Darpublic
www.darpublic.com
Metoda Rasio TM/TR
Untuk Estimasi Susut Teknik dan
Nonteknik Jaringan Distribusi
oleh
Sudaryatno Sudirham
Satu metoda untuk melakukan estimasi susut teknis dan nonteknis di
jaringan distribusi diusulkan. Metoda ini berbasis pada perbandingan
antara penjualan di sisi tegangan menengah dan di sisi tegangan
rendah. Suatu uji coba terhadap metoda ini dilakukan untuk wilayah
Daftar Isi
Bab 1 Pendahuluan 1
Bab 2 Analisis Susut Energi Pada Penyaluran Energi Listrik
2.1. Penyulang Tegangan Menengah 3
2.2. Jaringan Distribusi 7
2.3. Interkoneksi 7
2.4. Input dan Output Secara Nasional 7
2.2. Kesimpulan 8
Bab 3 Metoda Rasio TM/TR
3.1. Aliran Energi Dan Pengertian Input-Output 9 3.2. Relasi Input, Output,dan Susut 10
3.3. Implementasi 12
3.4. Pemakaian Sendiri dan Susut Nonteknik Murni 14
3.6. Ketelitian Perhitungan 14
3.7. Ringkasan Prosedur Perhitungan 15
3.8. Kesimpulan 15
Bab 4 Ujicoba Metoda Rasio TM/TR
4.1. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten 18 4.2. PLN Distribusi Jawa Tengah Dan DI Yogyakarta 20 4.3. PLN Distribusi Jawa Timur 21 4.4. PLN Distribusi Jakarta dan Tangerang 23 4.5. PLN Wilayah Kalsel dan Kalteng 24 Bab 5 Telaah Hasil Ujicoba Metoda Rasio TM/TR
5.1. Titik Operasi dan Kurva Referensi 26 5.2. Penentuan Simpul Super Jaringan Distribusi 27
5.3. Cara Perhitungan 27
5.4. Kurun Waktu Pengukuran Energi 27
5.5. Susut Teknik 28
5.6. Susut Nonteknik 29
5.7. Pemanfaatan Metoda Rasio TM/TR 29
5.8. Kesimpulan 31
Bab 6 Kesimpulan Umum Dan Saran 33
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 1/34
BAB 1
Pendahuluan
1.1. Pengertian Tentang Susut Energi di Jaringan Distribusi
Susut energi yang dimaksudkan di sini adalah susut energi yang terjadi di saluran distribusi listrik. Dalam pendistribusian energi listrik, terjadi selisih antara jumlah energi yang masuk ke jaringan (input) dan energi yang keluar dari jaringan (output). Selisih itulah yang merupakan susut distribusi, yang terjadi secara alamiah dan merupakan sejumlah energi yang tidak mungkin dimanfaatkan. Energi output adalah energi yang diambil dari jaringan distribusi yang merupakan energi yang termanfaatkan. Energi output ini terdiri dari empat kelompok yaitu energi yang dimanfaatkan oleh pelanggan, energi yang dimanfaatkan untuk pemakaian sendiri system distribusi, energi yang dimanfaatkan oleh pihak lain secara tidak sah, dan energi yang dimanfaatkan oleh pelanggan namun tidak tercatat. Jumlah dua jenis output yang terakhir ini biasa disebut susut nonteknik sedangkan susut yang terjadi secara alamiah disebut susut teknik. Jadi susut nonteknik sesungguhnya adalah output; namun dipandang dari sisi pengusahaan tenaga listrik ia menjadi susut. Susut ini disebabkan oleh kekeliruan manusia, baik di sisi pengguna tenaga listrik (yang tidak sah) ataupun di sisi pengusahaan (salah catat, administratif). Jumlah dari susut teknik dan susut nonteknik disebut susut total. Kedua macam susut ini harus ditekan secara optimal karena susut di jaringan merupakan pemborosan energi jika persentasenya terlalu besar.
Jika susut teknik dapat dihitung, maka selisih antara susut total dan susut teknik merupakan susut nonteknik. Dalam Lokakarya XI Pembakuan PLN di Jayapura, Desember 1992, Komari mengemukakan cara menghitung susut teknik yang memanfaatkan data teknik jaringan dan menerapkan suatu model pembebanan untuk data jaringan tersebut. Perhitungan susut teknis dan non teknis juga dapat dilakukan dengan bantuan program komputer aplikasi, yang menyediakan tampilan diagram satu garis dan juga simulasinya. Cara-cara ini harus didukung dengan data jaringan dan data pembebanan yang akurat.
1.2. Dasar Pemikiran Pengembangan Metoda Rasio TM/TR
Apa yang akan dikemukakan dalam tulisan ini adalah suatu cara perhitungan susut teknik dan nonteknik yang berbasis hanya pada hasil pengukuran energi input dan output. Cara ini tidak memanfaatkan data jaringan, melainkan menjadikan salah satu bagian jaringan sebagai referensi dengan landasan bahwa jaringan dibangun mengikuti suatu standar tertentu. Bagian jaringan yang menjadi referensi adalah bagian jaringan yang diketahui atau dapat dianggap tidak memiliki susut nonteknik. Susut teknik dan susut nonteknik dari bagian jaringan yang lain dapat diperoleh dengan memperbandingkan terhadap bagian jaringan referensi tersebut. Cara perhitungan yang akan dipaparkan ini penulis sebut dengan singkat Metoda Rasio TM/TR. Pengembangan metoda ini berdasarkan tiga pemikiran pokok.
a) Dalam sistem distribusi, energi yang terukur dan hasil pengukurannya dapat diterima oleh semua pihak yang berkepentingan adalah energi yang terukur melalui alat ukur transaksi. Energi tersebut adalah energi masuk ke jaringan, energi yang terjual ke pelanggan tegangan menengah, energi yang terjual ke pelanggan tegangan rendah, dan energi yang terkirim ke unit lain. Jika basis untuk melakukan perhitungan susut energi adalah hasil keempat pengukuran tersebut, maka perbedaan-perbedaan penafsiran yang mungkin terjadi akan terbatas pada kawasan yang sempit dengan tetap menyadari bahwa suatu hasil ukur selalu mengandung kesalahan ukur (ada toleransi hasil pengukuran).
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 2/34 semakin rendah jika proporsi penjualan di sisi tegangan menengah terhadap penjualan di sisi tegangan rendah semakin tinggi. Jika pengalaman praktis ini dapat didukung secara teori, maka susut teknis dapat dinyatakan sebagai fungsi dari proporsi penjualan di kedua sisi tegangan tersebut.
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 3/34
BAB 2
Analisis Susut Energi Pada
Jaringan Distribusi Energi Listrik
Pengamatan praktis menunjukkan bahwa susut energi yang terjadi pada pendistribusian energi listrik tergantung dari proporsi penjualan di sisi tegangan menengah terhadap penjualan di sisi tegangan rendah. Analisis mengenai susut energi berikut ini bertujuan untuk melihat apakah pengamatan praktis tersebut bisa didukung secara teori. Jika teori pendukung tersebut ada, maka ia dapat dijadikan landasan untuk mencari susut energi sebagai fungsi dari proporsi penjualan di sisi tegangan menengah terhadap penjualan di sisi tegangan rendah.
2.1. Penyulang Tegangan Menengah dan Jaringan Tegangan Rendah
Penyulang Tegangan Menengah. Beban-beban tegangan menengah dicatu dari penyulang tegangan menengah. Titik di mana daya diambil disebut titik beban. Bagian saluran yang terletak antara dua titik beban disebut segmen penyulang.
Dalam keadaan pembebanan seimbang, susut daya pada satu segmen penyulang tunggal tiga fasa sepanjang lxdengan resistansi Rx per satuan panjang per fasa adalah daya yang diserap oleh segmen
ini:
2 2
x xx x x x
S R l P
V
× ×
= (2.1)
dengan Sxx adalah daya kompleks total yang keluar di ujung segmen dan |Vx| tegangan fasa-fasa di
ujung segmen.
Tinjau suatu titik beban ke n dari suatu penyulang, dengan pembebanan sebesar Sn , faktor daya cosϕn ,
dan tegangan Vn (Gb.2.1)
. Daya total yang keluar dari titik beban ke n adalah:
1
1 +
+ +
+
= n sn nn
nn S S S
S (2.2)
dengan
n n
n P jQ
S = + : daya kompleks yang diambil di titik beban ke-n;
1 1
1 + +
+ = sn + sn
sn P jQ
S : daya kompleks diserap oleh segmen ke (n+1);
Snn+1 : daya kompleks total keluar dari titik beban ke (n+1),
Daya yang diserap oleh segmen ke-n adalah
sn sn sn sn n
sn Z P jQ
S = I I* = + (2.3)
dengan Psn adalah susut daya seperti pada formula (2.1), yaitu Ssn, Isn Ssn+1, Isn+1
Sn, cosφn, In
Vn Vn+1
Zn+1
Zn
Sn+1, cosφn+1, In+1
Zn+2
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 4/34 2 2 n nn sn sn sn S R l P V × ×
= (2.4)
Jika pengaruh temperatur pada lsn dan Rsn diabaikan, maka (2.4) dapat ditulis
2 2 n nn sn sn S k P V
= (2.5)
dengan ksn merupakan nilai konstan untuk segmen ke-n.
Susut energi di segmen ini dalam kurun waktu T adalah
0 2 2
∫
= T n nn sn sn dt S k WV (2.6)
dengan Snn mengikuti kurva pembebanan di segmen ke-n sepanjang kurun waktu T. Dalam kurun
waktu T ini, energi yang keluar di ujung segmen adalah
cos 0
∫
= T nn nnnn S dt
W ϕ (2.7)
sehingga susut energi di segmen ke-n dinyatakan sebagai rasio terhadap energi output segmen ke-n
adalah cos 0 0 2 2
∫
∫
= T nn nn T n nn sn nn sn dt S dt S k W W ϕ V (2.8)Jika satu penyulang terdiri dari g segmen maka susut energi total di penyulang ini adalah
1 0 2 2
∑∫
= = g n T n nn sn sp dt S k WV (2.9)
dengan Snn mengikuti kurva pembebanan di masing-masing segmen sepanjang kurun waktu T.
Sementara itu energi output total dalam kurun waktu T adalah
∑∫
∑∫
= = = = g n T n n g n T nop Pdt S dt
W
1 0 1 0
cosϕ (2.10)
dengan jumlah titik beban sama dengan jumlah segmen dan Sn mengikuti kurva beban di
masing-masing titik beban.
Rasio susut energi total di penyulang terhadap energi output totalnya adalah
cos 1 0 1 0 2 2
∑∫
∑∫
= = = g n T n n g n T n nn sn op sp dt S dt S k W W ϕ V (2.11)Jika dalam kurun waktu T energi input total di ujung kirim adalah Win maka sesuai dengan prinsip
konservasi energi
op sp
in W W
W = + (2.12)
sehingga Wsp =Win−Wop (2.13)
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 5/34 a). Jika Win dan Wop diukur, maka persamaan (2.9) tidak perlu dihitung karena menurut (2.13)
Wsp merupakan selisih dari Win dan Wop .
b). Karena persamaan (2.1) mempersyaratkan adanya keseimbangan pembebanan, maka (2.9) juga harus memenuhi syarat yang sama. Akan tetapi jika ia tidak lagi perlu dihitung maka persyaratan tersebut tidak diperlukan lagi.
c). Persamaan (2.9) tergantung dari panjang dan ukuran konduktor, jumlah titik beban, nilai beban, dan tegangan di titik beban. Jika ia tidak lagi perlu dihitung maka ketergantungan tersebut tidak lagi perlu diperhatikan.
Perlu dicatat, bahwa pernyataan “ketergantungan Wsp pada panjang dan ukuran konduktor
tidak perlu diperhatikan” hanyalah untuk keperluan analisis susut yang sedang dilakukan. Dimensi saluran ini harus tetap memenuhi standar yang berlaku.
d). Persamaan (2.10) tidak mempermasalahkan tegangan. Oleh karena itu pengukuran energi bisa dilakukan di titik-titik beban tanpa mempermasalahkan penurunan tegangan yang terjadi di saluran.
e). Persamaan (2.11) menunjukkan bahwa penyulang tegangan menengah dapat dipandang sebagai “satu elemen rangkaian” dalam satu simpul super (super node) [1]; ia menyerap energi sebesar Wspdengan input Win dan output Wop.
Penyaluran Pada Tegangan Menengah dan Tegangan Rendah. Pada umumnya penyaluran daya ke beban dilakukan pada tegangan menengah maupun tegangan rendah. Energi output total penyulang menjadi
inTR oTM
op W W
W ==== ++++ (2.14 )
dengan WoTM adalah total beban yang dicatu pada tegangan menengah dan WinTR adalah total beban
tegangan rendah yang diukur di sisi tegangan menengah.
Gb.2.2. memperlihatkan titik beban ke-n mencatu beban pada tegangan rendah.
Gb.2.2. Titik beban ke-n mencatu beban pada tegangan rendah.
Beban-beban satu fasa pada tegangan rendah dicatu menggunakan sistem empat kawat. Formula untuk menghitung susut daya di saluran menjadi sangat rumit. Akan tetapi persamaan keseimbangan energi tetap berlaku sehingga susut di saluran dapat dihitung sebagai selisih energi input dan output.
Oleh karena itu formulasi susut daya saluran tegangan rendah tidak akan ditelusuri, karena susut energi akan dihitung sebagai selisih input – output, seperti halnya pada tegangan menengah. WinTR
adalah energi input saluran tegangan rendah yang diukur di sisi primer transformator (tegangan menengah); susut energi di saluran tegangan rendah ditambah susut energi di transformator adalah
oTR inTR
sFTR W W
W = − (2.15) Jika energi inputWindiukur di ujung kirim saluran, dapat dituliskan
sFTR oTR sTM oTM inTR sTM oTM st op in W W W W W W W W W W ++++ ++++ ++++ ==== ++++ ++++ ==== ++++ ==== (2.16)
Ssn, Isn Ssn+1, Isn+1
Sn
cosφn
In
Vn Vn+1
Zn+1
Zn
Sn+1 cosφn+1
In+1
SnR SnS SnT
TM TR
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 6/34 dengan Wst adalah susut energi total yang mencakup susut energi di saluran tegangan menengah,
transformator, dan saluran tegangan rendah, WsTM adalah susut energi di saluran tegangan menengah, WsFTR adalah jumlah susut energi di transformator dan di saluran tegangan rendah. Untuk sembarang
kurun waktu, persamaan (2.16) ini harus dipenuhi. Akan tetapi dalam sistem penyaluran energi listrik, energi input adalah untuk melayani permintaan output. Jadi walaupun susut merupakan selisih input – output, ia sesungguhnya merupakan fungsi output saja. Hal ini dapat pula dilihat pada persamaan (2.9).
Pada Gb.2.2. terlihat bahwa WsTM tergantung dari output total Wop, karena seluruh Wop harus
disalurkan melalui saluran tegangan menengah; sementara itu WsFTR hanya tergantung dari output di
tegangan rendah, WoTR. Oleh karena Wop=WoTM +WoTR maka susut total Wst=WsTM +WsFTR akan
tergantung dari proporsi antara WoTM dan WoTR. Inilah penjelasan secara teori atas pengamatan praktis
bahwa susut pada satu sistem penyalur energi tergantung dari proporsi penjualan di tegangan menengah terhadap penjualan di tegangan rendah. Bagaimana bentuk ketergantungan tersebut akan kita lihat pada ulasan berikut.
Jika kita misalkan suatu peubah
oTR oTM
W W
x= (2.17)
maka energi output total penyulang, Wop, dapat dinyatakan sebagai
( )
11 = +
+ = +
= W x
x x W W W
Wop oTM oTR oTM oTR (2.18)
Dengan relasi (2.18), susut total Wst akan tergantung dari x dan salah satu output, WoTM atau WoTR . Jika Wst dinyatakan sebagai rasio terhadap WoTM maka
x W W W W oTR st oTM
st = ×1 (2.19)
Relasi (2.19) ini berlaku untuk sembarang penyulang karena ia hanyalah merupakan pernyataan rasio dari dua besaran energi, bukan suatu relasi perhitungan.
Dalam praktek, jika penyulang pada kondisi pembebanan normal, Wst tidak melebihi proporsi tertentu
terhadap output (ataupun terhadap input) sesuai dengan standar konstruksi yang digunakan. Jika Wst
dibatasi tidak lebih dari 10% terhadap output, maka untuk nilai x berkisar antara 0,01 sampai 1.5 (yaitu kisaran yang biasa terjadi di sistem distribusi PLN):
17 , 0 10÷ = oTM st W W
dan =0,1÷0,25
oTR st
W W
(2.20)
Contoh numerik (2.20) memperlihatkan bahwa rasio susut total terhadap output di sisi tegangan menengah sangat peka terhadap perubahan x, sementara rasio susut total terhadap output di sisi tegangan rendah sangat tidak peka terhadap x. Gb.2.3. memperlihatkan kedua macam rasio tersebut sebagai fungsi x.
oTM st
W W
berbanding terbalik terhadap x sedang
oTR st W W hampir konstan. Gb.2.3. Nilai oTM st W W dan oTR st W W
terhadap x.
0 1 2 3 4 5
0 0.5 1 1.5
Wst/WoTM dan Wst/WoTR terhadap WoTM/WoTR
Wst/WoTM
Wst/WoTR
x = WoTM/WoTR
Wst/WoTM
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 7/34
2.2. Jaringan Distribusi
Dari satu sumber yang sama diperlukan lebih dari satu penyulang untuk mencatu beban di berbagai lokasi. Jika penyulang-penyulang tersebut dapat dipandang sebagai satu kesatuan sistem penyaluran energi, maka energi input, output, dan susut energi yang terjadi di sistem ini adalah jumlah dari semua input, output, dan susut energi yang terjadi di setiap penyulang. Sistem demikian inipun akan terlihat sebagai satu simpul super, menyerap energi tertentu dengan input dan output tertentu pula.
Jika kesatuan sistem seperti tersebut di atas bersama dengan kesatuan sistem yang lain bergabung membentuk sistem yang lebih besar, terbangunlah jaringan distribusi. Energi input, output, dan susut energi yang terjadi di sistem distribusi adalah jumlah dari semua input, output, dan susut energi yang terjadi di setiap bagian-bagiannya. Dengan demikian maka untuk suatu jaringan distribusi atau bagian jaringan distribusi
op
W menjadi Wo =WoTM +WoTR dengan Wo adalah output total, WoTM jumlah seluruh output sisi
tegangan menengah, WoTR jumlah seluruh output sisi tegangan rendah, dan Win adalah input total.
Persyaratan. Pembahasandi atas menunjukkan bahwa penjumlahan output, penjumlahan susut, maupun penjumlahan input, memerlukan satu persyaratan yaitu bahwa sistem yang ditinjau dapat dipandang sebagai satu simpul super. Dengan persyaratan ini maka Teorema Tellegen akan berlaku, yang berarti prinsip konservasi energi terpenuhi.
2.3. Interkoneksi
Interkoneksi antar sistem distribusi, seperti misalnya sistem Jawa-Bali, merupakan satu kesatuan sistem. Sistem seperti ini dapat dipandang sebagai satu simpul super atau beberapa simpul super. Setiap simpul super memiliki masukan dan keluaran masing-masing. Oleh karena itu penjumlahan dari semua input, output, dan susut energi yang terjadi di setiap bagian-bagiannya, harus dilakukan dengan memperhatikan persyaratan dipenuhinya kaidah simpul super di atas. Lihat Gb. 2.3.
2.4. Input dan Output Jaringan Secara Nasional
Dalam memperhitungkan susut jaringan nasional, dilakukan penjumlahan energi input maupun
output dari semua unit distribusi walaupun unit-unit itu tidak semua terinterkoneksi. Hal ini tetap dapat dilakukan sepanjang tidak dimaksudkan untuk memperbandingkan kinerja teknis satu bagian jaringan dengan bagian jaringan yang lain yang tidak saling berhubungan. Produksi dan penjualan energi PLN sebagai satu kesatuan pengusahaan tenaga listrik adalah jumlah dari produksi dan penjualan di semua unitnya. Akan tetapi susut teknis jaringan di Kalimantan Selatan misalnya, tidak dapat diperbandingkan dengan susut teknis jaringan di Jawa Tengah.
Gb.2.3. Jaringan Dengan Beban TM dan TR
TT
TM
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 8/34
2.5. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan dapat ditarik dari pembahasan di atas.
a. Pada jaringan distribusi, atau bagian jaringan distribusi, susut energi total (Wst) tergantung dari output total (WoTM + WoTR) dan rasio antara output di sisi tegangan menengah terhadap output di
sisi tegangan rendah (WoTM/WoTR).
b. Jika x = (WoTM / WoTR), maka rasio (Wst /WoTM)sangat peka terhadap perubahan x; sedangkan rasio
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 9/34
BAB 3
Metoda Rasio TM/TR
Metoda Rasio TM/TR adalah suatu metoda analisis yang ditujukan untuk melakukan estimasi
susut teknik dan nonteknik di jaringan distribusi, maupun di bagian-bagian jaringan distribusi. Estimasi tersebut sesungguhnya dilakukan pada susut teknik, sedangkan susut nonteknik adalah selisih antara susut total dengan susut teknik.
Metoda Rasio TM/TR dikembangkan berdasarkan kesimpulan yang diperoleh pada Bab-2, yang kemudian diterapkan pada situasi nyata dimana tidak semua aliran energi bisa terukur. Ada dua sifat umum yang terkandung dalam kesimpulan di Bab-2, yaitu:
a) struktur jaringan dan besaran-besaran fisiknya tidak dipersoalkan;
b) kurun waktu dilakukannya pengukuran energi juga tidak dipersoalkan.
Karena metoda yang dikembangkan berbasis pada kesimpulan yang memiliki dua sifat tersebut, maka metoda ini juga memiliki dua sifat tersebut.
Agar alur pemikiran dalam pengembangan metoda ini mudah diikuti, perhatian akan dipusatkan pada suatu jaringan distribusi yang terdiri dari beberapa bagian jaringan (cabang, area pelayanan jaringan) yang dapat dipandang sebagai satu simpul super.
3.1. Aliran Energi dan Pengertian Input - Output Jaringan Distribusi
Jika suatu jaringan distribusi dapat dipandang sebagai satu simpul super, maka aliran anergi yang terjadi dapat digambarkan seperti pada Gb.3.1. Energi input, output, dan susut yang terjadi dalam praktek adalah sebagai berikut.
a). Energi Input. Pasokan energi dilaksanakan pada tegangan menengah. Energi input (ITM) merupakan jumlah dari energi yang dibeli (BTM) dan diterima dari unit lain (TTM) serta energi pembangkitan sendiri netto (PMN) yaitu energi dari pembangkit dikurangi energi untuk keperluan sistem pembangkitan sendiri.
ITM = BTM + TTM + PMN (3.1)
Energi input ini adalah energi yang terukur.
b). Energi Output. Energi output adalah seluruh energi yang termanfaatkan, baik pada sisi tegangan menengah (TM) maupun sisi tegangan rendah (TR). Susut energi adalah energi yang tidak termanfaatkan yang secara alamiah terkonversi ke bentuk lain (non listrik) di jaringan.
Energi output terdiri dari:
i. Energi yang dikirim ke unit lain (KTM). Sebagian dari energi input mungkin dikirim ke kepada pihak / unit lain dan menjadi tanggung jawab unit penerima. Oleh karena itu energi input jaringan yang berada dibawah pengelolaan suatu unit (ITMU) adalah energi input dikurangi energi yang dikirim ke unit lain.
ITMU = ITM − KTM (3.2)
Jaringan Distribusi
BTM
susut
JuTM
JuTR HTM
HTR KTM
PS TTM
PMN
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 10/34 Akan tetapi perlu diingat bahwa energi yang dikirim ke unit lain tersebut, ikut menimbulkan susut di jaringan yang dilaluinya yaitu bagian jaringan yang berada dibawah pengelolaan unit yang mengirim. Oleh karena itu, dilihat dari sisi pengelola jaringan, ia harus diperlakukan seperti energi output sebagaimana halnya dengan penjualan di sisi tegangan menengah. Jumlah keduanya adalah JuTMK.
ii. Energi untuk pemakaian sendiri sistem distribusi (PS). Sistem memerlukan sejumlah energi agar dapat beroperasi dengan baik. Energi untuk pemakaian sendiri ini ada yang bisa diukur ada yang tidak terukur, akan tetapi kebanyakan tidak diukur. Energi ini biasanya diambil dari sisi tegangan rendah untuk mengoperasikan peralatan jaringan distribusi mulai dari meter-meter sampai kepada alat pemanas dan ventilasi.
iii. Energi yang terjual. Energi ini merupakan energi yang dimanfaatkan oleh pelanggan, baik pelanggan di sisi tegangan menengah (JuTM) maupun pelanggan di sisi tegangan rendah (JuTR). JuTM +KTM = JuTMK.
iv. Energi yang dimanfaatkan oleh pihak lain secara tidak syah. Dalam pembahasan di bab sebelumnya, energi ini tidak disebutkan. Walaupun energi ini termanfaatkan, akan tetapi dilihat dari sisi pengusahaan energi, bagian energi ini merupakan suatu kehilangan energi. Demikian pula halnya dengan sejumlah energi yang digunakan oleh pelanggan akan tetapi tidak tercatat. Kehilangan energi dari dua sebab ini bisa terjadi baik di sisi tegangan menengah (HTM) maupun di tegangan rendah (HTR). Walaupun secara teknik keduanya termasuk output akan tetapi keduanya disebut sebagai susut non teknik.
c) Susut Teknik. Dengan adanya pengertian susut non teknik, maka susut yang secara alamiah terjadi di jaringan disebut sebagai susut teknik (ST), yang dalam persamaan (2.14) disebut
Wst .
Sebagaimana telah disebutkan dalam Bab-1, salah satu dasar pemikiran untuk mengembangkan metoda Rasio TM/TR adalah bahwa analisis susut jaringan hanya akan dilakukan dengan berbasis pada energi-energi yang terukur. Energi yang terukur adalah ITM,
KTM, JuTM, dan JuTR. PS dianggap tidak terukur karena sebagian besar tidak terukur. HTM,
HTR, dan ST juga tidak terukur. Energi-energi yang tidak terukur inidikelompokkan menjadi
STNTPS = ST + NT + PS (3.3)
dengan NT = HTM + HTR , yaitu susut nonteknik.
Dengan pengelompokan tersebut maka aliran energi dapat digambarkan seperti terlihat pada Gb.3.2. Gambaran aliran energi ini tidak hanya dapat diterapkan pada jaringan distribusi akan tetapi berlaku pula pada bagian-bagian jaringan distribusi, dan juga pada penyulang.
3.2. Relasi Input, Output, dan Susut
Kondisi Operasi Ideal. Suatu jaringan distribusi ataupun bagian jaringan distribusi dikatakan beroperasi dalam kondisi ideal jika ia beroperasi tanpa susut non teknik (NT = 0) dan energi untuk pemakaian sendiri sangat kecil dibandingkan dengan output di sisi tegangan rendah sehingga dapat diabaikan (PS = 0). Dalam kondisi demikian ini
JuTMK
WoTM = ; WoTR =JuTR; STNTPS=ST (3.4)
Energi input adalah
Jaringan Distribusi
ITM
STNTPS
JuTMK
JuTR
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 11/34
ST JuTR JuTMK
Win= + + (3.5)
Sebagaimana telah dibuktikan, susut teknik ST tergantung dari energi output total dan rasio antara output di sisi tegangan menengah dan output di sisi tegangan rendah. Rasio tersebut didefinisikan sebagai JuTR JuTMK W W x oTR oTM =
= (3.6)
Pemilihan rasio
JuTR JuTMK
x= dan bukan
JuTMK JuTR
x= dilakukan berdasarkan kenyataan bahwa
pada umumnya penjualan energi dilakukan pada sisi tegangan menengah dan tegangan rendah, atau hanya pada sisi tegangan rendah saja. Dengan memilih
JuTR JuTMK
x= maka pada kondisi operasi
penjualan hanya pada sisi tegangan rendah, x akan mendekati nol dan bukan tak hingga. Pada kondisi ideal, rasio antara ST dan JuTMK dapat dituliskan sebagai:
x JuTR ST JuTMK ST 1 ×
= (3.7)
Relasi (3.7) harus berlaku untuk setiap sistem penyaluran energi yang beroperasi dalam kondisi ideal yang memiliki output JuTMK dan JuTR, karena sesungguhnya ruas kanan relasi ini hanyalah pernyataan lain dari ruas kiri. ST sendiri adalah ST = ITM−JuTMK−JuTR.
Contoh numerik (2.20) telah menunjukkan bahwa dalam rentang nilai x yang biasa terjadi, nilai
JuTR
ST/ praktis konstan; dengan kata lain ada suatu nilai STR/JuTR tertentu yang dapat diberlakukan untuk semua bagian jaringan tanpa mengakibatkan terjadinya kesalahan yang berarti. Jika satu nilai tertentu tersebut dapat diperoleh, dan kita sebut ST/JuTRref , maka susut teknik di
semua bagian jaringan dapat dihitung. Di suatu bagian jaringan yang dalam kondisi operasi ideal memiliki input ITMki dan penjualan di sisi tegangan rendah JuTRki , rasio susut teknik STki terhadap input adalah
ki ki ref ki ki ITM JuTR JuTR ST ITM ST ×
= (3.8)
Bagaimana memperoleh ST/JuTRref akan dibahas pada kondisi operasi nyata. Persamaan (3.7) dapat dituliskan sebagai
x JuTR ST JuTMK ST y ref ref 1 × =
= (3.9)
Kurva yref di bidang (x,y) akan merupakan tempat kedudukan titik-titik (xki,yki)
ki ki ki
JuTR JuTMK x = ;
ki ki ki
JuTMK ST
y = (3.10)
dengan JuTMKki adalah penjualan di sisi tegangan menengah.
Kondisi Operasi Nyata. Dalam kondisi operasi nyata NT dan PS tidak bernilai nol. Rasio
oTR
oTM W
W / tidak lagi sama dengan JuTMK/JuTR. Akan tetapi karena energi yang terukur adalah
JuTMK dan JuTR maka kita akan tetap menggunakan definisi (3.6) untuk x.
ST pada (3.7) berganti menjadi STNTPS = ITM−JuTMK−JuTR,dan (3.7) menjadi
JuTMK NTPS x JuTR ST JuTMK STNTPS + ×
= 1 (3.11)
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 12/34 ada bisa juga tidak. Suku yang pertama sama bentuknya dengan ruas kanan (3.7) yang diperoleh pada kondisi operasi ideal. Dari (3.11) dapat diperoleh dua hal, yaitu susut teknik dan kurva referensi.
Susut Teknik. Jika ST/JuTRref dapat diperoleh dan dapat diberlakukan untuk semua bagian
jaringan, maka susut teknik di tiap bagian jaringan dapat dihitung.
Jika input suatu bagian jaringan adalah ITMk dan penjualan di sisi tegangan rendah adalah JuTRk maka
rasio susut teknik STk terhadap input adalah
k k
ref k
k
ITM JuTR JuTR
ST ITM
ST
×
= (3.12)
Persamaan (3.12) mirip dengan (3.8), akan tetapi memiliki arti berbeda. Dalam kondisi operasi nyata ini, JuTMK dan JuTR bukanlah output dalam arti sebenarnya, karena NT dan PS (yang secara teknis merupakan bagian dari output) digabungkan dengan ST menjadi STNTPS. Oleh karena itu ST di persamaan (3.12) merupakan susut teknik yang terjadi seandainya energi output adalah JuTMK dan
JuTR. Walaupun demikian, perbedaan nilai yang terjadi tidak akan terlalu besar jika NT dan PS dapat ditekan tetap rendah.
Kurva Referensi dan Titik Operasi. Suku pertama ruas kanan (3.11) adalah
x JuTR
ST y
ref ref
1
×
= (3.13)
Kurva ini kita sebut kurva referensi yang merupakan tempat kedudukan titik-titik (xk,yk) dari semua
bagian jaringan dengan
k k k
JuTR JuTMK x = ;
k k k
JuTMK ST
y = (3.14)
Pada relasi (3.14) yk ====STk /JuTMKkdan bukan STNTPSk/JuTMKk. Jika yang kita plot adalah
titik-titik (xk,ykn) dari semua bagian jaringan dengan
k k k
JuTR JuTMK x = ;
k k kn
JuTMK STNTPS
y = (3.15)
maka titik-titik (xk,ykn) ini akan berada di sekitar kurva referensi yref. Titik-titik (xk,ykn) kita sebut
sebagai titik operasi. Penyimpangan (xk,ykn) dari yref disebabkan oleh adanya suku kedua ruas kanan
(3.11).
Relasi input, output, dan susut yang diperoleh pada pembahasan di atas, merupakan formula-formula pada Metoda Rasio TM/TR. Selanjutnya akan kita lihat bagaimana implementasinya dengan pengertian bahwa yang dihadapi adalah jaringan distribusi pada kondisi operasi nyata.
3.3. Implementasi
JuTMK dan JuTR. Penjualan di sisi tegangan menengah dan tegangan rendah yang digunakan dalam metoda analisis ini adalah hasil pengukuran kWh di pelanggan. Dalam praktek, mungkin terjadi penambahan kWh jual secara administratif misalnya hasil dari penertiban pemakaian tidak syah atau faktor kompensasi susut yang disetujui oleh pelanggan. Penambahan semacam ini akan menimbulkan kesalahan-kesalahan dalam perhitungan karena prinsip konservasi energi tidak dipenuhi.
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 13/34
Bagian Jaringan Referensi. Bagian jaringan referensi adalah bagian jaringan yang dipilih untuk menentukan nilai ST/JuTRrefyang akan diberlakukan untuk semua bagian jaringan. Langkah ini diambil dengan anggapan bahwa semua bagian jaringan distribusi di satu unit, dibangun dengan menggunakan kriteria perancangan yang sama, sehingga apabila semua bagian beroperasi pada kondisi ideal, relasi (3.9) dan (3.10) dapat dipenuhi. Dengan anggapan tersebut, maka nilai
ref JuTR
ST/ seharusnya diambil dari bagian jaringan yang diketahui bebas dari susut nonteknik. Akan tetapi hal demikian ini tidak mudah ditemui dalam praktek. Oleh karena itu penentuan bagian jaringan referensi harus dilakukan melalui suatu pendekatan, yaitu mengambil bagian jaringan yang memiliki persentase susut total atau STNTPS/ITM terkecil. Bagian jaringan ini dipandang sebagai bagian yang memiliki kinerja terbaik di antara bagian-bagian jaringan yang lain dan memiliki nilai susut yang dianggap wajar terjadi di jaringan (pada waktu analisis dilakukan). Dengan pandangan inilah ia dijadikan referensi.
Susut total bagian jaringan referensi ini dianggap sebagai susut teknik dalam arti bahwa susut total tersebut diperlakukan sebagai susut teknik walaupun ia belum tentu bebas dari NTPS. Dengan kata lain susut teknik bagian jaringan yang dijadikan referensi adalah sama dengan STNTPS yang dimiliki dan STNTPS/JuTR bagian jaringan ini menjadi ST/JuTRref .
Kurva Referensi. Kurva referensi adalah kurva yang memperlihatkan ST/JuTMK sebagai fungsi dari x. Persamaan kurva ini diberikan oleh (3.13)
x JuTR
ST y
ref ref
1
× =
Kurva referensi ini merupakan tempat kedudukan
[[[[
x,(ST/JuTMK)]]]]
semua bagian jaringan karenaref
JuTR
ST/ berlaku (diberlakukan) untuk semua bagian jaringan, tetapi bukan tempat kedudukan
[[[[
x,(STNTPS/JuTMK)]]]]
.Titik Operasi. Titik Operasi suatu bagian jaringan kita definisikan sebagai koordinat
[[[[
x,(STNTPS/JuTMK)]]]]
dari bagian jaringan tersebut, yang tidak lain adalah (xk,ykn) yang diberikan oleh(3.15). Posisi titik operasi ini akan berada di sekitar kurva referensi seperti terlihat pada Gb.3.3. Penyimpangan titik operasi dari kurva referensi terutama disebabkan oleh adanya susut non teknik dan pemakaian sendiri, yang merupakan akibat dari adanya suku kedua ruas kanan (3.11).
Susut Teknik. Setelah bagian jaringan referensi ditetapkan dan diperoleh ST/JuTRref yang merupakan suatu nilai konstan dan berlaku di semua bagian jaringan, maka susut teknik di tiap bagian jaringan dapat dihitung. Rasio susut teknik terhadap input di suatu bagian jaringan diberikan oleh persamaan (3.12).
Plot Titik Operasi dan Kurva Referensi
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5
0.00 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50
x y
kurva referensi titik operasi bagian jaringan referensi
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 14/34
Susut Nonteknik. Susut nonteknik yang dihitung di sini adalah NTPS yang berarti masih mengandung komponen pemakaian sendiri. Proporsi susut nonteknik terhadap ITM adalah
ITM
ST JuTR JuTMK ITM
ITM ST STNTPS
ITM NTPS z
−−−− −−−− −−−−
====
−−−− ====
====
(3.16)
Persamaan (3.16) ini menunjukkan bahwa hasil perhitungan susut nonteknik z bisa bernilai positif atau negatif.
a). Kasus z > 0. Karena nilai ST/ITM ditentukan oleh ST/JuTRref yang selalu positif maka z > 0
akan terjadi jika (JuTR/ITM) atau (JuTMK/ITM) atau keduanya terlalu rendah. Ini berarti bahwa terdapat energi yang seharusnya masih bisa terjual, apakah di sisi tegangan rendah atau di sisi tegangan menengah atau di kedua sisi tegangan tersebut. Dengan kata lain terdapat susut nonteknik di salah satu atau kedua sisi tegangan.
b). Kasus z < 0. Kebalikan dari kasus di atas, z < 0 akan terjadi jika (JuTR/ITM) atau (JuTMK/ITM) atau keduanya terlalu tinggi karena terjadi penambahan secara administratif pada penjualan (P2TL, denda, faktor pengali) atau pencatatan meter pelanggan yang tidak benar misalnya penaksiran. Penambahan secara administratif tidak selalu menyebabkan z negatif, yaitu jika energi yang ditambahkan tidak berlebihan dan terjadi dalam kurun waktu dilakukannya analisis. Kemungkinan lain yang dapat menyebabkan z bernilai negatif adalah ITM yang terlalu kecil. Situasi ini terjadi bila penyaluran daya antar bagian jaringan tidak terukur secara cermat melainkan diperhitungkan dengan cara tertentu yang disepakati oleh kedua bagian jaringan. Perlu diingat bahwa semua penyebab yang disebutkan di atas, baik yang membuat z bernilai positif maupun negatif, bisa terjadi secara bersamaan dan akibat yang ditimbulkan akan merupakan gabungan dari semua penyebab. Perlu diingat pula bahwa dalam hal suatu bagian jaringan memiliki susut nonteknik negatif, belum tentu semua penyulang di bagian jaringan ini memiliki susut nonteknik negatif. Oleh karena itu pada bagian jaringan yang demikian ini metoda Rasio TM/TR perlu diusahakan untuk diterapkan pada setiap penyulang agar diperoleh hasil perhitungan yang lebih baik.
3.4. Pemakaian Sendiri dan Susut Nonteknik Murni
Sebagaimanatelah disebutkan, bagian jaringan yang dijadikan referensi belum tentu bebas dari susut non teknik dan pemakaian sendiri.Cara termudah untuk mengkompensasi kekurangan ini adalah dengan memperkirakan persentase NTPS di bagian jaringan referensi tersebut untuk kemudian menghitung NTPS bagian jaringan yang lain.
Dengan memperkirakan NTPS untuk bagian jaringan referensi maka nilai ST/JuTRref yang
semula sama dengan nilai STNTPS/JuTR, harus disesuaikan (dengan melakukan iterasi) sedemikian rupa sehingga persentase NTPS di bagian jaringan referensi sama dengan nilai NTPS yang diperkirakan. Nilai ST/JuTRref pada akhir iterasi inilah yang digunakan untuk menghitung susut teknik. Penentuan nilai perkiraan NTPS di bagian jaringan referensi hanya bisa dilakukan berdasarkan pengalaman.
Jika di bagian jaringan yang lain juga diinginkan nilai susut non teknik murni, maka PS di bagian jaringan yang lain tersebut harus diperkirakan dan kemudian dikurangkan dari NTPS yang dihitung. Demikian pula halnya dengan keseluruhan jaringan distribusi.
3.5. Ketelitian Perhitungan
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 15/34 yang dapat dikategorikan sebagai gross error, misalnya kesalahan pencatatan meter dan penambahan secara administratif.
Susut total (STNTPS) di bagian jaringan referensi diperlakukan sebagai susut teknik (ST) untuk menentukan ST/JuTRref . Seandainya dapat diusahakan / diperoleh bagian jaringan yang diyakini tidak mengandung susut nonteknik, masih tetap terdapat kesalahan nilai sebagai akibat adanya pemakaian sendiri. Cara mudah untuk melakukan koreksi adalah dengan menaksir pemakaian sendiri dan mengurangkannya dari STNTPS sehingga diperoleh ST*/JuTRref dengan
ditaksir
PS STNTPS
ST*= − . Dengan demikian maka susut teknik di bagian jaringan ke k menjadi
k k ref ITM JuTR JuTR ST × *
dan susut non tekniknya menjadi
k k ref k ITM JuTR JuTR ST
STNTPS − * × .
3.6. Ringkasan Prosedur Perhitungan
Prosedure perhitungan susut teknik dan nonteknik dengan menggunakan metoda ini dengan susut dinyatakan sebagai rasio terhadap energi input adalah sebagai berikut.
a) Dari satu unit Distribusi, kumpulkan data penerimaan energi (ITM), pengiriman ke unit lain (KTM), penjualan di sisi tegangan menengah (JuTM) dan di sisi tegangan rendah (JuTR), dari setiap bagian jaringan (area jaringan).
b) Dari data tersebut pada butir a) dihitung susut total STNTPS/ITM masing-masing bagian jaringan untuk menentukan bagian jaringan referensi, yaitu bagian jaringan dengan
ITM
STNTPS/ terkecil.
c) Nilai ST/JuTRref sama dengan
JuTR STNTPS
dari bagian jaringan referensi.
d) Dengan nilai ST/JuTRref dihitung susut teknik
ITM JuTR JuTR ST ITM ST ref ×
= masing-masing
bagian jaringan maupun keseluruhan distribusi.
e) Susut non teknik
ITM NTPS
adalah susut total dikurangi susut teknik.
f) Titik Operasi, yaitu JuTMK STNTPS JuTR JuTMK
, , di-plot dari data pada butir a) sedangkan kurva
referensi adalah
[
]
x JuTR ST
yref = / ref .
3.7. Kesimpulan
a. Secara teori Metoda Rasio TM/TR dapat memberikan estimasi susut teknik berbasis pada penjualan energi di sisi tegangan menengah dan sisi tegangan rendah, dengan menggunakan satu nilai referensi.
b. Nilai referensi adalah nilai rasio susut teknik terhadap penjualan di sisi tegangan rendah, yang berlaku di semua bagian jaringan; nilai referensi ini diambil dari bagian jaringan yang bebas dari susut nonteknik atau didekati dengan mengambil bagian jaringan yang memiliki persentase susut total paling rendah.
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 16/34 d. Titik Operasi setiap bagian jaringan, yaitu plot dari
JuTMK STNTPS JuTR
JuTMK
, akan berada di
sekitar kurva referensi
[
]
x JuTR ST
yref = / ref pada bidang dengan ordinat
JuTMK STNTPS
dan absis
JuTR JuTMK
.
e. Metoda Rasio TM/TR bersifat umum, tidak mempersoalkan struktur dan besaran fisik jaringan ataupun kurun waktu pengukuran energi.
Kesimpulan teoritis ini perlu diujicoba dengan menggunakan data lapangan. Hal ini akan dilakukan di Bab-4.
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 17/34
BAB 4
Ujicoba Metoda Rasio TM/TR
Ujicoba Metoda Rasio TM/TR bertujuan untuk melihat apakah estimasi susut dan lain-lain hal yang dijanjikan oleh metoda ini sebagaimana diuraikan di Bab-3 dapat diperoleh dari data lapangan. Untuk itu metoda ini diaplikasikan untuk analisis susut di unit-unit PLN berikut:
PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten;
PLN Distribusi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta; PLN Distribusi Jawa Timur;
PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang;
PLN Wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Mengenai jaringan distribusi di unit-unit PLN tersebut dapat dicatat beberapa hal berikut: a). Bentuk jaringan di unit-unit tersebut tidak semua sama. Metoda Rasio TM/TR menjanjikan bahwa
hal ini tidak menjadi masalah karena metoda ini tidak mempersoalkan bentuk jaringan.
b). Jaringan distribusi Jawa Timur dan Jawa Barat memiliki struktur yang hampir sama. Sebagian jaringan berbentuk spindle.
c). Jaringan distribusi Jawa Tengah menggunakan transformator satu fasa untuk penyaluran daya ke pelanggan tegangan rendah. Hal ini juga tidak dipersoalkan oleh metoda Rasio TM/TR.
d). Jaringan distribusi Jakarta dan Tangerang melayani area dengan kerapatan beban yang tinggi. Saluran tegangan menengah terutama adalah kabel.
e). Jaringan distribusi di Wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah melayani beban hanya pada tegangan rendah. Jaringan ini terpisah dari jaringan di Jawa.
Dengan demikian maka kondisi operasi lima unit PLN yang diambil sebagai contoh untuk ujicoba metoda Rasio TM/TR cukup bervariasi. Hasil ujicoba akan ditelaah pada bab selanjutnya.
Ujicoba ini menggunakan data realisasi energi tahun 2004 yang belum tentu bebas dari hal-hal yang dilarang oleh metoda ini. Data disajikan dalam per unit guna menghormati kepemilikan data oleh PLN. Notasi yang akan digunakan adalah:
ITM : input tegangan menengah, energi diterima jaringan APJ / Distribusi;
KTM : energi dikirim ke unit lain;
JuTM : penjualan di sisi tegangan menengah;
JuTMK : JuTM + KTM;
JuTR : penjualan di sisi tegangan rendah;
ST : susut teknik;
PS : pemakaian sendiri sistem distribusi.
NTPS : susut nonteknik + pemakaian sendiri;
STNTPS : ST + NTPS;
Prosedur perhitungan secara umum adalah sebagai berikut. a) Tabelkan data ITM, JuTMK, JuTR.
b) Dari data pada tabel tersebut pada butir a) dihitung susut total (STNTPS/ITM) = (ITM−JuTMK−JuTR)/ITM (dalam %) untuk menentukan APJ/Cabang referensi, yaitu APJ/Cabang dengan STNTPS/ITM terkecil.
c) Dari APJ atau Cabang referensi diketahui nilai [ST/JuTR]ref =STNTPS/JuTR di APJ/Cabang
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 18/34 d) Dengan nilai [ST/JuTR]ref dihitung susut teknik ST/ITM masing-masing APJ atau Cabang .
e) NTPS/ITM dalam % adalah susut total dikurangi susut teknik.
f) Titik Operasi, ([JuTMK/JuTR],[STNTPS/JuTMK]), dihitung dari data pada butir a)
sedangkan kurva referensi adalah
[
]
x JuTR ST
yref = / ref .
4.1. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten (JBB)
PLN Distribusi ini terdiri dari 15 APJ, disebut dengan kode dari A sampai O. Data penerimaan dan penjualan tiap APJ dalam per unit dengan basis penerimaan PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten termuat dalam Tabel 4.1.1.
Tabel 4.1.1. Penerimaan dan Penjualan Energi JBB
APJ ITM
[pu]
KTM
[pu]
JuTM
[pu]
JuTR
[pu] A 0.0866 0.0000 0.0446 0.0314 B 0.1509 0.0215 0.0592 0.0611 C 0.1652 0.0125 0.0824 0.0492 D 0.1082 0.0025 0.0447 0.0441 E 0.0829 0.0095 0.0488 0.0198 F 0.0741 0.0051 0.0416 0.0222 G 0.0509 0.0015 0.0255 0.0192 H 0.0656 0.0045 0.0080 0.0444 I 0.0750 0.0062 0.0415 0.0195 J 0.0540 0.0003 0.0342 0.0164 K 0.0528 0.0049 0.0109 0.0327 L 0.0334 0.0000 0.0012 0.0267 M 0.0261 0.0013 0.0040 0.0174 N 0.0169 0.0000 0.0010 0.0124 O 0.0202 0.0056 0.0002 0.0120 JBB 1.0000 0.0126 0.4479 0.4286
Hasil perhitungan termuat dalam Tabel 4.1.2. Persentase susut total (STNTPS/ITM) tiap APJ dan keseluruhan distribusi terlihat pada kolom (2). Persentase susut total terendah terjadi di J dan APJ ini dijadikan referensi. Dari referensi ini diperoleh [ST/JuTR]ref= 0,1875. Dengan menggunakan nilai
[ST/JuTR]ref ini, dihitung persentase susut teknik dengan hasil pada kolom (3). Susut nonteknik
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 19/34 Gb.4.1.1. Kurva Referensi dan Titik Operasi di JBB.
Titik Operasi APJ & Kurva Referensi JBB
L
N
M O K
H D
G A C
J I
F E
B
-0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
JuTMK/JuTR STNTPS/
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 20/34 Tabel 4.1.2. Hasil Perhitungan Untuk JBB
APJ STNTP
S/ITM
Referensi: J Titik Operasi
ST/ITM NTPS/ITM x y
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
A 12.18% 6.8% 5.4% 1.42 0.24 B 6.06% 7.6% -1.5% 1.32 0.11 C 12.78% 5.6% 7.2% 1.93 0.22 D 15.59% 7.7% 7.9% 1.07 0.36 E 5.75% 4.5% 1.3% 2.94 0.08 F 6.93% 5.6% 1.3% 2.10 0.11 G 9.17% 7.1% 2.1% 1.41 0.17 H 13.26% 12.7% 0.6% 0.28 0.70 I 10.34% 4.9% 5.5% 2.45 0.16
J 5.70% 5.7% 0.0% 2.10 0.09 K 8.15% 11.6% -3.5% 0.48 0.27 L 16.40% 15.0% 1.4% 0.05 4.43 M 13.22% 12.5% 0.8% 0.30 0.65 N 20.94% 13.7% 7.2% 0.08 3.56 O 11.44% 11.2% 0.3% 0.48 0.40 JBB 11.09% 8.0% 3.0% 1.07 0.24
*) ST/ITM: susut teknik; NTPS/ITM: susut non-teknik
4.2. PLN Distribusi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta
PLN Distribusi ini terdiri dari 11 APJ diberi kode A sampai K. Data penerimaan dan penjualan tiap APJ dalam per unit dengan basis penerimaan PLN Jawa Tengah & DIY termuat dalam Tabel 4.2.1.
Tabel 4.2.1. Penerimaan dan Penjualan Energi JATENG
APJ ITM [pu] KTM [pu] JuTM [pu] JuTR [pu] A 0.2141 0.0034 0.0651 0.1230 B 0.1771 0.0041 0.0713 0.0872 C 0.1118 0.0000 0.0177 0.0832 D 0.0579 0.0022 0.0044 0.0467 E 0.0718 0.0010 0.0047 0.0577 F 0.0523 0.0000 0.0100 0.0372 G 0.1001 0.0034 0.0173 0.0702 H 0.0525 0.0000 0.0290 0.0208 I 0.0508 0.0055 0.0102 0.0297 J 0.0433 0.0016 0.0107 0.0262 K 0.0682 0.0016 0.0039 0.0576 Jateng 1.0000 0.0228 0.2442 0.6394
Hasil perhitungan susut total tiap APJ termuat dalam Tabel 4.2.2 kolom (2). Persentase susut total terendah terjadi di H yang dijadikan referensi dan memberikan [ST/JuTR]ref = 0,1308. Dengan
menggunakan nilai [ST/JuTR]ref ini, dihitung persentase susut teknik terhadap energi total yang
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 21/34 Persamaan kurva referensi adalah yref ====0,1308/x. Titik operasi tiap APJ serta kurva referensi terlihat pada Gb.4.2.1. Titik operasi berada di sekitar kurva referensi sbagaimana dijanjikan oleh metoda ini.
Tabel 4.2.2. Hasil Perhitungan Untuk Jawa Tengah & DIY.
APJ
STNTPS/ ITM
Referensi: H Titik Operasi
ST/ITM NTPS/ITM x y
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
A 10.56% 7.5% 3.0% 0.56 0.33 B 8.19% 6.4% 1.7% 0.87 0.19 C 9.72% 9.7% 0.0% 0.21 0.61 D 8.13% 10.5% -2.4% 0.14 0.72 E 11.85% 10.5% 1.3% 0.10 1.51 F 9.76% 9.3% 0.5% 0.27 0.51 G 9.22% 9.2% 0.0% 0.29 0.45
H 5.18% 5.2% 0.0% 1.40 0.09 I 10.68% 7.7% 3.0% 0.53 0.35 J 11.24% 7.9% 3.3% 0.47 0.40 K 7.41% 11.1% -3.6% 0.10 0.92 Jateng 9.36% 8.4% 1.0% 0.42 0.35 *) ST/ITM: susut teknik; NTPS/ITM: susut non-teknik
Gb.4.2.1. Kurva Referensi dan Titik Operasi Jateng & DIY.
4.3. PLN Distribusi Jawa Timur (Jatim)
Data penerimaan dan penjualan 16 APJ dalam per unit dengan basis penerimaan Jatim termuat pada Tabel 4.3.1.
Tabel 4.3.1. Penerimaan dan Penjualan Energi Jatim APJ ITMU [pu] JuTM [pu] JuTR [pu]
A 0.1598 0.0566 0.0855 B 0.1111 0.0426 0.0557 C 0.0648 0.0385 0.0209 D 0.0792 0.0140 0.0538 E 0.1090 0.0614 0.0375 F 0.0783 0.0230 0.0467 G 0.0605 0.0047 0.0472 H 0.0330 0.0012 0.0284 I 0.0420 0.0032 0.0324
Titik Operasi APJ & Kurva Referensi
H B
A I J F
G C D K
E
-0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0
0.00 0.25 0.5 0.75 1.00 1.25 1.50
JuTMK/JuTR STNTPS/
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 22/34 Tabel 4.3.1. (Lanjutan)
J 0.0384 0.0016 0.0307 K 0.0252 0.0018 0.0209 L 0.0155 0.0009 0.0129 M 0.0838 0.0449 0.0325 N 0.0513 0.0331 0.0161 O 0.0202 0.0006 0.0167 P 0.0338 0.0002 0.0245 Jatim 1.0000 0.3284 0.5566
Hasil perhitungan termuat dalam Tabel 4.3.2. APJ N, menjadi referensi dan memberikan [ST/JuTR]ref = 0,1388. Beberapa APJ memiliki susut nonteknik yang masih cukup besar. Perhatian
khusus diperlukan untuk P yang memiliki susut nonteknik sekitar 17%. Susut nonteknik di H, K, dan L bernilai negatif; perlu dilakukan verifikasi data. Titik operasi masing-masing APJ terlihat pada Gb.4.3.1. Persamaan kurva referensi adalah yref ====0,1388/x. Titik operasi tiap APJ berada di sekitar kurva referensi, sebagaimana diharapkan oleh metoda Rasio TM/TR.
Tabel 4.3.2. Hasil Perhitungan Untuk Jawa Timur.
APJ
STNTPS / ITMU
Referensi: N Titik Operasi
ST/ITMU NTPS/ITMU x y
A 11.06% 7.4% 3.6% 0.66 0.31
B 11.50% 7.0% 4.5% 0.76 0.30
C 8.40% 4.5% 3.9% 1.84 0.14
D 14.40% 9.4% 5.0% 0.26 0.82
E 9.22% 4.8% 4.4% 1.64 0.16
F 11.00% 8.3% 2.7% 0.49 0.37 G 14.11% 10.8% 3.3% 0.10 1.80 H 10.09% 12.0% -1.9% 0.04 2.69 I 15.01% 10.7% 4.3% 0.10 1.95 J 15.94% 11.1% 4.9% 0.05 3.83 K 9.94% 11.5% -1.6% 0.09 1.38 L 10.77% 11.5% -0.8% 0.07 1.76
M 7.63% 5.4% 2.2% 1.38 0.14
N 4.34% 4.3% 0.0% 2.06 0.07
O 14.16% 11.5% 2.7% 0.04 4.69 P 27.00% 10.1% 17.0% 0.01 45.93 Jatim 11.50% 7.7% 3.8% 0.59 0.35
*) ST/ITMU: susut teknik; NTPS/ITMU: susut non-teknik
Gb.4.3.1. Kurva Referensi dan Titik Operasi Untuk Jawa Timur.
Titik Operasi APJ & Kurva Referensi JATIM
N C E M A
B F D K G L
I H J O
0. 0. 1. 1. 2. 2. 3. 3. 4. 4. 5.
0. 0.5 1. 1.5 2.0 2.5
JuTM/JuTR STNTPS/
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 23/34
4.4. PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang
PLN Distribusi jakarta Raya dan Tangerang (Disjaya) dibagi dalam tujuh APJ dan ex. Cabang. Data penerimaan dan penjualan dalam per unit dengan basis penerimaan Jakarta & Tangerang termuat dalam Tabel 4.4.1.
Tabel 4.4.1. Penerimaan dan Penjualan Disjaya APJ
Ex Cab ITMU [pu] JuTM [pu] JuTR [pu] A 0.1551 0.0867 0.0558 B 0.0953 0.0321 0.0489 C 0.1041 0.0545 0.0377 D 0.1781 0.0531 0.0988 E 0.1009 0.0253 0.0561 F 0.0956 0.0358 0.0450 G 0.2709 0.1545 0.0856 Disjaya 1.0000 0.4420 0.4279
Hasil perhitungan termuat dalam Tabel 4.4.2. Persentase susut total terendah terjadi di A yang dijadikan referensi dan memberikan [ST/JuTR]ref = 0,2246. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
susut nonteknik semua ex cabang dan APJ masih besar, kecuali A.
Kurva referensi dan posisi titik operasi bagian-bagian jaringan distribusi PLN Distribusi Jakarta Raya
Tangerang terlihat pada Gb.4.4.1, dengan kurva referensi
x
yref = 0,2246. Posisi titik operasi tiap ex Cabang berada di sekitar kurva referensi (walaupun seluruhnya berada di atas kurva) sebagaimana diharapkan oleh metoda Rasio TM/TR.
Tabel 4.4.2. Hasil Perhitungan Untuk Disjaya
AJ dan Ex. Cab.
STNTPS/ ITMU
Referensi: A Titik Operasi
ST/ITMU NTPS/ITMU x y
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
A 8.09% 8.1% 0.0% 1.55 0.14
B 15.05% 11.5% 3.5% 0.66 0.45
C 11.45% 8.1% 3.3% 1.45 0.22
D 14.69% 12.5% 2.2% 0.54 0.49
E 19.41% 12.5% 6.9% 0.45 0.78
F 15.54% 10.6% 5.0% 0.80 0.42
G 11.33% 7.1% 4.2% 1.80 0.20
Disjaya 13.01% 9.6% 3.4% 1.03 0.29
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 24/34 Gb.4.4.1. Kurva Referensi dan Titik Operasi Untuk Disjaya.
4.5. PLN Wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah
Cabang-cabang distribusi di Wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah hanya melakukan penjualan di sisi tegangan rendah, kecuali Palangkaraya yang hanya melaporkan penjualan di sisi tegangan menengah. Oleh karena itu Palangkaraya tidak diikutsertakan dalam analisis karena titik operasinya akan memiliki absis tak hingga. Karena tidak ada penjualan di sisi tegangan menengah, maka energi yang dikirim ke unit lain oleh tiap cabang menjadi output sisi tegangan menengah.
Tabel 4.5.1. Penerimaan dan Penjualan Energi Kalselteng Cab. ITMU
[pu]
KTM [pu] JuTR [pu]
A 1.0000 0.0212 0.8339 B 0.3326 0.0000 0.2993 C 0.2754 0.0119 0.2298 D 0.1342 0.0001 0.1236 E 0.1556 0.0001 0.1399
Hasil perhitungan termuat pada Tabel 4.5.2. Cabang D menjadi referensi, dan memberikan [ST/JuTR]ref = 0,08434. Susut teknik hampir sama di semua cabang, yaitu sekitar 7%. Susut
nonteknik masih besar.
Kurva referensi dan posisi titik operasi Cabang-Cabang terlihat pada Gb.4.5.1. Persamaan kurva referensi adalah yref ====0,08434/x. Walaupun Cabang-Cabang di Wilayah Kalselteng hanya melayani pelanggan di sisi tegangan rendah, metoda Rasio TM/TR tetap dapat diaplikasikan, dengan memperlakukan kiriman energi (TM) antar Cabang sebagai JuKTM. Titik operasi tiap Cabang berada di sekitar kurva referensi, sebagaimana diharapkan oleh metoda Rasio TM/TR.
Tabel 4.5.2. Hasil Perhitungan Untuk Kaselteng.
CAB. STNTPS/
ITM
Referensi: D Titik Operasi
ST/ITM NTPS/ITM x y
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
A 14.48% 7.0% 7.4% 0.025 0.174
B 10.00% 7.6% 2.4%
C 12.22% 7.0% 5.2% 0.052 0.146 D 7.77% 7.8% 0.0% 0.001 0.084 E 10.07% 7.6% 2.5% 0.001 0.112
*) ST/ITM: susut teknik; NTPS/ITM: susut non-teknik
Titik Operasi & Kurva Referensi DISJAYA
G A C F
A D E
0.0 0.2 0.5 0.7 1.0 1.2 1.5 1.7 2.0
0.00 0.25 0.50 0.75 1.0 1.25 1.5 1.75 2.00
JuTM/JuTR STNTPS/
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 25/34 Gb.4.5.1.Kurva Referensi dan Titik Operasi Untuk Kalselteng.
Titik Opersasi dan Kurva Referensi Kalselteng
E
D
A C
0 30 60 90 120 150
0.00 0.02 0.04 0.06
JuTMK/JuTR STNTPS/
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 26/34
BAB 5
Telaah Hasil Ujicoba
Berikut ini adalah telaah berbagai hal dari hasil ujicoba menggunakan data lapangan yang dilakukan di Bab-4. Perlu diingat bahwa data lapangan yang diperoleh belum tentu bebas dari hal-hal yang sesungguhnya “dilarang” oleh metoda ini, seperti misalnya penambahan penjualan karena ditemukannya pemakaian secara tidak sah. Penambahan demikian ini jelas tidak sesuai dengan output
sebenarnya karena tambahan penjualan tersebut diperoleh melalui suatu perkiraan (perhitungan). Di samping itu ada perbedaan waktu beberapa hari antara pembacaan kWh-meter incomming dengan pembacaan meter di pelanggan.
5.1. Titik Operasi Dan Kurva Referensi
Kurva Referensi. Gb.5.1. memperlihatkan kurva referensi empat jaringan unit distribusi di Jawa, dengan skala x dan y yang sama (hanya diambil bagian yang diperlukan). Kurva referensi yang paling rendah adalah Jawa Tengah, diikuti oleh Jawa Timur (yang hampir berimpit dengan Jawa Tengah), Jawa Barat, dan Jakarta. Walaupun posisi kurva referensi jaringan distribusi Jawa Tengah paling rendah tidak berarti bahwa unit ini memiliki susut teknik paling rendah, karena susut teknik distribusi ditentukan juga oleh rasio penjualan di sisi tegangan menengah dan sisi tegangan rendah, yaitu x =
JuTM/JuTR.
Kurva referensi untuk Kalselteng tidak ikut digambarkan pada Gb.5.1 karena nilai STNTPS/ITM
terendah hanya 0,0843, jauh di bawah Jawa Tengah. Disamping itu nilai x terbesar adalah 0,05 sehingga tidak akan jelas terlihat kurvanya jika digambarkan bersama dengan unit-unit di Jawa. Dalam kenyataan memang tidak ada transfer energi antara Kalselteng dan Jawa sehingga antara mereka tidak dapat diperbandingkan.
Gb.5.1. Kurva Referensi dan Titik Operasi Empat Jaringan di Jawa.
Posisi Titik Operasi. Sebagaimana diharapkan, posisi titik operasi bagian-bagian jaringan berada di sekitar kurva referensinya. Di setiap unit distribusi, [ST/JuTR]ref sama dengan nilai
[STNTPS/JuTR] dari bagian jaringan yang dijadikan referensi. Setiap unit distribusi memiliki kurva referensi masing-masing. Jadi setiap bagian jaringan diperbandingkan terhadap bagian jaringan referensi di unit yang bersangkutan dan bukan terhadap suatu standar tertentu. Unit Kalselteng yang memiliki STNTPS/ITM terendah hanya 0,0843 tetap menunjukkan pola letak titik operasi yang diharapkan.
Pengaruh Nilai x. Nilai x untuk Jawa Tengah adalah 0,37, Jawa Barat 1,05, Jawa Timur 0,61, Disjaya 1,03. Rendahnya nilai x membuat Jawa Tengah memiliki susut teknik lebih tinggi dari Jawa Timur, walaupun kurva referensi Jawa Tengah berada di bawah Jawa Timur. Sebaliknya, Jawa Barat memiliki nilai x lebih tinggi dari Jawa Tengah sehingga walaupun kurva referensinya di atas Jawa Tengah, susut tekniknya lebih kecil dari Jawa Tengah.
Titik Operasi & Kurva
0.0
0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
JuTMK/JuTR STNTPS/
JuTMK
Disjaya JBB
Jatim
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 27/34
5.2. Penentuan Simpul Super Jaringan Distribusi
Posisi kurva referensi ditentukan oleh nilai [ST/JuTR]ref yang untuk Jawa Tengah adalah 0,1308,
Jawa Timur 0,1388, Jawa Barat 0,1875, dan Jakarta 0,2246. Nilai-nilai ini diambil dari bagian jaringan referensi di masing-masing unit yaitu bagian jaringan yang tidak mengandung susut nonteknik. Persyaratan ini didekati dengan mengambil bagian jaringan yang memiliki rasio
STNTPS/ITM terendah. Nilai terendah ini sendiri tidak semata-mata ditentukan oleh kondisi fisik jaringan melainkan juga oleh kondisi pembebanan. Hal ini belum dipertimbangkan dalam menetapkan simpul super pada ujicoba di Bab-4, di mana simpul super jaringan distribusi ditentukan berdasar unit kerja PLN.
Sebagai contoh kasus adalah bagian jaringan Bekasi. Bagian jaringan ini termasuk jaringan distribusi Jawa Barat dan oleh karena itu ia diperbandingkan dengan referensi Jawa Barat. Akan tetapi mungkin kerapatan beban di area Bekasi lebih mirip dengan Jakarta. Sehingga jika ada transfer energi antara Bekasi dengan salah satu bagian jaringan di Disjaya, perlu dipertimbangan untuk memasukkan Bekasi sebagai salah satu bagian jaringan distribusi Jakarta-Tangerang (hanya untuk analisis) walaupun secara administratif ia termasuk unit distribusi Jawa Barat dan Banten.
Unit-unit di Jawa merupakan satu kesatuan sistem Jawa-Bali. Mereka dapat dipandang sebagai satu simpul super dengan mengikut sertakan sisi tegangan tinggi dan ekstra tinggi. Akan tetapi metoda yang diusulkan ini mengukur input di sisi tegangan menengah dan oleh karena itu pembentukan simpul super tidak boleh melibatkan sisi tegangan tinggi. Walaupun demikian kurva referensi dari empat unit di Jawa dapat diperbandingkan dengan menganggap susut di sisi tegangan tinggi cukup kecil dibandingkan dengan susut di sisi tegangan menengah dan rendah.
5.3. Cara Perhitungan
Cara perhitungan untuk Jawa Barat dan Jawa Tengah mengunakan besaran-besaran ITM,
JuTMK, dan JuTR, sementara untuk Jawa Timur dan Disjaya menggunakan ITMU, JuTM, dan JuTR. Dengan menggunakan besaran ITMU, JuTM, dan JuTR, sebagian dari susut teknik terabaikan. Karena
ITM < ITMU dan JuTMK > JuTM maka STNTPS = ITM − JuTMK − JuTR menjadi lebih kecil sehingga STNTPS/JuTMK, yaitu ordinat dari titik operasi, akan menjadi lebih rendah. Oleh karena itu perlu diusahakan agar perhitungan dilakukan dengan menggunakan besaran-besaran ITM, JuTMK,
dan JuTR.
5.4. Kurun Waktu Pengukuran Energi
Metoda Rasio TM/TR tidak mempersoalkan kurun waktu dilakukannya pemgukuran energi. Gb.5.2. berikut ini memperlihatkan situasi pada bulan Januari, Maret, Juni, dan September 2004 untuk unit distribusi Jakarta-Tangerang, yang menunjukkan bahwa di setiap bulan posisi titik operasi tetap mengikuti alur kurva referensi masing-masing.
Perubahan-perubahan posisi titik operasi terhadap kurva referensi menunjukkan bahwa persentase susut bervariasi setiap bulannya. Demikian pula halnya posisi kurva referensi itu sendiri. Bulan Januari, Juni, dan September, A menjadi bagian jaringan referensi; pada bulan Maret C menjadi referensi karena pada bulan itu C mencapai STNTPS/ITMU terendah. Perlu ditegaskan bahwa penggambaran kurva referensi beserta titik operasi bagian-bagian jaringan, bukan ditujukan untuk melakukan analisis grafis melainkan untuk keperluan penjelasan. Semua perhitungan susut harus dilakukan dengan memanfaatkan relasi-relasi yang ada, dan tidak diturunkan secara grafis, walaupun penggambaran tersebut membuat terjadinya penyimpangan tiap bagian jaringan terhadap kurva referensinya menjadi lebih mudah terlihat.
Sudaryatno Sudirham, Estimasi Susut Teknik dan Nonteknik 28/34 nilai yang sangat diragukan. Jadi menilai keadaan bulan per bulan sesungguhnya belum dapat dilakukan dengan menggunakan data yang ada. Walaupun demikian, hasil P2TL yang terkumpul dalam satu tahun tetap harus diikut sertakan dalam perhitungan.
Gb.5.2. Titik Operasi & Kurva Ref. Pada Waktu Berbeda.
5.5. Susut Teknik
Angka susut teknik di bagian jaringan referensi tidak selalu rendah. N di Jatim misalnya, memiliki susut teknik 4,43%, sementara A di Disjaya, yang juga merupakan bagian jaringan referensi, memiliki susut teknik 8,09%.
Nilai [ST/JuTR]ref diperoleh dengan memperlakukan susut total jaringan referensi sebagai susut
tekniknya. Oleh karena itu jika bagian jaringan referensi tidak bebas dari susut nonteknik, posisi kurva referensi yang diperoleh berada di atas kurva refere