmudy, W. F. (2015).

Dasar-Dasar

Algoritma Evolusi.

Malang: Program

Teknologi Informasi dan Ilmu

Komputer, Universitas Brawijaya.

Majelis Ulama Indonesia. (2014). Retrieved

Februari

1,

2017,

from

http://mui.or.id/wp-

content/uploads/2014/11/19.-

Pemberian-Zakat-Untuk-Bea-Siswa.pdf

Maksum, M. A., Juandi, W., Andika, M. F.,

Azizi, M. R., Farhan, M., Abidin, M.

Z., . . . Ulum, M. B. (2009).

Zakat

Profesi Memberdayakan Ekonomi

Masyarakat.

Situbondo,

Jawa

Timur: Ibrahimy Press.

(14)

Mahasiswa

PTIIK

Universitas

Brawijaya, Volume 5, No. 14

.

Restuputri, B. A., Mahmudy, W. F., &

Cholissodin, I. (2015). Optimasi

Fungsi

Keanggotaan

Fuzzy

Tsukamoto

Dua

Tahap

Menggunakan Algoritma Genetika

Pada Pemilihan Calon Penerima

Beasiswa dan BBP-PPA (Studi

Kasus: PTIIK Universitas Brawijaya

Malang).

DORO: Repository Jurnal

Mahasiswa

PTIIK

Universitas

Brawijaya, 5, no. 15

.

Sari, N. R., & Mahmudy, W. F. (2015).

Fuzzy Inference System Tsukamoto

Untuk

Menentukan

Kelayakan

Calon Pegawai. Malang: Seminar

Nasional

Sistem

Informasi

Indonesia.

Sianipar, R. H. (2013).

Teori dan

Implementasi

Java.

Bandung:

Penerbit Informatika.

Sutojo, T., Mulyanto, E., & Suhartono, V.

(2010).

Kecerdasan

Buatan.

Gambar

Gambar  1. Langkah-langkah sistem inferensi fuzzy dua tahap
Gambar  8. Siklus penyelesaian masalah optimasi keanggotaan fuzzy Tsukamoto menggunakan algoritma genetika pada penentuan prioritas penerima zakat
Gambar  9.  Hasil pengujian ukuran populasi
Gambar  12. Hasil pengujian jumlah generasi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Transformasi Laplace adalah suatu teknik untuk menyederhanakan permasalahan dalam suatu sistem yang mengandung masukan dan keluaran, dengan melakukan transformasi dari suatu

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan berkat dan segala Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

dapat dilihat bahwa pengaturan fisik dalam indikator keadaan ruangan TPA dengan baik dan rapi (100%) maka KB FKIP UNRI sudah dikatakan sangat baik (SB) dan indikator dengan

• Catatan hasil wawancara tentang kesesuaian fakta sikap dan perilaku pelaksana pelayanan dengan ketentuan yang ada • Catatan hasil observasi fakta. sikap dan perilaku

Ungkapan yang tepat untuk kata yang bercetak miring tersebut adalah…!.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa terdapat lima belas bentuk simbol Rune yang ada dalam film The Mortal Instruments

melakukan hal-hal lain yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, akan mentaati peraturan yang ada dalam lingkungan kerja dengan kesadaran yang tinggi tanpa ada

1) Atribut dinyatakan dengan simbol elips. 2) Nama atribut dituliskan dalam simbol elips. 3) Nama atribut berupa kata benda tunggal. 4) Nama atribut sedapat mungkin menggunakan