PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai (Glycine max(L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman
kacang-kacangan yang sangat banyak digunakan sebagai sumber protein nabati untuk
konsumsi masyarakat dan industri pangan di Indonesia. Kebutuhan kedelai di
Indonesia terus-menerus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi kedelai adalah melalui
perluasan areal penanaman. Akan tetapi perluasan penanaman kedelai mengalami
kendala, di mana tanah-tanah produktif banyak digunakan untuk areal industri dan
perumahan, di sisi lain masih banyaknya tanah yang belum dimanfaatkan. Tanah
salin terutama di wilayah pesisir adalah salah satu lahan yang belum dimanfaatkan
secara luas untuk kegiatan budidaya tanaman.
Posisi Indonesia yang berada di daerah tropis dan sebagai negara
kepulauan juga sangat rawan terhadap perubahan iklim global. Dampak
pemanasan global terhadap wilayah pesisir akan menyebabkan terjadinya
peningkatan muka air laut sehingga akan memberikan pengaruh yang sangat besar
(Wieczorek-Zeul, 2008). Peningkatan muka air laut akan menyebabkan terjadinya
peningkatan salinitas air yang kemudian berpengaruh terhadap sistem pola tanam
di daerah tersebut (Grattan, 2005). Total luas lahan salin di Indonesia diperkirakan
444.300 ha yang terbagi menjadi lahan agak salin 304.000 ha dan lahan salin
140.300 ha. Lahan-lahan tersebut pada umumnya berupa lahan pantai dan muara
sungai yang dipengaruhi oleh intrusi air laut (Rachmanet al., 2007).
Salinitas mengurangi pertumbuhan dan hasil tanaman pertanian dan pada
kondisi terburuk dapat menyebabkan terjadinya gagal panen (Yuniati, 2004).
menunjukkan penurunan terhadap tinggi tanaman, luas daun, bobot biji, bobot
kering akar dan tajuk serta jumlah polong pada tanaman kedelai.
Pada kondisi salin, pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat
karena akumulasi berlebihan dari Na dan Cl dalam sitoplasma, menyebabkan
perubahan metabolisme di dalam sel (Yuniati, 2004). Peningkatan konsentrasi
natrium (Na) dalam jaringan tanaman dapat meningkatkan stres oksidatif, yang
menyebabkan kerusakan dalam struktur kloroplas dan berkaitan terhadap
kehilangan klorofil (Khosravinejad and Farboondia, 2008). Selanjutnya, akan
dihasilkan reaktif oksigen spesies (ROS) seperti superoksida (O2-), hidrogen
peroksida (H2O2) dan radikal hidroksil (OH) (Wahidet al.,2007). Senyawa ROS
ini akan dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman (Aroca et al., 2001). Jika
hal ini dibiarkan, maka lama kelamaan tanaman akan mengalami kematian (Apel
and Hirt, 2004).
Stres oksidatif menginduksi konsentrasi ROS (Reactive Oxygen Spesies)
yang lebih tinggi/menengah seperti superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2)
dan radikal hidroksil (OH), karena proses transportasi electron terganggu di
kloroplas, mitokondria, dan jalur fotorespirasi. Keadaan ini mengakibatkan
terjadinya ketidak seimbangan antara Source dan Sink dalam metabolisme
tanaman (Bohnertet al.,1995).
Secara agronomi, strategi untuk menanggulangi permasalahan pada lahan
marjinal tersebut adalah dengan memanfaatkan tanaman yang toleran terhadap
cekaman salinitas (Utama et al., 2009). Upaya penggunaan varietas toleran salin
hingga saat ini masih terkendala oleh terbatasnya ketersediaan varietas kedelai
unggul berdaya hasil tinggi dan toleran salin (Simatupanget al.,2005).
Hasil penelitian Rahmawati dan Rosmayati (2010), terhadap penapisan
yang mampu berproduksi pada lahan salin, salah satu diantaranya yang paling
berpotensi untuk dikembangkan adalah varietas Grobogan. Namun produksi yang
dihasilkan masih sangat rendah. Penurunan produksi varietas Grobogan akibat
cekaman salinitas mencapai 36,56 % jika dibandingkan dengan produksi pada
kondisi optimum. Penurunan produksi kedelai diduga disebabkan oleh cekaman
osmotik dan cekaman oksidatif, untuk itu diperlukan upaya lain yang dapat
mengatasi cekaman akibat salinitas pada kedelai. Penggunaan antioksidan
non-enzimatik dan zat pengatur tumbuh tanaman merupakan pendekatan yang efisien
dan secara teknis lebih mudah untuk meminimalkan dampak buruk dari salinitas
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman (Tunaet al.,2008).
Salah satu pendekatan untuk mendorong toleransi stres oksidatif yang
akan meningkatkan substrat enzim pada tingkat sel adalah asam askorbat. Asam
askorbat merupakan metabolit utama yang penting pada tanaman yang berfungsi
sebagai antioksidan, kofaktor enzim dan sebagai modulator sel sinyal dalam
beragam proses fisiologis penting, termasuk biosintesis dinding sel, metabolit
sekunder dan phytohormon, toleransi stress, pembelahan dan pertumbuhan sel
(Wolucka et al., 2005). Menetralisir racun, melindungi sel dari senyawa oksigen
reaktif dan radikal bebas serta mencegah kematian sel (Conklin and Barth, 2004).
Secara umum, efek asam askorbat dalam mengurangi dampak buruk dari
stres garam dianggap berasal dari pengaktifan beberapa reaksi enzim (Kefeli,
1981). Selain itu, efek positif seperti asam askorbat dalam mengatasi
efek samping dari stres garam dikaitkan dengan kestabilan dan perlindungan
pigmen fotosintesis dari kerusakan oksidatif (Choudhury et al., 1993; Hamada,
1998).
Dalam mengurangi pengaruh merugikan dari salinitas, berbagai jenis
utama beberapa ilmuwan tanaman (Hisamatsuet al.,2000). Asam giberelin (GA3)
terakumulasi dengan cepat ketika tanaman terkena cekaman biotik (McConn
et al., 1997) dan abiotik (Lehmann et al., 1995). Asam giberelin (GA3) penting
terkait dalam pengaturan respon tanaman terhadap lingkungan luar dan
mengendalikan sejumlah gen akibat dari pengaruh stres (Naqvi, 1999).
Penggunaan GA3pada kondisi salin dapat meningkatkan pertumbuhan dan
hasil tanaman (Kumar and Singh, 1996). GA3 telah terbukti dapat mengurangi
pengaruh stres garam terhadap kandungan pigmen (Aldesuquy and Gaber, 1993),
efisiensi penggunaan air (Aldesuquy and Ibrahim, 2001) dan peningkatan
kapasitas fotosintesis (Khan, 1996). Selain itu, GA3 berinteraksi dengan hormon
lain untuk mengatur berbagai proses metabolisme dalam tanaman (Yang et al.,
1996; Van Huizenet al., 1997).
Asam giberelin dapat mendukung pembentukan RNA baru serta sintesis
protein (Abidin, 1994). Adanya peningkatan sintesis protein akan memicu kerja
enzim dalam proses metabolisme tanaman yang selanjutnya akan meningkatkan
laju fotosintesis. Peningkatan kandungan pigmen, kapasitas fotosintesis dan
pertumbuhan melalui pemberian GA3 di bawah cekaman salinitas menunjukkan
potensinya dalam pengaturan metabolismesourcedansink(Iqbalet al., 2011).
Perumusan Masalah
Salinitas tanah telah menjadi suatu masalah serius dalam produksi
tanaman di Indonesia. Persoalan lahan salin yang utama adalah tingginya
kandungan Na+dan Cl-dari medium perakaran tanaman. Peningkatan konsentrasi
natrium (Na) dalam jaringan tanaman dapat meningkatkan stres oksidatif, yang
reaktif oksigen spesies (ROS) seperti superoksida (O2-), hidrogen peroksida
(H2O2) dan radikal hidroksil (OH) yang dapat menimbulkan kerusakan pada
tanaman sehingga pada akhirnya akan menurunkan produksi dan bahkan dapat
menyebabkan kematian pada tanaman.
Untuk mengatasi permasalahan pada budidaya tanaman di lahan salin
terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan, diantaranya dengan penggunaan
varietas kedelai toleran salinitas. Berdasarkan hasil penelitian Rahmawati dan
Rosmayati (2010), terhadap penapisan kedelai di lahan salin Kecamatan Percut
Sei Tuan menunjukkan bahwa kedelai varietas Grobogan adalah varietas yang
menghasilkan produksi tertinggi dibandingakan dengan empat varietas lainnya
serta mampu berproduksi pada musim kemarau dan hujan. Sehingga varietas
Grobogan dianggap paling berpotensi untuk dikembangkan pada lahan salin.
Namun demikian produksi kedelai yang dihasilkan masih sangat rendah
baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Untuk itu diperlukan upaya lain yang
dapat mengatasi cekaman akibat salinitas yaitu melalui penggunaan antioksidan
berupa asam askorbat yang dapat mendorong toleransi stres oksidatif serta
melindungi sel dari senyawa oksigen reaktif dan penggunaan zat pengatur tumbuh
giberelin (GA3) akan memicu kerja enzim dalam proses metabolisme tanaman
yang selanjutnya akan meningkatkan laju fotosintesis.
Diharapkan aplikasi asam askorbat dapat mengurangi aktifitas ROS yang
terjadi akibat cekaman salinitas sedangkan pemberian giberelin dapat
meningkatkan hasil tanaman yang akan mengoptimalkan produksi kedelai pada
lahan salin. Sehingga perlu diketahui berapa kombinasi dosis asam askorbat dan
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh asam askorbat dan
giberelin dalam mengatasi efek merugikan dari salinitas pada dua genotipa kedelai
(Glycine max(L.) Merril).
Hipotesis Penelitian
1. Asam askorbat dengan kosentrasi tertentu dapat meningkatkan pertumbuhan
dan hasil dua genotipa kedelai pada lahan salin.
2. Genotipa Grobogan seleksi dapat tumbuh dan berproduksi lebih baik pada
lahan salin dibandingkan dengan genotipa Grobogan non seleksi.
3. Terdapat perbedaan pertumbuhan dan hasil dua genotipa kedelai terhadap
pemberian giberelin.
4. Terdapat interaksi antara asam askorbat dan giberelin dalam meningkatkan
pertumbuhan dan hasil kedelai pada lahan salin.
5. Terdapat interaksi antara genotipa dengan kosentrasi asam askorbat dan
giberelin dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai pada lahan
salin.
Kegunaan Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
pihak-pihak yang membutuhkan dan dapat memberikan prospek dalam pengembangan