• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUKTIAN DALAM ACARA PERADILAN AGAMA (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMBUKTIAN DALAM ACARA PERADILAN AGAMA (1)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUKTIAN DALAM ACARA PERADILAN AGAMA

PEMBUKTIAN A. Pengertian pembuktian

Membuktikan artinya mempertimbangkan secara logis kebenaran suatu fakta atau pristiwa berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan menurut hukum pembuktian yang berlaku. Untuk memperoleh kepastian bahwa suatu pristiwa/fakta yang diajukan itu benar terjadi, yang dibuktikan kebenarannya, sehingga nampak adanya hubungan hukum antara para pihak, inilah merupakan tujuan dari pembuktian itu sendiri.

B. Hukum pembuktian

Menurut hukum pembuktian dalam acara perdata, maka pembuktiannya adalah:

1. Bersifat mencari kebenaran formil

Artinya dari setiap pristiwa yang harus dibuktikan adalah kebenarannya. Mencari kebenaran formil berarti bahwa hakim tidak boleh melampaui batas-batas yang diajukan oleh pihak-pihak yang berperkara.

2. Tidak disyaratkan adanya keyakinan hakim

Artinya dalam pembuktian dibolehkan antara perkara pidana dan perdata. Pembuktian dalam perkara pidana masyarakat adanya keyakinan hakim, sedangkan dalam perkara tidak secara tegas masyarakat adanya keyakinan.

3. Alat bukti harus memenuhi syarat formil dan materil.

Dalam hukum pembuktian, teridiri dari unsur materil dan unsur formil. Hukum pembuktian materil mengatur tentang dapat tidaknya diterima pembuktian dengan alat-alat bukti tertentu dipersidangan serta kekuatan pembuktiannya, sedangkan hukum pembuktian formil mengatur cara mengadakan pembuktian.

C. Alat-alat bukti

1. Alat-alat dalam perkara perdata ialah: 2. Alat bukti surat

3. Alat bukti saksi

4. Alat bukti persangkaan 5. Alat bukti pengakuan 6. Alat bukti sumpah

7. Pemeriksaan ditempat (pasal 153) 8. Saksi ahli (pasal 154 HIR)

(2)

10. Pengetahuan hakim (pasal 178 (1) HIR, UU-MA No. 14/1985) D. BUKTI SURAT

1. Pengertian

Alat bukti tertulis atau surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksud untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran seeseorang dan digunakan sebagai pembuktian (alat bukti).

Alat bukti tertulis di atur dalam pasal, 138, 165, 167, HIR /pasal 164, 285-305 R.Bg. 186 No 29 dan pasal 1867-1894 BW, serta pasal 138-147 RV

2. Macam-macam alat-alat bukti surat

Surat sebagai alat bukti tertulis dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Akta

b. akta otentik

c. Akta ialah surat yang diberi tandatangan, yang memuat pristiwa yang menjadi dasar suatu hak perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.

Akta otentik ialah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu dan dalam bentuk menurut ketentuan yang ditetapkan untuk itu, baik denagn maupun tanpa bantuan dari yang berkepentinagn, ditempat dimana pejabat berwenang menjalankan tugasnya (ps. 1868).

3. Syarat-syarat akta otentik ada 3 (tiga) yaitu:

a. Dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu b. Dibuat dalam bentuk dan sesuai ketentuan yang ditetapkan untuk itu c. Dibuatkan ditempat pejabat itu berwenang untuk menjalankan tugasnya.

Pejabat yang dimaksud itu antara lain ialah notaris, hakim, panitera, jurusita, pegawai pencatat sipil, pegawai pendapat nikah, pejabat pembuat akta tanah, pejabat pembuat kata ikrar wakaf dan sebagainya.

Akta otentik ada dua macam yaitu:

1. Akta yang dibuat oleh pejabat ialah akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk itu karena jabatannya tanpa campur tangan pihak lain, dengan mana pejabat tersebut menerangkan apa yang dilihat, didengar serta apa yang dilakukan.

2. Akta yang dibuat dihaddapan pejabat ialah yang dibuat oleh para pihak dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu atas kehendak para pihak, dengan mana pejabat menerangkan jufa apa yang dilihat dan dilakukan.

Akta dibawah tangan ialah akta yang dibuat oleh para pihak dengan sengaja untuk pembuktian, tetapi tanpa bantuan dari seseorang pejabat. Hal ini diatur dalam stbl 1867 No.29 untuk jawa dan Madura, sedang untuk luar jawa dan Madura diatur dalam pasal 286 sampai dengan 305 R.Bg pasal 1874-1180 BW juga mengatur masalah ini.

Perbedaan akta otetentik dan akta dibawah tangan ialah :

1. Akta otentik merupakan suatu akta yang sempurna, sehingga mempunyai bukti baik secara formil maupun materil. Kekuatan pembuktinya telah melekat pada akta itu secara sempurna. Jadi bagi hakim ia merupakan bukti sempurna. Sedang akata dibawah tangan baru mempunyai kekuatan bukti materil jika telah dibuktikan kekuatan formilnya dan kekuatan formilnya baru terjadi setelah pihak-pihak yang bersangkutan mengakui akan kebenaran isi dan cara pembuatan akta tersebut, dan bagi hakim merupakan bukti bebas.

(3)

3. Akta otentik mesti terdaftar pada register untuk itu dan tersimpan pada pejabat yang membuatnya / dibuat hadapannya, sehingga kemungkinan akan kehilanagn akta sangat kecil. Sedang akta dibawah tangan tidak terdaftar, sehingga kemungkinan hilangnya lebih besar.

4. Akta otentik mempunyai tanggal pasti. Sedangkan akta dibawah tangan tidak selalu demikian.

AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI STATUS DALAM PERKAWINAN.

Dalam hukum perkawinan, banyak hal yang untuk menetapkan kepastian bukti hukum sesuatu, harus dibuktikan dengan suatu akta otentik, hal-hal tersebut antara lain:

1) Adannya perkawinan

a. Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh pegawai pencatat nikah

b. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat diajukan itsbat nikah ke pengadilan agama, untuk kemudian mendapat akta nikah (pasal 7 KHI)

2) adanya perceraian

a. Adanya perceraian hanya dapat dibuktikan dengan akta cerai yang dilakukan oleh panitera pengadilan agama (pasal 84 ayat 4 UU.No 7/1989 pasal 8 KHI)

b. Apabila akta cerai tidak ada maka dapat dimintakan duplikat ke pengadilan agama atau mengajukan perkara baru.

3) Adanya rujuk

a. Rujuk hanya dapat dibuktikan dengan akta rujuk (kutipan buku pendaftaran rujuk) yang dikeluarkan oleh pegawai pencacatan nikah (pasal 10 KHI)

b. Akta nikah yang telah diberi catatan oleh penitera tentang perubahan NTCR-nya. 4) asal usul anak

a. Asal usul anak hanya bisa dibuktikan dengan akta kelahiran yang dikeluarkan oleh kantor cacatan sipil, atau dengan alat bukti lainnya (pasal 103 ayat 1 KHI pasal 55 UUP)

b. Apabila akta kelahiran tidak ada, maka pengadilan agama dapat mengeluarkan “penetapan” tentang asak usul anak dan berdasarkan penetapan tersebut dikeluarkan kata kelahiran oleh kantor catatan sipil (pasal 103 ayat 2 KHI, pasal 55 UUP)

E. BUKTI SAKSI 1. Pengertian

Saksi ialah orang yang memberikan keterangan dimuka siding, dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengar dan ia alami sendiri sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut. Bukti saksi diatur dalam pasal 168-172 HIR

2. Syarat-syarat saksi

Saksi harus memenuhi syarat formil dan materil  Syarat formil saksi adalah

a. Berumur 15 tahun ke atas b. Sehat akalnya

c. Tidak ada pihak menurut keturunan yang lurus, kecuali undang-undang menentukan lain. d. Tidak ada hubungan perkawinan dengan salah satu pihak dengan meskipun sudah bercerai

( pasal 145 ayat 1 HIR)

e. Tidak ada hubungan kerja dengan salah satu pihak dengan menerima upah (pasal 144 ayat 2 HIR kecuali undang-undang menentukan lain.

(4)

g. Mengankat sumpah menurut agamanya (pasal 147 HIR)

h. Berjumlah sekurang-kurangnya 2 orang untuk kesaksian suatu peristiwa, atau di kuatkan dengan bukti lain. (pasal 169 HIR )keculi mengenai perzinaan.

i. Di panggil masuk ke ruang siding satu demi satu (pasal 144:1 HIR) j. Memberikan keterangan secara lisan (pasal 147 HIR)

 Syarat materil saksi ialah:

a. Menerangkan apa yang dilihat. Ia dengar dan ia alami sendiri (pasal 171HIR/308 R.Bg) b. Diketahui sebab-sebab ia mengetahui pristiwanya (pasal 171:1 HIR/paal 308:2 R.Bg)

c. Bukan merupakan pedapat atau kesimpulan saksi sendiri (pasal 171:2 HIR/ pasal 308:2 R.Bg) d. Saling bersesuaian satu sama lain (pasal 170 HIR)

e. Tidak bertentang denga akal sehat  Kewajiban saksi ada tida yaitu:

a. Menghadiri siding sesuai dengan panggilan b. Mengangkat sumpah sesuai agamanya

c. Memberikan keterangan sesuai apa yang dilihat, dengar dan alami.  Tata cara pemeriksaan saksi (pasal 139-152 HIR)

a. Saksi ditunjukan oleh pihak yang berkepentingan atau oleh hakim karena jabatannya, yang diperlukan untuk penyelesain perkara.

b. Saksi dipanggil untuk menghadap di persidangan. Panggilan dapat dilakukan langsung oleh pihak yang berkepentingan dapat meminta bantuan kepada hakim agar saksi yang diperlukan itu di panggilkan untuk memenuhi kewajibannya (pasal 144:1 HIR)

c. Saksi menghadap ke pengadilan untuk memenuhi kewajibannya (pasal 144:1 HIR) d. Saksi dipanggil ke ruang siding seseorang demi seorang (pasal 144:1 HIR)

e. Hakim/ketua menanyakan kepada saksi tentang:  Namanya

 Pekerjaannya  Umurnya

 Tempat tinggalnya

 Apakah ia berkeluarga sedarah dengan kedua belah pihak atau salah satu dari padanya, atau berkeluarga semenda dan jika ada, beberapa sepupu serta

 Apakah ia makan gajis atau bujang pada salah satu pihak (144:2 HIR)

F. BUKTI PERSANGKAAN

Persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik dari suatu pristiwa yang telah atau idanggap terbukti kearah suatu peristiwa yang tidak dikenal atau belum terbukti, baik yang bersandarkan undang-undang atau kesimpulan yang ditarik oleh hakim.persangkaan diatur dalam pasal 173 HIR, 1916 BW. Ada dua macam bentuk persangkaan:

1. Persangkaan berdasarkan undang-undang

Contoh: pasal 5 ayat 2 UU No. 1/1974 yaitu bahwa untuk mendapat ijin poligami dari pengadilan tidak diperlukan persetujuan dari istri apabila istri tidak ada kabar selama 2 tahun, berarti dalam kasus ini, poligami dianggap sah tanpa persetujuan istri.

2. Persangkaan yang berupa kesimpulan yang ditarik oleh hakim dari keadaan yang timbul dipersidangan,seperti:

(5)

Kekuatan pembuktiannya bersifat memaksa. Hakim terikat pada ketentuan undang-undang kecuali jika dilumpuhkan oleh bukti lawan. Karena persangkaan bukan merupakan bukti yang berdiri sendiri melainkan berpijak pada kenyataan lain yang telah terbukti, maka untuk menyusun bukti persangkaan harus di buktikan dahulu fakta-fakta yang mendasarinya. Apabila fakta-fakta yang mendasarinya telah dibuktikan maka hakim dapat menyusun bukti persangkaan dalam pertimbangan hukumnya sesuai hukum berfikir yang logis, dengan memenuhi syarat-syarat tersebut di atas.

G. BUKTI PENGAKUAN

Pengakuan ialah pernyataan seseorang tentang dirinya sendiri, bersifat dan tidak memerlukan persetujuan pihak lain. Pengakuan sebagai alat bukti diatur dalam pasal 174,175,176, HIR pasal 311, 312, 31 R.Bg dan pasal 1923-1923 BW.

Pengakuan dapat diberikan di muka hakim dipersidangan atau di luar persidangan. Selain itu pengakuan dapat pyula diberikan secara tertulis maupun lisan di depan siding. Ada beberapa macam bentuk pengakuan yaitu pengakuan murni, pengakuan dengan kualifikasi dan pengakuan dengan klausula. Berikut ini akan dibicarakan masing-masing jenis dan bentuk pengakuan dalam pemeriksaan di persidangan:

a. Pengakuan murni di muka siding b. Pengakuan dengan kualifikasi c. Pengakuan dengan clusula d. Pengakuan tertulis

e. Pengakuan lewat kuasa hukum/wakil

H. BUKTI SUMPAH 1. Pengertian sumpah

Sumpah ialah suatu penyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat sifat maha kuasa tuhan dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya. Sumpah merupakan tindakan religious yang digunakan dalam proses peradilan. Ada 2 macam sumpah, yaitu:

a. Sumpah/janji untuk melakukan atau tindakan melakukan sesuatu, yang disebut sumpah promissoir

b. Sumpah/janji untuk memberi keterangan guna meneguhkan bahwa sesuatu benar demikian atau tidak benar, yang disebut sumpah assertoirr atau confirmatoir

Sumpah promissoir dilakukan oleh saksi atau ahli juru bahasa dan hukum, denag ciri-ciri: 1. Sumpah diucapkan sebelum mereka memberikan keterangan.

2. Sumpah berfungsi sebagai syarat formil sahnya suatu keterangan 3. Sumpah ini ukan merupakan alat bukti

4. Sumpah ini tidak mengakhiri sengketa

Sumpah assertoir dilakukan oleh para pihak dalam perkara, dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Sumpah diucapkan sesudah mereka memberi keterangan atau melakukan sesuatu

2. Sumpah berfungsi untuk meneguhkan suatu pristiwa atauhak 3. Sumpah ini termasuk alat bukti

4. Sumpah ini mengakhiri sengketa

(6)

menyelesaikan sengketa. Setiap sumpah harus dilakukan menurut keyakinan agamanya dari yang bersangkutan.

Rincian macam-macam sumpah tersebut: a. Sumpah promissoir

1. Sumpah jabatan

2. Sumpah pegawai negri sipil 3. Sumpah saksi

4. Sumpah ahli

5. Sumpah tolk (juru bahasa) 6. Sumpah hakim

b. Sumpah asertoir

1. Sumpah suppletoir (pelengkap) 2. Sumpah decissoir (pemutus) 3. Sumpah penaksir

4. Sumpah lian 5. Sumpah istidhhar

I. PEMERIKSAAN DI TEMPAT (DESCENTE)

Pemeriksaan setempat ialah pemeriksaan mengenai perkara, oleh hakim karena jabatannya, yang dilakukan di luar gedung atau tempat kedudukan pengadilan agar hakim dengan lmelihat sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yang memberi kepastian tentang pristiwa-pristiwa yang menjadi sengketa. Pemeriksaan setempat diatur dalam pasal 153 HIR, pasal 180 R.Bg, pasal 211 Rv. Tujuannya ialah agar hakim memperoleh kepastian tentang peristiwa yang menjadi sengketa. Pemeriksaan setempat pada hakikatnya adalah juga pemeriksaan perkara dalam persidangan, hanya saja tidak dilakukan di gedung pengadilan tetapi di luar, yaitu tempat dimana obyek sengketa atau yang diperiksa itu berada. Pemeriksaan setempat dilakukan karena suatu kenyataan bahwa tidak dimungkinkannya untuk mengajukan obyek pemeriksaan ke depan siding di gedung pengadilan. Pada asasnya, pemeriksaan pengadilan dilangsungkan di gedung pengadilan (pasal26,90 Rv, pasal 35 RBg). Pemeriksaan setempat biasanya diperlukan untuk memeriksa benda tetap (minsalnya, tanah, batas-batas-batas tanah, gedung, rumah, benda yang melekat padannya atau lainnya yang tidak mungkin diajukan ke depansidang pengadilan) atau seseorang yang karena sesuatu hal tidak mungkin untuk menghadap dipersidangan.

Tatacara pemeriksaan di tempat:

1. Insiatif untuk mengadakan pemeriksaan di tempat dapat timbul dari pihak yang berkepentingan atau atas insiatif hakim karena jabatannya.

2. Apabila hakim berpendapat bahwa perlu diadakan pemeriksaanditempat, maka hakim memerintahkan hal itu yang cukup dicata dalam berita acara persidangan (jika menurut pasal 21 Rv. Harus dengan putusan sela)

3. Ketua majelis mengangkat satu atau dua orang hakim sebagai “hakim komisaris” dengan dibantu oleh penetera, untuk mengadakan pemeriksaan di tempat, atau bila perlu hakim ketua memimpin langsung pemeriksaan setempat.

4. Biaya pemeriksaan di tempat dibebankan kepada pihak yang berkepentingan yang nanti akan diperhitungkan dalam putusan akhir.

(7)

perkara, dan kemudian ia membayarnya kepada kasir yang akan dibukukan di dalam jurnal ddan buku induk keuangan perkara.

6. Setelah biaya pemeriksaan setempat dibiaya, maka hakim membentukan kepada para pihak dan pemerintah desa/kelurahan setempat tentang akan dilaksanakannya pemeriksaan stermpat tentang akan dilaksanakannya pemeriksaan setempat dengan menyebutkan pula hari, tanggal dan jam setempat pelaksanaannya, dan sekaligus memanggil pihak-pihak yang bersangkutan untuk hadir pada siding pemeriksaan setempat tersebut.

7. Pemeriksaan setempat dilakukan dalam suatu persidangan yang terbuka untuk umum dengan dihadiri oleh pihak-pihak yang berperkara.

8. Siding dilakukan oleh hakim komisaris yang dibantu oleh panetera siding.

9. Siding pemeriksaan setempat di buka di balai desa/kantor kelurahan setempat, kemudian dilanjutkan ke lokasi obyek yang diperiksa.

10. Setelah pemeriksaan setempat selesai, maka siding ditutup di balai desa/kantor kelurahan semula.

11. Panitera membuat berita acara pemeriksaan setempat yang ditandatangani oleh hakim komisaris dan panitera yang turut bersidang.

12. Berita acara pemeriksaan setempat dibacakan dalam siding berikutnya di kantor pengadilan, sebagai “pengetahuan hakim sendiri” dan dipakai sebagai bukti untuk memutus perkara.

13. Kekuatan pembuktian hasil pemeriksaan setempat diserahkan kepada pertimbangan hakim. 14. Kalau pemeriksaan setempat itu harus dilakukan diluar wilayah hukum pengadilan agama yang

bersangkutan maka dapat dilakukan delegasi wewenang kepada pengadilkan agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat dimana obyek pemeriksaan itu berada.

15. Tatacara delegasi wewenang seperti tatacara pendelegasi pemeriksaan saksi dan sebagainya.

J. KETERANGAN SAKSI AHLI

Keterangan ahli adalah keterangan pihak ketiga yang obyektif yang bertujuan untuk membantu hakim dalam pemeriksaan guna menambah pengetahuan hakim sendiri. Keterangan ahli juga sering disebut saksi ahli, diatur dalam pasal 154 HIR, pasal 181 R.Bg pasal 215 Rv. Undang-undang tidak memberikan ketentuan siapakah yang dianggap sebagai ahli, dengan demikian maka tentang ahli dan tidaknya seseorang tidak ditentukan oleh pengetahuan atau keahlian yang khusus, melainkan ditentukan oleh pengangkatnya oleh hakim berdasarkan pertimbangannya. Hakimdapat mengangkat seorang ahli secara exoffcio (pasal 222 Rv). Akim menggunakan keterangan ahli dengan maksud agar hakim memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang sesuatu yang hanya dimiliki oleh seorang ahli tertentu, minsalnya tentang hal-hal yang bersifat teknis, kebiasaan tertentu, ilmu kedokteran dan sebagainya. Hakim juga boleh menggunakan keterangan ahli mengenai hukum sekalipun yang berlaku dalam masyarakat, waktu atau bidang tertentu. Menggunakan keterangan ahli bertujuan untuk memperoleh kebenaran dan keadilan pada masalah yang bersangkutan.

 Syarat-syarat saksi ahli:

 Undang-undang tidak memberikan ketentuan tentang syarat-syarat saksi ahli

 Pasal 154:1 HIR, pasal 181:4 RBg, pasal 218 Rv. Hanya menetapkan bahwa orang yang tidak boleh didengar sebagai saksi juga tidak boleh didengar sebagai ahli

 Namun demikian, yang pasti adalah bahwa saksi ahlipun harus memberikan keterangan secara jujur dan obyektif serta tidak memihak.

(8)

 Tatacara pemeriksaan saksi ahli:

 Insiatif untuk menghadiri saksi ahli dapat diusulkan oleh pihak yang bekepentingan atau atas perintah hakim karena jabatannya.

 Hakimlah yang berwenang mempertimbangkan dan menetapkan perlu tidaknya menghadirkan saksi ahli

 Perintah menghadirkan saksi ahli itu dicatat dalam berita acara persidangan

 Saksi ahli ditunjukan oleh hakim atau oleh pihak yang bekepentingan dengan persetujuan hakim  Apabila saksi ahli yang ditunjukan berhalanagn untuk memberikan pendapatnya karena sebab

apapun dapat dditunjukan saksi ahli yang lain sebagai ganti  Hakim menetapkan hari siding untuk mendengar keterangan ahli

 Saksi ahli yang ditunjukan dapat dihadirkan oleh pihak yang berkepentingan atau dipanggil secara resmi oleh jurusita/jurusita pengganti atas perintah hakim yang dicatat dalam BAP, supaya hadir dalam siding yang telah ditetapkan.

 Dalam siding yang telah ditentukan itu, saksi ahli menghadiri siding dan memberikan keteranagn baik lisan maupun tulisan.

 dan lain-lain.

K. ALAT BUKTI PEMBUKUAN

Pasal 167 HIR, pasal 296 RBg. Menyatakan bahwa hakim bebas memberikan kekuatan pembuktian untuk keuntungan seseorrang kepada pembukuannya yang dalam hal khusus dipandang patut. Ketentuan ini menyimpang dari prinsip bahwa tulisan seseorang tidak dapat memberikan keuntungan bagi dirisendiri. Dalam pasal ini dikatakan bahwa hakim oleh (bebas) untuk menerima dan memberi kekuatan bukti yang menguntungkan bagi si pembuat suatu pembukuan.

Contoh: seorang penggugat menggugat kepada lawan (tergugat) untuk melunasi hutangnya, kemudian tergugat menyatakan bahwa hutangnya sudah lunas, lalu penggugat menunukkan pembukuan debit-kridit terhadap tergugat dimana ada pengeluaran pinjaman. Dalam hal ini hakim dapat menerima pembukuan itu sebagai bukti yang menguntungkan penggugat.

L. PENGETAHUAN HAKIM

Referensi

Dokumen terkait

“Dampak lingkungan ada mbak masyarakat sekitar menjadi terbiasa dengan memilah sampah kemudian sampah-sampah organik dikembangkan untuk dijadikan pupuk sedangkan

Hasil Penelitian Theofilou, A., P (2012) yang menyelidiki hubungan kualitas hidup untuk variabel sociodemographic (jenis kelamin,.. S Suparti│ Perbedaan Kualitas

Kepercayaan disini ditandai dengan adanya posisi dan status sosial seseorang karena seseorang akan memiliki peran dan pengaruh yang besar jika dia memiliki posisi dan

Selain harga yang relative murah, produk yang tawarkan oleh Dodol Ria juga berkualitas dan higienis, dan banyak nya pilihan varian rasa yang di tawarkan serta

[r]

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam dua siklus dan telah diketahui hasil serta pembahasannya, maka peneliti dapat menarik kesimpulan

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan arah dan metode pengembangan bisnis yang dilakukan oleh Arcapada Motor dan mengetahui peran yang diberikan