• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAMATAN ASAM MALAT PADA TANAMAN CAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGAMATAN ASAM MALAT PADA TANAMAN CAM"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAMATAN ASAM MALAT PADA TANAMAN CAM

Oleh :

Shafa Rana Nusaibah B1A016119 Kurnia Ulfah Priyani B1A016120 Risdan Miftahul Huda B1A016121 Bagus Saputra B1A016122 Anjar Sari B1A016123 May Regga Hasset T B1A016124 Rombongan : III

Kelompok : 4

Asisten : Ali Romadhoni

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO

(2)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tumbuhan CAM adalah tumbuhan yang dapat berubah seperti tumbuhan C3 pada saat pagi hari (suhu rendah) dan dapat berubah seperti tumbuhan C4 pada siang hari dan di malam hari. Tumbuhan CAM adalah tumbuhan yang stomatanya membuka pada malam hari dan menutup pada siang hari, memiliki laju fotosintesis yang rendah bila dibandingkan dengan tanaman C3 dan C4 (Kusomo, 1984).

Tumbuhan CAM, pada kelompok ini penambahan CO2 seperti pada

tanaman C4, tetapi dilakukan pada malam hari dan dibentuk senyawa dengan gugus 4-C. Stomata pada siang hari dalam keadaan tertutup terjadi dekarboksilase senyawa C4 tersebut dan penambatan kembali CO2. Tanaman C4

terdapat pemisahan ruang, sedangkan pada CAM pemisahannya bersifat sementara. Yang termasuk golongan tumbuhan CAM adalah Crassulaceae, Cactaceae, Bromeliaceae, Liliaceae, Agaveceae, Ananas comosus, dan

Oncidiuum lanceanum. Beberapa tumbuhan CAM dapat beralih ke jalur C3 bila

keadaan lingkungan lebih baik (Gardner, 1991).

Tumbuhan CAM (Crassulation Acid Metabolism) pada dasarnya adalah tumbuhan sukulen, yaitu tumbuhan yang berdaun atau berbatang tebal dan bertranspirasi rendah. Dalam kondisi kering, stomatanya pada malam hari akan terbuka untuk mengabsorbsi CO2 dan menutup pada siang hari untuk mengurangi

transpirasi. Fiksasi CO2 tanaman CAM sama seperti tanaman C4, hanya saja

terjadinya pada malam hari dan energi yang dibutuhkan diperoleh dari glikolisis. Namun dalam kondsi cukup lemah, banyak spesies CAM mengubah fungsi stomata dan karboksilasi seperti tumbuhan C3. Tumbuhan CAM (Crassulation

Acid Metabolism) juga mempunyai metode fisiologis untuk mereduksi

kehilangan air dan menghindari kekeringan (Salisbury & Ross, 1995).

B. Tujuan

1. Mengetahui fluktuasi kandungan asam malat pada tanaman CAM.

(3)

Tanaman CAM adalah tanaman yang dapat berubah seperti tanaman C3 pada saat pagi hari (suhu rendah) dan dapat berubah seperti tanaman C4 pada siang hari dan malam hari. Tanaman CAM dijumpai pada tumbuhan sukulen, yang memiliki daun atau batang berdaging. Tumbuhan ini beradaptasi terhadap keadaan kering dengan transpirasi (evaporasi dari permukaan tumbuhan) rendah yang amat diperlukan agar dapat bertahan. Dalam kondisi kelembaban rendah, stomata terbuka pada malam hari untuk menyerap CO2, dan tertutup pada siang hari untuk

mengurangi beban transpirasi tumbuhan. Ciri-ciri tanaman CAM yaitu fotosintesis terjadi pada mesofil, fiksasi CO2 terjadi pada malam hari, siklus Calvin (reaksi gelap)

terjadi pada siang hari, biasanya tumbuh di daerah gurun, stomata membuka pada malam hari dan menutup pada siang hari, dan membentuk senyawa 4-karbon (oksaloasetat) untuk menyimpan CO2 (Sinaga et al., 2011).

Asam malat (malic acid) adalah asam dikarboksilat yang memberikan rasa asam dan getir dalam berbagai buah seperti apel hijau dan anggur. Asam malat dapat disintesis dalam tubuh melalui siklus asam sitrat (Krebs) untuk meningkatkan metabolisme energi. Asam malat memiliki rantai senyawa dasar yang mencakup atom karbon terikat dengan ikatan ganda atom oksigen serta senyawa hidroksida. Asam malat merupakan senyawa organik yang memiliki rumus kimia C4H6O5. Zat ini

juga memainkan peran dalam pembentukan adenosin trifosfat (ATP) (Dwidjoseputro, 1990).

Tanaman CAM adalah tanaman yang dapat berubah seperti tanaman C3 pada saat pagi hari (suhu rendah) dan dapat berubah seperti tanaman C4 pada siang hari dan malam hari. Tanaman CAM adalah tanaman yang stomatanya membuka pada malam hari dan menutup pada siang hari, memiliki laju fotosintesis yang rendah bila dibandingkan dengan tanaman C3 dan C4. Potongan melintang daun C3 menunjukkan mayoritas sel yang mengandung kloroplas dan mesofil. Sebaliknya, C4 memiliki dua tipe sel yang mengandung kloroplas, mesofil, dan bundle sheath. Tumbuhan C4 cenderung memiliki suhu optimum yang lebih tinggi dibandingkan tumbuhan C3. Tidak seperti tumbuhan C3, fotosintesis pada C4 tidak terhambat oleh oksigen dan memiliki titik kompensasi CO2 yang lebih rendah. Kompensasi CO2

adalah banyaknya konsentrasi CO2 yang diambil untuk fotosintesis dengan CO2 yang

digunakan untuk respirasi. C3 berkisar antara 20 hingga 100 µl CO2 per liter

(4)

Tumbuhan C4 dan CAM lebih adaptif di daerah panas dan kering dibandingkan dengan tumbuhan C3. Namun tanaman C3 lebih adaptif pada kondisi kandungan CO2 atmosfer tinggi. Padi, kentang, kedelai, kacang-kacangan, dan kapas

termasuk kelompok C3. Tanaman pangan yang tumbuh di daerah tropis, terutama gandum, akan mengalami penurunan hasil yang nyata dengan adanya kenaikan sedikit suhu karena gandum umumnya dibudidayakan pada kondisi suhu toleransi maksimum. Perubahan iklim berpengaruh terhadap jenis hama dan penyakit, juga akan memengaruhi kecepatan perkembangan individu hama dan penyakit, jumlah generasi hama, dan tingkat inokulum patogen, atau kepekaan tanaman inang (Ma’ruf et al., 2016).

(5)

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah erlenmeyer, buret dan statif, kompor, pipet tetes, gelas ukur, cutter atau gunting, kertas saring,

freezer, alat tulis, dan label.

Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah potongan daun nanas (Ananas comosus), larutan NaOH 0,01 N, indikator pp, dan akuades.

B. Metode

Cara kerja dalam praktikum kali ini :

1. Sampel daun pada pukul 06.00; 09.00; 15.00; 18.00; 21.00; 24.00; dan 03.00 ditimbang masing-masing sebanyak 1 g, selanjutnya daun diiris-iris dengan luas ±1 mm2.

2. Sampel daun yang telah diiris-iris dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL, lalu ditambah dengan akuades sebanyak 20 mL. Ekstraksi dilakukan dengan cara pemanasan selama 15 menit. Ekstrak dituang ke dalam erlenmeyer lain. Ekstraksi diulang dengan 10 mL akuades hingga sampel tampak berwarna putih atau tidak berwarna.

3. Ekstrak dikumpulkan hingga volume ekstrak sebesar 50 mL. apabila volume ekstrak kurang dari 50 mL maka ditambahkan akuades hingga volume ekstrak 50 mL.

(6)

Hasil pengamatan diperoleh persen asam malat pada pukul 18.00 sebesar 100,5%, pukul 21.00 asam malat meningkat menjadi 201%, pukul 24.00 sebesar 489,1%, pukul 03.00 sebesar 281,4%, pukul 06.00 sebesar 234,5%, pukul 09.00 sebesar 167,5%, pukul 12.00 sebesar 462,3%, dan pukul 15.00 asam malat sebesar 261,3%. Hasil tersebut dapat dilihat terus mengalami peningkatan dari pukul 18.00 sampai 24.00. Hasil % asam malat pada pukul 03.00 dan 06.00 juga masih menunjukan jumlah yang cukup tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Salisbury & Ross (1995), yang menyatakan bahwa pada saat gelap (malam hari), pati dirombak melalui reaksi glikolisis sampai PEP terbentuk CO2

(lebih tepatnya HC03-) bereaksi dengan PEP membentuk asam oksaloasetat

dengan bantuan enzim PEP karboksilase, yang kemudian direduksi menjadi asam malat oleh bantuan enzim malat dehidroginase yang bergantung pada NADH. Ion H+ dari asam malat diangkut ke vakuola pusat (dalam) yang besar oleh ATPase dan pompa pirofosfatase dan ion malat mengikuti H+ ke dalam vakuola. Sel

mesofil tumbuhan CAM menyimpan asam organik yang dibuatnya selama malam hari di dalam vakoulanya hingga pagi, ketika stomata tertutup. Disini, asam malat terhimpun kadangkala bahkan mencapai konsentrasi 0,3 M atau lebih, sampai fajar tiba (Salisbury & Ross, 1995).

Jumlah asam malat pada pukul 09.00 sudah mengalami penurunan, hal tersebut terjadi karena sinar matahari sudah mulai tinggi sehingga cahayanya mampu mempengaruhi jumlah asam malat hal tersebut sesuai dengan referensi yang menyebutkan bahwa pada siang hari, ketika reaksi terang dapat memasok ATP dan NADPH untuk siklus Calvin, CO2 dilepas dari asam organik yang

dibuat pada malam hari itu sebelum dimasukkan ke dalam gula dalam kloroplas (Campbell et al., 2000). Namun pada pukul 12.00 jumlah % asam malat hasil pengamatan menunjukkan jumlah yang meningkat secara signifikan, begitu juga terjadi pada pukul 15.00 yang masih menunjukan % asam malat yang cukup relatif tinggi jika dibandingkan dengan pukul 18.00 yang intensitas cahanya sudah berkurang. Hasil pengamatan ini tidak sesuai dengan pendapat Campbell et al. (2000), yang menyatakan bahwa pada selama siang hari, asam malat berdifusi secara pasif keluar dari vakuola dan di dalam sitosol asam malat didekarboksilasi untuk membebaskan kembali CO2 oleh salah satu atau lebih dari tiga mekanisme

(7)

mempengaruhi volume titrasi dan akibatnya berpengaruh pada % asam malat yang dihasilkan.

Mekanismenya bergantung terutama pada spesies tumbuhan CO2 yang

dilepaskan menjadi sangat terkonsentrasi di dalam sel dan difiksasi kembali (tanpa fotorespirasi) oleh rubisko menjadi 3PGA pada daur Calvin yang kemudian mengarah kepada pembentukan sukrosa, pati, dan produk fotosintesis lainnya. Rubisko menjadi aktif pada siang hari, seperti pada tumbuhan C3 dan C4. Peranan rubisko serupa dengan fungsinya di seludang berkas tumbuhan C4 yaitu menambat kembali CO2 yang hilang dari asam organik, seperti misalnya

asam malat. PEP karboksilase di sitosol tumbuhan CAM merupakan enzim yang berperan dalam penambatan C02 menjadi malat pada malam hari (berlawanan

dengan aktivitasnya yang rendah pada tumbuhan C4 pada saat gelap) (Salisbury, 1995).

Beberapa faktor yang mempengaruhi kandungan asam malat diantaranya karena fotosintesis dan berikut faktor faktor yang mempengaruhi fotosintesis pada tanaman CAM menurut Lakitan (2007) yaitu:

1. Faktor internal

Artinya bahwa fotosintesis dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dari tubuh tumbuhan itu sendiri misalnya pada stomata, kloroplas, atau organ-organ lain yang berhubungan dengan proses fotosintesis.

2. Faktor eksternal

Artinya bahwa proses fotosintesis dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan diantaranya:

Semakin banyak karbon dioksida di udara, makin banyak jumlah bahan yangdapat digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis.

(8)

Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosintesis hanya dapat bekerja pada suhu optimalnya. Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring dengan meningkatnya suhu hingga batas toleransi enzim.

d) Kadar air

Kekurangan air atau kekeringan menyebabkan stomata menutup, menghambat penyerapan karbondioksida sehingga mengurangi laju fotosintesis. Kadar fotosintat (hasil fotosintesis). Jika kadar fotosintat seperti karbohidrat berkurang, laju fotosintesis akan naik. Bila kadar fotosintat bertambah atau bahkan sampai jenuh, laju fotosintesis akan berkurang.

e) Tahap pertumbuhan

Penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis jauh lebih tinggi pada tumbuhan yang sedang berkecambah ketimbang tumbuhan dewasa. Hal ini mungkin dikarenakan tumbuhan berkecambah memerlukan lebih banyak energi dan makanan untuk tumbuh.

f) pH

Tumbuhan akan berfotosintesis dengan baik pada pH netral yaitu sekitar pH 6-7dan akan mengalami penurunan laju fotosintesis pada pH yang terlalu asam atau terlalu basa. Dari ke enam faktor di atas, yang paling mempengaruhi laju fotosintesis adalah faktor cahaya baik intensitas ataupun panjang gelombangnya (warna).

g) Cahaya

(9)

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kandungan asam malat mengalami fluktuasi pada pukul 24:00 sebesar 489,1% dan mulai mengalami penurunan pada pukul 03:00 menjadi 281,4%. Pada pukul 12.00 kandungan asam malat kembali mengalami fluktuasi menjadi 462,3% dan mengalami penurunan pada pukul 15:00 menjadi 261,3%.

B. Saran

(10)

DAFTAR REFERENSI

Campbell, N. A., Reece, J. B., & Mitchel, L. G. 2000. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta : Erlangga.

Dwidjoseputro. 1990. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Gardner. 1991. Fisiologi Tumbuhan Budidaya. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Hopkins, William, G., Norman, P. A., & Hüner. 2008. Introduction to Plant Physiology. Fourth Edition. Hoboken : John Wiley & Sons Inc.

Kusumo, S. 1984. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Jakarta : CV Yasaguna.

Lakitan, B. 2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Ma’ruf, A., Safitri, S. A., & Sinaga, A. 2016. Pengaruh pemanasan global terhadap beberapa tanaman C3 di Indonesia. JurnalPenelitianPertanianBERNAS, 12 (2), pp. 44-54.

Salisbury, F. B., & Ross, C. W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : Institut Teknologi Bandung Press.

Sinaga, Agustina, & Jekson, N. 2011. Sukses SNMPTN. Jakarta : Mizan Publika.

Referensi

Dokumen terkait

Selain dapat menurunkan laju reaksi, penambahan aditif dapat mempengaruhi pertumbuhan inti kristal dikarenakan ion aditif mampu menutup atau membuat lapisan pada permukaan

Selain dapat menurunkan laju reaksi, penambahan aditif dapat mempengaruhi pertumbuhan inti kristal dikarenakan ion aditif mampu menutup atau membuat lapisan pada permukaan

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kadar prolin Pro, asam absisat ABA, dan kandungan air relatif KAR pada jaringan daun tanaman C3 dari bayam Amaranthus hybridus dan C4 dari