• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Ilmiah Tema-Tema Kajian Filsafat Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Ilmiah Tema-Tema Kajian Filsafat Islam"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh: zeptianaEgg

Makalah Ilmiah

Tema-Tema Kajian

(2)

BAB I : PENDAHULUAN

Filsafat Islam memiliki keunikan dalam topik dan isu yang digarap, problem yang coba dipecahkan, dan metode yang digunakan dalam memecahkan permasalahan-permasalahan itu. Filsafat Islam selalu berusaha untuk mendamaikan wahyu dan nalar, pengetahuan dan keyakinan, serta agama dan filsafat.

Filsafat Islam bertujuan untuk membuktikan bahwa pada saat agama berpelukan dengan filsafat, agama mengambil keuntungan dari filsafat sebagaimana filsafat juga mengambil manfaat dari agama. Pada intinya, filsafat Islam adalah hasil kreasi dari sebuah lingkungan di mana ia tumbuh dan berkembang, dan jelasnya, filsafat Islam adalah filsafat agama dan spiritual.

Meskipun filsafat Islam berorientasi religius, ia tidak mengabaikan isu-isu besar filsafat, seperti problem keberadaan dalam waktu, ruang, materi dan kehidupan. Cara pengkajian filsafat Islam terhadap epistemologi pun unik dan komprehensif. Ia membedakan antara kedirian (nafs) dan nalar, potensi bawaan sejak lahir dan al-muktasab, ketepatan dan kesalahan, pengetahuan dzanni dan qath'i. Filsafat Islam juga mengkaji tentang definisi serta klasifikasi kebaikan dan kebahagiaan.

Para pemikir Muslim membagi filsafat ke dalam dua kategori umum, spekulasi dan praktis, dan diskusi mereka mencakup berbagai macam topik semisal filsafat alam, matematika, metafisika, etika dan politik. Dengan jelas para pemikir Muslim percaya bahwa filsafat memiliki ruang lingkup yang lebih luas daripada yang diyakini saat ini, dan karenanya, karya-karya mereka mirip dengan para filosof Yunani, khususnya Aristoteles. Secara umum, seluruh bidang ilmu pengetahuan dianggap sebagai cabang-cabang filsafat dalam Islam. Isi filsafat ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan, objek yang dipikirkan oleh filsafat ialah segala yang ada dan yang mungkin ada. Jadi luas sekali. “Objek filsafat itu bukan main luasnya”, tulis Louis Katt Soff, yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia. Oleh karena itu manusia memiliki pikiran atau akal yang aktif, maka manusia sesuai dengan tabiatnya, cenderung untuk mengetahui segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada menurut akal pikirannya.

(3)

Objek filsafat ada dua yaitu Objek Materia dan Objek Forma, tentang objek materia ini banyak yang sama dengan objek materia sains. Sains memiliki objek materia yang empiris; filsafat menyelidiki objek itu juga, tetapi bukan bagian yang empiris melainkan bagian yang abstrak. Sedang objek forma filsafat tiada lain ialah mencari keterangan yang sedalam-dalamnya tentang objek materi filsafat (yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada). Dari uraian tertera di atas jelaslah, bahwa:

(4)

Bab II : PEMBAHASAN

A. Tuhan

Tak bisa dipungkiri awal berpengaruhnya filsafat didunia Islam dipelopori dengan munculnya golongan Mu'tazilah di dalam teologi Islam. Keluhuran Akal yang mereka pegang menjadi titik mula kaum Muslim berkenalan dengan filsafat yang menjadikan akal sebagai alat pencari hakikat kebenaran.

Kedudukan akal tinggi di dalamnya, sehingga mereka tidak mau tunduk kepada arti harfiah dari teks wahyu yang tidak sejalan dengan pemikiran filosofis dan ilmiah. Mereka tinggalkan arti harfiah teksdan ambil arti majazinya, dengan lain kata mereka tinggalkan arti tersurat dari nash wahyu dan mengambil arti tersiratnya. Mereka dikenal banyak memakai ta'wil dalam memahami wahyu.Karena itu aliran ini menganut faham qadariah, yang di Barat dikenal dengan istilah free-will and free-act, yang membawa kepada konsep manusia yang penuh dinamika, baik dalam perbuatan maupun pemikiran.

Pemikiran filosofis mereka membawa kepada penekanan konsep Tuhan Yang Maha Adil. Maka keadilan Tuhanlah yang menjadi titik tolak pemikiran teologi mereka. Keadilan Tuhan membawa mereka selanjutnya kepada keyakinan adanya hukum alam ciptaan Tuhan, dalam al-Qur'an disebut Sunnatullah, yang mengatur perjalanan apa yang ada di alam ini.

Alam ini berjalan menurut peraturan tertentu, dan peraturan itu perlu dicari untuk kepentingan hidup manusia di dunia ini. Teologi rasional Mu'tazilah inilah, dengan keyakinan akan kedudukan akal yang tinggi, kebebasan manusia dalam berfikir serta berbuat dan adanya hukum alam ciptaan Tuhan, yang membawa pada perkembangan Islam, bukan hanya filsafat, tetapi juga sains, pada masa antara abad ke VIII dan ke XIII M.

(5)

berbeda, bahkan terlihat sangat menentang filosof-filosof dengan pemegang konsep ketuhanan (metafisika) emanasi seperti al-Farabi dan Ibn Sina.

Dalam filsafat emanasi, al-Farabi mengatakan kalau Tuhan Pencipta alam semesta berhubungan langsung dengan ciptaannya, yang tak dapat dihitung banyaknya itu di dalam diri Tuhan terdapat arti banyak, zat yang di dalam diriNya terdapat arti banyak, tidaklah sebenarnya esa. Yang Maha Esa, agar menjadi esa, hanya berhubungan dengan yang esa.

Ibnu Sina menyebutkan bahwa Akal Pertama mempunyai dua sifat : sifat wajib wujudnya sebagai pancaran dari Allah dan sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakikat dirinya. Dengan demikian Ibnu Sina membagi objek pemikiran akal-akal menjadi tiga: Allah (Wajib al-wujud li dzatihi), dirinya akal-akal (wajib al-wujud li maghairihi) sebagai pancaran dari Allah,dan dirinya akakal (mumkin al-wujud) ditinjau dari hakikat dirinya.

Kemudian Tuhan dalam filsafat al kindi tidak mempunyai hakiakat dalam arti aniah atau mahaniah. Tidak aniah karena kerena Tuhan tidak termasuk dealam benda-benda yang ada dalam alam, bahkan Ia adalah pencipta alam. Ia tidak tersususn dari materi dan bentuk, juga tidak mempunya hakiakat dalam bentuk mahaniah, karena Tuhan bukan merupakan gensus dan species. Tuhan hanya satu, tidak ada yang serupa dengan-Nya. Tuhan adalah unik, Ia semata-mata satu. Hanya Ia lah yang satu dari pada-Nya mengandung arti banyak.

Dilanjutkan pada pandangan Ibn Rusyd dalam masalah ketuhanan ia berpendapat bahwa Allah adalah penggerak pertama (muharik al awal). Sifat positif kepada Allah adalad akal dan ma'qul. Wujud Allah aialah esa-Nya. Wujud dan keesaannya tidak berbeda dari zat-Nya. Sebagai orang berfikir rasional, ibn Rusyd menafsirkan agama pun dengan penafsiran rasional. Namun ia tetap berpegang kepada sumber agama, yakni al Qur”an. Dalam mengenal sang pencipta tidak mungkin berhasil kecuali dengan melakukan pengamatan terhadap wujud yang diciptakan Allah.

(6)

B. Manusia

Pertanyaan tentang hakekat manusia merupkan pertanyaan kuno seumur keberadaan manusiadimuka bumi. Dalam jawaban tentang manusia tidak pernah akan selesai dan dianggap tidak pernah sampai final dikarenakan realitas dalam keling manusia selalu baru, meskipun dalam subtansinya tidak berubah.(Musa Asy'ari, Filsafat Islam, 1999)

Manusia secara bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa arabnya, yang berasal dari kata nasiya yang berarti lupa dan jika dilihat dari kata dasar al-uns yang berarti jinak. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya.

Para Filosof Muslim mencoba menjelaskan tentang hakikat manusia. Seperti Al-Kindi yang mengatakan bahwa roh manusia itu tidak tersususn, mempunyai arti penting, sempurna dan mulia. Substansi roh berasal dari substansi Tuhan. Hubungan roh dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Selain itu jiwa bersifat spiritual, Ilahiah, terpisah dan berbeda dari tubuh. Roh adalah lain dari badan dan mempunyai wujud sendiri. Keadaan badan (jasmanni) mempunyai hawa nafsu dan sifat pemarah (passion). Roh menentang keinginan hawa nafsu dan passion. Sementara Pendapat Al-Farabi tentang jiwa Manusia dipengaruhi oleh filsafat Plato, Aristoteles, dan Plotinus. Jiwa bersifat rohani, bukan materi, terwujud setelah adanya badan dan jiwa, tidak berpindah-pindah dari sutau badan ke badan yang lainnya. Jiwa manusia disebut al nafs al nathiqoh, yang bersal dari alam ilahi, sedangkan jasad berasal dari alam khalaq, berbentuk, berupa, berkadar, dan bergerak. Jiwa dicuiptakan tatkala jasad siap menerimanya.

Ibnu Sina dalam membahas Jiwa Manusia, membuat pembagian pembahasan yang terbagi sebagai berikut :

· Jiwa tumbuh-tumbuhan, mempunya tiga daya : makan, tumbuh , dan berkembang biak.

(7)

· Jiwa manusia, mempunyai dua daya : praktis (yang berhubungan dengan badan), teoritis (yang hubungannya dengan hal-hal abstrak)

Jika kita menelaah manusia dalam bentuk pembagian kelompok/golongan, kita bisa merujuk dari yang disampaikan Al Ghazali, beliau membagi manusia kepada tiga golongan, yaitu : · kaum awam, yang cara berfikirnya sederhana sekali. · kaum pilihan, yang akalnya tajam dan berfikirnya secara mendalam.

· kaum penengkar.

Manusia dalam filosof Islam menjadi aktor penting dalam keberjalannan roda Agama. Manusia dengan kekuatan akal menjadi makhluk yang urgen di Alam dunia ini. Dan dari pendapat-pendapat Filosof-filosof itu jelas membedakan antara roh dan jasad. Meski isi yang mereka paparkan beragam.

Pada hakikatnya manusia dengan kemampuan dahsyat akalnya tetap menjadikan manusia sebagai makhluk yang memiliki keterbatasan. Banyak sekali kemampuan dahsyat makhluk ciptaan Allah lainnya yang tidak dimiliki manusia, seperti kemampuan burung untuk terbang, kemampuan bunglon yang merubah warna tubuhnya, usia panjang yang dimiliki pohon, atau kemampuan penglihatan burung hantu yang tajam.

C. Alam

Meskipun konsepsi filosofis mengenai alam semesta tidak sesaksama dan sespesifik konsepsi ilmu pengetahuan, namun konsepsi filosofis didasarkan pada sejumlah prinsip yang jelas dan tak dapat disangkal lagi oleh akal. Prinsip-prinsip ini logis, sifatnya umum dan komprehensif. Karena kuat dan konstan, maka prinsip-prinsip ini memiliki keuntungan. Konsepsi filosofis mengenai alam semesta bebas dari ketidakkonstanan dan keterbatasan seperti itu, dua hal yang terdapat dalam konsepsi ilmu pengetahuan. Konsepsi filosofis mengenai alam semesta menjawab semua masalah yang menjadi sandaran ideologi. Prinsip ini mengidentifikasi bentuk dan ciri utuh dari alam semesta.

(8)

tanpa permulaan dan bukan ciptaan. Ini terjadi karena proses emanasi.

Kemudian Al-Farabi berpendapat tentang bumi dan isinya. Menurutnya wujud menjadi terbawah/terendah adalah materi yang abstrak, belum memiliki bentuk yang kemudian disebut Maddatul Ula la Musytarakah yaitu materi pertama yang belum mempunyai bentuk. Dan semua itu berasal materi pertama yang lebih tinggi berupa unsur-unsur yaitu air, tanah, api, dan udara. Pendapat ini hampir tidak jauh beda dengan pendapat yang diungkapkan oleh ibnu sina tentang Alam.

Ikhwan Al-Shafa mengatakan, Allah menciptakan Akal Pertama atau Akal Aktif secara emanasi. Kemudian, Allah menciptakan dengan perantaraan akal. Selanjutnya Allah menciptakan materi pertama. Pada Akal Pertama lengkap segala potensi yang akan muncul pada wujud berikutnya. Sementara jiwa terciptanya secara emanasi dengan perantaraan akal, maka jiwa kadim dan lengkap tetapi tidak sempurna. Demikian juga halnya materi pertama karena terciptanya secara emanasidengan perantaraan jiwa, maka materi pertama adalah kadim, tidak lengkap dan tidak sempurna.

Dari uraian-uraian tentang alam dari konsep-konsep para filosof muslim jelas esensi yang berbeda dengan kaum filosof barat tentang Alam. Bagi filosof Muslim, alam jelas diciptakan oleh Allah sebagai penguasa Alam, dan hal itu menjelaskan bahwa meski mereka sangat radikal menggunakan akal, namun tidak melepaskan unsur murni Agama yang berasal dari Kitab Allah yaitu, Al-Qur'an. Sebagai sebuah keilmuan, yang dipelajari sebagai sebuah proses maka dengan pemikiran yang mendalam dapat ditemukan karakter-karakter Realitas yang dapat ditangkap oleh manusia melalui inderanya dan yang kita sebut dunia, memiliki sifat-sifat khas integral berikut ini:

1. Terbatas

(9)

ruang dan waktunya.

2. Berubah

Segala sesuatu berubah dan tidak tahan lama. Segala yang dapat ditangkap oleh indera di dunia ini, keadaannya tidak berhenti. Kalau tidak berkembang, ya rusak. Benda material yang dapat ditangkap oleh indera, sepanjang masa eksistensinya, selalu mengalami perubahan sebagai bagian dari realitasnya. Kalau tidak memberikan sesuatu, ya menerima sesuatu, atau memberi sekaligus menerima. Dengan kata lain, kalau tidak menerima sesuatu karena realitas benda-benda lain dan menambahkan sesuatu itu pada realitasnya sendiri, ya memberikan sesuatu karena realitasnya atau menerima sekaligus memberi. Bagaimanapun juga, tak ada yang tetap statis. Sifat khas ini juga menjadi sifat khas segala yang ada di dunia ini.

3. Ditentukan

Sifat khas lain dari benda-benda kasat indera adalah ditentukan. Kita dapati bahwa benda-benda tersebut semuanya ditentukan. Dengan kata lain, eksistensi masing-masing ditentukan oleh dan bergantung pada eksistensi benda lainnya. Tidak ada yang dapat eksis jika benda-benda lainnya tidak eksis. Kalau kita perhatikan dengan saksama realitas benda-benda material kasat indera, ternyata banyak "jika" menyangkut eksistensinya. Tak dapat ditemukan satu benda kasat indera yang bisa eksis tanpa syarat dan tanpa tergantung benda lain. Eksistensi segala sesuatu tergantung pada eksistensi sesuatu yang lain, dan eksistensi sesuatu yang lain juga tergantung pada eksistensi sesuatu yang lainnya lagi, dan seterusnya.

4. Bergantung

Eksistensi segala sesuatu tergantung pada terpenuhinya banyak syarat. Eksistensi masing-masing syarat ini tergantung pada ter-penuhinya syarat lain. Tak ada sesuatu yang dapat eksis dengan sendirinya, yaitu tak ada syarat untuk eksistensinya. Dengan demikian, bergantung merupakan sifat segala yang ada.

5. Relatif

(10)

dalam bandingannya dengan benda-benda lain. Kalau kita mengatakan, misalnya, bahwa matahari sangat besar, yang kita maksud adalah bahwa matahari lebih besar daripada bumi dan planet lain dalam sistem tata surya kita. Kalau tidak, sesungguhnya matahari ini sendiri lebih kecil daripada banyak bintang.

D. Budaya

Filsafat memiliki objek yang sangat universal, sehinga tidak memiliki batasan, karena filsafat itu menjadiakan apa yang ada menjadi objek kajiannya. Oleh karena itu budaya menjadi salah satu pembahasan filsafat walaupun nilai kelogisannya masih perlu dipertanyakan. Namun budaya memiliki nilai empiris yang sangat tinggi.

Dari segi pengertian bahasa Budaya atau kebudayaan berasal dari yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Ditinjau dari hubungannya dengan Filsafat maka sangatlah penting untuk dikaji mendalam. Karena jika merujuk pada sejarah, filsafat pada mulanya merupakan hasil dari budaya. Hal itu ditunjukan dengan saat munculnya filsafat di Yunani yang saat itu dekenal banyak terdapat ahli logika akhirnya budaya dan filsafat di Yunani pun disebut Hellenisme.

Pada perkembangan selanjutnya Filsafat bisa menjadi sebuah budaya. Sejak zaman dahulu, manusia telah menginginkan adanya aturan untuk mengatur hidup.

Tujuannya ialah agar manusia itu hidup dengan teratur. Maka dengan kebutuhan itu manusia menggunakan akalnya untuk mencari jalan membuat aturan yang sesuai dengan keadaan lingkungannya. Dan usaha itu termasuk dari filsafat dan akhirnya, apa yang dihasilkannya menjadi sebuah budaya yang terus bertahan.

(11)

Bab III : PENUTUP

Dari berbagai uraian tentang tema-tema kajian Filsafat Islam jelas bahwa corak Islam sangat mempengaruhi pada setiap pemikiran-pemikiran mereka. Walaupun masih banyak yang beranggapan bahwa Filsafat Islam hanya sebuah jiplakan dari filsafat Yunani. Seperti yang telah dibahas, bahwa dalam mempelajari Filsafat itu terdapat dua cara, pertama, mengkaji filsafat sebagai prodak berfikir, dan kedua, mengaji filsafat sebagai sebuah proses berfikir. Maka jelaslah uraian diatas membantu kita mengkaji filsafat sebagai podak berfikir dan diharapkan mampu merangsang kita untuk mengkaji filsafat sebagai sebuah proses berfikir yang menjadikan kita secara aktif menjadi subjek berfikirnya.

(12)

Daftar Pustaka:

· Hanafi, MA., Pengantar Filsafat Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1990

· Dr. Ahmad Tafsir. Filsafat Umum; Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai James, Bandung, PT. Remaja Rosda Jarya, 1990 · Dr. H. Hamzah Ya'qub, Filsafat Agama: Titik Temu Akal Dengan Wahyu, Jakarta, Pedoman ilmu Jaya, 1992

· Prof. Dr. Harun Nasution, Filsafat Agama, Jakarta, Bulan Bintang, 1987

· Dr. H. Musa Asy-Arie, et. Al., Filsafat Islam; Kajian Ontologis, Epistimologis, Aksiologis, Historis, Perspektif, Yogyakarta, Lembaga studi Filsafat Islam, 1992

· Dr. Ahmad Tafsir. Filsafat Ilmu; Bandung, PT. Remaja Rosda Jarya, 1990

· Mustafa, A, Drs, H, Filsafat Islam, Bandung; Pustaka setia, 1997.

(13)

DiPersembahkan oleh:

Referensi

Dokumen terkait