• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesalahpahaman dalam Pembelajaran Bahasa Arab di Sekolah

N/A
N/A
SRI DEWI PRIWARTI SIREGAR S.Pd 2208689

Academic year: 2023

Membagikan "Kesalahpahaman dalam Pembelajaran Bahasa Arab di Sekolah"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

ل ّنِكَلَو ،ِةّيِبَرَعلا ِةَََغّللاِب ِتاَمِلَكلاَو ِفوُرُحلا ِةَباتِك ِتاراهَم ُمّلَعُت ِسِرادَملا َضعَب ّنأ َيِهَو ،ةَدوُجوملا ِةَلِكشُملا ىلإ ُدَنَتسَي يِثحب .نلا ىّتَح ٌةَبِسانُم ُطِئاسَو وَأ ٌةّيِميِلعَت ّداوَم َدَجوُت penelitian saya ini berdasarkan masalah yang ada, yaitu di sekolah beberapa sekolah mengajarkan keterampilan menulis huruf dan kata-kata berbahasa arab, namun belum ada bahan ajar ataupun media yang memadai.

نِم ُناَك ََّسلا ُفّلأَََتَي ُثيِح ،ِة ََّصاخلا ِتاَجايِتحلا يِوذِب ِةَصاخلا َنيِللوُس ِةَسَردَم ُب ّلُط مُه يِثحَب يف َنوُفِدهَتسَي َنيِذّلا ُناَكّسلا ّيِلاَمجلا مُهدَدَع ُغُلبَي ُثيِح ،(َأ ِةَلَحَرَملا) ِلّوَلا ِلْصَفلا يِف ٍديحوَت ِب ّلُط

ٍديحوَت ِب ّلُط نِم ُفّلأَتَت يِثحَب يِف ُةَنيِعلاَو .اًبِلاَط 23

مُهدَدَعَو ،ِةَطيِسَبلا ِت َلاَحلا ِةَئَف يِف

َةّدَََع ُهََُتيَرجَأ يِذّلا ّيِلّوَلا ِميِيقّتلا َنِم ِتاَََموُلعَمْلا ِهِذَََه ىلَع ُلو ََُصُحلا ّمَت دَََقَو .ٍصاَخشَأ 6

.ٍتاّرَم populasi dalam penelitian saya adalah siswa di SLB Solalin, dimana terdiri dari siswa autis pada fase A, yang seluruhnya berjumlah 23 siswa. dan sampel dalam penelitian saya merupakan siswa autis kategori ringan yang berjumlah 6 orang. hal ini saya peroleh dari asesmen awal yang sudah saya lakukan beberapa kali.

ِفَدَََهلا َعَََم ُةّيِرَظّنلا ِهِذَََه ُقَََفاوَتَت ُثيِح ،ُهَََجوَملا ّيِتاّذََلا ُمّلعّتلا َيِه ِهِذَََه ِسرّدََلا ِداوَََم ريوطَت يف اَهٌمِدخَتسُم انَأ يتلا ُةّيِرَظَنلا

َل ْوَََح ًةَزَََكرَم ِهََِتاّيلَمع ُمِظعَم ُنوََكَت ُثيِح ًللقتسَم اًليِميلعَت اًجَهِن ُهَجوَملا ّيِتاّذلا ُمّلعّتلا ُربَتعَي ذِإ .ّيِلاَحلا ّرُحلا ِجَهنَملا يف ّيِئاَهّنلا .ِبِلاّطلا teori yang saya gunakan dalam pengembangan bahan ajar ini adalah self directed learning, yang mana teori ini sejalan dengan tujuan akhir dalam kurikulum merdeka saat ini. karena self directed learning merupakan pembelajaran dengan metode mandiri yang hampir seluruh pelaksanaan nya berpusat pada siswa.

ِريِوَطّتلاَو ِثْحَبلا َجَهْنِم ُمِدْخَتْسَي اَذَه يِثحَب R&D (Research and Development

ِموََُهْفَم يِنْبَت ِل َلَخ ْنِم ( ADDIE

(Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation

ِلََيِل ْحَت َلََِحاَرَم ُنّمَضْتَي ُبوُلْسَلا اَذَه .(

.ِريِوْطّتلا ِجِئاَتَن ِةَمَئ َلُمَو ٍةّيِلاّعَف ِناَمَضِل ِميِيْقّتلاَو ،ِذيِفْنّتلا ،ِريِوْطّتلا ،ِةّيِميِلْعّتلا ّداَوَمْلا ِميِمْصَت ،ِتاَجاَيِتْحلا Penelitian saya ini menggunakan metode R&D (Research and Development) dengan mengadopsi konsep ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation).

Metode ini melibatkan tahap analisis kebutuhan, perancangan bahan ajar, pengembangan, implementasi, dan evaluasi untuk memastikan efektivitas dan kesesuaian hasil pengembangan.

Selamat atas penyelesaian outline rencana penelitian tesis Anda! Berikut ini adalah beberapa pertanyaan yang mungkin diajukan oleh penguji berdasarkan outline tersebut, beserta jawaban yang mungkin Anda berikan:

**BAB I PENDAHULUAN:**

1. Apa alasan Anda memilih topik pengembangan bahan ajar maharah kitabah dengan pendekatan self-directed learning pada siswa di SLB Solalin Kota Bandung?

- Jawaban: Saya memilih topik ini karena adanya kebutuhan untuk mengembangkan bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik siswa di SLB Solalin serta pentingnya pendekatan self- directed learning dalam mendukung kemampuan belajar siswa.

2. Apa tujuan utama dari penelitian ini?

(2)

- Jawaban: Tujuan utama penelitian ini adalah mengembangkan bahan ajar maharah kitabah dengan pendekatan self-directed learning yang sesuai untuk siswa di SLB Solalin Kota Bandung.

**BAB II KAJIAN PUSTAKA:**

3. Mengapa Anda merasa penting untuk mengkaji teori-teori yang berkaitan dengan pengembangan bahan ajar, maharah kitabah, dan self-directed learning dalam penelitian ini?

- Jawaban: Kajian pustaka ini memberikan landasan teoretis yang mendukung pengembangan bahan ajar maharah kitabah dengan pendekatan self-directed learning. Ini akan membantu dalam merancang bahan ajar yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan siswa di SLB Solalin.

4. Bagaimana Anda melihat relevansi antara konsep self-directed learning dan karakteristik siswa berkebutuhan khusus di SLB Solalin?

- Jawaban: Konsep self-directed learning relevan karena dapat memberikan siswa di SLB Solalin kemampuan untuk mengatur dan mengarahkan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan serta kemampuan mereka, sejalan dengan prinsip inklusi dan pendidikan berkeadilan.

**BAB III METODOLOGI PENELITIAN:**

5. Mengapa Anda memilih desain penelitian ini untuk mengembangkan bahan ajar maharah kitabah dengan pendekatan self-directed learning?

- Jawaban: Desain penelitian ini dipilih karena memungkinkan kami untuk mengidentifikasi langkah-langkah pengembangan bahan ajar maharah kitabah secara sistematis dan mengukur efektivitasnya dalam konteks self-directed learning.

6. Bagaimana Anda memilih partisipan dan sampel penelitian ini?

- Jawaban: Partisipan dipilih dari siswa di SLB Solalin sesuai dengan karakteristik siswa berkebutuhan khusus. Sampel diambil secara purposive untuk memastikan keterwakilan kelompok siswa yang relevan.

**BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN:**

7. Dapatkah Anda menjelaskan lebih lanjut tentang langkah-langkah pengembangan bahan ajar maharah kitabah dengan pendekatan self-directed learning yang Anda gunakan?

- Jawaban: Tentu, langkah-langkah pengembangan meliputi analisis kompetensi, analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan rancangan, validasi produk, revisi produk, implementasi, dan evaluasi.

8. Bagaimana Anda mengevaluasi kelayakan bahan ajar yang telah Anda kembangkan?

- Jawaban: Kelayakan bahan ajar dinilai melalui validasi oleh ahli materi dan ahli media, serta uji coba lapangan yang melibatkan siswa di SLB Solalin.

**BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI:**

(3)

9. Apa implikasi utama dari penelitian Anda terhadap pengembangan bahan ajar untuk siswa di SLB Solalin?

- Jawaban: Implikasi utama adalah bahwa pengembangan bahan ajar maharah kitabah dengan pendekatan self-directed learning dapat meningkatkan keterlibatan dan kemampuan belajar siswa di SLB Solalin.

10. Berdasarkan hasil penelitian ini, apa rekomendasi Anda untuk pengembangan bahan ajar maharah kitabah di lembaga pendidikan sejenis?

- Jawaban: Rekomendasi saya adalah lembaga sejenis dapat mempertimbangkan penggunaan pendekatan self-directed learning dalam mengembangkan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswa berkebutuhan khusus. Selain itu, penting untuk melibatkan ahli materi dan media dalam proses pengembangan.

**BAB I PENDAHULUAN:**

11. Pertanyaan: Mengapa Anda memilih SLB Solalin Kota Bandung sebagai lokasi penelitian? Apakah karakteristik sekolah ini memiliki dampak pada pengembangan bahan ajar?

Jawaban: Saya memilih SLB Solalin Kota Bandung karena sekolah ini memiliki reputasi yang baik dalam melayani siswa berkebutuhan khusus. Karakteristik sekolah, seperti ragam kebutuhan siswa dan pendekatan inklusif yang diterapkan, memiliki dampak signifikan pada pengembangan bahan ajar. Dengan memahami karakteristik siswa dan lingkungan belajar mereka, bahan ajar yang dikembangkan dapat lebih relevan dan efektif.

12. Pertanyaan: Bagaimana Anda merencanakan untuk mengukur keberhasilan penggunaan pendekatan self-directed learning dalam bahan ajar? Apakah ada indikator khusus yang Anda akan gunakan?

Jawaban: Saya akan mengukur keberhasilan penggunaan pendekatan self-directed learning melalui beberapa indikator, seperti tingkat keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, kemampuan mereka dalam mengatur pembelajaran secara mandiri, peningkatan maharah kitabah yang dapat diukur melalui penilaian tertentu, dan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran yang ditetapkan dalam bahan ajar.

**BAB II KAJIAN PUSTAKA:**

13. Pertanyaan: Dapatkah Anda menjelaskan lebih lanjut mengenai tantangan dan hambatan dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus? Bagaimana penggunaan self-directed learning dapat membantu mengatasi tantangan ini?

Jawaban: Tantangan dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus meliputi kebutuhan pembelajaran yang beragam, kesulitan dalam menyesuaikan kurikulum, dan tantangan komunikasi. Penggunaan self-directed learning dapat membantu mengatasi tantangan ini dengan memberikan siswa lebih banyak kendali atas pembelajaran mereka, memungkinkan pengaturan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan tingkat kemampuan mereka.

14. Pertanyaan: Apakah ada riset sebelumnya yang mendukung penggunaan pendekatan self- directed learning dalam konteks pendidikan berkebutuhan khusus? Apa yang menjadi temuan-temuan penting dari penelitian-penelitian tersebut?

(4)

Jawaban: Ya, ada penelitian yang mendukung penggunaan self-directed learning pada pendidikan berkebutuhan khusus. Beberapa temuan penting termasuk peningkatan keterlibatan siswa, peningkatan kemampuan belajar mandiri, dan peningkatan prestasi akademik. Studi-studi tersebut juga menunjukkan bahwa self-directed learning membantu siswa berkebutuhan khusus untuk mengatasi hambatan dalam pembelajaran.

**BAB III METODOLOGI PENELITIAN:**

15. Pertanyaan: Mengapa Anda memilih instrumen validasi oleh ahli materi dan ahli media?

Bagaimana Anda memastikan bahwa hasil validasi ini akan mencerminkan kualitas sebenarnya dari bahan ajar yang Anda kembangkan?

Jawaban: Validasi oleh ahli materi dan ahli media penting untuk memastikan bahwa bahan ajar yang dikembangkan memiliki konten yang akurat dan sesuai dengan standar, serta presentasi yang efektif. Kedua ahli ini memberikan pandangan yang berbeda namun penting.

Validasi ini akan dijalankan dengan panduan dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya untuk memastikan bahwa bahan ajar mencerminkan kualitas sebenarnya yang dibutuhkan dalam pembelajaran.

16. Pertanyaan: Apa yang mendasari pilihan teknik analisis data yang Anda gunakan?

Apakah Anda mempertimbangkan alternatif lain?

Jawaban: Pilihan teknik analisis data didasarkan pada sifat data yang akan dihasilkan, yaitu data kualitatif dan kuantitatif. Teknik analisis yang saya pilih, seperti analisis konten untuk data kualitatif dan analisis deskriptif untuk data kuantitatif, dianggap sesuai dengan tujuan penelitian. Alternatif lain telah dipertimbangkan, tetapi teknik-teknik ini paling relevan untuk menggambarkan perkembangan bahan ajar dan evaluasi validasi.

**BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN:**

17. Pertanyaan: Dalam proses validasi oleh ahli materi dan ahli media, bagaimana Anda menangani perbedaan pendapat atau saran yang mungkin muncul antara keduanya?

Jawaban: Jika ada perbedaan pendapat atau saran antara ahli materi dan ahli media, saya akan mempertimbangkan pandangan keduanya secara cermat. Saya akan mencoba mencari titik tengah yang mempertimbangkan saran-saran konstruktif dari keduanya dan sejalan dengan tujuan pengembangan bahan ajar. Perbedaan ini dapat dijadikan kesempatan untuk meningkatkan kualitas bahan ajar.

18. Pertanyaan: Apa sajakah hasil uji coba lapangan yang telah Anda lakukan? Bagaimana Anda merespon berbagai tanggapan dan masukan dari siswa yang mengikuti uji coba?

Jawaban: Hasil uji coba lapangan mencakup respons siswa terhadap bahan ajar, tingkat keterlibatan mereka, dan perkembangan maharah kitabah mereka. Tanggapan dan masukan siswa sangat berharga dan akan menjadi landasan untuk penyempurnaan bahan ajar. Saya akan merespons tanggapan dan masukan dengan membuka dialog dengan siswa, memahami kebutuhan mereka, dan mengintegrasikan perubahan yang sesuai dalam bahan ajar.

**BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI:**

(5)

19. Pertanyaan: Bagaimana Anda berencana untuk mengukur dampak efektivitas penggunaan bahan ajar ini dalam jangka panjang? Adakah rencana tindak lanjut setelah penelitian ini selesai?

Jawaban: Dalam jangka panjang, saya berencana untuk melacak perkembangan maharah kitabah siswa yang terus menggunakan bahan ajar ini. Rencana tindak lanjut termasuk mengadakan pemantauan berkala terhadap kemajuan siswa dan melakukan penyesuaian pada bahan ajar sesuai dengan hasil pemantauan.

20. Pertanyaan: Berdasarkan penelitian Anda, apakah ada aspek khusus dari pendekatan self- directed learning yang perlu diperhatikan ketika diterapkan pada siswa berkebutuhan khusus?

Jawaban: Ya, ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan. Pertama, perlu disediakan dukungan yang tepat untuk siswa dalam mengembangkan kemampuan belajar mandiri. Kedua, fleksibilitas dan adaptabilitas dalam bahan ajar sangat penting untuk mengakomodasi berbagai gaya belajar. Ketiga, kolaborasi antara guru, ahli pendidikan khusus, dan keluarga akan mendukung suksesnya penerapan self-directed learning pada siswa berkebutuhan khusus.

Dari jurnal: PROBLEMATIKA PROSES PEBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (AUTIS) DI KELAS III SD NEGERI 1 TUGU

Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan anak yang memiliki ciri yang berbeda dengan anak – anak pada umumnya, mereka mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Mereka membutuhkan kegiatan dan layanan yang khusus agar dapat mencapai perkembangan yang optimal . (Jati Rinakri Atmaja , 2018 : 1). Anak autis mengalami hambatan perkembangan yang saling berhubungan dan terlihat sebelum berusia tiga tahun sehingga anak tersebut mengalami hambatan dalam komunikasi dan interaksi sosialnya. Anak autis masih perlu dibimbing dalam proses belajar tergantung bagaimana latihan, motivasi, pengalaman, lingkungan yang mengayomi mereka (Jurnal Penelitian Pendidikan Kebutuhan Khusus Volume 7 Nomor I, 2019. Hlm 2 – 6 ISSN: Online 2622- 5077. Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka peneliti menarik kesimpulan bahwa evaluasi yang dilakukan untuk anak berkebutuhan khusus anak autis tidak menggunakan standar kkm yang ada disekolah, penilaian hanya diberikan berdasarkan kepribadian dari guru kelas maupun guru bidang studi masing-masing saja. Karena jika menggunakan stadar kkm sudah pasti anak autis tidak mampu mencapai kkm yang sudah di tetapkan dari sekolah . Menurut Andi Prastowo kata pembelajaran adalah terjemahan dari instruction yang banyak di pakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah pembelajaran ini banyak di pengaruhi oleh aliran psikologi kognitif – wholistik , yang menempatkan siswa sebagai sumber kegiatan. (Andi Prastowo, 2013 : 55). Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan, apa yang telah dilakukan oleh pihak sekolah dan guru sesuai dengan teori yang ada yaitu “Mengenai hak setiap siswa atas perkembangan individu, sosial, dan intelektual. Para siswa harus di berikan kesempatan untuk mencapai potensi mereka. Untuk melakukannya, sistem pendidikan harus dirancang dengan memperhitungkan perbedaan yang besar antar siswa. Bagi mereka dengan kebutuhan belajar yang luar biasa dan memiliki ketidak mampuan khusus harus mempunyai akses terhadap pendidikan bermutu tinggi dan yang tepat”. (MIF Baihaqi dan Sugiarmin, 2014 :75).

(6)

- Atmaja, Jati Rinakri. 2017. Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus.

Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

- Mayzan Ichsan, Mega Iswari. 2019. Pelaksanaan Pembelajaran IPA Bagi Anak Autis di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi. Jurnal Penelitian Pendidikan Kebutuhan Khusus. Vol .7, No. 1. Hlm 2-6 ISSN : Online 2622-5077.

- Prastowo, Andi. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Tematik. Jogjakarta : Diva Press.

- Baihaqi, MIF dan Sugiarmin. 2014. Memahami dan Membantu Anak ADHD.

Bandung : Refika Aditama.

Dari Jurnal: Pengembangan Media Pembelajaran Untuk Anak Autis Tingkat Sekolah Dasar Minggu ke 4,5,6 Berbasis Android

Dari Jurnal: Pengembangan Aplikasi Virtual Reality dengan Model ADDIE untuk Calon Tenaga Pendidik Anak dengan Autisme

Untuk membantu calon tenaga pendidik memahami tingkah laku autisme, pada penelitian ini dikembangkan aplikasi simulasi pembelajaran untuk pengenalan anak berkebutuhan khusus berbasis Virtual Reality. Proses pengembangan aplikasi menggunakan model ADDIE yang dimulai dari tahap Analysis, Design, Development, Implementation sampai Evaluation. Setiap proses dilakukan secara bertahap dengan melakukan studi litaratur, studi lapangan dan konsultasi terkait pengembangan aplikasi kepada pakar anak berkebutuhan khusus. Hasil studi tersebut dianalisis untuk membuat sebuah konsep aplikasi simulasi berbasis Virtual Reality. Setelah konsep ditentukan, proses perancangan aplikasi dilakukan hingga pada proses pengembangan dan dapat dijalankan di alat Virtual Reality. Demi menjaga kualitas pendidikan yang diberikan melalui aplikasi ini, pengujian dilakukan. Pengujian dilakukan terhadap calon pendidik anak dengan autisme. Secara umum calon pendidik merasa puas dengan sistem yang telah dikembangkan. Sistem yang dikembangkan dapat membantu calon pendidik dalam memahami karakteristik anak dengan autisme sekaligus memberi kesempatan bagi mereka mempraktikkan kemampuan mengajar bagi siswa autis dengan lebih aman dan menyenangkan. Selanjutnya, pengujian yang dilakukan terhadap pakar menunjukkan bahwa secara umum pakar menilai aplikasi yang dikembangkan dapat memudahkan dan membantu calon pendidik dalam mengembangkan keterampilan mengajar pada anak dengan autisme.

Meskipun secara umum aplikasi yang sudah dikembangkan dianggap baik, namun dari sisi kenyamanan dan kemudahan aplikasi dipandang perlu untuk dilakukan pengembangan.

Dari Jurnal: PENGEMBANGAN MEDIA PAPAN BALIK (FLIPCHART) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BACA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DENGAN HAMBATAN AUTIS DI SEKOLAH INKLUSI

Penelitian ini bertujuan menghasilkan produk media papan balik untuk meningkatkan kemampuan baca anak berkebutuhan khusus autis di sekolah inklusi. Sebab, pendidikan adalah hak setiap anak. Oleh karena itu, anak berkebutuhan khusus autis berhak mendapatkan pembelajaran sesuai kondisi mereka. Metode penelitian ini menggunakan metode research and development dengan siklus 4-D (define, design, develop dan disseminate). Subjek penelitian ini adalah 6 siswa berkebutuhan khusus autis SD Muhammadiyah Kecamatan Tulangan Sidoarjo. Sampel 6 siswa tersebut dipilih berdasarkan kategori, 2 siswa autis ringan dan sulit membaca, 2 siswa autis sedang dan sulit membaca dan 2 siswa berat dengan kesulitan membaca. Hasil penelitian adalah sebagai berikut: (1) materi dari media papan balik yang dikembangkan dinyatakan sangat layak dengan nilai presentase sebesar 85,5%. (2) hasil

(7)

nilai presentase dari media papan balik memperoleh nilai 83,75% dengan kategori layak. (3) uji coba efektifitas media papan balik yang dikembangkan memperoleh nilai presentase 83,33%, nilai signifikansi 0,000 > 0,05 sehingga terdapat perbedaan siginifikan pre-test dan posttest. Melalui uji n-gain, skor diperoleh 0,33 yang berarti pengaruh penerapan dikategorikan ‘sedang’. Dapat disimpulkan bahwa media papan balik yang dikembangkan berpengaruh positif terhadap kemampuan membaca siswa berkebutuhan khusus autis di SD Muhammadiyah Tulangan Sidoarjo.

Dari Skripsi: PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KOMIK MATEMATIKA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) SISWA KELAS VIII PADA MATERI BANGUN DATAR

2. Bahan Ajar

a. Pengertian Bahan Ajar

Pembelajaran bisa berjalan dengan baik dan lancar jika didukung dengan bahan ajar yang lebih baik. Beberapa pengertian mengenai bahan ajar:

1) Bahan ajar merupakan informasi, alat atau tesk yang diperlukan untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.21

2) Semua jenis kegiatan pembelajaran yang dijadikan satu kesatuan untuk mempermudah guru menyampaikan materi disebut dengan pembahan belajar. 22

Sehingga bisa menyimpulkan bahwa pengertian bahan ajar adalah kumpulan materi yang disusun menjadi satu kesatuan yang didalamnya menjelaskan tentang tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh peserta didik. Memanfaatkan media secara maksimal untuk penyampaian materi.23

Bagian –bagian bahan ajar yaitu:

1) Judul

2) Aturan untuk pembelajaran 3) Hasil belajar untuk pencapaian 4) Latihan-latihan

5) Petunjuk kerja 6) Evaluasi24

21Hamdani, pengembangan sistem pendidikan di indonesia (Bandung: Pusaka Setia, 2013).

22Ibid, h.129 23Ibid, h. 135

24Ali Mudlofir, Aplikasi Pembelajaran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar dalam Pendidikan Agama (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011).

Supaya tujuan pembelajaran bisa dilaksanakan dengan baik maka harus disesuaikan pada bentuk pembelajaran yang baik. Bahan ajar memiliki fungsi yaitu:

1) Aturan untuk guru yaitu akan memberikan arahan untuk aktifitas dalam proses pembelajaran, ditambah untuk mencapai kompetensi untuk siswa.

2) Aturan yang dikuasai pada

3) Latihan untuk melihat hasil belajar yang dikuasai.25 b. Macam-macam bahan ajar.

Memperoleh sumber belajar harus berdasarkan kriteria-kriteria tertentu seperti:

1) Handout

Handout adalah bahan pembelajaran yang sangat ringkas. Literatur yang relevan terhadap kompetensi dasar dan materi pokok yang di ajarkan kepada peserta didik.26

2) Modul

(8)

Modul merupakan sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis. Adanya pengembangan suatu modul bisa memberikan tugas kepada siswa untuk melihat hasil belajarnya. Sementara itu, untuk menilai baik tidaknya atau bermakna tidaknya suatu modul di tentukan kesulitannya dalam pemakaian modul tersebut.27

25Ibid, h. 136

26Andi Prastowo, Pengembangan Bahan Ajar Tematik (Jakarta: Kencana, 2014)., H.129.

27Ibid, h. 209 3) Buku

Buku adalah bahan tertulis dalam bentuk lembaran kertas yang disatukan menjadi suatu jilidan.28 Dimana buku digunakan oleh peserta didik untuk bahan belajar.

4) LKS

LKS adalah lembaran-lembaran kertas yang terdapat materi, ringkasan, dan petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh siswa, baik sifat teoritis dan/ atau praktis, yang mengacu kepada kompetensi dasar yang harus dicapai siswa.29

c. Aturan-aturan bahan pembelajaran.

Sebagai aturan-aturan bahan pembelajaran yaitu:

1) Aturan relevan artinya keterkaitan antara menghapal.

2) Konsekuen artinya kesesuian dengan alur pembelajaran.

3) Materi tidak boleh terlalu sedikit dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.30

28Ibid, h. 244 29Ibid, h. 269

30Ali Mudlofir, Op.Cit.h. 130 4. Anak Berkebutuhan Khusus a. Pengertian ABK

Anak Berkebutuhan Khusus menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional, dan sensori neurologis) dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandikan dengan anak-anak lain yang sebaya (anak-anak normal) sehingga mereka memerlukan suatu Pendidikan khusus.35

35 Mujib, “Komunikasi Matematis Siswa Tunarungu dalam Pembelajaran Matematika Didasarkan pada Teori Schoenfeld”, Al-Jabar:Jurnal Pendidikan Matematika 7, no.1, (2016):

85- 90.

Oleh karena itu, jika ada seseorang anak yang mengalami kelainan atau penyimpangan tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pendidikan khusus, anak tersebut tidak bisa dikatagorikan sebagai anak berkebutuhan khusus.36

b. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan Khusus digolongkan menjadi anak berkebutuhan khusus temporer dan anak berkebutuhan khusus permanen. Adapun yang masuk kategori anak berkebutuhan khusus permanen sebagai berikut.

1) Anak dengan gangguan penglihatan (tunanetra), yang terbagi lagi menjadi:

a) Anak kurang awas (low vision) b) Anak tunanetra total (totally blind)

2) Anak dengan gangguan pendengaran dan bicara (tunarungu/wicara) ,terdiri atas:

a) Anak kurang dengar (hard of hearing)

(9)

b) Anak tuli (deaf)

3) Anak dengan kelainan kecerdasan, dibagi menjadi:

a) Anak dengan gangguan kecerdasan (intelektual) di bawah rata-rata (tunagrahita), yangg terdiri atas:

(a) Anak tunagrahita ringan (IQ 50-70) (b) Anak tunagrahita sedang (IQ 25-49) (c) Anak tunagrahita berat (IQ <25)

b) Anak dengan kemampuan intelegasi di atas rata-rata, yang terdiri atas:

(a) Giffred dan genius, yaitu anak yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata (b) Talented, yaitu anak yang memiliki keberbakatan khusus

c) Anak dengan gangguan anggota gerak (tunadaksa), yang terbagi menjadi:

(a) Anak layuh anggota gerak tubuh (polio)

(b) Anak dengan gangguan fungsi syaraf otak (cerebral palcy) d) Anak dengan gangguan perilaku dan emosi (tunalaras) (a) Anak dengan gangguan perilaku, terdiri dari:

1) Anak dengan gangguan perilaku taraf ringan 2) Anak dengan gangguan perilaku taraf sedang 3) Anak dengan gangguan perilaku taraf berat (b) Anak dengan gangguan emosi, terdiri dari:

1) Anak dengan gangguan emosi taraf ringan 2) Anak dengan gangguan emosi taraf sedang 3) Anak dengan gangguan emosi taraf berat

(c) Anak dengan gangguan belajar belajar spesifik, terdiri atas:

1) Anak lamban belajar (slow learner) 2) Anak autis

3) Anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) 37

36 Ahmad Sutanto, Ahmad Sutanto, Bimbingan & Konseling di Taman Kanak-Kanak (Jakarta: Prenada Media Group, 2015).

37Lilis S. Cahya, Adakah ABK di Kelasku, Bagaimana Guru Mengenali ABK di Sekolah (Yogyakarta: Grup Relasi Media, 2015).

B. Penelitian Yang Relevan

Sesuai dengan penjelasan diatas maka terdapat hasil penelitian terdahulu dengan pemaparannya yaitu:

1. Michael Amin Manalu, dkk. Dalam jurnal penelitian nya yang berjudul “Pengembangan Media Komik Matematika Berbasis Nilai Karakter PadaMateri Trigonometri Di Kelas X Sma Negeri 1 Indralaya Utara” dalam penelitian ini dilakukan dengan jenis penelitian pengembangan.

Penelitian ini memiliki perbedaan dan kesamaan. Kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah produk yang dikembangkan yaitu komik matematika, perbedaan dengan penelitian yang dilakukan terletak pada materi yang akan di terapkan pada komik matematika dan objek penelitian yang akan di teliti.

(10)

2. Cahyaning Suryaningrum, dkk. Dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Model Deteksi Dini Anak Berkebutuhan Khusus (Abk) Pada Tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) Di Kota Malang” dalam penelitian ini dilakukan dengan jelas penelitian pengembangan.

Penelitian yang telah dilakukan ini memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan. Kesamaan yang terdapat pada penelitian ini adalah Pada penelitiannya peneliti melakukan penelitian terhadap pengembangan model yang digunakan untuk mendekteksi dini anak berkebutuhan khusus, persamaan yang akan diteliti adalah objek penelitian nya yaitu Anak Berkebutuhan Khusus, dan perbedaan dengan penelitian ini adalah motode pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan produk.

3. Fatah Yasin Irsyadi. Dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Game Edukasi Pengenalan Anggota Tubuh Dan Pengenalan Angka Untuk Anak Berkebutuhan Khusus (Abk) Tunagrahita Berbasis kinect”. Dalam penelitian ini dilakukan dengan jelas penelitian pengembangan.

Penelitian ini menghasilkan produk game edukasi berbasis kinect. Penelitian yang telah dilakukan ini memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah objek yang akan di teliti yaitu anak tunagrahita. Perbedaan dari penelitian yang dilakukan adalah produk yang akan di kembangkan.

C. Kerangka Berfikir

Berdasarkan kajian teori dan permasalahan yang telah dikemukakan, selanjutnya akan disusun kerangka berfikir yang akan menghasilkan suatu hipotesis. Proses suatu pembelajaran dibutuhkan bahan ajar untuk menyampaikan materi pembelajaran agar lebih mudah diterima oleh peserta didik dalam memahami materi. Hal ini menuntut guru agar memiliki kemampuan untuk mengembangkan bahan ajar. Salah satu bahan ajar tersebut dapat berupa, komik matematika yang dituju untuk anak tunagrahitapada materi bangun datar.

Pendidikan sebenarnya sudah menggunakan beberapa bahan ajar untuk menerangkan bangun datar dan mengaitkan dengan kegiatan sehari-hari, akan tetapi belum ada bahan ajar khusus yang tertuju untuk anak tunagrahita dalam materi bangun datar.

Dalam membuat bahan ajar pembelajaran berupa komik matematika pada materi bangun datar untuk anak tunagrahita, dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis kebutuhan. Setelah itu membuat desain komik matematika yang menarik yang bertujuan agar peserta didik tertarik untuk mempelajari materi tersebut. Setelah peneliti selesai mendesain komik matematika maka komik matematika tersebut dikembangkan. Setelah produk dikembangkan juga meminta saran dan masukan dari para ahli. Sehingga peneliti mengetahui kelayakan dari bahan ajar tersebut, sampai pada penerapan lapangan dan evaluasi terhadap bahan ajar yang dikembangkan.

(11)

Dari buku: MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DALAM PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Konsep anak berkebutuhan khusus memiliki arti yang lebih luas dibandingkan dengan pengertian anak luar biasa. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan. Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan Pendidikan sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak.

Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu : anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen, yaitu akibat dari kelainan tertentu, dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer, yaitu mereka yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang disebabkan kondisi dan situasi lingkungan. Misalnya, anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat kerusuhan dan bencana alam, atau tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar, anak yang mengalami kedwibahasaan (perbedaan bahasa di rumah dan di sekolah), anak yang mengalami hambatan belajar dan perkem-bangan karena isolasi budaya dan karena kemiskinan dsb. Anak berkebutuhan khusus temporer, apabila tidak mendapatkan intervensi yang tepat dan sesuai dengan hambatan belajarnya bisa menjadi permanen.

Setiap anak berkebutuhan khusus, baik yang bersifat permanen maupun yang temporer, memiliki perkembangan hambatan belajar dan kebutuhan belajar yang berbeda-beda.

Hambatan belajar yang dialami oleh setiap anak, disebabkan oleh tiga hal, yaitu: (1) faktor lingkungan; (2) faktor dalam diri anak sendiri; dan (3) kombinasi antara faktor lingkungan dan faktor dalam diri anak. Sesuai kebu-tuhan lapangan maka pada buku ini hanya dibahas secar singkat pada kelompok anak berkebutuhan khusus yang sifatnya permanen.

2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi anak berkebutuhan

(12)

khusus temporer dan permanen. Anak berkebutuhan khusus permanen meliputi:

Anak dengan gangguan fisik, dikelompokkan lagi menjadi:

a. Anak dengan gangguan penglihatan (tunanetra) 1) Anak kurang awas (low vision)

2) Anak buta (blind)

b. Anak dengan gangguan pendengaran dan bicara (tunarungu/ wicara) 1) Anak kurang dengar (hard of hearing)

2) Anak tuli (deaf)

c. Anak dengan kelainan kecerdasan

1) Anak dengan gangguan kecerdasan (intelektual) di bawah rata-rata (tunagrahita) a) Anak tunagrahita ringan ( IQ IQ 50 -70)

b) Anak tunagrahita sedang (IQ 25 - 49) c) Anak tunagrahita berat (IQ 25 - ke bawah)

2) Anak dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata

a) Giffted dan genius, yaitu anak yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata b) Talented, yaitu anak yang memiliki keberbakatan khusus

d. Anak dengan gangguan anggota gerak (tunadaksa).

1) Anak layuh anggota gerak tubuh (polio)

2) Anak dengan gangguan fungsi syaraf otak (cerebral palcy) e. Anak dengan gangguan perilaku dan emosi (tunalaras)

1) Anak dengan gangguan perilaku a) Anak dengan gangguan perilaku taraf ringan b) Anak dengan gangguan perilaku taraf sedang c) Anak dengan gangguan perilaku taraf berat

2) Anak dengan gangguan emosi a) Anak dengan gangguan emosi taraf ringan b) Anak dengan gangguan emosi taraf sedang c) Anak dengan gangguan emosi taraf berat f. Anak gangguan belajar spesifik

g. Anak lamban belajar (slow learner) h. Anak Autis

i. Anak ADHD

1. Pengertian Asesmen

Istilah asesmen berasal dari Bahasa Inggris yaitu assement yang berarti penilaian suatu keadaan. Penilaian yang dimaksud dalam hal ini berbeda dengan evaluasi. Jika evaluasi dilaksanakan setelah anak itu belajar dan bertujuan untuk menilai keberhasilan anak dalam mengikuti pelajaran, maka asesmen tidak demikian. Menurut Lerner (1998), dalam asesmen penilaian dilakukan pada saat anak belum diberikan pelajaran atau setelah dari hasil deteksi ditemukan bahwa ia diperkirakan anak berkebutuhan khusus. Asesmen bukan pula tes, akan tetapi tes merupakan bagian dari asesmen. Sejalan dengan uraian sebelumnya, menurut Marnat, G. (2003) mendefinisikan asesmen sebagai berikut: Assessment refers to the gathering of relevant information to help an individual make decisions. Assessment in educational settings is a multifaceted process that involves for more than the administration of a test.

(13)

Uraian di atas menjelaskan bahwa asesmen merupakan usaha untuk menghimpun informasi yang relevan guna memahami atau menentukan keadaan individu. Dalam bidang pendidikan asesmen merupakan berbagai proses yang rumit untuk lebih melengkapi hasil dari tes yang diberikan kepada siswa. Istilah asesmem memiliki makna yang berbeda dan jauh lebih luas dibandingkan dengan istilah diagnostik, tes dan evaluasi.

Pada sisi lain Marnat, G. (2003) berpendapat, dalam proses asesmen terdapat empat aspek pertanyaan penting yang harus diungkap terkait dengan kondisi seorang individu yaitu: (a) kemampuan atau keterampilan apa yang sudah dimiliki; (b) hambatan atau kesulitan apa yang dialami; (c) mengapa hambatan atau kesulitan itu dialami; (d) kebutuhan-kebutuhan (dalam hal pendidikan dan belajar) apa yang seharusnya dipenuhi.

Hays, P.A. (2007) mendefinisikan asesmen sebagai proses pengumpulan informasi tentang kondisi seorang anak yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan anak tersebut. Tujuan utama dari asesmen adalah untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan program pembelajaran bagi anak yang bersangkutan.

Pendapat Lerner (1998), asesmen adalah proses penilaian, pengukuran dan/ atau screening terhadap anak untuk mendapatkan informasi mengenai aspekaspek perkembangan dan perilaku anak berdasarkan kriteria tertentu sehingga dapat dilakukan diagnosis dan intervensi secara tepat sesuai kebutuhannya.

Dalam uraian ini kegiatan asesmen merupakan tindak lanjut dari kegiatan identifikasi.

Kegiatan asesmen dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih rinci, mendalam dan terukur, tentang aspek tertentu dari anak berkebutuhan khusus.

Menurut Hays, P.A. (2007) aspek yang menentukan asesmen di antaranya dapat mencakup:

(a) kecerdasan; (b) kepribadian; (c) persepsi; (d) kematangan; (e) emosi; (f) bahasa; (g) motorik; (h) prestasi akademik non akademik; (i) aspek lain sesuai keperluan.

Karena sifatnya lebih rinci, mendalam dan terukur, maka alat yang digunakan dalam asesmen lebih terstandar dibandingkan dengan alat yang digunakan dalam identifikasi. Kegiatan asesmen biasanya dilakukan oleh tenaga profesional yaitu mereka yang memiliki kualifikasi, kompetensi dan kewenangan khusus untuk pelaksanaan asesmen. Di antaranya adalah psikolog, ortopedagogik, dokter, terapis dan ahli lain. Untuk memahami konsep asesmen dengan benar, tulisan ini akan dimulai dengan membandingkan pengertian asesmen dengan pengertian diagnostik, tes, dan evaluasi.

Setelah tahun 1970-an terjadi perubahan yang kuat ke arah pendidikan penyandang kelainan di sekolah reguler. Beberapa istilah yang dipergunakan dalam hubungannya dengan proses perubahan tersebut adalah pendidikan khusus (segregasi), pendidikan terpadu (mainstreaming), inklusi (inclusion), dan normalisasi (normalization) (Hallahan, DP &

Kauffman, JM., 1988). Setiap istilah tersebut memiliki makna berbeda, tetapi kesemuanya secara tidak langsung menyatakan bahwa peserta didik yang memiliki kelainan akan menggunakan sarana Pendidikan sama dengan yang digunakan oleh anak-anak normal lainnya yang tinggal di masyarakat.

(14)

1) Model Sekolah Luar Biasa (SLB) Konvensional

Dikemukakan oleh Amin Gentimet (1992) bahwa SLB konven-sional adalah lembaga pendidikan yang menampung murid dengan jenis kelainan yang sama. Sekolah Luar Biasa konvensional sesuai dengan jenis kelainan anak didik meliputi SLB bagian A untuk anak penyandang kelainan netra, SLB bagian B untuk anak kelainan rungu wicara, SLB bagian C untuk anak berkelainan mental atau tunagrahita, SLB bagian D untuk anak berkelainan fisik, SLB bagian E untuk anak kelainan sosial, SLB bagian G untuk anak kelainan ganda.

Dari jurnal: Pengembangan Rencana Pembelajaran Semester dan Materi Ajar Berbasis Multimedia bagi Mahasiswa Autis

Tujuan dari penelitian ini untuk mengembangkan rencana pembelajaran dan materi ajar bagi mahasiswa Autism Spectrum Disorder pada Program Studi Sistem Informasi, Universitas Komputer Indonesia. Hal tersebut dituangkan pada rencana pembelajaran semester dan materi ajar berbasis multimedia. Penelitian diawali dengan melakukan wawancara kepada setiap mahasiswa, orang tua mahasiswa dan dosen kemudian mensegmentasi data tersebut.

Dilanjutkan dengan menganalisis menggunakan model Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat. Hasil analisis mengemukakan rencana pembelajaran semester yang disusun dengan memodelkan pembelajaran selama satu semester pada dua mata kuliah, yaitu Algoritma dan Pemrograman Dasar serta Lab. Pemrograman Dasar. Melalui mata kuliah tersebut dikembangkan materi ajar berbasis multimedia. Rencana pembelajaran semester dan materi ajar berbasis multimedia dikemas dengan mengkhususkan pada kebutuhan dan evaluasi bagi mahasiswa autis. Hasil yang didapatkan merupakan rencana pembelajaran semester yang berorientasi pada kebutuhan mahasiswa autis pada identifikasi mata kuliah, capaian pembelajaran lulusan yang dibebankan, capaian pembelajaran mata kuliah, peta analisis capaian pembelajaran, referensi, rincian aktivitas pembelajaran, dan sistem penilaian dan evaluasi. Ketujuh bagian tersebut menjadi acuan dalam mentransformasikan materi ajar ke dalam basis multimedia dengan menyediakan video animasi dan permainan. Diharapkan melalui pengembangan rencana pembelajaran semester dan materi ajar berbasis multimedia dapat mendukung terciptanya lingkungan belajar yang ideal bagi mahasiswa autis.

Dari Skripsi: PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN DIRI UNTUK ANAK AUTIS DI SLB CITRA MULIA MANDIRI SLEMAN YOGYAKARTA

1. Pengertian dan Karakteristik Umum Anak Autis

(15)

Anak autis adalah anak yang mengalami gangguan pada otak sehingga mengalami hambatan dalam komunikasi, interaksi sosial dan perilakunya. Anak autis terlihat seperti memiliki dunianya sendiri karena tidak tertarik melakukan komunikasi dengan orang lain. Yosfan (2005:14) menyatakan autisme sebagai suatu keadaan yang di alami oleh anak sehingga anak hanya tertarik dengan dunianya sendiri. Hal tersebut menjadikan anak autis tidak memperdulikan keadaan lingkungan sekitarnya dan stimulus-stimulus yang diberikan kepada anak autis. Menjadikan anak autis sebagai anak yang acuh tak acuh dengan orang yang berada di dekatnya.

Pendapat lain yang menguatkan pernyataan di atas dapat di lihat berdasarkan pandangan Pamuji (2007: 2) yang menyatakan bahwa anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan fungsi otak sehingga anak mengalami kesulitan untuk melakukan interaksi sosial, komunikasi dengan lingkungan, serta gangguan perilaku dan adanya keterlambatan pada bidang akademis. Hallahan dan Kauffman (2009:425) mendefinisikan autism sebagai : A developmental disability affecting verbal and nonverbal communication and social interaction, generally evident before age 3, affects a child’s performance. Other characteristics often associated with autism are engagement in repetitive activities and stereotyped movement, resistance to environmental change or change in daily routines, and unusual responses to adversely affected primary because the child has a serious emotional disturbance.

Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia maka autis adalah sebuah gangguan perkembangan yang mempengaruhi komunikasi verbal dan non verbal dan interaksi sosial, yang secara umum terjadi sebelum usia 3 tahun, yang mempengaruhi kinerja anak.

Karakteristik lain yang sering muncul pada anak autis adalah adanya keterlibatan dalam kegiatan berulang dan gerakan stereotip, menolak pada perubahan lingkungan atau perubahan rutinitas sehari-hari, dan respon yang tidak biasa karena anak mengalami gangguan emosi yang serius.

2. Karakteristik Anak Autis

Karakteristik anak autis dapat dilihat dengan seksama dari kegiatan anak sehari-hari.

Kegiatan yang dilakukan anak autis sangat khas dan berbeda dengan anak normal lainnya.

Menurut Leo Kanner (dalam Yosfan, 2005:27) karakteristik anak autis dapat dilihat dari segi interaksi sosial, segi komunikasi dan pola bermain, segi aktivitas dan minat.

a. Karakteristik dari segi interaksi sosial

Segi interaksi sosial dapat dilihat dari gerakan pandangan mata yang tidak biasa seperti anak normal lainnya. Bila ada yang ingin memeluk anak cenderung menolak, keinginan untuk menyendiri sering terjadi pada masa kanak-kanak dan akan semakin berkurang sejalan dengan bertambahnya usianya, tidak mampu untuk memahami ekspresi wajah orang, atau pun untuk mengekspresikan perasaannya baik dalam bentuk vokal ataupun ekspesi wajah b. Karakteristik dari segi komunikasi dan pola bermain

Segi komunikasi bisa dilihat pada saat berbicara anak autis sering tidak mampu memahami kata-kata yang ditujukan pada anak autis. Pada saat anak autis baru saja mendengar kata-kata maka anak autis sering terlihat suka mengulang kata-kata tersebut.

c. Karakteristik dari segi aktivitas dan minat

Beberapa anak mungkin tidak menggunakan alat mainannya sesuai dengan yang seharusnya.

Demikian juga kemampuan untuk mengantikan satu benda dengan benda lain yang sejenis sering tidak sesuai. Anak autis menolak adanya perubahan lingkungan dan rutinitas baru

(16)

seperti : kesukaran bila jalan yang biasa ditempuh ke sekolah di ubah atau piring yang biasa dipakainya untuk makan diganti.

Sedangkan menurut Setiati Widihastuti (2007:3) Anak autis sendiri memiliki karakteristik seperti berikut :

a. Gangguan sensoris

Sangat sensitif terhadap sentuhan tekstur atau warna tertentu seperti tidak suka dipeluk, gangguan sensoris yang dimiliki anak autis menyebabkan anak rishi dan gelisah memakai baju atau kaos bertekstur yang terasa seperti „menggelitik „ dan „mengiris‟ kulitnya . Pada saat mendengar suara keras langsung menutup telinga.

b. Gangguan pada perilaku

Dapat berperilaku berlebihan (excessive) atau berkekurangan (deficient) contoh perilaku berlebihan : adanya hiperaktivitas motorik, seperti : tidak bisa diam ,lari bolak-balik, tak terarah, melompat-lompat, berputar-putar, memukulmukul pintu atau meja dan mengulang- ulang suatu gerakan tertentu, memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang- goyang, mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke pesawat TV , lari/berjalan bolak balik, dan melakukan gerakan secara berulang-ulang. Contoh perilaku berkekurangan (deficient) : duduk diam dengan tatapan mata kosong, bermain secara monoton dan tidak variatif, terpaku oleh suatu hal misalnya bayangan atau suatu benda yang berputar, kadang ada kelekatan pada benda tertentu seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar atau benda yang terus dipegangnya dan dibawa kemana-mana.

c. Gangguan Emosi

Temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak dituruti keinginannya, terkadang suka menyerang atau merusak. Walaupun kebanyakan anak autis menunjukkan perbaikan dalam hubungan sosial dan kemampuan berbahasa, seiring dengan meningkatkanya usia, gangguan autistik tetap meninggalkan ketidakmampuan yang menetap.

Mayoritas anak autis tidak dapat hidup mandiri dan membutuhkan perawatan di institusi ataupun membutuhkan supervisi terus menerus.

Berdasarkan prediksi kemandirian anak autis Yosfan Afandi (2005:39) mengklasifikasika anak autis sebagai berikut :

a. Duapertiga dari anak autis mempunyai diagnosis yang buruk seperti anak autis tidak dapat mandiri

b. Seperempat dari anak autistik mempunyai diagnosis yang sedang yaitu terdapat kemajuan pada bidang sosial dan pendidikan walaupun perilaku anak masih mengalami problem

c. Sepersepuluh dari anak autistik mempunyai diagnosis baik yaitu anak autis dapat mempunyai kehidupan sosial yang normal atau hampir normal dan berfungsi dengan baik di lingkungan sekolah ataupun di tempat kerja.

Klasifikasi yang diungkapkan di atas memberi gambaran klasifikasi dan karakteristik subjek penelitian. Gambaran subjek di lapangan adalah siswa autis dengan gangguan komunikasi seperti mendengar kata-kata maka siswa sering terlihat suka mengulang kata-kata tersebut, lari/berjalan bolak balik. Dan melakukan gerakan secara berulang-ulang, jika permintaan subjek tidak di turuti maka siswa terkadang tamper tantrum.

4. Prinsip Pembelajaran Pengembangan Diri

Seorang guru harus memiliki keuletan dan kesabaran dalam memberikan pembelajaran untuk anak autis, sehingga guru harus memahami prinsip pendidikan dan pengajaran untuk anak

(17)

autis. Prinsip-prinsip pendidikan dan pengajaran anak autis menurut Yosfan Afandi (2005:153) adalah :

a. Terstruktur

Pengajaran bagi anak autis diterapkan prinsip tersruktur artinya materi pengajaran dimulai dari bahan ajar atau materi yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh anak

b. Terpola

Terpola artinya pendidikan untuk anak autis harus dibiasakan dengan pola yang teratur atau sudah terjadwal baik di sekolah maupun di rumah.

c. Terprogram

Prinsip terprogram artinya pembelajaran berguna memberi arahan jelas dari tujuan yang ingin dicapai sehingga memudahkan dalam evaluasi. Program materi harus dilakukan secara bertahap dan sesuai dengan kemampuan anak.

d. Konsisten

Prinsip konsisten dalam pelaksanaan pendidikan bagi anak autis guru harus tetap dalam bersikap, merespon, dan memperlakukan anak sesuai dengan karakter dan kemampuan yang dimiliki anak autis. Sedangkan konsisten bagi anak adalah tetap mempertahanan dan menguasai kemampuan yang dimiliki. Tidak hanya guru dan anak tetapi orang tua juga dituntut untuk konsisten dalam Pendidikan anaknya yaitu dengan memberikan perlakukan terhadap anak sesuai dengan program pendidikan yang telah tersusun antara pembimbing dan orang tua sebagai wujud generalisasi pembelajaran di sekolah dan di rumah.

e. Kontinyu

Prinsip kontinyu artinya harus ada kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran, program pendidikan dan pelaksanaannya. Kontinyuitas juga harus terjadi dalam pelaksanan di sekolah dan ditindaklanjuti untuk kegiatan di rumah. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan agar tujuan pendidikan dapat tercapai perlu diperhatikan prinsip tersruktur, terpola, terprogram, konsisten dan kontinyu. Terlaksananya prinsip tersebut perlu kerjasama dari guru, siswa dan orangtua.

Menurut Wehman & Laughlin dalam Mumpuniarti (2003:109) terdapat tiga strategi pembelajaran yaitu :

1) Strategi pembelajaran dengan prinsip umum yang digunakan untuk mengorganisasikan kegiatan pembelajaran.

a) Acquisition dapat diartikan langkah untuk mendapatkan ketrampilan baru bagi siswa.

Langkah-langkah tersebut adalah :

(1) Siswa diminta supaya sadar akan tugas-tugas yang dipelajari

(2) Guru perlu mengambil perhatian siswa. Indikator yang baik bahwa siswa sedang memperhatikan adalah kontak mata.

(3) Instruksi verbal digunakan sesuai dengan kematangan bahasa siswa. Instruksi verbal diberikan dengan antusiasme dan perlu menghindari instruksi berupa pertanyaan kepada siswa autis

(4) Promp dan Modeling. Promp adalah isyarat untuk membetulkan respon siswa.

Modeling mendemonstrasikan respon yang betul. Promp dan model diberikan dengan instruksi verbal.

(5) Physical Guidance adalah bimbingan fisik yang diberikan kepada siswa.

Contohnya: guru membantu siswa menggunakan kemeja dengan memegang tangan siswa (6) Fading adalah menghilangkan prompting, modeling atau bimbingan fisik secara perlahan-lahan

(7) Reinforcement during step 1 to 5. Respon untuk penguat jika siswa mengalami kemahiran dalam pembelajaran . Respon ini diberikan kepada siswa setelah diberikannya instruksi verbal, prompt dan model dan bimbingan fisik

(18)

(8) Keseluruhan dan bagian prosedur yang menunjukkan cara tugas total yang dipisah-pisah untuk pembelajaran. Pada metode keseluruhan siswa mempraktekkan seluruh tugas tanpa dipisah-pisah. Pada metode bagian siswa mengerjakan tugas yang telah dipisah-pisah.

(9) Shaping adalah cara guru memberikan pembelajaran dengan penguat dari respon yang diharapkan.

(10) Backward Chaining satu tahapan kegiatan yang akan diajarkan kepada siswa yang telah disusun pada tahapan pembelajaran. Siswa dilatih pada setiap tahapnya hingga menguasai semua tahapan dari kegiatan tersebut.

b) Metode keseluruhan versus metode bagian

Metode keseluruhan unggul untuk metode bagian jika tugas tidak Panjang dan siswa memahami tema tugas tersebut. Metode bagian diberikan supaya siswa terfokus pada sejumlah informasi yang pendek.

c) Distribusi pada praktek

Cara guru mendistribusikan praktek disesuaikan dengan karakteristik siswa dan tugas yang dipelajari

d) Jumlah material

Jumlah menunjukkan ukuran tugas. Ukuran tugas harus disesuaikan dengan kesanggupan siswa

e) Hapalan

Siswa belajar keterampilan baru dengan cara menghapal sehingga siswa dapat mempraktekkan keterampilan tersebut.

f) Mengetahui hasilnya

Mengetahui hasil bertujuan untuk mengetahui penguasaan keterampilan yang dimiliki siswa.

Dengan mengetahui hasil, guru dapat mengetahui kesalahan pada siswa dan dapat segera mengkoreksinya.

g) Presentasi oral dan visual

Guru dapat memberikan pembelajaran secara oral seperti ceramah dan audio tape. Guru dapat juga memberikan pembelajaran secara visual dengan gambar-gambar.

h) Orientation dan Attention

Orientasi adalah meninjau informasi dan mendapatkan kesiapan untuk merespon tugas.

Orientasi dan perhatian merupakan sentral strategi pembelajaran yang baik. Contohnya : memberi garis bawah, code warna, dan pertanyaan ulang.

2) Strategi pembelajaran dengan prinsip khusus yang digunakan untuk mengorganisasikan bahan pelajaran atau materi. Terdapat dua tipe konsep pengetahuan yaitu konkrit dan abstrak.

Konsep konkrit dapat diobservasi seperti sayur mayur, mobil, dan buku. Sebaliknya abstrak tidak dapat diobservasi : nilai tempat pada ukuran atau deretan angka, dan fungsi kerja.

Tujuh prinsip spesifik tentang konsep kemahiran yang berefek pada pengetahuan adalah : tiga kaidah untuk materi seperti kaidah atau keteraturan alam; dimensi relevan dan tidak relevan;

tingkatan sistem klasifikasi. Empat hal lain dari pengetahuan sebagai metode cara menyajikan konsep yang dipelajari sebagai berikut : hubungan dari kejadian, kejadian positive dan negative, pembukaan secara beruntut, dan metode penemuan dan penjelasan

3) Strategi pembelajaran dengan prinsip penguat (reinforcement) menurut Mumpuniarti penguat positif adalah peristiwa yang menyertai perilaku dan menyebabkan meningkatnya frekuensi perilaku yang diharapkan. Berikut tipetipe penguat :

a) Penguat yang dapat dimakan (edible reinforcers)

Seorang anak yang melakukan tingkah laku yang sesuai dapat menerima item yang dimakan, seperti permen, buah, jus, susu, dan makanan kecil (snacks).

(19)

b) Activity Reinforcers

Activity Reinforcers adalah berbagai aktivitas yang sering menguatkan untuk berbagai usia dan tingkatan siswa cacat. Penguat yang termasuk golongan ini yaitu berbagai peristiwa seperti waktu ekstra untuk istirahat, membantu guru, pulang sekolah lebih awal, dibebaskan untuk waktu bermain, melihat televisi atau bermain dengan tape recorder. Dalam rangka mecapai efektif, aktivitas harus disediakan pada saat tingkah laku mencapai target

c) Social Reinforcement

Social Reinforcement ialah pujian atau memberi perhatian khusus untuk tingkah laku yang diharapkan.

c. Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran dapat disusun dengan memperhatikan rambu-rambu. Menurut Mumpuniarti (2007:75) rambu-rambu yang harus diperhatikan pada saat membuat materi sebagai berikut :

1. Materi yang disajikan harus mendukung tercapainya tujuan khusus yang telah ditetapkan

2. Materi yang disajikan harus berada dalam batas-batas kemampuan siswa untuk mempelajarinya. Hal ini berkaitan langsung dengan potensi yang ada pada siswa berkebutuhan khusus, sesuai dengan kelainan yang disandangnya.

3. Materi yang disajikan haruslah bermanfaat bagi kehidupan siswa

4. Materi disusun dari yang mudah ke yang sukar, yang sederhana ke yang kompleks, dan dari yang konkret ke yang abstrak.

d. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran digunakan untuk membantu merealisasikan strategi yang telah disusun oleh guru. Menurut Yosfan azwandi (2005:156) metode yang digunakan untuk anak autis ialah perpaduan metode yang telah ada dan untuk penerapannya disesuaikan dengan kondisi serta kemampuan anak. Dalam pengajaran untuk anak autis metode yang diberikan berupa metode yang memberikan gambaran kongkrit tentang pembelajaran, sehingga anak dapat menangkap pesan, informasi dan pengertian mengenai pembelajaran tersebut. Beberapa metode pembelajaran pada pengembangan diri menurut Dodo Sudrajat dan Lilis Rosida (2013:96) adalah :

1. Metode Ceramah

Metode ceramah dapat diartikan sebagai cara penyampaian Pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa dan disesuaikan dengan kemampuan anak dalam menerima informasi tersebut.

2. Metode Simulasi

Metode simulasi adalah metode yang sangat disukai oleh siswa sebab siswa senang menirukan. Metode simulasi berguna untuk memberikan pemahaman suatu konsep dan cara pemecahannya. Metode ini dilakukan oleh anak ataupun guru untuk memecahkan masalah contohnya simulasi cara memakai baju.

3. Metode Tanya Jawab

(20)

Metode tanya jawab adalah cara penyampaian bahan pelajaran melalui bentuk pertanyaan yang perlu dijawab oleh siswa. Metode tanya jawab dapat mengembangkan keterampilan mengamati, menginterpretasi, mengklasifikasikan, membuat kesimpulan, menerapkan dan mengkomunikasikan.

4. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran untuk memperlihatkan suatu proses cara kerja. Pada metode demonstrasi guru dituntut lebih aktif, anak dibimbing untuk mengikuti kegiatan yang didemonstrasikan oleh guru.

5. Metode Latihan

Metode latihan bertujuan untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Metode latihan sebagai sarana untuk memelihara kebiasaan yang baik. Metode ini dapat digunakan untuk memperoleh ketangkasan, ketepatan, kesempatan, dan keterampilan.

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan metode pembelajaran merupakan salah satu komponen yang mempunyai fungsi tersendiri untuk membantu guru menyampaikan materi.

f. Penilaian pembelajaran

Penilaian dirancang untuk menilai ketercapaian tujuan pembelajaran dan tingkat keberhasilan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Menurut Mumpuniarti (2007:76) alat penilaian yang dikembangkan harus mampu menilai kemampuan siswa. Mumpuniarti juga menambahkan rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam melakukan penilaian pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus :

1. Alat ukur yang bersifat informal dianggap sesuai untuk mengukur kualitas perilaku yang diharapkan oleh siswa berkebutuhan khusus

2. Alat penilaian yang dikembangkan harus mampu menilai kemampuan siswa. Contohnya pada tes kemampuan melakukan sesuatu maka alat ukur yang diberikan adalah tes perbuatan.

3. Kemampuan belajar seumur hidup merupakan target pada siswa berkebutuhan khusus, maka alat ukur yang dikembangkan berfokus pada penilaian bersifat langsung dan hasil pembelajaran yang berbentuk dalam jangka Panjang

Evaluasi pembelajaran

Menurut Yosfan Azwandi (2007:157) evaluasi pembelajaran bagi siswa autis dapat dilakukan dengan cara evaluasi proses. Evaluasi proses dilakukan pada saat proses kegiatan berlangsung dengan cara membetulkan perilaku yang menyimpang. Hal tersebut dapat dilakukan oleh guru dengan cara memberi reward atau demonstrasi secara visual dan konkrit. Menurut H.

Daryanto (2005:28) teknik evaluasi dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu teknik non tes dan non tes. Teknik non tes berupa pengamatan atau observasi (observation) adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Sementara teknik tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. R. Ibrahim & Nana Syaodih (2003:88) menjelaskan teknik tes terdiri dari tes lisan dan tes perbuatan. Pada tahap tes lisan guru memberikan pertanyaan secara lisan dan siswa langung menjawab secara lisan. Sementara tes

(21)

perbuatan dalam pelaksanaannya siswa ditugasi untuk melakukan sesuatuperbuatan yang sesuai dengan jenis keterampilan yang terkandung dalam tujuan instruksional khusus.

Dari jurnal: PENGEMBANGAN MEDIA CERITA BERGAMBAR BIDANG STUDI IPA UNTUK ANAK AUTIS

Anak Berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya secara signifikan mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, mental, intelektual, sosial, emosi, emosional) dibandingkan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus. Anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik yang berbeda- beda, berdasarkan kelainan yang mereka miliki, salah satunya adalah anak autis.

Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan, gangguan pemahaman atau gangguan fungsi otak yang bersifat pervasif, dan bukan suatu bentuk penyakit mental. Gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif (kemampuan), bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi social. Autisme atau biasa disebut ASD (Autistic Spectrum Disorder) merupakan gangguan perkembangan fungsi tak yang kompleks dan sangat bervariasi (spectrum). Ganguan ini meliputi cara berkomunikasi, berinteraksi sosial dan kemampuan berimajinasi. Berdasarkan data para ahli diketahui bahwa penyandang ASD (Autistic Spectrum Disorder) anak lelaki adalah empat kali lebih banyak dibandingkan penyandang ASD (Autistic Spectrum Disorder) anak perempuan (Diba, 2013).

Diba, dkk. 2013. Autism Care Center Dengan Pendekatan Behaviaour Architecture di Jakarta Timur. Jurnal Faktor Exacta, Vol 6, No 6: 24-34. ISSN: 1979-276X

Selain itu, Hani’ah (2015), menyatakan bahwa anak autisme mengalami kesulitan dalam membina hubungan sosial (berinteraksi sosial secara kualitatif), sulit berkomunikasi secara normal, sulit memahami emosi dan perasaan orang lain, menunjukkan perilaku yang repetitif, mengalami gangguan perilaku agresif dan hiperaktivitas sekaligus sensoris, serta mengalami perkembangan yang terlambat, tidak normal ataupun tidak seimbang.

Hani’ah, M. 2015. Kisah Insfiratif Anak- Anak Autis Berprestasi. Yogyakarta:Diva Press.

Anak autis lebih mudah untuk memproses informasi secara visual daripada stimulus pendengaran. Banyak anak dengan gangguan autisme memiliki kesulitan dalam memproses dan menyimpan informasi nonvisual. Anak dengan autisme mengalami kesulitan di dalam lingkungan untuk menangkap dan menyimpan informasi secara verbal saja. Kesulitan yang anak autisme hadapi tidak menutup anak dengan autisme untuk mendapatkan pendidikan, dan pembelajaran yang baik untuk mereka. Kelebihan pada anak dengan autisme dalam menerima informasi visual memberikan kemudahan mereka dalam pembelajaran.

Depdiknas (dalam Marienzi, 2012) mengemukakan autisme adalah suatu ganguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial, aktifitas imajinasi.

Anak autisme adalah anak yang mempunyai masalah atau ganguan dalam bidang komunikasi, interaksi, sosial, ganguan sensoris, pola bermain, perilaku, dan emosi. Autisme juga merupakan “gangguan kognitif (kemampuan untuk mengerti), gangguan tingkah laku sosial, dan gangguan verbal”

(22)

Marienzi, R. 2012. Meningkatkan Kemampuan Mengenal Konsep Angka Melalui Metode Multisensori Bagi Anak Autis. Jurnal Ilmiah Pedidikan Khusus, Vol.1, No. 3.

Jenis gangguan perkembangan pada anak pada autis adalah berdasarkan ICD 10 (International Classification of Diseases) dan DSM (Diagnostic And Statistical Manual) IV termasuk dalam kategori Gangguan Perkembangan Perpasiv (Perpasive Developmental Disorder/ PDD) (Kurdi, 2009:17).

Dari buku:

Anak berkebutuhan khusus (a child special need) meruapakan anak yang terlahir ataupun tumbuh dan berkembang dengan berbagai kekurangan, baik fisik, mental maupun intelegensi.19

19 Hamzah B.Uno dan Masri Kuadrat, 2009, Mengelola kecerdasan dalam pembelajaran:sebuah konsep pembelajaran berbasis kecerdasan, cet, I (jakarta: Bumi Aksara), h.2

Masyarakat awam sering kali beranggapan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus terbatas pada anakanak yang memiliki cacat fisik sehingga dianggap sebagai suatu hal yang biasa karena mudah untuk dilihat dan dilakukan diagnosis. Pada kenyataannya, anak-anak berkebutuhan khusus terutama dengan kesulitan sering kali tersembunyi diantara anak-anak lainnya dan sangat sulit untuk dilakukan diagnosa.

Suran dan Rizzo dalam mangunsong mendefenisikan bahwa anak yang memiliki kebutuhan khusus sebagai anak yang secara signifikan berbeda dalam berbagai dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan/kebutuhan dan potensinya secara maksimal, meliputi mereka yang tuli, buta, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosional. Juga anak yang berbakat dengan intelegensi tinggi, dapat dikategorikan sebagai anak khusus/luar biasa karena memerlukan penanganan terlatih dan tenaga profesional.

Mangunsong juga mendefenisikan anak yang tergolong luar biasa atau berkebutuhan khusus sebagai anak yang menyimpang dari rata-rata anak normal dalam hal:ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik, dan neuromuscular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, maupun kombinasindua atau tiga dari hal-hal diatas; sejauh ia memerlukan modifikasi dari tugas-tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan terkait lainnya, yang ditujukan untuk mengembangkan potensi atau kapasitasnya secara maksimal.

20Mangunsong F, 2009, Psikologi dan Pendidikan anak berkebutuhan khusus, Jilid I ( Depok: Lembaga sarana pengukuran dan pendidikan psikologi UI), h.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan metode Jolly Phonics pengajaran baca tulis yang diberikan meliputi pengenalan huruf dari bunyinya, menulis huruf secara benar, mengeja sukukata dan kata, mengidentifikasi

Kertas kerja ini akan membincangkan model pengajaran bahasa arab yang menyentuh berkaitan dengan model pengajaran dan pembelajaran, konsep teori dalam pengajaran dan

Selain itu, Saufi Man (2003: 265) menyatakan bahawa halangan besar kepada kejayaan pengajaran dan pembelajaran bahasa Arab di sekolah adalah tertumpu kepada

Pendekatan Dokumen Standard Kurikulum bagi bahasa Arab adalah untuk mencapai tujuan-tujuan berikut ; 1) Mendengar sebutan huruf, perkataan, ayat dan perenggan. 2) Menyebut huruf

Implementasinya bisa berupa pembuatan kurikulum, bahan ajar, modul ataupun untuk pengembangan metode pengajaran bahasa Arab, yang tentunya berlandaskan pada teori kognitif itu

Di samping itu tujuan pengajaran bahasa Arab adalah untuk mem- perkenalkan berbagai bentuk ilmu bahasa kepada peserta didik yang dapat membantu memperoleh kemahiran berbahasa,

Teknologi pengajaran bahasa Arab berada dalam wawasan pengertian teknologi Tradisional”.4 Dengan demikian, teknologi pengajaran bahasa Arab akan membahas bagaimana seorang guru bahasa

serta dapat meningkatkan pemahaman terhadap tatabahasa arab/ qawaid nahwu wa sharfi yang terdiri dari unsur- unsur bahasa Arab yang terdiri dari Huruf harf, Kata kalimatu, kalimat