• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH RASISME TERHADAP INTERAKSI SOSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH RASISME TERHADAP INTERAKSI SOSI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH RASISME TERHADAP INTERAKSI SOSIAL

DAN BUDAYA DI INDONESIA

TUGAS ARTIKEL

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Sosial dan Budaya

Disusun oleh:

Puspita Febriani 1510631050092

Silvia Augina 1510631050108

Kelas 5D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

(2)

PENGARUH RASISME TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DAN BUDAYA DI INDONESIA

Silvia Augina1), Puspita Febriani1), M Januar Ibnu Adham2)

1)Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNSIKA

2)Dosen Pendidikan Sosial Budaya Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNSIKA

Program Studi Pendidikan Matematika pandangan bahwa rasnya lebih tinggi (superior) dari yang lain. Orang yang berpandangan dan mempraktekkan rasisme disebut rasis. Rasisme adalah salah satu bentuk prasangka. Banyak orang cenderung memahami pengalaman dan perilaku mereka sendiri sebagai suatu yang normal. Mereka mungkin berprasangka atau takut terhadap orang-orang yang berperilaku berbeda dari mereka. Ketika perbedaan-perbedaan fisik dan non-fisik tersebut kasat-mata - seperti warna kulit atau kepercayaan agama - kepercayaan itulah menjadi lebih kuat. Sikap tersebut dapat membawa pada pandangan bahwa orang yang terlihat berbeda tersebut adalah inferior. Banyak orang justru tidak mencari aspek kesamaan dalam kelompok lain. Juga, mereka tidak mengakui adanya perbedaan tersebut kecuali kesamaan kualitas yang dianggap baik seperti kelompok-nya sendiri. Rasisme dapat merusak interaksi social dan budaya antar masyarakat. Secara umum Interaksi Sosial adalah proses dimana seseorang menjalin kontak dan berkomunikasi dengan orang lain dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam pikiran dan tindakan. Bumbu utama interaksi sosial adalah pengaruh timbal balik. Budaya atau kebudayaan adalah suatu komponen yang sangat penting yang meliputi cara hidup masyarakat seperti cara berpikir, berencana, bertindak disamping segala hasil karya nyata yang dianggap berguna interaksi social budaya adalah suatu kontak atau hubungan timbal balik antar individu dan masyarakat yang saling mempengaruhi sehingga menjadi budaya tersendiri dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh rasisme di Indonesia adalah rasisme terhadap kaum tionghoa. Cara mengatasi rasisme yaitu, saling menghargai. Dengan menghargai berbagai perbedaan, maka rasisme dapat di atasi. Dengan menghargai perbedaan, berarti kita telah mencegah terjadinya rasisme.

Kata kunci : Rasisme, Interaksi social dan budaya.

ABSTRACT

(3)

normal. They may be prejudiced or fearful of people who behave differently from them. When the physical and non-physical differences are visible - such as color or religious belief - that belief becomes stronger. This attitude can lead to the view that the person who looks different is inferior. Many people just do not look for similarity aspects in other groups. Also, they do not acknowledge the difference except for a quality similarity that is considered good as the group itself. Racism can damage social and cultural interactions between communities. In general Social Interaction is the process by which a person interacts and communicates with others and influences each other in thought and action. The main ingredient of social interaction is mutual influence. Culture or culture is a very important component that includes the way of life of the community such as way of thinking, planning, acting in addition to all the real work that is considered useful social cultural interaction is a contact or interrelationships between individuals and communities that affect each other, in social life. An example of racism in Indonesia is racism against the Chinese. How to overcome racism is, mutual respect. By appreciating the differences, racism can be overcome. By respecting differences, we have prevented racism.

(4)

1. PENDAHULUAN Latar belakang

Manusia sebagai makhluk sosial, terkadang dalam memandang hubungannya dengan manusia lain serasa dibatasi oleh sekat-sekat perbedaan secara fisik. Masyarakat berperilaku berdasarkan dengan pola pikir yang telah dikondisikan secara social kultural bahwa memiliki kelebihan dari orang lain adalah wajar. Hal tersebut karena manusia dilahirkan dengan membawa gen bawaannya masing-masing. Apabila dari perbedaan ini sampai memunculkan prasangka, maka dapat mengakibatkan fungsi bermasyarakat kita menjadi terganggu. Perasaan dan prasangka akan kelebihan serta perbedaan tersebut kemudian mengendap dan berpotensi melahirkan rasisme.

Rasisme adalah suatu pandangan bahwa umat manusia dibagi dalam ras-ras dan bahwa anggota suatu ras lebih rendah (inferior) dariras lain. Biasanya, sikap itu juga termasuk pandangan bahwa rasnya lebih tinggi (superior) dari yang lain. Orang yang berpandangan dan mempraktekkan rasisme disebut rasis.

Mereka menganggap bahwa anggota dari rasnya secara mental, fisik, moral, atau budaya-nya lebih tinggi dari ras lain. Karena seorang rasis mengganggap diribudaya-nya superior, dan mereka percaya mereka memiliki hak-hak khusus dan previlege.

Padahal setiap kelompok, atau juga individu, tentu berbeda. Sebab tidak ada satu pun bukti ilmiah yang mendukung pandangan adanya superioritas dan inferioritas terebut. Para ilmuwan sosial menekankan bahwa tidak ada dua kelompok yang memiliki lingkungan yang sama. Hasilnya, beberapa kelompok yang berbeda adalah hasil dari lingkungan yang berbeda. Para ilmuwan tersebut telah lama memperdebatkan makna penting dari keturunan dan lingkungan dalam menentukan perbedaan-perbedaan tersebut. Tetapi kebanyakan ilmuwan percaya bahwa faktor keturunan dan lingkungan berinteraksi secara kompleks.

Rasisme dapat merusak interaksi social dan budaya antar masyarakat. Secara umum

Interaksi Sosial adalah proses dimana seseorang menjalin kontak dan berkomunikasi dengan

orang lain dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam pikiran dan tindakan. Bumbu utama interaksi sosial adalah pengaruh timbal balik. Budaya atau kebudayaan adalah suatu komponen yang sangat penting yang meliputi cara hidup masyarakat seperti cara berpikir, berencana, bertindak disamping segala hasil karya nyata yang dianggap berguna. INTERAKSI SOSIAL BUDAYA adalah suatu kontak atau hubungan timbal balik antar individu dan masyarakat yang saling mempengaruhi sehingga menjadi budaya tersendiri dalam kehidupan bermasyarakat. Contohnya rasisme telah merusak hubungan interaksi social dan budaya antar umat beragama.

(5)

Selanjutnya tentu saja peristiwa kerusuhan 1998. Saat itu etnis Tionghoa menjadi korban kekerasan, penjarahan dan diskriminasi hebat. Gejala Xenofobia ini merupakan buntut dari kesenjangan ekonomi dan kebencian berdasar prasangka kepada etnis Tionghoa. Saat peristiwa ini terjadi banyak perempuan-perempuan Tionghoa yang diperkosa, tokonya dibakar dan usaha milik mereka dirusak. Kasus ini tak pernah selesai sampai hari ini dan pelakunya tak pernah diusut.

Negara juga berperan menjadi aktor dalam penyulut kebencian terhadap etnis Tionghoa. Melalui Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 06 Tahun 1967, negara berperan melakukan identifikasi rasial dan segregasi identitas. Surat itu adalah upaya penyeragaman

penyebutkan kelompok etnis “Tionghoa” yang dianggap mengandung nilai-nilai yang

memberi asosiasi-psykopolitis yang negatif bagi rakyat Indonesia, menjadi “Cina” yang

(6)

2. KAJIAN TEORI 2.1.Rasisme

Kata rasisme merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris yaitu racism. Rasicsm terambil ataupun berasal dari kata race yang mempunyai beberapa arti, yaitu: Pertama, suatu kelas populasi yang didasarkan dari kriteria genetik. Kedua, kelas dari genotip-genotip. Ketiga, setiap populasi yang secara genetis berbeda dengan populasi lainnya (ras). Rasisme adalah suatu pandangan bahwa umat manusia dibagi dalam ras-ras dan bahwa anggota suatu ras-ras lebih rendah (inferior) dariras lain. Biasanya, sikap itu juga termasuk pandangan bahwa rasnya lebih tinggi (superior) dari yang lain. Orang yang berpandangan dan mempraktekkan rasisme disebut rasis.

Mereka menganggap bahwa anggota dari rasnya secara mental, fisik, moral, atau budaya-nya lebih tinggi dari ras lain. Karena seorang rasis mengganggap dirinya superior, dan mereka percaya mereka memiliki hak-hak khusus dan previlege.

Perbedaan berdasarkan warna kulit seringkali memicu timbulnyagerakan-gerakan yang mengunggulkan rasnya sendiri-sendiri. Gerakangerakanini bahkan kemudian memicu konflik antar ras menjadi semakinbesar. Dalam bukunya yang berjudul

Prasangka dan Konflik, Prof. Dr. AloLiliweri, M.S. (2005:29-30) mendefinisikan

rasisme sebagai berikut :

1. Suatu ideologi yang mendasarkan diri pada gagasan bahwamanusia dapat dipisahkan atas kelompok ras ; bahwakelompok itu dapat disusun berdasarkan derajat atauhierarki berdasarkan kepandaian atau kecakapan,kemampuan, dan bahkan moralitas.

2. Suatu keyakinan yang terorganisasi mengenai sifatinferioritas (perasaan rendah diri) dari suatu kelompoksosial, dan kemudian karena dikombinasikan dengankekuasaan, keyakinan ini diterjemahkan dalam praktikhidup untuk menunjukkan kualitas atau perlakuan yangberbeda.

3. Diskriminasi terhadap seseorang atau sekelompok orangkarena ras mereka. Kadang-kadang konsep ini menjadidoktrin politis untuk mengklaim suatu ras lebih hebat daripada ras lain.

4. Suatu kompleks keyakinan bahwa beberapa subspesies darimanusia (stocks) inferior (lebih rendah) dari pada subspecies manusia lain.

5. Kadang-kadang juga rasisme menjadi ideologi yang bersifatetnosentris pada sekelompok ras tertentu. Apalagi ideology ini didukung oleh manipulasi teori sampai mitos, stereotip,dan jarak sosial, serta diskriminasi yang sengaja diciptakan.

(7)

Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa hal-hal yang termasukdalam rasisme adalah sikap yang mendasarkan diri pada karakteristiksuperioritas dan inferioritas, ideologi yang didasarkan pada derajatmanusia, sikap diskriminasi, dan sikap yang mengklaim suatu ras lebihunggul dari pada ras lain. Hal ini seringkali terjadi dalam masyarakatmultikultur.

Definisi lain tentang rasisme atau yang sering juga di sama artikandengan rasislisme (hal ini di karenakan terjemahan dari bahasa Inggrisracism dan racialism memiliki makna yang sama) seperti yang ada dalambuku Hoakiau di Indonesia, Pramoedya Ananta Toer (1998:50) :Rasialisme adalah paham yang menolak sesuatu golonganmasyarakat yang berdasar ras lain. Rasialisme timbul atau dapattimbul apabila masyarakat atas minoritas yang mempunyaikelainan-kelainan dari pada keumuman biologis yang ada padawarga-warga masyarakat itu, dan dia timbul atau bisa timbulkarena segolongan kecil atau minoritas itu tidak dapatmempertahankan diri. Sebagai akibatnya muncullah supremasikulit putih yang merugikan warga kulit berwarna lainnya.

Dapat disimpulkan bahwa rasialisme dapat timbul dalammasyarakat yang masih menganut superioritas dan minoritas, dimanadalam masyarakat minoritas tersebut terdapat kelainan-kelainan secarabiologis dari pada umumnya. Sehingga dari situ timbul sebuah pahamyang menolak suatu golongan masyarakat berdasarkan rasnya, dan sebagaiakibatnya timbul supremasi kulit putih sebagai superior yang merugikanras berwarna atau inferior.

Paham rasialisme berdasarkan superioritas antar ras seperti terteradi atas dapat terjadi secara individual, institusional maupun budaya.Seperti pada tabel dibawah ini :

Tabel 1.1

Model Analisis Rasisme

Rasisme Individu Rasisme Institusional Rasisme Budaya

Perilaku Buruh Estetika Sumber :www.bcpl.lib.md.us/~sglover/def.html (05 Desember 2006)

Rasisme juga tidak terlepas dari dua aspek yaitu diskriminasi rasdan prasangka ras

(prejudice). Istilah diskriminasi ras mencakup segalabentuk perilaku pembedaan

(8)

superioritas/inferioritas golongan. Termasuk didalamnya pemilihan teman maupun perjodohan (Adi, 1999:97).

Aspek kedua dari rasisme adalah prasangka ras. Prasangka atauprejudice merupakan akar umbi segala bentuk rasisme. Prasangka adalah pandangan yang buruk terhadap individu atau kelompok manusia lain dengan hanya merujuk kepada ciri-ciri tertentu seperti ras, agama, pekerjaan, jantina atau kelas.

Diskriminasi dan prasangka saling menguatkan. Prasangkamewujudkan suatu rasionalisasi bagi diskriminasi, sedangkan diskriminasiacapkali membawa ancaman. Dalam suasana prasangka dan diskriminasitidak ada tempat bagi toleransi dan keterbukaan.

Prasangka antarras dan antaretnik, meski di dasarkan padageneralisasi keliru pada perasaan, berasal dari sebab-sebab tertentu.Jhonson mengemukakan :Prasangka itu di sebabkan oleh (1) gambaran perbedaan antarkelompok; (2) nilai-nilai budaya yang dimiliki kelompok mayoritassangat menguasai kelompok minoritas ; (3) stereotip antaretnik ;dan (4) kelompok etnik atau ras yang merasa superior sehinggamenjadikan etnik atau ras lain inferior (Johson dalam Liliweri,2005:203).

Biasanya prasangka terdapat di kalangan Negara-negara yangmayoritas masyarakatnya terdiri dari berbagai macam ras/etnik. Sepertiyang ada di negara Barat yang sebagian besar masyarakatnya berkulitputih. Kelompok mayoritas ini lalu meremehkan orang kulit hitam atauberwarna gelap ataupun kulit berwarna lainnya (imigran). Namun, jugamemungkinkan prasangka bisa terdapat di kalangan negara-negara besarlainnya yang mayoritas penduduknya terdiri dari berbagai macametnik/ras.

Seringkali, prasangka timbul akibat penilaian awal (prejudgement)yang dibentuk tidak dirujuk dengan tinjauan terhadap fakta-fakta yangsebenarnya terjadi. Perasaan prasangka seringkali dijadikan alat olehgolongan mayoritas untuk menindas golongan minoritas. Walau demikian,ini tidak berarti bahwa golongan minoritas yang berteman tidakmempunyai prasangka terhadap anggota mayoritas atau kelompok lain.

2.2.Interaksi Sosial dan Budaya

Manusia tidak pernah terlepas dari aktivitas sosial maupun aktivitas kebudayaan karna manusia tidak dapat hidup secara individu. Apa itu Interaksi sosial? dan apa itu Apa itu

budaya?

Pengertian Interaksi Sosial Menurut Para Ahli :

Macionis: Interaksi Sosial adalah proses aksi (tindakan) dan reaksi (membalas

tindakan) yang dilakukan oleh seseorang dalam berhubungan dengan orang lain.

Broom dan Selznic: Interaksi Sosial adalah proses aksi (tindakan) yang dilandasi oleh

kesadaran adanya orang lain dan proses menyesuaikan tindakan balasan (respon) sesuai dengan tindakan orang lain.

Kimball Young dan Raymond W. Mack: Interaksi Sosial adalah hubungan sosial yang

(9)

Soerjono Soekanto: Interaksi Sosial adalah proses sosial tentang cara berhubung yang bisa dilihat jika individu dengan kelompok sosial saling bertemu lalu menentukan sistem dan hubungan sosial.

Secara umum Interaksi Sosial adalah proses dimana seseorang menjalin kontak dan berkomunikasi dengan orang lain dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam pikiran dan tindakan. Bumbu utama interaksi sosial adalah pengaruh timbal balik.

Ciri-Ciri Interaksi Sosial

1. Jumlah pelakunya lebih dari satu orang

2. Terjadinya komunikasi diantara pelaku melalui kontak social 3. Mempunyai maksud atau tujuan yang jelas

4. Dilaksanakan melalui suatu pola sistem sosial tertentu Syarat-Syarat Interaksi Sosial

Kontak social:Suatu hubungan diantara satu pihak dengan pihak lain, juga merupakan awal terjadinya hubungan sosial dan masing-masing pihak saling bereaksi antara satu dengan yang lainnya walaupun tidak harus bersentuhan dalam benruk fisik.

Komunikasi: Bergaul atau berhubungan dengan orang lain secara lisan ataupun tulisan secara bergantian.

Pengetian Budaya

Kata budaya sendiri berasal dari bahasa Sansekerta “budhayyah” yang berarti akal

atau budi, atau segala hal yang memiliki hubungan dengan budi atau akal. Menurut EB Taylor kebudayaan adalah sekumpulan yang mencangkup kesenian, pengetahuan, budaya, adat, moral, keniasaan serta kemampuan yang diperoleh oleh manusia sebagai kelompok masyarakat.

Ilmu Antropologi kebudayaan adalah dari semua sistem gagsan, tindakan, maupun hasil karya manusia dalam hidup bermasyarakat. Menurut Selo Sumarjan dan Soelaiman Sumarjan kebudayaan adalah semua karya, rasa, cipta dari hasil manusia.

(10)

3. PEMBAHASAN

Penyebab terjadinya rasisme, bisa dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya adalah keyakinan atau kepercayaan yang ada dalam diri dan lingkungan sekitar kita.

Budaya dan adat istiadat setiap bangsa ataupun negara berbeda beda sehingga mempengaruhi pola pikir dan pemahaman apa dan maksud sentimen ras / suku / etnis, yang pada akhirnya tentu akan mempengaruhi kultur dan paradigma yang berakhir pada rasisme.

Sikap dan keyakinan dari pada rasis adalah mengenai kesalahpahaman yang dirasakan berdasarkan garis rasial dan sering didasarkan pada ketakutan akan perbedaan, termasuk perbedaan adat istiadat, nilai-nilai, agama, penampilan fisik dan cara hidup dan cara melihat dunia seperti sikap negatif terhadap penggunaan bahasa yang berbeda, aksen asing atau penggunaan variasi bahasa yang tidak standar pada komunitas yang dominan.

Sikap rasis terlihat dalam berbagai bentuk termasuk pernyataan umum tentang prasangka rasial terhadap asumsi dan stereotip tentang budaya lain serta bentuk-bentuk yang lebih ekstrim dari prasangka seperti xenophobia (perasaan benci (takut, waswas) terhadap orang asing atau sesuatu yg belum dikenal; kebencian pada yang serba asing). Keyakinan ini diperkuat oleh sikap sosial yang berlaku terhadap orang yang dianggap berbeda dan sering merupakan cerminan dari nilai-nilai yang mendukung hubungan sosial dan praktek kelembagaan.

Sikap dan keyakinan ini memperlihatkan perilaku rasis baik dalam tindakan individu dan dalam kebijakan dan praktek yang mengakar pada lembaga. Dimana perilaku ini melibatkan hubungan kekuasaan yang tidak setara antara individu atau kelompok dari latar belakang budaya yang berbeda, tindakan rasis pada bagian dari anggota dari budaya yang dominan memiliki efek memarginalkan orang-orang dari kelompok minoritas.

Rasisme terhadap Tionghoa di Indonesia

Apa sebenarnya yang menjadi akar dari sentimen rasial terhadap etnis Tionghoa di Indonesia? Penelitian Amy Freedman dari Franklin and Marshall College, Amerika Serikat, menyebutkan bahwa kebencian terhadap etnis Tionghoa merupakan hasil dari politik pecah belah Soeharto. Dalam jurnal penelitian berjudul "Political Institutions and Ethnic Chinese Identity in Indonesia", Freedman menyebut Soeharto memaksa masyarakat Tionghoa untuk melakukan asimilasi sembari mengidentifikasi mereka sebagai bukan pribumi.

Sebagian kecil etnis Tionghoa di Indonesia pada masa Soeharto menikmati berbagai fasilitas investasi sehingga menjadi sangat kaya. Sekelompok kecil ini akhirnya dianggap sebagai representasi seluruh etnis Tionghoa, sebagai kelompok yang memiliki kekuasaan dan punya kekayaan dengan cara yang culas. Kejatuhan Soeharto pada 1998 membuat pembedaan ini menjadi semakin rumit. Kerusuhan yang muncul di berbagai kota di Indonesia menargetkan masyarakat Tionghoa sebagai sasaran kebencian.

(11)

setempat saat itu setara sebagai rekan pedagang. Ketika VOC masuk, kondisi berubah. Masyarakat Tionghoa dimanfaatkan VOC sebagai rekan bisnis dan mendapatkan perlakuan istimewa ketimbang kebanyakan masyarakat setempat.

Hubungan mesra antara masyarakat Tionghoa dan VOC tidak berlangsung lama. Pada Oktober 1740 seperti yang ditulis Blackburn, wilayah sekitar Batavia menjadi saksi pemberontakan petani Cina. Sambil membawa senjata buatan sendiri para kuli Cina berbaris menuju kota, tempat ratusan kawan sebangsanya tinggal di dalam dinding kota. Meskipun orang Cina yang tinggal di kota sedikit sekali atau sama sekali tak berhubungan dengan orang Cina di luar dinding kota, beredar isu bahwa mereka berencana membantu para pemberontak.

Kecurigaan dan paranoia orang Eropa serta pribumi membuat kondisi memburuk. Mereka secara spontan menyerang balik para Tionghoa ini. Tidak hanya membunuh mereka juga menjarah dan membakar sekitar 6.000-7.000 rumah orang Tionghoa. Adrian Volckanier Gubenur Jenderal saat itu mengeluarkan surat perintah: bunuh dan bantai orang-orang Tionghoa.

Sebanyak 500 orang Cina yang dipenjara di Balai Kota satu per satu dikeluarkan lalu dibunuh dengan keji. Selama seminggu, kota terbakar hebat dan kanal-kanal menjadi merah karena darah dan korban mencapai 10.000 orang. Peristiwa pembantaian orang-orang Cina di Batavia ini dikenal dengan Geger Pecinan.

Tapi Geger Pecinan bukan satu-satunya momen berdarah bagi masyarakat Tionghoa di Indonesia. Dalam buku Tionghoa dalam Pusaran Politik karya Benny G Setiono disebutkan, pembantaian etnis Tionghoa juga terjadi pada masa Perang Jawa (1825-1830). September 1825, pasukan berkuda yang dipimpin putri Sultan Hamengku Buwono I, Raden Ayu Yudakusuma, menyerbu Ngawi, kota kecil di perbatasan Jawa Tengah-Jawa Timur yang terletak di tepi Bengawan Solo. Dalam perjalanan itu banyak orang Tionghoa yang dibunuh tak peduli anak-anak atau perempuan. Mereka dibunuh dan tubuh-tubuh yang terpotong dibiarkan di jalanan.

Kebencian terhadap etnis Tionghoa sebenarnya merupakan konstruksi sosial yang dibikin oleh penguasa, baik Belanda maupun Jawa. Hendri F. Isnaeni, dalam artikel Duka Warga Tionghoa di majalah Historia, menyebutkan bahwa dalam sejarah, beberapa kali etnis Tionghoa menjadi sasaran amuk massa. Mulai Chinezenmoord 1740 sampai Mei 1998. Dalam konteks Perang Jawa masyarakat Jawa saat itu membenci orang Tionghoa karena menjadi bandar-bandar pemungut pajak.

(12)

Kebencian ini mendarah daging, menyebar luas, tanpa sempat ada rekonsiliasi atau penjelasan. Kebencian menahun ini yang kemudian berkembang di Indonesia. Hendri F. Isnaeni menulis bahwa pada awal abad ke-20, kembali tercatat peristiwa rasial terhadap etnis Tionghoa, yaitu kerusuhan di Solo pada 1912 dan kerusuhan di Kudus pada 1918. Pada masa revolusi, kembali terjadi gerakan anti etnis Tionghoa, seperti yang terjadi di Tangerang pada Mei-Juli 1946, Bagan Siapi-api pada September 1946, dan Palembang pada Januari 1947.

Tragedi terhadap masyarakat Tionghoa berikutnya terjadi pada saat 1965. Cina yang menjadi negara komunis besar saat itu dianggap punya peran dalam Gerakan 30 September 1965 (G30S). Banyak masyarakat Tionghoa saat itu yang menjadi korban karena dianggap komunis atau mata-mata Tiongkok. Kebencian ini tidak berhenti sampai situ saja, orang-orang Cina dianggap sebagai cukong dan pemeras harta masyarakat lokal. Di sini ide primordial pribumi melawan pendatang menjadi legitimasi untuk melakukan kejahatan.

Dalam konteks yang lebih modern ada dua peristiwa diskriminasi dan kekerasan yang sangat keji terjadi terhadap tenis Tionghoa. Pertama adalah pembantaian terhadap 30.000 orang etnis Tionghoa di Provinsi Kalimantan Barat pada 1967 atas nama PGRS/PARAKU. Elsam menyebut terjadi pembersihan etnis dalam peristiwa ini, sementara dalam buku Tandjoengpoera Berdjoeng, 1977, disebutkan setidaknya ada 27.000 orang mati dibunuh, 101.700 warga mengungsi di Pontianak dan 43.425 orang di antaranya direlokasi di Kabupaten Pontianak.

Selanjutnya tentu saja peristiwa kerusuhan 1998. Saat itu etnis Tionghoa menjadi korban kekerasan, penjarahan dan diskriminasi hebat. Gejala Xenofobia ini merupakan buntut dari kesenjangan ekonomi dan kebencian berdasar prasangka kepada etnis Tionghoa. Saat peristiwa ini terjadi banyak perempuan-perempuan Tionghoa yang diperkosa, tokonya dibakar dan usaha milik mereka dirusak. Kasus ini tak pernah selesai sampai hari ini dan pelakunya tak pernah diusut.

Negara juga berperan menjadi aktor dalam penyulut kebencian terhadap etnis Tionghoa. Melalui Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 06 Tahun 1967, negara berperan melakukan identifikasi rasial dan segregasi identitas. Surat itu adalah upaya penyeragaman

penyebutkan kelompok etnis “Tionghoa” yang dianggap mengandung nilai-nilai yang

memberi asosiasi-psykopolitis yang negatif bagi rakyat Indonesia, menjadi “Cina” yang

dianggap lebih “dikehendaki untuk dipergunakan oleh umumnya Rakyat Indonesia.”

Indarwati Aminuddin, seorang penulis, pernah menyusun laporan menarik: "Prasangka Media Terhadap Etnik Tionghoa", 2002. Laporan itu dengan bernas mengupas dan mempersoalkan sejauh mana pencantuman identitas rasial seseorang relevan dalam laporan/karya jurnalistik. Profiling atau penyosokan menjadi relevan untuk menjelaskan konteks identitas seseorang dalam pemberitaan.

(13)

Indarwati lantas memberikan sebuah contoh dari berbagai media di Indonesia yang

melakukan profiling terhadap etnis Tionghoa dalam framing berita. Frasa seperti “warga

keturunan” dan “pribumi” kerap disandingkan untuk menjelaskan posisi korban dan pelaku.

Profiling semacam inilah yang juga bisa memicu konflik massal, terutama jika seseorang yang melakukan tindakan buruk seakan-akan melakukan keburukan karena identitas rasialnya.

(14)

4. KESIMPULAN

Rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu – bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya.

Bentuk-bentuk rasisme yang terjadi bukan hanya rasisme warna kulit saja, melainkan juga rasis mengenai agama, sukuisme, postur tubuh, kewarganegaraan, dan masih banyak lagi.

Penyebab terjadinya rasisme, bisa dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya adalah keyakinan atau kepercayaan yang ada dalam diri dan lingkungan sekitar kita.

Budaya dan adat istiadat setiap bangsa ataupun negara berbeda beda sehingga mempengaruhi pola pikir dan pemahaman apa dan maksud sentimen ras / suku / etnis, yang pada akhirnya tentu akan mempengaruhi kultur dan paradigma yang berakhir pada rasisme.

Akibat dari fenomena rasisme juga bukan hanya berakibat pada mental seseorang, namun berakibat pada hubungan masyarakat dengan lingkungannya, hubungan antar masyarakat dengan masyarakat yang lain, atau bahkan hubungan antar satu Negara dengan Negara lainnya.

(15)

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan terselesaikannya Karya Ilmiah ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Allah S.W.T. atas limpahan karunia dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini.

2. Bapak M Januar Ibnu Adham selaku dosen mata kuliah Pendidikan Sosial Budaya atas bimbingan, arahan dan koreksinya selama penyusunan dan penulisan Karya Ilmiah ini.

3. Kedua Orang Tua kami yang telah membantu dan mendukung kami dalam mengerjakan Karya Ilmiah ini.

(16)

6. DAFTAR PUSTAKA Internet

Nurhalimah. (2016, Oktober 24) . Rasisme dan Sukuisme. Diperoleh dari http://nurhalimahbinmisdi.blogspot.co.id/2016/10/rasisme-dan-sukuisme.html

Setiawan, Parta. (2015, mei 06). Pengertian Interaksi Sosial Budaya Terlengkap Menurut Para Ahli. Diperoleh dari: http://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-interaksi-sosial-dan-budaya-terlengkap-menurut-para-ahli/

Hakim, Ahmad Manarul. (2017, November 02). Pengertian Interaksi Sosial Menurut Para Ahli. Diperoleh dari: http://www.yuksinau.id/pengertian-interaksi-sosial-menurut-para-ahli/

Dhani, Arman. (2016, November 01). Rasisme Terhadap Etnis Tionghoa dari Masa ke Masa. Diperoleh dari: https://tirto.id/rasisme-terhadap-etnis-tionghoa-dari-masa-ke-masa-bZQN

Memahami Rasisme dan Perusakan Budaya (2014). Diperoleh dari: https://loligintingz.wordpress.com/2014/09/24/memahami-rasisme-dan-perusakan-budaya/

Gambar

Tabel 1.1

Referensi

Dokumen terkait

1.) Keramahan Dan Kesopanan Pegawai Kesopanan dan keramahan merupakan faktor penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik, karena dapat membuat masyarakat merasa

Selain KPI, pengawasan juga dilakukan oleh organisasi penyiaran radio dan televisi, meskipun setelah KPI berdiri, pengawasan yang dilakukan oleh organisasi tersebut

Siklus II terdiri dari tiga Rencana Pelaksanaa Pembelajaran (RPP) yaitu pada pokok bahasan Mengidentifikasi objek secara terencana dan sistemati suntuk memperoleh

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1) manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif

2) Peta Bidang Tanah merupakan produk hasil pengukuran fisik bidang- bidang tanah di lapangan yang menggambarkan kondisi fisik bidang- bidang tanah mengenai letak,

Dalam melakukan usaha tani, ada beberapa resiko yang akan dihadapi, seperti resiko hasil produksi, resiko manusia, resiko kelembagaan, resiko harga dan resiko institusi.

Dengan sebuah perlakuan proses fermentasi (anaerobik) dalam sebuah digester terhadap limbah peternakan akan menghasilkan satu sumber energi yang ramah lingkungan yaitu biogas

(Non-Player Character). Pembelajaran yang dimaksud adalah bagaimana ayam beradaptasi di lingkungan sekitar dengan menerapkan makan atau dimakan pada rantai