• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Penerapan Rspo Terhadap Pendapatan Di PT. Bakrie Sumatera Plantation, TBK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dampak Penerapan Rspo Terhadap Pendapatan Di PT. Bakrie Sumatera Plantation, TBK"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PENERAPAN RSPO TERHADAP PENDAPATAN DI

PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATION, TBK

SKRIPSI

OLEH :

NUR FEBRINI 100304131 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

DAMPAK PENERAPAN RSPO TERHADAP PENDAPATAN DI

PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATION, TBK

SKRIPSI

OLEH : NUR FEBRINI

100304131 AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing,

Ketua, Anggota,

(Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec) (Ir. Sinar Indra Kusuma, M.Si)

NIP : 195702171986032001 NIP: 196509261993031002

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

DAMPAK PENERAPAN RSPO TERHADAP PENDAPATAN DI

PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATION, TBK

SKRIPSI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

OLEH :

NUR FEBRINI 100304131 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

ABSTRAK

Nur Febrini (100304131) dengan judul skripsi “ Dampak Penerapan RSPO Terhadap Pendapatan di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk’’ yang dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Sinar Indra Kusuma, M.Si selaku anggota komisi pembimbing.

Tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui apa saja prinsip dan kriteria yang harus dipenuhi PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk dan untuk mengetahui dampak penerapan RSPO terhadap pendapatan di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk.

Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan analisis uji beda rata-rata. Untuk pengambilan data digunakan pengambilan data sekunder yakni data tingkat penjualan produk CPO dan PK, harga produk CPO dan PK serta keuntungan penjualan CPO dan PK di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober di Kota Kisaran, Kabupaten Asahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Ada prinsip dan kriteria yang harus dipenuhi PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk dalam menerapkan RSPO ; 2) Ada perbedaan pendapatan di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk sebelum dan sesudah menerapkan RSPO.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Nur Febrini dilahirkan di Kota Kisaran pada tanggal 08 Oktober 1992 dari

Bapak Ir. Effendi dan Ibu Hasly Yenni. Penulis merupakan anak ke tiga dari tiga

bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun1997, masuk Taman Kanak-Kanak Yayasan Perguruan Diponegoro

Kisaran tamat tahun 1998.

2. Tahun 1998, masuk Sekolah Dasar Yayasan Perguruan Diponegoro

Kisaran tamat tahun 2004.

3. Tahun 2004, masuk Sekolah Menengah Pertama Yayasan Perguruan

Diponegoro Kisaran tamat tahun 2007.

4. Tahun 2007, masuk Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kisaran tamat tahun

2010.

5. Tahun 2010 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan melaui jalur SPMPRM ( Seleksi

Penerimaan Mahasiswa Program Reguler Mandiri).

6. Bulan Juli Sampai Agustus Tahun 2013, mengikuti (PKL) Praktek Kerja

Lapangan di Desa Bengkel, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Deli

Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

7. Bulan Oktober Tahun 2014, melakukan penelitian di PT. Bakrie Sumatera

(6)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah serta limpahan karunia-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul skripsi ini adalah “Dampak Penerapan RSPO Terhadap Pendapatan DI PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa dukungan, motivasi, bimbingan, pengarahan serta kritikan yang membangun yang disampaikan kepada penulis. Untuk itu dalam kesempatan ini dengan setulus hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku ketua komisi pembimbing

skripsi dan Bapak Ir. Sinar Indra Kusuma, M.Si selaku anggota

pembimbing skripsi, yang telah banyak membimbing, memotivasi dan

mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3. Kepada Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Agribisnis yang telah banyak

memberikan ilmu pengetahuan selama masa pendidikan dan beserta

Pegawai Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara.

4. Kepada orang tua tercinta Ir. Effendi dan Ibunda Hasly Yenni,

abang-abang saya yang tercinta M. Yuri Ramadhan dan M. Yandriza Fani, STP,

saya ucapkan terimakasih atas segala keikhlasannya dalam dukungan yang

senantiasa mendoakan dan memberikan dorongan semangat dan perhatian

untuk pendidikan saya sampai saat ini.

5. Kepada bapak dan ibu staff di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk dan

seluruh instansi yang terkait dengan penelitian ini yang telah membantu

penulis dalam memperoleh data-data yang diperlukan.

6. Kepada sahabat tercinta shela, denis, wiwiek, ari dan richard yang selalu

memberikan dukungan serta selalu membantu di situasi dan kondisi

apapun.

7. Kepada rekan-rekan mahasiswa angkatan tahun 2010 yang tidak dapat

(7)

yang telah banyak memberikan dukungannya baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karenanya dengan senang hati penulis menerima kritik, saran dan masukan dari

semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi

(8)

DAFTAR ISI

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3Tujuan Penelitian ... 7

1.4Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELTIAN ... 8

2.1Defenisi RSPO ... 8

2.1.1 Prinsip 1: Komitmen terhadap transparansi ... 10

2.1.2 Prinsip 2: Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku 11 2.1.3 Prinsip 3: Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keungan jangka panjang ... 12

2.1.4 Prinsip 4: Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik ... 13

2.1.5 Prinsip 5: Tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati ... 17

2.1.6 Prinsip 6: Tanggung jawab kepada pekerja, individu- individu dan komunitas dari kebun dan pabrik ... 21

2.1.7 Prinsip 7: Pengembangan perkebunan secara bertanggung jawab ... 27

(9)

3.4.1 Defenisi ... 39

3.4.2 Batasan Operasional... 40

BAB IV PROFIL PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk ... 41

4.1 Profil PT. Bakrie Sumatera Plantaion, Tbk ... 41

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

5.1 Prinsip-prinsip yang harus di penuhi dalam penerapan RSPO di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk ... 48

5.2

Dampak Penerapan RSPO Terhadap Pendapatan Di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO... 52

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 56

6.2 Saran ... 58

(10)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal.

1. Pangsa Konsumsi Minyak Nabati Dunia... 3

2. Perkembangan Luas Areal Perkebunan di Indonesia ... 3

3. Perkembangan Produksi Komoditi Perkebunan di Indonesia ... 3

4. Daftar Perkebunan Kelapa Sawit di PT. Bakrie Sumatera

Plantation, Tbk yang memperoleh sertifikat RSPO ... 36

5. Data Sekunder Yang Dikumpulkan ...

6. Identitas Umum Perusahaan PT. BSP Unit Sumut 1... 44 37

7. Letak Geografis PT. BSP Unit Sumut 1... 44

8. Data Luas Lahan dan Status Areal ... 45

9. Rincian jumlah unit fasilitas umum PT. BSP Unit Sumut 1 ... 46

10. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Keuntungan Produk CPO di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk Sebelum Dan Sesudah

Menerapkan RSPO Dengan Menggunakan SPSS ... 51

11. Hasil Analisis Uji beda rata-rata keuntungan produk PK di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk Sebelum Dan Sesudah

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

1. Produksi global minyak kelapa sawit tahun 2008 ... 2

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

1. Struktur Organisasi Afdeling Kebun PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk

2. Struktur Organisasi PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk

3. Penjualan CPO Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO di PT. Bakrie

Sumatera Plantation, Tbk

4. Penjualan PK Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO di PT. Bakrie

Sumatera Plantation, Tbk

5. Harga Jual CPO Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO di PT. Bakrie

Sumatera Plantation, Tbk

6. Harga Jual PK Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO di PT. Bakrie

Sumatera Plantation, Tbk

7. Keuntungan CPO Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO di PT. Bakrie

Sumatera Plantation, Tbk

8. Keuntungan PK Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO di PT. Bakrie

Sumatera Plantation, Tbk

9. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Penerapan RSPO Pada Tingkat

Penjualan Produk PK di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk Sebelum

Dan Sesudah Menerapkan RSPO

10.Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Penerapan RSPO Pada Tingkat

Penjualan Produk CPO di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk Sebelum

(13)

11.Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Penerapan RSPO Pada Tingkat Harga

Jual Produk CPO di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk Sebelum Dan

Sesudah Menerapkan RSPO

12.Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Penerapan RSPO Pada Tingkat Harga

Jual Produk PK di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk Sebelum Dan

Sesudah Menerapkan RSPO

(14)

ABSTRAK

Nur Febrini (100304131) dengan judul skripsi “ Dampak Penerapan RSPO Terhadap Pendapatan di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk’’ yang dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Sinar Indra Kusuma, M.Si selaku anggota komisi pembimbing.

Tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui apa saja prinsip dan kriteria yang harus dipenuhi PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk dan untuk mengetahui dampak penerapan RSPO terhadap pendapatan di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk.

Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan analisis uji beda rata-rata. Untuk pengambilan data digunakan pengambilan data sekunder yakni data tingkat penjualan produk CPO dan PK, harga produk CPO dan PK serta keuntungan penjualan CPO dan PK di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober di Kota Kisaran, Kabupaten Asahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Ada prinsip dan kriteria yang harus dipenuhi PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk dalam menerapkan RSPO ; 2) Ada perbedaan pendapatan di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk sebelum dan sesudah menerapkan RSPO.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun keberadaan tanaman ini telah

masuk hampir ke semua sektor kehidupan. Kondisi ini telah mendorong semakin

meluasnya areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Selama kurang lebih 50

tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang

menguntungkan secara global dan ekspansi dari perkebunan kelapa sawit telah

hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

Kelapa sawit merupakan tanaman dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi

karena merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Bagi Indonesia,

kelapa sawit memiliki arti penting karena mampu menciptakan kesempatan kerja

bagi masyarakat dan sebagai sumber perolehan devisa negara (Fauzi dkk, 2002).

Dalam 5 (lima) tahun terakhir ini terjadi pergeseran pasar (market) minyak nabati

dunia, dari sebelumnya didominasi konsumsi minyak kedelai yang diproduksi di

negara maju (Eropa) menjadi minyak sawit yang diproduksi di negara

berkembang (Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Nigeria, Ghana dll). Dari sisi

suplai tahun 2007, pasokan produksi Indonesia menjadi yang terbesar (44 persen)

menggeser pasokan Malaysia (41 persen) untuk konsumsi minyak sawit dunia.

Harga minyak mentah (crude oil) yang naik di luar perkiraan juga membuat

(16)

Data-data tersebut mengukuhkan bagaimana strategisnya komoditi kelapa sawit

(Elaeis guineensis Jacq) dalam perekonomian Indonesia (Bakrie, 2011).

Luasan tanaman kelapa sawit Indonesia pada tahun 1991 hanya 1,12 juta ha, pada

tahun 2007 telah mencapai 6,78 juta ha. Data ini menunjukan laju peningkatan

luas kebun kelapa sawit Indonesia sekitar 12,3% per tahun. Sejalan dengan laju

peningkatan luas perkebunan tersebut, produksi CPO pada dekade terakhir melaju

12,5% per tahun. Pada tahun 1991, produksi CPO Indonesia adalah 2.658 ribu ton

dan meningkat cepat menjadi 17.374 ribu ton pada tahun 2007 (Direktorat

Jenderal Perkebunan 2008). Peningkatan produksi yang demikian cepat

disebabkan oleh konsumsi di pasar domestik dan internasional yang meningkat

pesat, dan diperkirakan permintaan akan semakin besar dengan digunakannya

sebagian minyak sawit untuk biodiesel. Hanya saja, meningkatnya konsumsi

produk kelapa sawit berkorelasi dengan peningkatan luas perkebunan dan

ditengarai akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yang

signifikan.

(17)

Tabel 1. Pangsa Konsumsi Minyak Nabati Dunia

Tabel 2. Perkembangan Luas Areal Perkebunan di Indonesia Komoditas

Sumber : Dirjen Perkebunan Keterangan :

*) : angka sementara **) : angka estimasi

(18)

Konversi hutan terjadi untuk kegiatan usaha pertanian dan perkebunan termasuk

kelapa sawit. Sebagian hutan yang dikonversi tersebut bernilai konservasi tinggi

(high conservation value forests – Kawasan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi/

KBKT), karena mengandung keanekaragaman hayati yangtinggi dan mempunyai

fungsi ekologis dan lingkungan (ecological and environmental functions) yang

penting. Hutan bernilai konservasi tinggi adalah kawasan hutan yang mengandung

nilai-nilai pentingsecara nasional, regional dan global dan dalam keadaan kritis.

Nilai-nilai di dalam kawasan tersebut adalah nilai keanekaragaman hayati,

ekosistem langka dan terancam, jasa-jasa lingkungan dan sosial budaya

masyarakat. KBKT (Kawasan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi) adalah

kawasan atau areal (hutan, kebun kelapa sawit, kawasan tambang)yang dianggap

penting dan kritis karena tingginya nilai lingkungan, sosial ekonomi, sosial

budaya, keanekaragaman hayati, dan bentang alam yang melekat padanya. KBKT

dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan iklim di tingkat lokal, sebagai

daerah tangkapan air, habitat bagi spesies yang terancam punah, ataupun

merupakan tempat bermukim dan tempat sakral bagi masyarakat asli yang hidup

di dalam dan di sekitar hutan.

Pentingnya nilai-nilai tersebut dipertahankan mendorong lahirnya konsep High

Conservation Value Forest (HCVF) yang disusun oleh Forest Stewardship

Council. Konsep ini mengintegrasikan pemanfaatan hutan dengan isu konservasi

lingkungan, sosial dan kulturdalam suatu unit pengelolaan. Dengan demikian

(19)

pengelolaan sejalan dengan manfaat lainnya yaitu terjaganya nilai-nilai penting

dari suatu kawasan (RSPO, 2009).

Secara regulasi pemerintah mengharuskan pembangunan perkebunan di Indonesia mengikuti Undang-undang (UU) Perkebunan Nomor 18 Tahun 2004 pasal 2 yang menyatakan bahwa perkebunan diselenggarakan berdasarkan atas azas manfaat dan berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, serta berkeadilan. Tujuan pembangunan perkebunan yang tercantum dalam pasal 3 antara lain juga menyatakan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan menyediakan lapangan kerja. Demikian juga UU No 40 tahun 2007 tentang perseroaan terbatas pasal 74 bahwa perusahaan yang berkaitan dengan sumber daya wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Pembangunan sub sektor perkebunan kelapa sawit saat ini disepakati agar

pembangunan dilaksanakan dengan cara berkelanjutan (sustainability

development). Kesepakatan tersebut dihasilkan melalui beberapa kali pertemuan

Meja Bundar Multistakeholders Menuju Kebun Sawit Berkelanjutan (Roundtable

on Sustainable Palm Oil atau RSPO) Pertemuan RSPO di Singapura bulan

November 2005 telah disepakati bahwa perusahaan perkebunan kelapa sawit

berkelanjutan harus menerapkan Prinsip dan Kriteria RSPO yang mengandung 8

prinsip dan 39 kriteria. Pada prinsip 5 dan 7 terdapat kriteria perlindungan

terhadap NKT (Nilai Konservasi Tinggi). Disamping Prinsip dan Kriteria RSPO,

Undang-Undang Republik Indonesia No. 18, 2004, Pasal 2 mengharuskan

pembangunan perkebunan diselenggarakan berdasarkan atas asas manfaat dan

(20)

Sehubungan dengan hal tersebut, perusahaan perlu mengikuti undang-undang/peraturan terkait dan mengadopsi Prinsip dan Kriteria RSPO maka perusahaan memerlukan analisis dampak sosial dari pembangunan perkebunan. Perusahaan perkebunan sawit juga berkepentingan untuk membangun dan memelihara hubungan sosial jangka panjang yang positif dan saling menguntungkan dengan berbagai pihak yang menjadi pemangku kepentingan bagi kegiatan-kegiatan operasionalnya. Untuk membangun hubungan sosial yang baik, maka diperlukan pengetahuan tentang social impact analysis yang meliputi pemetaan para pemangku kepentingan yang ada di sekitar lokasi perusahaan. Pemetaan mengenai kepentingan, persepsi dan harapan dari para pemangku kepentingan merupakan informasi penting bagi perusahaan untuk mengelola hubungan dengan para pemangku kepentingan (Bakrie, 2011).

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, permasalahan yang

didapat antara lain :

1. Apa saja prinsip dan kriteria yang harus dipenuhi dalam penerapan RSPO di

PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk ?

2. Bagaimana dampak penerapan RSPO terhadap pendapatan di PT. Bakrie

(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas maka tujuan

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apa saja prinsip yang harus dipenuhi PT. Bakrie Sumatera

Plantation, Tbk.

2. Untuk mengetahui dampak penerapan RSPO terhadap pendapatan di PT.

Bakrie Sumatera Plantation, Tbk.

1.4 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas maka kegunaan

penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan sertifikasi RSPO

oleh perkebunan yang belum bersertifikat RSPO.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi RSPO

RSPO merupakan inisiatif dari multi stakeholder dari banyak negara tentang kebun sawit yang berkelanjutan. Diinisiasi oleh WWF, Aarhus, Golden Hope, MPOA, Migros, Sainsbury, dan Unilever untuk merespon perhatian dalam sektor makanan dan kosmetik. RSPO ditetapkan pada tanggal 8 April 2004 sebagai organisasi non profit dibawah Article 60 UU Sipil Swiss. Sekretariat RSPO berlokasi di Kuala Lumpur Malaysia dan didukung oleh anggota pendana mewakili pihak-pihak yang terkait (Bakrie, 2012).

Visi RSPO yaitu menjamin minyak sawit memberikan kontribusi untuk dunia yang lebih baik. Misi RSPO adalah mempromosikan produksi, pembelian dan penggunaan minyak sawit yang lestari melalui pembangunan, penerapan dan verifikasi dengan menggunakan standar global yang kredibel, didukung oleh perjanjian dan komunikasi pada seluruh pihak dalam rantai supply. Tujuan RSPO yaitu untuk mempromosikan produksi dan penggunaan minyak sawit berkelanjutan melalui kerjasama di sepanjang rantai pasok (supply chain) dan dialog terbuka dengan para pemangku kepentingan (TUV, 2008).

Beberapa karakteristik RSPO antara lain yaitu: a. Multistakeholder membership.

(23)

c. Transparan.

d. Berorientasi pada aksi dan hasil yang nyata.

e. Berkomitmen pada produksi dan penggunaan kelapa sawit yang lestari. Yang termasuk anggota RSPO adalah:

a. Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit. b. Perusahaan pengolah Kelapa Sawit. c. Penjual produk kelapa sawit. d. LSM Lingkungan, LSM Sosial. e. Retailer.

f. Bank dan Investor.

g. Pihak lain yang berkepentingan terhadap Palm Oil Persyaratan untuk sertifikasi RSPO:

1. Terdiri dari 8 prinsip mencakup isu-isu : Pertanian, Ekonomi, Legal Lingkungan, Keanekaragaman hayati, Bahan beracun, Pekerja, Masyarakat dan Sosial

2. Didukung oleh 39 kriteria yang memberikan panduan spesifik pada 8 prinsip RSPO

3. Indikator pengukuran (139) untuk menjamin isi dan hasil yang dapat diukur. Prinsip dan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi menurut (RSPO, 2008) yaitu:

1. Prinsip 1 Kriteria 1.1, 1.2 2. Prinsip 2 kriteria 2.1, 2.2, 2.3 3. Prinsip 3 kriteria 3.1

(24)

6. Prinsip 6 kriteria 6.1, 6.2, 6.3, 6.4, 6.5, 6.6, 6.7, 6.8, 6.9, 6.10, 6.11 7. Prinsip 7 kriteria 7.1, 7.2, 7.3, 7,4, 7.5, 7.6, 7.7

8. Prinsip 8 kriteria 8.1

2.1.1 Prinsip 1 : Komitmen terhadap transparansi

Kriteria 1.1.

Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit memberikan informasi yang memadai kepada stakeholder lainnya mengenai isu lingkungan,sosial dan hukum yang relevan dengan kriteria RSPO dalam bahasa dan bentuk yang sesuai, untuk memungkinkan adanya partisipasi efektif dalam pengambilan keputusan.

Indikator Major:

• Rekaman permintaan informasi.

• Rekaman tanggapan terhadap permintaan informasi.

• Rekaman permintaan dan tanggapan informasi disimpan dengan masa simpan yang ditentukan oleh perusahaan berdasarkan kepentingannya. Kriteria 1.2.

Dokumen perusahaan tersedia secara umum, kecuali jika dokumen tersebut dilindungi oleh kerahasiaan komersial atau bilamana pengungkapan informasi tersebut akan berdampak negatif terhadap lingkungan dan sosial.

Indikator Major:

(25)

2. Rekaman permintaan dan tanggapan informasi disimpan dengan masa simpan yang ditentukan oleh perusahaan berdasarkan kepentingannya.

2.1.2 Prinsip 2: Memenuhi Hukum dan peraturan yang berlaku

Kriteria 2.1

Adanya kepatuhan terhadap semua hukum dan peraturan yang berlaku baik lokal, nasional maupun internasional yang diratifikasi.

Indikator major:

1. Bukti kepatuhan terhadap peraturan-peraturan yang berlaku dan terkait dengan operasional perkebunan kelapa sawit.

2. Bukti adanya usaha untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan peraturan.

Indikator Minor:

1. Bukti adanya sistem yang terdokumentasi yang berisi informasi tentang persyaratan hukum dan peraturan yang harus dipenuhi oleh perusahaan perkebunan.

2. Mekanisme evaluasi pelaksanaan pemenuhan persyaratan hukum dan peraturan yang berlaku dan terkait.

Kriteria 2.2

Hak untuk menguasai dan menggunakan tanah dapat dibuktikan dan tidak dituntut secara sah oleh komunitas lokal dengan hak-hak yang dapat dibuktikan

Indikator Major:

(26)

Indikator Minor:

1. Bukti penyelesaian pembebasan lahan dengan Free Prior and Informed Consent.

2. Tersedianya mekanisme penyelesaian konflik yang diterima oleh Para pihak.

Kriteria 2.3

Penggunaan lahan untuk kelapa sawit tidak mengurangi hak berdasarkan hukum dan hak tradisional pengguna lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari mereka. Indikator Major:

Rekaman proses negosiasi antara pemilik hak tradisional jika ada dengan pengusaha kebun yang dilengkapi dengan peta.

2.1.3 Prinsip 3 : Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan

jangka panjang

Kriteria 3.1

Terdapat rencana manajemen yang diimplementasikan yang ditujukan untuk mencapai keamanan ekonomi dan keuangan dalam jangka panjang.

Indikator Major:

Dokumen rencana kerja perusahaan untuk jangka waktu minimum 3 tahun. Indikator Minor:

(27)

2.1.4. Prinsip 4 : Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan

dan pabrik

Kriteria 4.1

Prosedur operasi didokumentasikan secara tepat dan diimplementasikan dan dipantau secara konsisten.

Indikator Major:

1. SOP kebun mulai dari LC (land clearing) sampai dengan panen tersedia. 2. SOP pabrik mulai dari penerimaan TBS sampai dengan dispatch CPO &

PKO tersedia.

3. SOP pengelolaan limbah tersedia. Indikator Minor:

1. Terdapat kegiatan pemeriksaan atau pemantauan kegiatan operasional minimal satu kali setahun.

2. Rekaman hasil kegiatan operasional tersedia. Kriteria 4.2

Praktek-praktek mempertahankan kesuburan tanah, atau bilamana mungkin meningkatkan kesuburan tanah, sampai pada tingkat yang memberikan hasil optimal dan berkelanjutan.

Indikator Minor:

1. Rekaman kegiatan analisa tanah, daun dan visual secara berkala.

(28)

Kriteria 4.3

Praktek-Praktek meminimalisasi dan mengendalikan erosi dan degradasi tanah. Indikator Minor:

1. Peta tanah yang marjinal tersedia.

2. Strategi pengelolaan untuk penanaman pada areal dengan kemiringan tertentu (dengan mempertimbangkan kondisi tanah dan iklim setempat) tersedia.

3. Tersedianya program pemeliharaan jalan.

4. Program pengelolaan tinggi muka air pada lahan gambut untuk meminimumkan penurunan permukaan tanah gambut tersedia. 5. Strategi pengelolaan tanah marjinal dan tanah kritis lainnya (tanah berpasir, tanah mengandung sulfat masam, kandungan bahan organik rendah) tersedia. Kriteria 4.4

Praktek-praktek mempertahankan kualitas dan ketersediaan air permukaan dan air tanah.

Indikator Major:

1. Tersedianya sistem tata air dan perlindungan areal lahan basah, termasuk menjaga dan memelihara daerah sepanjang aliran sungai pada saat replanting.

2. Rekaman analisis mutu BOD limbah cair sesuai peraturan perudang-undangan.

3. Rekaman catatan penggunaan air di pabrik. Indikator Minor:

(29)

2. Rekaman pemantauan BOD limbah cair Pabrik.

3. Rekaman pemantauan penggunaan air untuk pabrik per ton TBS. Kriteria 4.5

Hama, penyakit, gulma dan spesies introduksi yang berkembang cepat (invasif) dikendalikan secara efektif dengan menerapkan teknik Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang memadai.

Indikator Major:

Program PHT yang terdokumentasi dan terkini. Indikator Minor:

1. Rekaman monitoring luasan PHT dan termasuk trainingnya.

2. Rekaman monitoring toksisitas pestisida unit (bahan aktif/LD50 per ton TBS atau per Hektar).

Kriteria 4.6

Bahan kimia pertanian digunakan dengan cara yang tidak membahayakan kesehatan dan lingkungan. Bahan yang bersifat propilaktiktidak digunakan dan apabila bahan kimia pertania yang digunakan tergolong sebagai Tipe 1A atau 1B menurut WHO atau bahan-bahan yang termasuk dalam daftar konvensi Stockholm atau Konvensi Rotterdam, maka perkebunan secara aktif mencari alternatif dan proses ini didokumentasikan.

Indikator Major:

(30)

2. Penggunaan bahan kimia pertanian (agrochemical) sesuai dengan target species, dosis dan dilaksanakan oleh petugas yang terlatih sesuai dengan petunjuk penggunaan dan penyimpanannya serta terdokumentasi.

Indikator minor:

1. Bukti-bukti dokumentasi yang menunjukkan bahwa bahan-bahan kimia yang dikategorikan sebagai Tipe 1A atau 1B WHO atau bahan-bahan yang termasuk dalam daftar Konvensi Stockholm dan Rotterdam, serta paraquat dikurangi atau dihilangkan penggunaannya.

2. Rekaman hasil pemeriksaan kesehatan bagi operator.

3. Rekaman tidak ada tenaga penyemprot wanita yang sedang hamil atau menyusui.

Kriteria 4.7

Rencana kesehatan dan keselamatan kerja didokumentasikan, disebarluaskan dan diimplementasikan secara efektif.

Indikator Major:

1. Tersediannya SOP K3 dan pelaksanaanya yang terdokumentasi.

2. Penanggung jawab K3 ditetapkan dan harus ada catatan tentang pertemuan berkala antara penanggung jawab dan para pekerja yang membicarakan masalah kesehatan,keselamatan dan kesejahteraan pekerja.

3. Catatan kejadian kecelakaan kerja. Indikator Minor:

1. Tersedia asuransi kecelakaan kerja bagi tenaga kerja.

(31)

3. Rekaman analisis resiko untuk program kesehatan dan keselamatan kerja. 4. Rekaman training atau pelatihan program kesehatan dan keselamatan

kerja.

5. Prosedur kesiapsiagaan dan tanggap darurat.

6. Bukti pemenuhan peralatan program kesehatan dan keselamatan kerja dan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) di lokasi kerja. 7. Para pekerja yang telah mendapatkan pelatihan pertolongan pertama pada

kecelakaan (P3K) harus berada dalam kegiatan operasional di lapangan dan pabrik.

8. Rekaman tentang kecelakaan kerja yang terjadi harus disimpan dengan baik dan secara berkala ditinjau kembali.

Kriteria 4.8

Seluruh staf, karyawan, petani dan kontraktor harus terlatih secara memadai. Indikator Major:

1. Program pelatihan yang berkesinambungan untuk staff, karyawan dan petani, sesuai dengan kompetensi masing-masing jabatan dan terdokumentasi.

2. Realisasi pelaksanaan program pelatihan terdokumentasi. 3. Bukti bahwa perusahaan menggunakan kontraktor yang terlatih.

2.1.5. Prinsip 5 : Tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam

dan keanekaragaman hayati

Kriteria 5.1.

(32)

negatif dan mendorong dampak positif dibuat, diimplementasikan dan dimonitor untuk memperlihatkan kemajuan yang kontinu.

Indikator Major:

1. Tersedia dokumen pengelolaan lingkungan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2. Rekaman pelaksanaan dan pelaporan pengelolaan lingkungan secara berkala sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Indikator Minor:

1. Revisi terhadap dokumen pengelolaan lingkungan jika ada perubahan dalam hal areal operasional ataupun kegiatan perusahaan.

Kriteria 5.2

Status spesies-spesies langka, terancam atau hampir punah dan habitat dengan nilai konservasi tinggi, jika ada didalam perkebunan atau yang dapat terkena dampak oleh manajemen kebun dan pabrik harus diidentifikasi dan konservasinya diperhatikan dalam rencana dan operasi manajemen.

Indikator Major:

1. Rekaman hasil identifikasi spesies hewan, tanaman dan habitat yang perlu dilindungi.

2. Jika terdapat habitat dan spesies yang dilindungi, maka perlu ada program perlindungan termasuk mitigasi konflik dan bekerjasama dengan instansi terkait (BKSDA).

3. Ketentuan perlindungan satwa dan habitatnya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(33)

Indikator Minor:

1. Adanya poster-poster, papan peringatan mengenai spesies yang dilindungi, dipubikasikan, diedarkan dan disosialisasikan kepada seluruh karyawan dan masyarakat, beserta informasi penanganannya.

2. Adanya petugas khusus dan terlatih dalam struktur perusahaan untuk mengawasi rencana dan kegiatan di atas.

Kriteria 5.3

Limbah dikurangi, didaur ulang, dipakai kembali, dan dibuang dengan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara lingkungan dan sosial.

Indikator Major:

1. Identifikasi sumber-sumber limbah dan pencemaran, dan terdokumentasi. 2. Rencana pengelolaan limbah terdokumentasi dan diimplemtasikan

berdasarkan hasil identifikasi untuk menghindari dan mengurangi polusi Indikator Minor:

1. Tersedianya rencana pengelolaan limbah B3 serta petunjuk pembuangan limbah agro kimia dan wadahnya sesuai dengan acuan yang ada di kemasan dan peraturan yang berlaku.

2. Tersedianya rekaman monitoring/analisis limbah. Kriteria 5.4

Efisiensi penggunaan energi dan penggunaan energi terbarukan dimaksimalkan. Indikator Minor:

(34)

2. Tersedianya rekaman monitoring pengunaan bahan bakar fosil untuk kepentingan operasional serta analisis efisiensinya.

Kriteria 5.5

Penggunaan api untuk pemusnahan limbah dan untuk penyiapan lahan, guna penanaman kembali dihindari kecuali dalam kondisi spesifik sebagaimana tercantum dalam kebijakan tanpa bakar ASEAN atau panduan lokal serupa.

Indikator Major:

1. Perusahaan memiliki kebijakan tidak membakar (Zero Burning) saat Replanting, kecuali untuk kasus khusus seperti yang tercantum dalam ASEAN policy on zero burning atau ketentuan regional.

2. Perusahaan memiliki rekaman pelaksanaan zero burning.

3. Prosedur dan rekaman tanggap darurat untuk kebakaran lahan. Indikator Minor:

Sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran lahan sesuai tingkat kerawanannya.

Kriteria 5.6

Rencana-rencana untuk mengurangi pencemaran dan emisi, termasuk gas rumah kaca disusun, diimplementasikan dan dimonitor.

Indikator Major:

1. Bukti identifikasi sumber emisi di Pabrik Kelapa Sawit. 2. Pemantauan kualitas emisi dari sumber emisi tersebut. Indikator Minor:

1. Rekaman upaya dan rencana pengurangan polusi dan emisi.

(35)

2.1.6 Prinsip 6: Tanggung jawab kepada pekerja, individu-individu dan

komunitas dari kebun dan pabrik

Kriteria 6.1

Aspek manajemen perkebunan dan pabrik yang mempunyai dampak negatif sosial diidentifikasi dengan cara partisipatif dan rencana penanganan dampak negatif dan pengembangan dampak positif disusun, dilaksanakan dan dimonitor untuk menunjukan perbaikan yang berkelanjutan.

Indikator Major:

Perusahaan memiliki dokumen pengelolaan lingkungan, yang isinya antara lain aspek positif dan negatif sosial dan partisipasi pihak-pihak yang terkena dampak (masyarakat lokal).

Indikator Minor:

1. Rekaman rencana pengelolaan dan pemantauan dampak sosial dengan partisipasi masyarakat yang dilakukan secara berkala.

2. Hasil revisi dokumen pengelolaan lingkungan yang mencakup analisis dampak sosial jika ada perubahan ruang lingkup operasi perusahaan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3. Laporan pengelolaan dan pemantauan lingkungan secara berkala dan terjadwal.

(36)

Kriteria 6.2

Terdapat metode terbuka dan transparan untuk komunikasi dan konsultasi antara pihak perkebunan dan tau pabrik, masyarakat lokal, dan kelompok lain yang terkena dampak atau kepentingan.

Indikator Major:

Prosedur dan rekaman komunikasi dan konsultasi dengan masyarakat. Indikator Minor:

1. Perusahaan memiliki daftar stakeholder.

2. Perusahaan memiliki rekaman aspirasi masyarakat dan tanggapan/tindak-lanjut oleh perusahaan.

3. Perusahaan memiliki petugas yang bertanggung jawab untuk melakukan konsultasi dan komunikasi dengan masyarakat.

Kriteria 6.3

Terdapat sistem yang disepakati dan didokumentasikan bersama untuk mengurus keluhan dan ketidakpuasan, yang diimplementasikan dan diterima oleh semua pihak.

Indikator Major:

Perusahaan menyediakan sarana dan mekanisme yang terbuka untuk menerima keluhan dan menyelesaikan perselisihan sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Indikator Minor:

1. Adanya rekaman, penanganan keluhan/keberatan.

(37)

perlibatan perwakilan masyarakat lokal dan lembaga terkait dan tersedia untuk umum.

Kriteria 6.4

Setiap perundingan menyangkut kompensasi atas kehilangan hak legal atau hak adat dilakukan melalui sistem terdokumentasi yang memungkinkan komunitas adat dan stakeholder dan memberikan pandangan-pandangannya melalui institusi perwakilan mereka sendiri.

Indikator Major:

Prosedur identifikasi, kalkulasi dan pemberian ganti rugi atas kehilangan hak legal dan hak adat dengan melibatkan wakil masyarakat dan instansi terkait.

Indikator Minor:

1. Rekaman identifikasi pihak-pihak yang menerima ganti rugi.

2. Rekaman proses negosiasi dan/ atau hasil kesepakatan ganti rugi secara umum tersedia.

3. Rekaman pelaksanaan pembayaran ganti rugi. Kriteria 6.5

Upah dan persyaratan-persyaratan kerja bagi karyawan dan karyawan dari kontraktor harus selalu memenuhi paling tidak standar minum industri atau hukum, dan cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar pekerja dan untuk memberikan pendapatan tambahan.

Indikator Major:

1. Daftar Upah Karyawan

(38)

Indikator Minor:

1. Pada kondisi dimana sarana umum tidak tersedia dan tidak dapat diakses oleh karyawan, maka perusahaan menyediakan sarana tempat tinggal, pendidikan, air bersih, kesehatan, dan fasilitas umum yang memadai. 2. Perjanjian/kontrak kerja dengan kontraktor mensyaratkan kontraktor

mentaati peraturan yang berlaku dalam hal ketenagakerjaan. Kriteria 6.6

Perusahaan menghormati hak seluruh karyawan untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja sesuai dengan pilihan mereka dan untuk tawar menawar secara kolektif. Ketika hak kebebasan berkumpul dan mengeluarkan pendapat secara kolektif dibatasi oleh hukum, maka perusahaan memfasilitasi pendamping yang tidak berpihak, gratis dan melakukan tawar menawar bagi seluruh karyawan.

Indikator Major:

Rekaman kebijakan perusahaan yang memberikan kebebasan pada pekerja untuk berserikat.

Indikator Minor:

Adanya rekaman pertemuan dengan serikat pekerja, jika ada. Kriteria 6.7

Tidak memperkerjakan anak-anak. Anak-anak tidak boleh terpapar oleh kondisi kerja membahayakan. Pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak hanya diperbolehkan pada perkebunan keluarga, di bawah pengawasan orang dewasa dan tidak menggangu program pendidikan mereka.

(39)

Kebijakan perusahaan mengenai persyaratan umur pekerja sesuai dengan peraturan nasional dan terdokumentasi.

Indikator Minor:

Rekaman pelaksanaan kebijakan perusahaan mengenai persyaratan umur pekerja Kriteria 6.8

Perusahaan tidak boleh terlibat atau mendukung diskriminasi berdasarkan ras, kasta, kebangsaan, agama, cacat, jender, orientasi seksual, keanggotaan serikat, afiliasi politik atau umur.

Indikator Major:

Kebijakan perusahaan tentang peluang dan pelakuan yang sama dalam kesempatan kerja dan terdokumentasi.

Indikator Minor:

Rekaman bukti pemberian peluang dan perlakuan yang sama dalam kesempatan kerja.

Kriteria 6.9

Kebijakan untuk mencegah pelecehan seksual dan berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan untuk melindungi hak reproduksinya, disusun dan diaplikasikan.

Indikator Major:

1. Kebijakan perusahaan tentang pencegahan pelecehan seksual dan kekerasan dan terdokumentasi.

(40)

Indikator Minor:

1. Rekaman bukti implementasi kebijakan pencegahan pelecehan seksual. 2. Rekaman bukti implementasi kebijakan perlindungan hak-hak reproduksi

dan terdokumentasi.

3. Mekanisme penanganan keluhan secara khusus tersedia. Kriteria 6.10

Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit berurusan secara adil dan transparan dengan petani dan bisnis lokal lainnya.

Indikator Major:

1. Rekaman harga TBS

2. Rekaman mekanisme penentuan harga dengan petani plasma binaan. 3. Rekaman bukti kontrak dengan petani dan bisnis lokal lainnya. Indikator Minor:

1. Bukti bahwa semua pihak memahami kesepakatan kontrak yang mereka lakukan, dan bahwa kontrak-kontrak tersebut adil, legal dan transparan. 2. Pembayaran yang telah disepakati harus dilakukan tepat waktu. Kriteria 6.11

Perkebunan dan pabrik kelapa sawit berkontribusi terhadap pembangunan lokal yang berkelanjutan bilamana dianggap memadai.

Indikator Minor:

(41)

2.1.7 Prinsip 7: Pengembangan Perkebunan Secara bertanggung Jawab

Kriteria 7.1

Dilakukan analisis Dampak Sosial dan Lingkungan hidup secara komprehensif dan partisipatif sebelum membangun Kebun atau operasi baru memperluas perkebunan yang sudah ada dan hasilnya dimasukan ke dalam perencanaan, pengelolaan dan operasi.

Indikator Major:

Perusahaan memiliki dokumen pengelolaan lingkungan yang isinya antara lain analisa aspek positif dan negatif sosial dan lingkungan, serta partisipasi pihak-pihak yang terkena dampak (masyarakat lokal).

Indikator Minor:

1. Rencana pengelolaan dan prosedur operasional yang memadai (RKL/RPL).

2. Tersedianya rekaman implementasi program pembinaan petani plasma, sesuai skema dan perundang-undangan yang berlaku (jika ada plasma). Kriteria 7.2

Menggunakan survai tanah dan informasi topografi untuk merencanakan lokasi pengembangan perkebunan baru dan hasilnya digabungkan kedalam perencanaan dan operasi.

Indikator Major:

(42)

Indikator Minor:

Tersedianya rekaman pelaksanaan pengembangan kebun berdasarkan kesesuaian lahan.

Kriteria 7.3

Penanaman baru sejak November 2005(sejak diadopsi RSPO) tidak dilakukan di hutan primer atau setiap areal yang memiliki satu atau lebih HCV.

Indikator Major:

1. Rekaman identifikasi HCV sebelum areal dibuka yang dimuat dalam dokumen AMDAL sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2. Rekaman Peta Rencana dan realisasi pembukaan lahan sesuai dengan identifikasi HCV.

Kriteria 7.4

Penanaman berlebihan pada lahan yang curam, dan atau ditanah marjinal serta rapuh (mudah longsor) harus dihindari.

Indikator Minor:

1. Peta tanah marjinal dan mudah longsor, termasuk kemiringan yang curam dan tanah gambut tersedia dalam skala yang memadai.

2. Bila direncanakan penanaman terbatas di tanah rapuh dan marginal, rencana terdokumentasi dibuat dan diterapkan untuk melindungi tanah-tanah ini tanpa menimbulkan dampak yang merugikan.

Kriteria 7.5

(43)

serta para pihak lainnya bisa mengeluarkan pandangan mereka melalui institusi perwakilan mereka sendiri.

Indikator Major:

1. Perusahaan memiliki dokumen AMDAL yang isinya antara lainanalisis aspek positif dan negatif sosial dan lingkungan, serta partisipasi pihak-pihak yang terkena dampak (masyarakat lokal).

2. Rekaman sosialisasi rencana pembukaan usaha perkebunan

3. Rekaman kesepakatan ganti rugi/penyerahan lahan dari pemilik lahan untuk pembukaan perkebunan.

Kriteria 7.6

Masyarakat setempat diberikan kompensasi atas setiap pengambilalihan lahan dan pelepasan hak yang disepakati dengan persetujuansukarela yang diberitahukan sebelumnya dan kesepakatan yang telah dirundingkan.

Indikator Major:

1. Rekaman identifikasi penilaian atas hak berdasarkan hukum dan hak tradisional dengan melibatkan instansi pemerintah terkait dan masyarakat setempat.

2. Prosedur identifikasi pihak-pihak yang berhak menerima kompensasi. Indikator Minor:

1. Rekaman proses negosiasi dan/ atau hasil kesepakatan kompensasi secara umum tersedia.

(44)

3. Masyarakat yang kehilangan akses dan hak atas tanah untuk perluasan perkebunan diberikan kesempatan untuk mendapatkan manfaat dari pembangunan perkebunan.

4. Proses dan hasil klaim kompensasi harus didokumentasikan dan tersedia untuk umum.

Kriteria 7.7

Dilarang membuka perkebunan baru dengan membakar, kecuali dalam keadaan khusus sebagaimana dalam ASEAN Guidelines atau regional Best Practices

lainnya.

Indikator Major:

1. Perusahaan memiliki kebijakan tidak membakar (Zero Burning) saat LC, kecuali untuk kasus khusus seperti yang tercantum dalam ASEAN Policy on Zero Burning atau ketentuan regional.

2. Perusahaan memiliki bukti pelaksanaan zero burning.

3. Prosedur dan rekaman tanggap darurat untuk kebakaran lahan. Indikator Minor:

Sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran lahan sesuai tingkat kerawanannya.

2.1.8. Prinsip 8: Komitmen terhadap perbaikan terus menerus pada

wilayah-wilayah utama aktifitas

Kriteria 8.1

(45)

yang memungkinkan adanya perbaikan nyata yang kontinu pada operasi-oparasi utama.

Indikator Major:

Tersedia rencana aksi pemantauanyang berdasarkan pertimbangan AMDAL dan evaluasi rutin untuk kegiatan kebun dan PKS.

Indikator Minor:

Rekaman tindak lanjut terhadap temuan audit RSPO, jika ada.

2.2 Landasan Teori

2.2.1. Harga

Untuk menetapkan harga harga yang cerdik, manajemen harus tahu bagaimana

biayanya bervariasi dengan berbagai tingkat produksi. Penetapan harga harga

berdasarkan kurva pengalaman mengandung resiko besar. Penetapan harga agresif

biasanya memberikan citra murah pada produk. Strategi ini juga mengasumsikan

bahwa pesaing adalah pengikut yang lemah. Strategi ini menyebabkan perusahaan

membangun lebih banyak pabrik untuk memenuhi permintaan, tetapi pesaing

dapat memilih untuk berinovasi dengan teknologi biaya yang lebih rendah

(Kotler, 2009).

Penjualan identik dengan harga karena pada umumnya harga merupakan faktor

yang dominan yang akan menentukan pertimbangan bagi pembeli. Dapat

dikatakan bahwa harga merupakan jumlah yang dibayar oleh pembeli atas barang

dan jasa yang ditawarkan oleh penjual. Harga mempunyai mempunyai empat

(46)

a) Sebagai pembayaran kepada lembaga saluran pemasaran atas jasa-jasa

yang ditawarkan.

b) Sebagai senjata dalam persaingan.

c) Sebagai alat untuk mengadakan komunikasi.

d) Sebagai alat pengawasan saluran pemasaran.

2.2.2. Keuntungan

Dalam kegiatan perusahaan, keuntungan ditentukan dengan cara mengurangkan

berbagai biaya yang dikeluarkan dari hasil penjualan yang diperoleh. Apabila

hasil penjualan yang diperoleh dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan

produsen nilainya adalah positif maka diperoleh keuntungan/ pendapatan.

Pendapatan merupakan keuntungan yang diperoleh para pengusaha sebagai

pembayaran dari melakukan kegiatan-kegiatan seperti : menghadapi resiko

ketidakpastian di masa yang akan datang, melakukan inovasi /pembaruan didalam

berbagai kegiatan ekonomi dan mewujudkan kekuasaan monopoli di dalam pasar

( Sukirno,1994).

Menurut Mankiw (2009), jumlah pendapatan yang diterima oleh suatu perusahaan

sebagai hasil dari penjualan output disebut pendapatan total (Total Revenue-TR).

Jumlah pengeluaran yang harus dilakukan suatu perusahaan untuk membeli input

disebut biaya total (Total Cost-TC). Jadi, keuntungan (profit) dinyatakan sebagai

pendapatan total dikurangi dengan biaya total. Dengan demikian, Keuntungan =

TR (Total Revenue) – TC(Total Cost).

2.3 Kerangka Pemikiran

Perkebunan bersertifikat RSPO adalah perkebunan yang sudah menerapkan RSPO

(47)

produksi untuk menghasilkan CPO dan PK setelah proses produksi maka akan

menghasilkan output yakni CPO (Crude Palm Oil) dan PK yang kemudian dijual.

Dari hasil penjualan CPO dan PK ini maka perusahaan mendapatkan penerimaan.

Perkebunan bersertifikat RSPO merupakan perusahaan yang komit terhadap

minyak sawit berkelanjutan yang peduli terhadap sistem lingkungan, kesehatan

dan keselamatan kerja dan sosial kemasyarakatan.

Perkebunan belum bersertifikat RSPO adalah perkebunan yang belum

memperoleh sertifikat RSPO dan belum menerapkannya. Sama halnya dengan

perkebunan bersertifikat RSPO, perkebunan tidak bersertifikat RSPO juga akan

memperoleh penerimaan dan pendapatan. Perkebunan belum bersertifikat RSPO

merupakan perusahaan yang belum komit terhadap minyak sawit berkelanjutan

yang peduli terhadap sistem lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja dan

sosial kemasyarakatan.

Ada perbedaan antara tingkat penjualan produk CPO, harga produk (CPO) dan

manfaat antara perkebunan yang belum menerapkan RSPO dengan perkebunan

yang sudah menerapkan RSPO. Bagi perusahaan yang sudah menerapkan RSPO

akan lebih mudah memasuki pasar internasional sehingga pendapatan yang di

terima oleh perusahaan dapat meningkat. Sedangkan perusahaan yang belum

menerapkan RSPO sulit untuk memasuki pasar internasional sehingga pendapatan

yang di terima oleh perusahaan lebih kecil dibandingkan perusahaan yang

bersertifikat RSPO.

Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat

(48)

Keterangan Gambar : : Menyatakan pengaruh

Gambar 2. Skema kerangka pemikiran

RSPO Prinsip dan

- Penjualan produk CPO dan PK

- Harga produk CPO dan PK

- Manfaat

(49)

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang sudah dibangun, maka disusun hipotesis

sebagai berikut :

1. Dalam penerapannya PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk sudah

menerapkan prinsip dan kriteria RSPO.

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk. Objek penelitian

ditentukan secara purposive (sengaja) berdasarkan kriteria dari perusahaan

perkebunan yang telah mendapatkan sertifikat dan sudah menerapkan RSPO.

Tabel 4. Daftar perkebunan kelapa sawit di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbkyang memperoleh sertifikat RSPO

Nama pabrik / kebun Lokasi Tanggal Penerimaan Sertifikat RSPO Pabrik Bakrie Sumatera Desa Sei Baleh, Kec. Sei Baleh

Plantation Kab. Batu Bara, Sumut 14-06-2010

3.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Penelitian ini

meninjau tingkat penjualan produk CPO dan PK, harga produk CPO dan PK, dan

keuntungan perusahaan dalam jangka waktu 3 tahun sebelum dan 3 tahun sesudah

diterapkannya RSPO di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk. Hal ini bertujuan

(51)

CPO dan PK, dan keuntungan dalam beberapa kurun waktu, sehingga dapat

tergambarkan secara signifikansi perbedaan sebelum dan sesudah penerapan

RSPO.

Tabel 5. Data sekunder yang dikumpulkan

No Jenis Data Sumber Data

1. Data jumlah produksi CPO dan PK

2

Pabrik kelapa sawit POM Sei Baleh

Harga penjualan CPO dan PK

3.

Finance & Accounting Dept. PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk

Keuntungan penjualan CPO dan PK Finance & Accounting Dept. PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk

3.3 Metode Analisis Data

Untuk menganalisis hipotesis 1 dianalisis dengan menggunakan metode analisis

deskriptif dengan mengetahui prinsip dan kriteria apa saja yang harus dipenuhi

PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk dalam menerapkan RSPO.

Untuk menguji hipotesis 2, ada perbedaan pada tingkat penjualan produk CPO

dan PK, harga produk CPO dan PK serta keuntungan di PT. Bakrie Sumatera

Plantation, Tbk sebelum dan sesudah diterapkannya RSPO , digunakan Uji beda

rata-rata (Compare Means). Alasan Penggunaan uji beda rata-rata ini adalah

karena penelitian ini melihat perbedaan tingkat penjualan produk CPO dan PK,

harga CPO dan PK serta keuntungan sebelum dan sesudah menerapkan RSPO.

Karena berasal dari dua sampel yang sama maka Uji beda rata-rata yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode Dependent sample T-test (Paired

(52)

(

)

(

)

X1 = rata-rata tingkat penjualan produk CPO dan PK, harga produk CPO

dan PK serta keuntungan sebelum menerapkan RSPO

X2 = rata-rata tingkat penjualan produk CPO dan PK, harga produk CPO

dan PK serta keuntungan sesudah menerapkan RSPO

2 1

S = varians tingkat penjualan produk CPO dan PK, harga produk CPO

dan PK serta keuntungan sebelum menerapkan RSPO

2 2

S = varians penjualan produk CPO dan PK, harga produk CPO dan PK

serta keuntungan sesudah menerapkan RSPO

n1 dan n2 = jumlah observasi data pertama dan kedua

Dengan kriteria uji:

Jika t-hitung ≤ t-tabel, maka H0 diterima dan H1

Jika t-hitung > t-tabel, maka H

tidak diterima.

0 tidak diterima dan H1

Dengan α 0,05

diterima.

Hipotesis yang diajukan adalah :

H0 : tidak ada perbedaan tingkat penjualan produk CPO dan PK, harga produk

CPO dan PK serta keuntungan sebelum dan sesudah menerapkan RSPO.

H1 : ada perbedaan tingkat penjualan produk CPO dan PK, harga produk CPO

(53)

3.4 Definisi Dan Batasan Operasional 3.4.1. Defenisi

Agar tidak terjadi kekeliruan pengertian dalam penelitian ini, maka diberikan

defenisi-defenisi sebagai berikut:

1. CPO (crude palm oil) adalah minyak sawit mentah yang dihasilkan kelapa

sawit.

2. PK (palm kernel) adalah inti sawit

3. HCVF (high conservation value forest) adalah kawasan hutan bernilai

konservasi tinggi yang mencakup nilai perlindungan keanekaragaman flora

dan fauna, nilai jasa ekosistem, dan nilai bagi kepentingan sosial dan budaya.

4. RSPO (rountable suistanable palm oil) merupakan inisiatif dari multi stakeholder dari banyak negara tentang kebun sawit yang berkelanjutan dalam pengelolaan dan operasi yang legal, layak secara ekonomi, berwawasan lingkungan dan bermanfaat secara sosial.

5. SOP (standard operation prosedur) adalah standar operasi kerja.

6. TBS adalah tandan buah segar.

7. AMDAL adalah analisis dampak lingkungan.

8. Perkebunan bersertifikat RSPO adalah perkebunan yang telah lulus proses

sertifikasi serta sudah menerapkannya.

9. Perkebunan tidak bersertifikat RSPO adalah perkebunan yang belum

melewati proses sertifikasi dan belum menerapkannya.

10. Harga produk CPO adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh konsumen

(54)

11.Harga produk PK adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh konsumen

untuk PK yang diproduksi perkebunan dalam Rp/Kg.

12. Penerimaan adalah nilai yang diperoleh dari perkalian total produksi dengan

harga jual dalam satuan Rp.

13.Keuntungan adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya dalam

satuan Rp.

3.4.2. Batasan Operasional

Pembatasan didalam penelitian ini telah ditetapkan melalui suatu batasan

operasional sebagai berikut :

1. Daerah penelitian adalah PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk.

2. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2014.

(55)

DESKRIPSI WILAYAH

4.1 Profil PT.Bakrie Sumatera Plantation, Tbk

PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk adalah salah satu anggota kelompok usaha

Bakrie yang termasuk perusahaan swasta nasional pertama di Indonesia. Nama

PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk merupakan salah satu dari sekian perubahan

nama yang mengakibatkan pula beberapa kali pergantian kepemilikan. Perusahaan

didirikan pada tahun 1911 oleh NV. Hollandsch Americaansche Plantage

Maatschappij (NV. HAPM) melalui usaha perkebunan tembakau. Namun dalam

perjalanan selanjutnya, secara bertahap beralih ke perkebunan karet dan kelapa

sawit.

Tahun 1957, perusahaan menjadi unit usaha milik Uniroyal Inc dan berubah

namanya menjadi PT. United States Rubber Sumatra Plantations. Tahun 1970,

namanya berubah kembali, kali ini PT. Uniroyal Sumatera Plantation dan

memperoleh status Penanaman Modal Asing (PMA) dengan kepemilikan tetap

berada pada Uniroyal Inc. Pada tahun 1986, Bakrie Group mengambil alih

kepemilikan dan nama berganti menjadi PT. United Sumatra Plantations. Langkah

tersebut menadai awal masuknya Kelompok Usaha Bakrie kedalam bidang usaha

perkebunan dan menjadikan salah satu pelaku utama di sektor Agribisnis di

Indonesia.

Diakhir 1989, perusahaan memperoleh izin menawarkan 30% sahamnya kepada

public di Bursa Efek Jakarta ( BEJ ) dan Surabaya ( BES ) dengan nama PT.

Bakrie Sumatera Plantations, Tbk. Perubahan nama tersebut disetujui oleh

Menteri Kehakiman pada tanggal 11 Mei 1993 berdasarkan Surat No. C2 – 3004.

(56)

Pada tahun 1993 perusahaan mulai mengganti sebagian tanamannya yang ada di

Kisaran Sumatera Utara, menjadi perkebunan kelapa sawit. Keputusan ini

didasarkan pada kebutuhan untuk melaksanakan diversifikasi usaha. Pada tanggal

03 Oktober 2005 dilakukan kegiatan peletakan batu pertama pabrik pengolahan

sawit dimana pelaksanaan peresmian Palm Oil Mill ( POM ) Kisaran dilakukan

tanggal 09 Agustus 2007.

Dalam pengelolaan Bakrie Sumatera Plantation Group, PT. BSP Unit Sumut 1

dikelola dalam satu manajemen yang dipimpin oleh Head of Business Unit (HBU)

yang berkedudukan di Kisaran Asahan.

Visi Perusahaan adalah menjadi perusahaan agribisnis terintegrasi nomor satu dan

paling dikagumi di Indonesia. Misi PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk yaitu

mengembangkan dan menjaga kesinambungan kesejahteraan komunitas dengan

melakukan ekstraksi penciptaan nilai optimal melalui kegiatan operasi yang

ramah lingkungan dan memanfaatkan keahlian kunci dalam operasi multi tanaman

dan operasi global. Nilai Inti ( Core Values ) dalam perusahaan ini adalah

memperjuangkan harmoni menuju arah yang sama.

• BSP is our home : BSP adalah rumah kita.

Rasa memiliki yang kuat, senantiasa menjunjung kerja sama tim, sikap saling

menghargai, dan komunikasi terbuka; merawat perusahaan layaknya

rumah sendiri; mengembangkan rasa nyaman seperti di rumah sendiri;

bertenggang rasa.

(57)

Diartikan setiap unit usaha dan insan P T . BSP harus proaktif mengejar

Visi dan Misi, dan dibekali dengan pemberdayaan, tetapi harus dapat

dipertanggung jawabkan.

• Sense of Mission : Semangat dalam menjalankan misi

Diartikan sebagai keselarasan vertikal dan horizontal dalam organisasi BSP,

baik antara “atasan” dan “bawahan”, “corporate” dengan “business units

maupun antar fungsi baik di corporate level maupun business units

dalam menjalankan tugas untuk mencapai Visi dan Misi.

• Adaptive to and Driving Change : Mampu beradaptasi dan mendorong

perubahan

Selalu berpikiran terbuka, bertindak inovatif. Insan PT. BSP diharapkan

mampu bersikap seperti diatas untuk dapat menerima perubahan dan menjadi

motor penggerak perubahan dalam rangka mencapai Visi dan Misi PT. BSP.

PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk bertempat di Jln. Ir. H. Juanda no.1 Kisaran,

Asahan. Luas Kantor : 370 Ha (termasuk luas pemukiman/perumahan

karyawan). Batas wilayah :

• Sebelah Utara : Desa Sukarame Kecamatan Sei Baleh Kab. Batubara

• Sebelah Selatan : Kebun PTPN 3 Kecamatan Air Batu Kab. Asahan

• Sebelah Barat : Desa Sei Puleh Kecamatan Pulo Bandring Kab. Asahan

• Sebelah Timur : Desa Pasar Lembu Kecamatan Air Joman Kab. Asahan

(58)

Nama perusahaan

PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk

Perseroan Terbatas

Kisaran, Asahan, Sumatera Utara

0623-42434, 41508, 41635, 41733, 41006

www.bakriesumatera.com

Penanaman modal dalam negeri - Perkebunan dan pabrik kelapa sawit - Perkebunan dan pabrik karet

PT. Bakrie Sumatera Plantation,Tbk Area Sumut 1 memiliki total luas lahan

22.178 Ha dengan mengusahakan komoditi Karet dan Kelapa Sawit. Pada

komoditi karet total luas lahannya adalah 10.252 Ha (Produksi 6.840 Ha,

Immature 3.412 Ha), pada komoditi kelapa sawit luas lahannya adalah 9.852 Ha

(Produksi 8.880 Ha, Immature 972 Ha), dan pada fasilitas umum digunakan lahan

seluas 2.074 Ha.

Tabel 7. Letak Geografis PT. BSP Unit Sumut 1

Estate Kebun PT. BSP Kisaran Letak Geografis

PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATIONS Tbk 30LU-99,600

(59)

PT. BSP mengelola lahan dengan optimal termasuk dalam pengadaan fasilitas

umum seperti jalan utama, jalan produksi, kantor, rumah staff, rumah karyawan,

mesjid, gereja, dan sekolah dasar. Total luas lahan yang digunakan dalam

membuat fasilitas umum tersebut adalah 2.074 Ha.

Tabel 8. Data Luas Lahan dan Status Areal

No. Data Lahan Luas

• Tanah yg dipinjam

untuk Kantor Pemerintah

• Tanah yang dipinjam

untuk Jalan Umum

(60)

Tabel 9. Rincian jumlah unit fasilitas umum PT. BSP Unit Sumut 1

No. Jenis Kegiatan Satuan Keterangan 1. Areal Kebun yang Sudah di Buka 20.256 Ha Tahun 1985 s/d Tahun 2013

2. Luas/JumlahBangunan Dan Fasilitas

(61)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Dampak Penerapan RSPO Terhadap Pendapatan di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk

Untuk melihat bagaimana dampak penerapan RSPO terhadap pendapatan di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk sebelum dan sesudah menerapkan RSPO dianalisis dengan menggunakan uji beda rata-rata. Berikut ini merupakan tabel hasil analisis uji beda rata-rata keuntungan CPO dan PK sebelum dan sesudah menerapkan RSPO di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk:

Tabel 10. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Keuntungan Produk CPO di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO Dengan Menggunakan SPSS

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Sebelum RSPO 7.111E11 3 6.37812E10 3.68241E10

Sesudah RSPO 3.677E11 3 1.36517E10 7.88180E10

Paired Samples Test

95% Confidence Interval of

the Difference

Lower Upper

Pair 1 Sebelum RSPO –

(62)

Tabel 11. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Keuntungan Produk CPO di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk Sebelum Dan Sesudah Menerapkan RSPO Dengan Menggunakan SPSS

Dari hasil analisis uji beda rata-rata pada tingkat keuntungan produk CPO dan PK di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk sebelum dan sesudah menerapkan RSPO maka dapat dilihat bahwa keuntungan CPO dan PK setelah penerapan RSPO menurun dibandingkan sebelum penerapan RSPO. Hal ini disebabkan karena adanya krisis manajemen di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk sehingga pihak perusahaan memutuskan untuk tidak membeli pupuk untuk tanaman kelapa sawit yang ditanam agar mengurangi biaya produksi. Aturan yang mengenai perintah kerja dalam pelaksaan pemupukan di lapangan ada pada prinsip 4 mengenai

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig.

(2-tailed) Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of

the Difference

Lower Upper

Pair 1 Sebelum RSPO –

Sesudah RSPO

3.363E10 2.5928E10 1.49706E10 -3.07791E10 9.80471E10 2.247 2 .154 Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Sebelum RSPO 8.316E10 3 1.20645E10 6.96542E9

(63)

penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik yang ada pada peraturan SOP kebun mulai dari LC (Land Clearing) sampai dengan panen tersedia dengan nomor dokumen BMEOP-WI-18. Akibat dari pemupukan yang tidak dilakukan ini maka produksi TBS menjadi semakin menurun karena tanaman kelapa sawit yang tidak diberi pupuk. Setelah penerapan RSPO harga CPO naik sebesar 2% dan harga PK naik sebesar 16%. Hal ini tidak berdampak positif terhadap keuntungan produk CPO dan PK yang menurun akibat produksi TBS yang sangat menurun. Sehingga penerapan RSPO ini tidak berdampak pada keuntungan di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk.

Walaupun RSPO tidak berdampak terhadap pendapatan, masih ada dampak

positif dari penerapan dan sertifikasi RSPO bagi perusahaan perkebunan PT.

Bakrie Sumatera Plantation, Tbk antara lain sebagai berikut :

A. Dari segi operasional:

Melalui sertifikasi RSPO perusahaan memperoleh manfaat yaitu:

• Memperbaiki dan melengkapi dokumen-dokumen yang ada pada

perusahaan perkebunan serta menyesuaikan dan menyeragamkan kegiatan

operasional dan dokumen di seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit,

• Penurunan biaya pemakaian rutin herbisida dan pestisida dikerenakan pada

prinsip 4 mengatur tentang :

1. Catatan penggunaan pestisida (termasuk bahan aktif yang digunakan,

daerah tempat pestisida digunakan, jumlah yang digunakan per ha dan

jumlah penerapan).

2. Bukti-bukti dokumentasi yang menunjukkan bahwa bahan-bahan

(64)

bahan-bahan yang termasuk dalam daftar Konvensi Stockholm dan

Rotterdam, serta paraquat (sejenis herbisida) dikurangi atau

dihilangkan penggunaannya.

3. Penggunaan produk terpilih yang spesifik atas hama dan gulma yang

menjadi target, dan yang memiliki efek minimum terhadap spesies

yang tidak menjadi target harus digunakan jika ada. Namun,

langkah-langkah untuk menghindari perkembangan resistensi (seperti rotasi

pestisida) perlu dilakukan.

4. Pemakaian pestisida lewat metode yang telah terbukti yang dapat

meminimalisir resiko dan dampak. Penyemprotan pestisida lewat udara

hanya diijinkan jika ada justifikasi yang terdokumentasi

B. Dari segi hubungan masyarakat sosial

Berdasarkan hubungan masyarakat sosial, RSPO bermanfaat untuk:

1. Permasalahan konflik dengan masyarakat seperti pembebasan lahan

garapan, polusi, dan sebagainya dapat dikendalikan atau menurun,

2. Meningkatkan hubungan dengan para pemangku kepentingan lokal,

termasuk pemerintah, tenaga kerja, masyarakat sipil dan pembeli.

C. Dari segi perdagangan produk CPO & PK

Perusahaan lebih mudah memasuki pasar asing terutama di Eropa karena

RSPO ini berkepentingan terhadap peningkatan hasil produksi sawit yang

berkelanjutan dan mengkontrol seluruh proses produksi minyak sawit sesuai

dengan standar kesehatan dan hukum internasional. Dengan sertifikasi yang

diperoleh dari RSPO, maka PKS (Pabrik Kelapa Sawit) akan bebas dari

(65)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dampak penerapan RSPO terhadap pendapatan di PT. Bakrie Sumatera

Plantation, Tbk sebelum dan sesudah menerapkan RSPO sebagai berikut :

a. Terdapat penurunan tingkat penjualan produk CPO sebesar 36%

sesudah menerapkan RSPO.

b. Terdapat penurunan tingkat penjualan produk PK sebesar 38%

sesudah menerapkan RSPO.

c. Terdapat peningkatan harga produk CPO sebesar 2% sesudah

menerapkan RSPO.

d. Terdapat peningkatan harga produk PK sebesar 16% sesudah

menerapkan RSPO.

e. Terdapat penurunan keuntungan produk CPO sebesar 32% sesudah

menerapkan RSPO.

f. Terdapat penurunan keuntungan produk CPO sebesar 26% sesudah

menerapkan RSPO.

g. RSPO tidak berpengaruh nyata terhadap keuntungan di PT. Bakrie

(66)

6.2. Saran

Kepada PT. Bakrie Sumatera Plntation, Tbk

Setelah mendapatkan sertifikat RSPO diharapkan t tetap meningkatkan mutu dan

lebih meningkatkan hasil produksi CPO dan PK serta lebih meningkatkan promosi

ke pasar luar negeri agar dapat meningkatkan pendapatan perusahaan. Sejalan

dengan penerapakan RSPO diharapkan agar tetap menjaga keberlanjutan dan

kelestarian lingkungan dalam memproduksi CPO dan PK agar menghasilkan

produk-produk yang lestari.

Kepada pemerintah

Kepada pemerintah diharapkan agar turut serta dalam mengawasi sistem mutu

produk CPO dan PK agar kualitas dari CPO dan PK tetap terjaga sesuai

standarisasi internasional. Dan diharapkan turut membantu melakukan promosi

penjualan CPO dan PK di perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit ke

pasar luar negeri.

Kepada peneliti selanjutnya

Kepada peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian terhadap penerapan RSPO

tiga tahun setelah diaudit, sebab dari hasil auditlah terlihat adanya dampak

penerapan RSPO terhadap pendapatan di suatu perusahaan perkebunan kelapa

Gambar

Gambar 1. Produksi global minyak kelapa sawit Tahun 2008
Tabel 1. Pangsa Konsumsi Minyak Nabati Dunia
Gambar 2. Skema kerangka pemikiran
Tabel 4. Daftar perkebunan kelapa sawit di PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk yang memperoleh sertifikat RSPO
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan hal diatas maka laporan kerja praktek ini adalah bertujuan untuk meneliti seberapa jauh usaha yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam menerapkan program kesehatan

Visualisasi Kebudayaan Sumatera Selatan ini digunakan untuk memperkenalkan profil, sejarah, seni, budaya dan objek wisata kepada pengguna informasi. Aplikasi ini juga digunakan

Karakteristik Habitat dan Sebaran Kelidang ( Artocarpus lanceifolius Roxb.) di Pulau Nangka Besar, Kabupaten Bangka Tengah7. Tumbuhan

Pengujian hipotesis dengan kriteria terima Ha dan tolak Ho, maka terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap hasil

Pengukuran aktiva tetap yang dimiliki perusahaan belum sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku, perusahaan mengukur dan mencatat nilai aktiva terlalu tinggi

Berdasarkan analisa yang peneliti lakukan terhadap jemaat Ahmadiyah kota Semarang dengan menggunakan teori manajemen komunikasi privasi pada bab sebelumnya, peneliti dapat

keadaan aliran khususnya intensitas turbulen yang terjadi akibat dari belokan maksimum sebelum dilanjutkan ke section 120° kemudian kembali ke saluran lurus. Meskipun

Dari tabel 1 diatas dapat disimpulkan pada indikator afektif, perasaan suka responden terhadap Rio Dewanto dalam iklan Pond‟s Men versi Pollution Out memiliki