• Tidak ada hasil yang ditemukan

Motivasi Pembelajaran Bahasa Arab dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Motivasi Pembelajaran Bahasa Arab dalam"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

MOTIVASI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DALAM PERSPEKTIF SOSIODINAMIKA

Pembelajaran bahasa asing terkait dengan motivasi. Terdapat asumsi yang menyebutkan bahwa orang yang memiliki keinginan, dorongan atau tujuan yang ingin dicapai dalam belajar bahasa asing cenderung akan lebih berhasil dibandingkan dengan orang yang belajar tanpa dilandasi motivasi tersebut. Demikian juga dengan motivasi pembelajaran bahasa Arab di Indonesia yang dianggap sebagai bahasa asing. Tulisan ini ingin menunjukkan bahwa motivasi pembelajaran bahasa Arab tidak bisa terlepas dari konteks dan perspektif sosiodinamika yang mengiringi perkembangannya.

A. Kompleksitas Makna Motivasi

Motivasi merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran. Kata motivasi (motivation) diturunkan dari kata kerja bahasa Latin movere yang berarti ‘to move’ (bergerak). Pertanyaan inti dari teori maupun riset tentang motivasi adalah apa yang menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu, berusaha dan terlibat dalam suatu kegiatan.1 Motivasi mengacu pada “alasan terjadinya sesuatu”.2 Motivasi juga digambarkan sebagai kekuatan pendorong yang memberikan energi dan mengarahkan perilaku manusia. Variabel-variabel internal yang dimiliki seseorang termasuk emosi, pembelajaran, pemecahan masalah, dan pemrosesan informasi sangat terkait dengan motivasi.3

Satu hal yang mungkin disepakati para peneliti motivasi adalah mengenai arah atau gerak dari perilaku manusia yang meliputi pilihan dari tindakan tertentu, 1Zoltan Dörnyei dan Ema Ushioda, Teaching and Researching Motivation (Harlow: Pearson Education Limited, 2011), 3.

2Frederic Guay, Chanal, J., Catherine F. Ratelle, C. F., Marsh, H. W., Larose, S., & Boivin, M. (2010). “Intrinsic, identifed, and controlled types of motivation for school subjects in young elementary school children.” British Journal of Educational Psychology, 80 (4), 711–735.

(2)

keseriusan dalam menekuni pilihan itu, dan usaha yang ditempuh untuk mewujudkan pilihan itu. Dengan kata lain, motivasi bertanggung jawab dalam hal mengapa seseorang memutuskan untuk melakukan sesuatu, seberapa lama ia mempertahankan aktivitasnya, dan seberapa gigih ia mengejar tujuannya.

Teori motivasi di masa lalu yang lebih memfokuskan pada faktor-faktor internal bawah sadar atau emosi dan insting yang membentuk perilaku manusia dipengaruhi oleh temuan Freud (sekitar tahun 1966). Periode itu merupakan masa pertengahan abad ke-20, saat pengetahuan tentang motivasi seseorang terfokus pada proses kognitif sadar seperti tujuan dan harapan, kepercayaan diri dan penafsiran atas kejadian yang membentuk perilaku manusia. Oleh karena itu, fokus kajian terbagi antara proses motivasional sadar atau tidak sadar, sebagaimana halnya peranan kognisi dan afeksi dalam motivasi, dengan sedikit sekali teori yang mengintegrasikan afeksi dan kognisi dalam kerangka teori yang utuh.

Para peneliti juga memberikan perhatian selektif pada tahapan yang beragam dari proses motivasi dengan memfokuskan pada fase motivasional awal dalam memilih dan menentukan perilaku atau pada dampak dari perilaku maupun pengalaman motivasi. Terbaginya fokus perhatian ini merefeksikan sejarah perdebatan antara dunia pendidikan yang menganggap bahwa motivasi adalah ‘sebab’ atau ‘dampak’ dari pembelajaran, dengan konsensus umum tentang fungsi motivasi dalam hubungan belajar yang siklikal.

Hal ini diteorikan dengan istilah siklus positif dimana motivasi yang tinggi akan berdampak pada prestasi tinggi dan akan menghasilkan motivasi tinggi lagi. Demikian juga denga siklus negatif dimana motivasi yang rendah akan berdampak pada pencapaian yang rendah juga dan pada akhirnya menghasilkan motivasi yang rendah. Sebagian besar fokus penelitian tertuju pada bagaimana siklus negatif tadi bisa diputus dengan memodifkasi proses kognitif seperti persepsi diri si pembelajar yang dapat menghubungkan antara motivasi dan pembelajaran.4

(3)

Dalam kaitannya dengan motivasi pembelajaran bahasa kedua, Dörnyei dan Otto mendefnisikan motivasi sebagai sejumlah faktor pendongkrak yang dinamis dalam diri seseorang yang menginisiasi, mengarahkan, mengkoordinasikan, menguatkan, menegaskan, dan mengevaluasi proses kognitif dan motorik saat keinginan dan harapan dipilih, diprioritaskan, dioperasionalisasikan dan diaktualisasikan, baik berhasil maupun tidak.5

Terdapat dua perspektif dalam dunia sosial: individualistik dan sosial. Para ahli psikolog mengamati bahwa hubungan antara pribadi seseorang dengan lingkungan sosial termasuk ke dalam salah satu tipikal dari dua perspektif tersebut. Dalam perspektif individualistik, kompleksitas lingkungan sosial adalah satu-satunya hal penting yang tercermin dalam proses mental individu dan sikap, keyakinan dan nilai-nilai yang terbentuk. Perspektif ini memandang dinamika sosial melalui sudut pandang individu dan hal ini sering dieksploitasi oleh teori kognisi sosial yang mendalami bagaimana individu berproses dan menghasilkan informasi tentang orang lain dan bagaimana proses mental mempengaruhi interaksi seseorang dengan orang lain.6

Di sisi lain, perspektif sosial lebih memfokuskan perhatiannya pada proses sosial dan faktor-faktor makrokontekstual, seperti norma-norma sosiokultural, relasi antar kelompok, proses akulturasi dan asimilasi serta konfik antaretnik. Dari perspektif ini, individu biasanya dipandang sebagai ‘pion’ yang perilakunya diatur oleh kekuatan yang begitu besar dalam konteks lebih luas. Paradigma yang paling berpengaruh dalam konteks ini adalah teori identitas sosial. Pertentangan antara dua perspektif ini telah menjadi salah satu dilema yang paling mendasar dalam psikologi sosial sehingga membagi para peneliti ke dalam dua kubu yang berseberangan.7

Terkait kompleksitas motivasi pembelajar, Weiner berpandangan bahwa teori motivasi pembelajar harus memasukkan berbagai konsep dan relasi yang saling terhubung. Teori apapun yang berdasarkan pada konsep

5Zoltan Dörnyei dan Istvan Otto, “Motivation in action: A process model of L2 motivation. Working Papers in Applied Linguistics (Thames Valley University, London), 1998, 4: 43-69.

(4)

tunggal, baik itu konsep penguatan, kepercayaan diri, motivasi optimal, atau yang lainnya, tidak akan cukup untuk mengantisipasi kompleksitas proses belajar mengajar di kelas.8

Sementara itu, Ushioda menegaskan tentang interdependensi motivasi dalam belajar bahasa asing dengan materi lainnya. Para peneliti cenderung menempatkan motivasi pembelajaran bahasa dalam ruang isolasi. Berbagai kajian menekankan distingsi dari motivasi mempelajari bahasa dengan mengidentifkasi implikasi perilaku dan kejiwaan dari penguasaan seperangkat kebiasaan baru dan masuknya‘elemen budaya lain ke dalam kehidupan pribadi seseorang’.

Namun, mungkin yang terlupakan dalam prosesnya adalah realitas bahwa pembelajar bahasa ibu pada saat yang sama adalah pembelajar matematika, sejarah, sains atau mata pelajaran lain. Perspektif relatif ini boleh jadi bersifat instrumental dalam membantu menentukan atau memodifkasi struktur tujuan dari motivasi pembelajaran bahasa di kalangan siswa, sebagaimana halnya mempertimbagkan pro dan kontra dalam hal menentukan pilihan yang khusus dan menentukan arah keterampilan yang beragam.9

Sementara itu, Dörnyei menawarkan konsep yang lebih dinamis tentang motivasi. Pada umumnya, motivasi dianggap sebagai penggunaan efek linier dalam perilaku yang kemudian bisa digambarkan secara kuantitatif melalui analisis berbasis korelasi. Meski demikian, motif-motif tersebut ditafsirkan sebagai faktor penarik yang tidak perlu memiliki hubungan linear dengan tindakan yang dilakukan. Tarikan atau dorongan motif tersebut dipengaruhi oleh beragam tarikan dan dorongan lainnya, dan kekuatan relatif tarikan atau dorongan itu akan tercermin melalui konstelasi khusus dari lingkungan dan faktor-faktor temporer. Ini

8Bernard Weiner, “Principles for a theory of a student motivation and their application within an attributional framework” dalam Ames, R dan Ames, C (eds), Research on Motivation in Education: Student Motivation. Vol 1. San Diego: Academic Press, 1984: 15-38, 18.

(5)

berarti, misalnya, sesuatu yang sudah tidak signifkan beberapa waktu yang lalu bisa dianggap sudah lewat atau masih berlangsung sampai sekarang, tergantung dari lingkungan sekitarnya. Karena itulah, konsep dinamis ini membutuhkan pendekatan baru dalam menguji berbagai indikasi perilaku yang termotivasi.10

Dari perspektif psikologi, Deci sebagaimana dikutip Dörnyei & Ushioda menyatakan bahwa motivasi intrinsik memberikan kekuatan dan mempertahankan aktivitas melalui kepuasan spontan yang inheren dalam keinginan yang efektif. Hal ini terwujud dalam perilaku seperti pencarian permainan, eksplorasi dan tantangan yang sering orang kerjakan untuk apresiasi dari luar. Para peneliti sering mengkonfrontasikan motivasi intrinsik dengan motivasi ekstrinsik yang mana motivasi ini dipengaruhi oleh berbagai kemungkinan penguatan. Pada umumnya, para pendidik mempertimbangkan motivasi intrinsik sebagai hal yang diinginkan dan memicu hasil pembelajaran yang lebih baik dibanding motivasi ekstrinsik.11 Motivasi intrinsik masih menjadi konstruksi penting dalam mencerminkan kecenderungan manusia untuk belajar dan berbaur. Sedangkan motivasi ekstrinsik mencerminkan kontrol eksternal atau pengendalian diri yang sebenarnya.12 Perdebatan seperti inilah yang pada akhirmya menjadikan makna motivasi semakin kompleks untuk dipahami.

B. Motivasi Belajar Bahasa Asing: Tinjauan Sejarah

Terdapat perbedaan mendasar antara bahasa asing dengan bahasa kedua. Bahasa asing adalah bahasa yang digunakan oleh orang asing di luar lingkungan masyarakat atau bangsa. Sedangkan bahasa kedua adalah bahasa yang digunakan di masyarakat luas, atau bahasa yang diperoleh seseorang dalam pergaulannya di masyarakat setelah mempelajari bahasa ibu. Selanjutnya proses pembelajaran

10Zoltan Dörnyei, The Psychology of Second Language Acquisition (Oxford: Oxford University Press, 2009), 210–211.

(6)

bahasa asing ini setidaknya melibatkan tiga disiplin ilmu, yaitu linguistik, psikologi dan pendidikan.13

Salah satu kajian psikologi dalam pembelajaran bahasa asing adalah motivasi. Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, Gardner menyatakan bahwa motivasi memegang peranan penting dengan beragam caranya dalam proses pembelajaran bahasa asing.14 Dörnyei, sebagaimana dikutip Khodady dan Khajavy, menyebutkan bahwa motivasi merupakan daya dukung utama untuk menginisiasi pembelajar bahasa asing dan kemudian menjadi kekuatan pendorong untuk bertahan pada saat proses pembelajaran bahasa sering kali membuat bosan.15 Sementara itu, MacIntyre menyebutkan bahwa motivasi memiliki pengaruh yang penting dalam mengkombinasikan strategi belajar yang harus dilakukan siswa dalam belajar bahasa.16 Meskipun pada beberapa kasus, peranan motivasi dalam proses belajar bahasa kedua belum dapat dipastikan.17

Dari tinjauan psikologi sosial, motivasi merupakan salah satu faktor utama dalam pembelajaran bahasa dan kunci sukses untuk meningkatkan intensitas belajar dan memilih strategi belajar.18 Penelitian tentang motivasi pembelajaran bahasa asing tertuju pada apa yang menjadikan seseorang ingin mempelajari bahasa asing dan apa yang menjaga dia untuk senantiasa termotivasi untuk mempelajari bahasa asings tersebut. Meski demikian, motivasi mempelajari bahasa asing merupakan masalah yang kompleks, mengingat bahasa selalu terikat konteks

13Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), 31.

14Robert C. Gardner, “Motivation and Second Language Acquisition,” Porta Linguarum 8 (2007): 9-20.

15Ebrahim Khodady dan Gholam Hassan Khajavy, “Exploring the Role of Anxiety and Motivation in Foreign Language Achievement: A Structural Equation Modeling Approach”, Porta Linguarum 20 (2013): 269-286.

16Peter MacIntyre, “Toward a social psychological model of strategy use,” Foreign Language Annals 27 (2) (1994): 185-195.

17Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoretik (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 252.

(7)

sosial dan budaya, dan karena itu sedikit berbeda dari kajian lain. Lebih spesifk lagi, penguasaan bahasa asing juga merupakan peristiwa sosial yang selalu diiringi oleh unsur-unsur kebudayaan dari bahasa asing itu sendiri.19

Terkait pembelajaran bahasa asing, motivasi mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi integratif dan fungsi instrumental. Fungsi integratif dimaknai sebagai motivasi yang mendorong seseorang untuk mempelajari suatu bahasa karena adanya keinginan untuk berkomunikasi dengan masyarakat penutur bahasa itu atau menjadi anggota masyarakat bahasa tersebut. Sementara itu, motivasi menjadi berfungsi instrumental ketika seseorang memiliki kemauan untuk mempelajari bahasa kedua karena tujuan yang bermanfaat atau karena ingin mendapatkan suatu pekerjaan atau status sosial pada strata atas masyarakatnya.20

Secara umum, penelitian tentang motivasi dalam pembelajaran bahasa asing terbagi menjadi tiga periode. Dörnyei menjelaskan tiga periode tersebut sebagai berikut: 1. The social psychological period (1959–1990) yang

ditandai dengan temuan Gardner berikut para murid dan koleganya di Kanada.

2. The cognitive-situated period (sepanjang tahun 1990-an) yang ditandai dengan temuan-temuan tentang teori kognitif dalam psikologi pendidikan.

3. The process-oriented period (lima tahun terakhir) ditandai dengan minat terhadap perubahan motivasi yang diinisasi oleh temuan Dörnyei, Ushioda, dan kolega-kolega mereka di Eropa.21

Sementara itu, Ramage menemukan bahwa motivasi intrinsik memiliki kontribusi lebih besar terhadap penguasaan bahasa asing dibandingkan dengan motivasi ekstrinsik.22 Pada tahun 1996, Schmidt, Boraie & Kassabgy melalui

19Jenni Muhonen, “Second Language Demotivation: Factors That Discourage Pupils From Learning The English Language,”tesis di University Of Jyväskylä, 2004, 5.

20Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoretik (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 251.

(8)

penelitiannya mengidentifkasi dua fenomena yang saling terkait antara motivasi dan demotivasi yang diteliti dari warga Arab yang mempelajari bahasa Inggris. Dalam penelitian tentang motivasi di kalangan warga Mesir yang mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa asing, diantara faktor yang lain, maka tiga dimensi motivasi yaitu pengaruh (afect), orientasi tujuan (goal orientation) dan harapan (expectancy) menjadi faktor utama motivasi.23

Malcolm melakukan survei tentang bagaimana para mahasiswa kedokteran Arab terus meningkatkan kemampuan bahasa Inggris setelah mereka menyelesaikan kursus bahasa Inggris yang diwajibkan oleh program studi mereka. Sebagai pembelajar bahasa yang sukses, tidaklah mengejutkan bahwa hampir semua dari mereka merasa bahwa bahasa Inggris sangat penting bagi kepentingan studi mereka saat ini dan karir di masa depan. Yang lebih menarik adalah bahwa 80% dari mereka menyebutkan beberapa alasan yang bersifat personal, seperti berkomunikasi dengan teman, yang menjadikan bahasa Inggris penting bagi mereka. Malcolm menyimpulkan bahwa kelompok mahasiswa kedokteran ini memiliki motivasi yang kuat untuk bisa berbahasa Inggris dengan baik.24

Dalam penelitian lainnya, Keblawi meminta para siswa Palestina untuk membuat tulisan tentang faktor yang membuat mereka mengalami penurunan motivasi dalam mempelajari bahasa Inggris. Hasil analisis menunjukkan bahwa dua kategori umum terlihat dominan: faktor demotivasi kontekstual lebih dipengaruhi oleh guru dan teman kelas, sedangkan faktor demotivasi dari sisi subjek pembelajaran berasal dari kesulitan tatabahasa dan kosakata bahasa Inggris.25 Di Uni Emirat Arab, Qashoa menguji

23Richard Schmidt, Deena Boraie, & Omneya Kassabgy, “Foreign Language Motivation: Internal Structure and External Connections.” dalam Rebbeca Oxford (Ed.), Language Learning Motivation: Pathways to the New Century. (Technical Report 11) Honolulu: University of Hawai‘i, Second Language Teaching & Curriculum Center (1996): 9–70.

24Malcolm, “Investigating Successful English Learners in Arab Medical Schools,” Supporting Independent Learning in the 21st Century: Proceedings of the Inaugural Conference of the Independent Learning Association, Melbourne (2003): 13–14.

(9)

motivasi instrumental dan integratif di kalangan siswa sekolah menengah yang mempelajari bahasa Inggris. Penelitian ini menemukan bahwa motif instrumental lebih tinggi preferensinya dibanding motif integratif. Temuan ini juga mengindikasikan bahwa kesulitan mempelajari aspek bahasa Inggris seperti kosa kata, struktur bahasa dan ejaan dianggap sebagai faktor utama dalam penurunan motivasi.26

Di tempat lain, Trang and Baldauf Jr. menemukan bahwa di antara empat kategori yang berhubungan dengan guru, metode penyampaian guru merepresentasikan sumber utama turunnya motivasi para siswa Vietnam untuk mempelajari bahasa Inggris.27Sementara itu, Ghaith and Diab mempelajari pengaruh faktor spesifk dalam perkembangan kemampuan para mahasiswa Saudi. Temuan yang menarik dari kajian ini adalah adanya hubungan antara motivasi dengan partisipasi kelas. Temuan ini juga menekankan perlunya latihan-latihan yang sesuai dengan perkembangan siswa dengan mengacu pada bahan ajar yang menarik, memotivasi dan mudah dipelajari.28

Pada tahun 2009, al-Tami>mi> and Shuib meneliti beberapa siswa Yaman dalam hal motivasi dan sikap mereka terhadap bahasa Inggris sebagai persyaratan masuk universitas. Hasil temuannya adalah para siswa lebih termotivasi secara instrumental namun tidak terlalu termotivasi secara integratif.29 Sementara itu, dalam konteks turunnya motivasi pembelajaran bahasa Arab di Malaysia, Aladdin menyebutkan sembilan faktor pemicunya, masing-masing adalah: karakter bahasa Arab itu sendiri, guru, lingkungan kelas, sikap negatif terhadap bahasa asing, bahan

Research, United States: The Reading Matrix Inc, (2005): 49-78.

26Suleiman Hussein Qashoa,“Motivation among Learners of English in the Secondary Schools in the Eastern Coast of UAE, disertasi pada British University, Dubai, UAE, 2006.

27Trang & Baldauf Jr., “Demotivation: Understanding resistance to English language learning – the case of Vietnamese students.” The Journal of Asia TEFL, 4(1), (2007) :79–105.

28Ghaith & Diab,“Determinants of EFL Achievement among Arab College-Bound Learners.”Education, Business and Society Contemporary Middle Eastern Issues, 1(4)(2008): 278–286.

(10)

ajar, kewajiban mempelajari bahasa Arab, durasi waktu, kurangnya kesempatan untuk berkomunikasi dalam bahasa Arab dan kurangnya kemampuan berbahasa. 30

Dari berbagai penelitian di atas, dapat dikemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi pembelajaran bahasa asing bukan hanya berasal dari faktor individual semata, tetapi juga oleh ruang sosiodinamika yang melingkupi proses pembelajaran bahasa asing itu sendiri.

C. Motivasi Pembelajaran Bahasa Arab di Indonesia: Perspektif Sosiodinamik

Bahasa dalam perspektif pakar linguistik deskriptif didefnisikan sebagai satu lambang bunyi yang bersifat arbitrer dan digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifkasikan diri.31 Pengertian ini mengandung dua hal, hakekat bahasa dan fungsi bahasa. Pada hakekatnya, bahasa merupakan sejumlah subsistem yang membangun suatu sistem, terdiri dari subsistem fonologi, sintaksis dan leksikon. Sistem lambang bahasa bersifat arbitrer yang mengandung makna bahwa antara lambang yang berupa bunyi tidak memiliki hubungan wajib dengan konsep yang dilambangkannya. Sementara itu fungsi bahasa dalam perspektif linguistik deskriptif adalah alat interaksi dan komunikasi dalam masyarakat.32

Dalam konteks pembelajaran bahasa asing, terdapat dua teori utama yang berkembang dan berpengaruh, yaitu teori behaviorisme dan teori mentalisme. Teori behaviorisme digagas oleh Skinner yang menetapkan dan mengakui adanya penguatan. Ia menyimpulkan bahwa apabila sesuatu perbuatan lebih sering terjadi, maka itu disebut sebagai penguatan yang positif, dan apabila perbuatan itu tidak terulang lagi, maka penguatan tersebut bersifat negatif.33 Teori mentalisme yang digagas Chomsky kemudian muncul sebagai kritik atas teori behaviorisme. Chomsky menyatakan bahwa tingkah laku manusia jauh lebih rumit daripada

30Ashinida Aladdin, “Demotivating factors in the Arabic language clasroom: What demotivates non-Muslim Malaysian learners when it comes to learning Arabic?” Procedia - Social and Behavioral Sciences 93 ( 2013), 1652 – 1657.

31Chaer, Psikolinguistik …, 30. 32Chaer, Psikolinguistik …, 31.

(11)

tingkah laku binatang sehingga pemerian stimulus eksternal dan respons tidak akan mampu menentukan tingkah laku bahasa dan yang mampu memikul tanggung jawab tingkah laku bahasa hanyalah kemampuan bawaan.34

Penguasaan dan pembelajaran bahasa asing terkait dengan studi tentang cara seseorang menjadi mampu menggunakan satu atau lebih bahasa yang berbeda dengan bahasa ibu. Proses tersebut dapat mengambil tempat dalam setting alami atau melalui instruksi kelas yang formal dan meskipun tingkat kefasihan yang dikuasai masih menjadi topik kontroversial, penguasaan itu dapat dimulai sejak masa kanak-kanak atau selama masa dewasa.

Keberhasilan dalam penguasaan bahasa kedua tergantung dari banyak faktor. Faktor usia dan motivasi termasuk dalam faktor terpenting. Dalam berbagai kajian ditemukan bahwa jika seorang pembelajar memiliki kompetensi dalam bahasanya sendiri, maka ia lebih mendapatkan keuntungan berbahasa dibanding orang yang tidak menuntaskan bahasa ibunya. Begitu juga dengan motivasi, seorang pembelajar yang termotivasi lebih berhasil dalam penguasaan bahasa asing dibanding mereka yang tidak termotivasi.35

Salah satu bahasa asing yang dipelajari di Indonesia adalah bahasa Arab. Dalam peraturan Menteri Agama RI nomor 2 tahun 2008 tentang Standar Kompetensi dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab disebutkan bahwa bahasa Arab adalah bahasa asing. Adapun tujuan mata pelajaran bahasa Arab itu adalah: (1) mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Arab, baik lisan maupun tulis, yang mencakup empat kecakapan berbahasa, yaitu menyimak (istima>‘), berbicara (kala>m), membaca (qira>’ah), dan menulis (kita>bah), (2) menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya bahasa Arab sebagai salah satu bahasa asing untuk menjadi alat utama belajar, khususnya dalam mengkaji sumber-sumber ajaran Islam, dan (3) mengembangkan pemahaman tentang

34Hermawan, Metodologi Pembelajaran …, 49.

(12)

keterkaitan antara bahasa dan budaya serta memperluas cakrawala budaya.

Dari sisi orientasi pembelajaran bahasa Arab di Indonesia, sekurang-kurangnya ada empat orientasi yang berkembang di kalangan pembelajar, masing-masing sebagai berikut: (1) orientasi relijius, yaitu belajar bahasa Arab untuk kepentingan memahami dan memahamkan ajaran Islam, (2) orientasi akademik, yaitu belajar bahasa Arab untuk tujuan memahami ilmu-ilmu dan keterampilan berbahasa Arab, (3) orientasi professional/praktis dan pragmatis, yaitu belajar bahasa Arab untuk kepentingan profesi, praktis atau pragmatis seperti mampu berkomunikasi lisan dalam bahasa Arab untuk menjadi TKI, dan (4) orientasi ideologis dan ekonomis, yaitu belajar bahasa Arab untuk memahami dan menggunakan bahasa Arab sebagai media bagi kepentingan orientalisme, kapitalisme dan sebagainya.36

Pada bulan November 2013, British Council merilis sebuah laporan tentang fenomena menurunnya motivasi belajar bahasa asing di kalangan orang Inggris.Worne dari British Council mengemukakan bahwa Inggris membutuhkan orang yang menggunakan bahasa baru seperti Arab, Cina dan Jepang. Sebuah jajak pendapat di Inggris menemukan bahwa 75% orang dewasa di Inggris tidak menguasai satu pun dari sepuluh bahasa asing yang dianggap penting untuk dipelajari. Sekitar 15% dari populasi Inggris mengatakan mereka dapat berbicara dalam bahasa Prancis.Tapi hanya 6% yang juga bisa bercakap-cakap dalam bahasa Jerman, 4% dalam bahasa Spanyol dan 2% dalam bahasa Italia.37

Yang menarik dari laporan tersebut adalah bahasa Arab dianggap sebagai bahasa kedua yang penting untuk dipelajari oleh warga Inggris setelah bahasa Spanyol. Dalam laporan bertajuk The Languages for the Future, British Council menyebutkan bahasa Spanyol, Arab, Perancis, Mandarin, Jerman, Portugis, Italia, Rusia, Turki dan Jepang

36Muhbib Abdul Wahab, Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), 105-106. Lihat juga Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, 89-90

37Lihat “Inggris kekurangan tenaga ahli bahasa,”BBC Indonesia, 20 November

(13)

sebagai bahasa yang paling penting bagi warga Inggris untuk 20 tahun ke depan. Bahasa-bahasa ini dipilih berdasarkan faktor ekonomi, geopolitik, budaya dan pendidikan termasuk kebutuhan bisnis negara Inggris, target perdagangan luar negeri Inggris, prioritas keamanan dan diplomatik, serta prevalensi di internet.38

Dalam konteks internasional, bahasa Arab semakin diakui eksistensinya. Sebagai contoh, pada tahun 2012, UNESCO menetapkan tanggal 18 Desember sebagai World Arabic Language Day. Inisiatif ini diprakarsai oleh Maroko and Saudi Arabia. Bahasa Arab merupakan bahasa dari 22 negara anggota UNESCO dan termasuk salah satu bahasa resmi organisasi tersebut. Bahasa Arab juga termasuk dalam bahasa yang paling banyak digunakan di dunia dengan kurang lebih 422 juta penutur yang mayoritas tinggal di Timur Tengah dan Afrika Utara. Bahasa Arab mulai menjadi bahasa resmi PBB sejak tanggal 18 Desember 1973.39

Belum lagi jika eksistensi bahasa Arab dikaitkan dengan Alquran, Ibn Rasla>n menyebutkan bahwa salah satu karakteristik bahasa Arab adalah korelasinya dengan Alquran sejak empat belas abad yang lalu. Melalui bahasa Arab yang menjadi bahasa pengantar Alquran, peradaban bangsa Arab dibangun dengan berbagai peristiwa yang mengiringinya.40

Dalam konteks Indonesia, relasi bahasa Arab dengan bangsa Indonesia sudah terjalin sejak beberapa abad lalu. Steenbrink mengutip Natsir menyebutkan bahwa terdapat hubungan orang Indonesia sejak berabad-abad lamanya

38Lihat

http://www.britishcouncil.org/organisation/publications/languages-future

(diakses 13 Desember 2013). Untuk laporan selengkapnya, lihat Teresa Tinsley dan Kathryn Board, Languages for the Future:Which Languages the UK Needs Most and Why(British Council, 2013), 3.

39Untuk lebih memperkuat keanekaragaman bahasa dan budaya, maka pada tanggal 19 Februari 2010, PBB melalui Department of Public Information mengumumkan peringatan hari internasional untuk keenam bahasa resmi PBB, masing-masing Prancis (setiap 20 Maret), Inggris (23 April), Rusia (6 Juni), Spanyol (12 Oktober), China (13 November) dan Arab (18 Desember), lihat “18 December - World Arabic Language Day,” 24 Oktober 2012, h ttp://www.unesco.org/new/en/media-services/single-view/news/world_arabic_language_day/ (diakses pada 14 Desember 2013, 11:27).

(14)

dengan bahasa Arab dan frekuensi studi bahasa Arab di Indonesia. Dalam hubungan ini terdapat beberapa alasan yang dikemukakan untuk menunjukkan pentingnya bahasa Arab di luar motif agama, antara lain: (1) Bahasa Arab kaya sekali dengan kosa kata dan struktur bahasanya; (2) Bahasa Arab mempunyai referensi besar di semua bidang ilmu pengetahuan; (3) Bahasa Arab merupakan tempat pertemuan ilmu pengetahuan dan sastra modern baik dalam bahasa asli maupun terjemahan; (4) Bahasa Arab merupakan bahasa dari kelompok terbesar dunia ketiga; dan (5) Bahasa Indonesia mempunyai banyak kata serapan yang berasal dari bahasa Arab.41

Mengenai bentuk dan lembaga pembelajaran Bahasa Arab di Indonesia, Efendy menyebutkan beberapa bentuk dan lembaga pendidikan bahasa Arab di Indonesia, yaitu: 1) pembelajaran bahasa Arab verbalistik yang bertujuan untuk

menguasai keterampilan membaca Al-Qur’an;

2)pembelajaran bahasa Arab yang berkaitan erat dengan pemahaman keilmuan bahasa Arab dan agama; 3) pembelajaran bahasa Arab secara utuh yang bertujuan untuk mengajarkan bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi disamping sebagai bahasa agama; 4) pembelajaran dengan kurikulum yang ditentukan oleh pemerintah, yaitu di MI, MTs dan MA; 5) pembelajaran bahasa Arab dengan tujuan keahlian dan profesionalisme, dan 6) pembelajaran Bahasa Arab untuk tujuan khusus (li al-aghra>d} al-kha>s}s}ah).42

Dari perspektif teoretis, Fakhrurrozi menyebutkan bahwa paling tidak ada dua problem yang sedang dan akan terus kita hadapi dalam pembelajaran bahasa Arab, yaitu problem kebahasaan dan problem nonkebahasaan. 43 Problem kebahasaan dalam pengajaran bahasa tidak serumit problem nonkebahasaan, karena problem-problem kebahasaan tersebut cenderung lebih gampang untuk diidentifkasi dan dibatasi, karena hanya terkait dengan faktor kebahasaan saja. Sedangkan problem nonkebahasaan tidak demikian,

41Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen (Jakarta: LP3ES, 1986), 176-177.

42Lihat Ahmad Fuad Efendy, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Malang: Misykat, 2009), 22-27.

(15)

karena hal ini sangat kompleks dan variatif, terkait dengan banyak faktor dan banyak pihak.44

Problem nonkebahasaan atau musykila>t ghayr lughawiyyah yang dimaksud adalah persoalan-persoalan yang tidak terkait langsung dengan bahasa yang dipelajari siswa tetapi ikut berperan bahkan dominan mempengaruhi tingkat kesuksesan dan kegagalan dari pembelajaran bahasa. Diantara problem nonkebahasaan dalam pembelajaran bahasa adalah masalah yang terkait dengan faktor psikologi seperti motivasi (dawa>f’) dan minat belajar(muyu>l).45

Rendahnya minat dan motivasi belajar merupakan salah satu tantangan dalam pengembangan pendidikan bahasa Arab. Muhbib menyatakan bahwa faktor penyebab kesulitan belajar bahasa Arab lebih disebabkan faktor psikologis, edukatif dan sosial.46 Hal ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Jamsuri Muhammad Syamsuddin dan Mahdi Mas’ud terhadap 30 mahasiswa Ilmu Politik (Humaniora) pada International Islamic University Malaysia mengenai kesulitan belajar bahasa Arab. Hasil temuan ini menunjukkan bahwa penyebab kesulitan belajar bahasa Arab ternyata bukan sepenuhnya pada substansi atau materi bahasa Arab, melainkan pada ketiadaan minat (100%), tidak memiliki latar belakang belajar bahasa Arab (87%), materi/kurikulum perguruan tinggi (83%), kesulitan memahami materi bahasa Arab (57%), dan lingkungan kelas yang tidak kondusif (50%).47

Fenomena rendahnya motivasi belajar bahasa Arab juga terjadi di kalangan madrasah.48 Dalam pidato

44Fakhrurrozi & Mahyudin, Pembelajaran Bahasa Arab, 9. 45Fakhrurrozi& Mahyudin, Pembelajaran Bahasa Arab, 9. 46Wahab, Epistemologi dan Metodologi …, 114-115. 47Wahab, Epistemologi dan Metodologi …, 115.

(16)

pengukuhan guru besarnya, Ainin menyebutkan bahwa dalam konteks realitas pembelajaran bahasa Arab di Indonesia, belakangan ini disinyalir sedang terjadi fenomena demotivasi dalam pembelajaran bahasa Arab pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, terutama di Madrasah Ibtidaiyah (MI), Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA).49

Lebih lanjut Ainin menjelaskan bahwa pada tahun sebelum sembilanpuluhan, keberadaan matapelajaran bahasa Arab di madrasah merupakan matapelajaran prestisius. Mata pelajaran bahasa Arab selalu mendapat apresiasi yang tinggi dari pihak madrasah sekaligus sebagai mata pelajaran kebanggaan. Akan tetapi, setelah tahun sembilanpuluhan, secara perlahan namun pasti, keberadaan mata pelajaran bahasa Arab di madrasah, baik di MI, MTs, maupun MA kurang mendapatkan apresiasi yang proporsional. Gejala demotivasi ini lebih terlihat pada madrasah-madrasah negeri dengan adanya pengurangan alokasi jam pelajaran dari yang semula 4 jam menjadi 2-3 jam per minggu.50\

Ainin menyebutkan fenomena lain demotivasi yang tercermin dari hasil survei terbatas pada MTs dan MA Negeri dan swasta di Kota Malang. Hasil survei terbatas yang dilaksanakan pada pertengahan tahun 2010 menunjukkan bahwa bahasa asingyang menjadi pilihan utama adalah bahasa Inggris (79%), bahasa Arab (20%) danbahasa Jepang (1%). Alasan pemilihan bahasa Inggris sebagai pilihan utama lebih bersifat pragmatis-instrumental, yakni untuk bekerja, studi lanjut, dan karena bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran yang di-UN-kan. Sementara itu, alasan pemilihan bahasa Arab lebih dekat sebagai motivasi integratif, yakni untuk melanjutkan studi bahasa Arab ke perguruan tinggi dan bahasa Arab sebagai bahasa agama.51 Tidak berlebihan bila Suprayogo menyebutkan bahwa bahasa Arab di berbagai negara yang mayoritas penduduknya

49Moch. Ainin, Fenomena Demotivasi dalam Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah: Penyebab dan Alternatif Pemecahannya, pidato pengukuhan guru besar sebagai Guru Besar dalam bidang Pembelajaran Bahasa Arab pada Fakultas Sastra (FS) Universitas Malang (UM), Kamis, 28 April 2011, 3.

(17)

beragama Islam masih kalah populer dibandingan dengan bahasa Inggris.52\

Terkait kegagalan siswa sekolah menengah dalam studi bahasa asing, baik Arab maupun Inggris, Arsyad menyimpulkan bahwa hal tersebut lebih disebabkan karena para siswa tidak produktif dan sikap mereka yang terlalu defensif. Selain itu, tidak adanya komunikasi humanistik antara pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran di dalam kelas, perhatian yang tidak terfokus dan tidak terlibat secara utuh juga menjadi penyebab kegagalan pembelajaran bahasa asing di tingkat menengah.53

Jika dihubungkan dengan prinsip sosiodinamika, maka motivasi pembelajaran bahasa asing, dalam hal ini bahasa Arab, tidak akan terlepas dari fenomena sosial yang terjadi di seputar dunia pembelajaran bahasa Arab itu sendiri. Salah satu prinsip sosiodinamika adalah manusia termotivasi oleh apa yang telah terjadi pada mereka akhir-akhir ini. Pernyataan ini kontras dengan prinsip lain yang menyatakan bahwa seseorang termotivasi untuk bekerja demi kebaikan manusia lainnya, dan menjadi sebuah keberuntungan jika apa yang baik untuk manusia lain baik juga untuk orang tersebut.54 Karena itulah, penataan ulang kembali pembelajaran bahasa dalam kerangka sistem yang dinamis berpotensi untuk menginterasikan dua pemikiran motivasi yang selama ini berkembang, yaitu perspektif individual dan sosial.55

Senada dengan hal di atas, Ellis menyatakan bahwa bahasa adalah sistem dinamis yang kompleks tempat faktor kognitif, sosial dan lingkungan terus berinteraksi, perilaku komunikatif yang kreatif senantiasa muncul sebagai akibat dari interaksi sosial, dan bahasa bukanlah kumpulan aturan

52Imam Suprayogo, Quo Vadis Madrasah: Pengajaran Iman Menuju Madrasah Impian (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2007),1.

53Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 132.

54Daniel E. Koshland Jr, “The Laws of Sociodynamics.” Science (1990),

Vol. 249 No. 4967, 341.

(18)

dan bentuk tujuan yang harus dikuasai, melainkan hasil dari sebuah proses komunikatif.56

Dalam konteks inilah, pembelajaran bahasa Arab di Indonesia harus dipandang sebagai satu sistem yang dinamis dan kompleks, sehingga kendala apa pun yang mengiringi pengembangan pembelajaran bahasa Arab harus dipecahkan dengan melihat seluruh aspek terkait, baik psikologis, pedagogis maupun sosiologis. Dörnyei menyatakan bahwa peningkatan perhatian pada aspek temporal motivasi, misalnya bagaimana proses motivasi bekerja dalam suatu waktu, dapat memiliki implikasi penting baik secara teoretis maupun praktis bagi studi motivasi pembelajar. 57

Pendekatan yang berorientasi proses telah menggeser penekanan dari pilihan motivasi sebelum tindakan (yang telah menjadi perhatian penelitian motivasi pada umumnya) ke aspek kehendak pencapaian tujuan selama fase tindakan, yaitu motivasi yang terjadi dalam kegiatan sosial seperti pembelajaran di kelas. Model motivasi berorientasi proses dalam pembelajaran bahasa Arab di Indonesia dimaksudkan bukan hanya untuk menggambarkan potensi pendekatan dalam mengintegrasikan berbagai tren penelitian independen ke arah kerangka terpadu, tetapi juga menyoroti sejumlah tantangan teoretis yang perlu ditanggapi dalam penelitian masa depan.

D. Penutup

Dari pemaparan di atas, hal yang paling penting dalam pendekatan sosiodinamik ini adalah menemukan level paling tepat untuk mengamati motivasi dalam berbagai situasi yang terjadi. Pada umumnya, kita mencoba untuk menemukan motivasi dari bentuk paling sempit, berharap hal tersebut menjadi faktor orisinal yang mempengaruhi keseluruhan fenomena motivasi. Padahal pendekatan ini yang tidak lain merupakan inti dari paradigma perbedaan individu telah gagal dalam menemukan faktor motivasi. Hal ini dikarenakan kompleksitas yang dinamis dan pengaruh dari proses mental dan sikap tidak memberi ruang pada kita untuk tidak

56Nick C. Ellis, “Dynamic systems and SLA: The wood and the trees.” Bilingualism: Language and Cognition (2007) 10(1): 23–25.

(19)

membedakan lebih dari tiga dimensi: motivasi, kognisi dan afeksi. Tugas kita selanjutnya adalah mencari level analisis yang bisa mencakup kombinasi yang tepat dari tiga komponen tersebut dalam situasi yang terjadi. Tentunya ketika seorang imigran belajar bahasa Inggris di Kanada akan berbeda dengan seorang warga Jepang yang belajar bahasa Inggris di sekolah menengah Osaka.58

Dalam kaitannya dengan motivasi pembelajaran bahasa Arab di Indonesia, kombinasi antara motivasi, kognisi dan afeksi merupakan informasi yang menarik untuk dikaji para peneliti. Hal ini akan mendorong para peneliti dan pemerhati untuk melakukan penelitian eksploratif kualitatif terhadap para pembelajar bahasa Arab yang bisa jadi mengandung sejumlah temuan yang cukup menguatkan tentang aspek motivasi dan perilaku motivasi. Pendekatan sistem yang dinamis memprediksikan bahwa tidak ada fenomena perilaku yang hanya memiliki alasan tunggal, tetapi bisa jadi karena didorong oleh berbagai faktor yang melingkunginya.59

Fenomena turunnya motivasi pembelajaran bahasa Arab di madrasah misalnya, bukan hanya dipengaruhi oleh aspek dari internal pembelajaran itu sendiri, tetapi juga ada sejumlah faktor eksternal misalanya kebijakan kurikulum dan goodwill dari para stakeholder madrasah dalam mengembangkan pembelajaran bahasa Arab di lembaganya. Pada akhirnya, pendekatan komprehensif yang melibatkan faktor-faktor di seputar pembelajaran bahasa baik itu yang bersifat lingusitis, psikologis, pedagogis maupun sosiologis mutlak diperlukan untuk memotivasi kembali para individu dan komunitas yang terlibat dalam pembelajaran bahasa Arab di Indonesia.

(20)

Daftar Pustaka

A. Buku, Jurnal dan Laporan Penelitian

Ainin, Moch. Fenomena Demotivasi dalam Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah: Penyebab dan Alternatif Pemecahannya, pidato pengukuhan guru besar sebagai Guru Besar dalam bidang Pembelajaran Bahasa Arab pada Fakultas Sastra (FS) Universitas Malang (UM), Kamis, 28 April 2011.

Aladdin, Ashinida. “Demotivating factors in the Arabic language clasroom: What demotivates non-Muslim Malaysian learners when it comes to learning Arabic?” Procedia - Social and Behavioral Sciences 93 (2013), 1652 – 1657.

Arsyad, Azhar. Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

Chaer, Abdul. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

Dörnyei, Zoltan dan Istvan Otto. “Motivation in action: A process model of L2 motivation. Working Papers in Applied Linguistics (Thames Valley University, London), 4 (1998): 43-69.

Dörnyei, Zoltan dan Ema Ushioda, Teaching and Researching Motivation. Harlow: Pearson Education Limited, 2011.

Dörnyei, Zoltan. “Motivation in action: Towards a process-oriented conceptualisation of student motivation,” British Journal of Educational Psychology 70, (2000): 519- 538.

Dörnyei, Zoltan. Motivation, Language Identity and the L2 Self.

Bristol: Multilingual Matters, 2009.

Dörnyei, Zoltan. The Psychology of Second Language Acquisition. Oxford: Oxford University Press, 2009.

Efendy, Ahmad Fuad. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Malang: Misykat, 2009.

(21)

Fakhrurrozi, Aziz dan Erta Mahyudin. Pembelajaran Bahasa Arab. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, 2012.

Ferguson, Eva Dreikurs. “Motivation” dalam W. Edward Craighead and Charles B. Nemerof (eds), The Concise Corsini Encyclopedia of Psychology and Behavioral Science: Third Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, 2004.

Gardner, Robert C. “Motivation and Second Language Acquisition,” Porta Linguarum 8 (2007): 9-20.

Ghaith & Diab. “Determinants of EFL Achievement among Arab College-Bound Learners.” Education, Business and Society Contemporary Middle Eastern Issues, 1(4)(2008): 278–286.

Gömleksiz, Mehmet Nuri. “The Efects Of Age And Motivation Factors On Second Language Acquisition,” Sosyal Bilimler Dergisi 11 (2) (2001).

Guay, Frederic, Chanal, J., Catherine F. Ratelle, C. F., Marsh, H. W., Larose, S., & Boivin, M. “Intrinsic, identifed, and controlled types of motivation for school subjects in young elementary school children.” British Journal of Educational Psychology, 80 (4) (2010): 711–735.

Hefner (ed.), Robert W. Making Modern Muslims: The Politics of Islamic Education in Southeast Asia. Honolulu: Universityof Hawai’i Press, 2009.

Hermawan, Acep. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.

Ibn Rasla>n, Muh}ammad ibn Sa‘i>d. Fad}l al- ‘Arabiyyat wa wuju>bu ta ‘allumiha> ‘ala al-Muslimi>na. Menofa, 2010.

Keblawi, Faris. “Demotivation among Arab Learners of English as a Foreign Language.” dipresentasikan pada the Second International Online Conference on Second and Foreign Language Teaching and Research, United States: The Reading Matrix Inc, (2005): 49-78.

(22)

Achievement: A Structural Equation Modeling Approach”, Porta Linguarum 20 (2013): 269-286.

Koshland Jr, Daniel E. “The Laws of Sociodynamics.” Science, Vol. 249 No. 4967, (1990): 341.

MacIntyre, Peter. “Toward a social psychological model of strategy use,” Foreign Language Annals 27 (2) (1994): 185-195.

Malcolm, “Investigating Successful English Learners in Arab Medical Schools,” Supporting Independent Learning in the 21st Century: Proceedings of the Inaugural Conference of the Independent Learning Association, Melbourne (2003): 13–14.

Muhonen, Jenni. “Second Language Demotivation: Factors That Discourage Pupils From Learning The English Language,”tesis di University Of Jyväskylä, 2004

.

Noor, Farish A., Yoginder Sikand & Martin van Bruinesssen (eds). The Madrasa in Asia: Political Activism and Transnational Linkages. Amsterdam: Amsterdam University Press, 2008.

Nyikos, Martha dan Rebbeca Oxford. “A Factor Analytic Study of Language Learning Strategy Use: Interpretations from Information-Processing Theory and Social Psychology.” Modern Language Journal 77, (1993): 11-22.

Qashoa, Suleiman Hussein. “Motivation among Learners of English in the Secondary Schools in the Eastern Coast of UAE, disertasi pada British University, Dubai, UAE, 2006.

Ramage, Katherine. “Motivational Factors and Persistence in Foreign Language Study”, dalam Language Learning, 40, (1990): 189-219.

Ryan, Richard M. and Edward L. Deci. “Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Defnitions and New Directions, Contemporary Educational Psychology 25, (2000): 54–67.

(23)

Steenbrink, Karel A. Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen. Jakarta: LP3ES, 1986.

Suprayogo, Imam. Quo Vadis Madrasah: Pengajaran Iman Menuju Madrasah Impian. Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2007.

Tamimi Al- dan Shuib. “Motivation and attitudes towards learning english: A study of petroleum engineering undergraduates at Hadhramout University of Sciences and Technology.” GEMA Online Journal of Language Studies, 9 (2)(2009): 29–55.

Trang, & Baldauf Jr., “Demotivation: Understanding resistance to English language learning – the case of Vietnamese students.” The Journal of Asia TEFL, 4 (1), (2007):79–105.

Ushioda, Ema. “Efective motivational thinking: A cognitive theoretical approach to study of language learning motivation,” dalam Soler, E.A dan Espurz, V.C. (eds), Current Issue in English Language Methodology. Castello de la Plana: Universitat Jaume I, (1998): 77-89.

Wahab, Muhbib Abdul. Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008.

Weiner, Bernard. “Principles for a theory of a student motivation and their application within an attributional framework” dalam Ames, R dan Ames, C (eds), Research on Motivation in Education: Student Motivation. Vol 1. San Diego: Academic Press (1984): 15-38.

B. Website

“Inggris kekurangan tenaga ahli bahasa.Website BBC Indonesia, 20 November 2013. Diakses pada 13 Desember 2013. http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2013/11/131120_m ajalahlain_ahlibahasa.shtml.

“Languages for the Future,”Website BritishCouncil. Diakses pada

13 Desember

2013.

(24)

“18 December - World Arabic Language Day.”Website

UNESCODiakses pada 14 Desember

Referensi

Dokumen terkait

;irus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan n$amuk aedes aeg$pti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks "irus7antibod$, dalam

Berdasarkan indikator kepuasan kinerja PATEN yang diteliti, ada beberapa indikator yang perlu ditingkatkan kinerjannya oleh PATEN atau petugas dari Kelurahan Lolong

pemeriksaan histologi' setelah dilakukan pengangkatan setelah dilakukan pengangkatan 1,2 1,2 .... Polip endoserviks biasanya ber%arna merah, dengan ujung Polip endoserviks

Berdasarkan test statistics pada tabel 4 diatas diperoleh nilai asymp.sig.(2-tailed) yaitu 0.003 < 0.05, maka disimpulkan bahwa terdapat cukup bukti untuk menerima Ha yang berarti

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi ozon pada pukul 06.00 sampai dengan 18.00 WIB dan untuk mengetahui model kinetika di tempat parkir depan Gedung

Pengembangan bisnis jasa penambangan batubara (coal mining services) yang difokuskan pada penyediaan infrastruktur pertambangan, seperti; pembuatan jalan tambang (mining

Perbedaan nilai rerata dari hasil pemeriksaan leukosit dan trombosit antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol memiliki nilai p-value 0,000 serta hasil uji