• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BANDUNG

Sari Kepustakaan : Mata Manusia sebagai Suatu Sistem Optik Penyaji : Firda Muthia Elsyanty

Pembimbing : dr. Ine Renata Musa, SpM(K)

Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing

dr. Ine Renata Musa, SpM(K)

Kamis, 1 April 2021 Pukul 08.15 WIB

(2)

I. Pendahuluan

Mata adalah instrumen optik alami yang dimiliki manusia. Susunan komponen optik pada mata manusia membentuk suatu sistem optik yang berkontribusi dalam pembentukan bayangan di retina beserta interpretasinya di otak. Sistem instrumen optik buatan manusia memiliki prinsip yang menyerupai sistem optik mata. Salah satu perbedaan kedua sistem optik ini terletak pada karakteristik dan mekanisme komponen optik dalam memfokuskan cahaya.1–4

Komponen optik pada mata merupakan suatu sistem yang kompleks. Susunan komponen optik mata terdiri dari kornea, humor akuos, pupil, lensa, dan humor vitreus. Setiap komponen optik memiliki indeks refraksi yang berbeda. Kornea dan lensa adalah dua komponen optik utama yang memiliki kontribusi kekuatan refraksi terbesar. Kornea berperan dalam proses refraksi cahaya yang masuk ke dalam mata dan lensa berperan membiaskan cahaya agar jatuh tepat di retina. Batasan komponen optik mata normal secara skematis penting untuk diketahui dalam rangka memahami cara kerja sistem optik mata manusia.2,4,5

Schematic eye adalah suatu upaya untuk menggambarkan karakteristik mata normal yang terukur secara matematis sehingga dapat menjelaskan cara kerja sistem optik mata. Schematic eye dengan berbagai jenis kompleksitas bertujuan untuk menyederhanakan sistem optik mata manusia. Beberapa manfaat schematic eye adalah membantu pemahaman kemampuan refraksi mata, pembuatan alat koreksi gangguan refraksi, dan kalibrasi instrumen optik.5–7 Tujuan sari kepustakaan ini adalah untuk memahami mata manusia sebagai suatu sistem optik melalui karakteristik komponen optik mata dan beberapa jenis schematic eye.

II. Komponen Optik Mata

Komponen optik yang menyusun sistem optik mata terdiri dari kornea, humor akuos, pupil, lensa, dan humor vitreus seperti yang tercantum pada gambar 1. Kornea merupakan lapisan transparan di bagian depan mata yang berperan sebagai permukaan refraksi pertama yang dilewati cahaya saat masuk ke dalam mata. Cahaya kemudian melewati bilik mata depan yang berisi cairan humor akuos dan berada tepat di belakang kornea. Pupil yang merupakan apertura iris berperan dalam

(3)

mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata dengan mengubah diameternya. Lensa akan membiaskan cahaya yang melewati pupil menuju segmen posterior bola mata yang berisi humor vitreus hingga membentuk bayangan di permukaan retina.2,5,8

Gambar 1. Potongan horizontal bola mata

Dikutip dari: Atchison3

Kornea dan lensa merupakan komponen optik utama yang menyusun permukaan refraksi sistem optik mata. Kornea memiliki kekuatan refraksi sebesar 43 Dioptri (D) sedangkan lensa sebesar 19 D. Kekuatan refraksi mata secara keseluruhan adalah 62 D. Mata manusia memiliki beberapa karakteristik dalam sistem optik yang dimilikinya, antara lain permukaan refraksi mata tidak berbentuk sferis, posisi lensa mata tidak tepat berada di tengah, dan komponen lensa yang tidak homogen.1,2,4

2.1 Kornea

Kornea adalah jaringan avaskular dan transparan yang melapisi sebagian bola mata bagian depan. Kornea memiliki lima lapisan yang terdiri dari epitel, membran Bowman, stroma, membran Descemet, dan endotel. Lapisan air mata melapisi bagian anterior kornea dan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kekuatan refraksi kornea. Kornea memiliki radius kelengkungan sebesar 7,8 mm pada permukaan anterior dan 6,5 mm pada permukaan posterior. Nilai indeks

(4)

refraksi kornea adalah 1,376. Perbedaan indeks refraksi kornea dengan udara lebih besar dibandingkan dengan humor akuos sehingga permukaan anterior kornea berkontribusi dalam memberikan kekuatan refraksi terbesar. Lapisan kornea secara keseluruhan memiliki kekuatan refraksi sebesar 43 D yang mewakili dua per tiga total kekuatan refraksi mata.3,5,7,9

Permukaan posterior kornea memiliki kelengkungan lebih besar dibandingkan permukaan anterior. Hal ini menyebabkan bagian sentral kornea lebih tipis dibandingkan bagian perifer dengan perbandingan ketebalan 0,5 mm pada bagian sentral dan 1,0 mm pada bagian perifer. Permukaan anterior kornea yang bersifat asferis menyebabkan adanya astigmatisma pada setiap mata manusia normal sebesar 0,25-0,50 D. Kornea normal memiliki bagian yang lebih datar di perifer dan lebih curam di bagian sentral sehingga mempengaruhi asferisitas kornea. Bagian nasal dan superior kornea perifer lebih datar dibandingkan bagian temporal dan inferior. Sifat kornea yang berbentuk asferis ini mampu mengurangi aberasi sferis yang dihasilkan oleh kornea.3–5

2.2 Humor Akuos

Cahaya yang telah dibiaskan oleh kornea akan melewati bilik mata depan yang berisi humor akuos. Bilik mata depan memiliki kedalaman rata-rata sebesar 3,11 mm. Volume humor akuos yang mengisi bilik mata depan adalah 220 µL. Humor akuos adalah cairan transparan yang berperan dalam menyediakan nutrisi bagi kornea dan lensa. Epitel badan siliar yang terletak di bilik mata belakang berperan memproduksi cairan humor akuos.2,4,9

Humor akuos memiliki indeks refraksi sebesar 1,336. Perbedaan indeks refraksi humor akuos dengan kornea adalah 0,04. Perbedaan yang tidak signifikan tersebut menyebabkan kecilnya kekuatan refraksi pada permukaan posterior kornea. Kedalaman bilik mata depan memiliki pengaruh terhadap kekuatan refraksi mata secara keseluruhan. Pengurangan 1 mm pada kedalaman bilik mata depan akibat pergerakan lensa ke arah anterior akan meningkatkan kekuatan refraksi sebesar 1,4 D.2,5,9

(5)

2.3 Pupil

Pupil adalah apertura berbentuk sirkular yang dibentuk oleh iris dan berperan meregulasi jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata. Diameter pupil berkisar antara 1,5 mm pada kondisi terang dan 8 mm pada kondisi pencahayaan redup. Aktivitas otot iris yang mengakibatkan perubahan diameter pupil dipengaruhi oleh aktivasi persarafan simpatik dan parasimpatik.5,7,9

Ukuran pupil menyesuaikan dengan intensitas cahaya untuk memberikan tajam penglihatan terbaik. Semakin kecil diameter pupil maka semakin kecil pula aberasi optik perifer yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan bayangan yang diterima oleh retina akan semakin jelas. Ukuran diameter pupil sebesar 2,4 mm memberikan kualitas bayangan terbaik di retina mata manusia pada umumnya.2,3,5,8

2.4 Lensa

Lensa merupakan jaringan avaskular yang terletak di belakang pupil dan iris. Lensa memiliki bentuk bikonveks dengan diameter sebesar 9 mm. Radius kelengkungan permukaan anterior 1,7 kali lebih besar dibandingkan permukaan posterior. Lensa terdiri dari lapisan-lapisan yang tersusun secara radial dan terus melanjutkan pertumbuhan lapisan baru seiring dengan bertambahnya usia. Keadaan ini menjadikan lensa sebagai komponen optik yang tidak homogen. Nukleus merupakan lapisan paling dalam lensa sedangkan korteks merupakan lapisan luar yang mengelilingi nukleus lensa.2,3,9

Lensa memiliki peran penting dalam dua hal, yaitu dalam proses akomodasi dan refraksi. Akomodasi adalah suatu mekanisme lensa yang mampu mengubah kekuatan refraksinya dalam dioptri melalui perubahan bentuk lensa akibat kerja muskulus siliaris pada serat zonula. Otot siliaris yang berkontraksi dan serabut zonula yang berelaksasi akan mengubah bentuk lensa. Permukaan anterior dan posterior lensa akan menjadi lebih cembung saat akomodasi terjadi. Permukaan anterior yang lebih maju juga akan mengurangi kedalaman bilik mata depan. Hal ini akan berakibat pada meningkatnya kekuatan refraksi lensa ketika mata melihat benda dengan jarak dekat. Lensa memiliki kekuatan refraksi sebesar 16 D hingga 20 D saat relaksasi dan mencapai 30 D saat berakomodasi.2–5

(6)

Selain berperan dalam proses akomodasi, lensa juga berperan dalam proses refraksi. Lensa berkontribusi terhadap kekuatan refraksi sebesar 20 D. Lensa diasumsikan memiliki permukaan yang bersifat sferis untuk mempermudah perhitungan kekuatan refraksi. Hal ini tidak sesuai dengan bentuk lensa yang sebenarnya yaitu bagian perifer lensa memiliki bentuk yang lebih datar terutama di permukaan anterior saat keadaan berakomodasi. Indeks refraksi lensa tidak bersifat konstan melainkan berbentuk gradien indeks refraksi yang semakin meningkat pada bagian nukleus lensa. Besaran indeks refraksi nukleus lensa mencapai nilai maksimal sebesar 1,41 dan semakin berkurang ketika mendekati perifer lensa yaitu sebesar 1,38. Variasi indeks refraksi pada lapisan lensa berperan untuk mengurangi aberasi sferis pada mata. Aberasi sferis mata manusia akan semakin positif seiring dengan bertambahnya usia akibat penuaan lensa. Kekuatan refraksi lensa akan berkurang seiring dengan proses penuaan akibat perubahan pada fleksibilitas dan transparansi lensa.3,5,8,9

2.5 Humor Vitreus

Permukaan posterior lensa memiliki kontak langsung dengan humor vitreus. Humor vitreus merupakan gel transparan yang mengisi segmen posterior bola mata dengan volume sekitar 4,0 ml. Komposisi humor vitreus menyerupai humor akuos yaitu terdiri dari 99% air dan makromolekul seperti kolagen, hialuronan, dan protein.2,4,9

Humor vitreus berkontribusi dalam metabolisme jaringan intraokular dan refraksi cahaya yang dibiaskan oleh lensa. Gel transparan ini akan membiaskan cahaya yang masuk ke segmen posterior bola mata sebelum mencapai permukaan retina. Indeks refraksi humor vitreus menyerupai indeks refraksi humor akuos yaitu sebesar 1,336.5,8,9

III. Schematic Eye

Schematic eye adalah model mata yang disederhanakan sehingga dapat menjelaskan karakteristik mata normal yang terukur secara matematis. Model mata ini merepresentasikan karakteristik komponen optik mata sebenarnya sehingga

(7)

dapat menjelaskan cara kerja sistem optik mata. Banyak ahli telah berusaha menciptakan schematic eye dengan berbagai jenis kompleksitas pada permukaan refraksinya. Dua kategori utama schematic eye adalah paraxial schematic eye dan finite schematic eye. Paraxial schematic eye memiliki indeks refraksi yang tetap dengan permukaan refraksi sferis dan titik pusat terletak pada aksis optik. Finite schematic eye menyajikan karakteristik optik mata yang lebih kompleks dan mendekati mata manusia normal dengan memperhitungkan asferisitas permukaan refraksi, variasi indeks refraksi lensa, dan kelengkungan retina. Kedua kategori schematic eye ini bermanfaat dalam menjelaskan karakteristik sistem optik mata manusia.3,6,8,10

Gambar 2. Beragam jenis paraxial schematic eye dan finite schematic eye

Dikutip dari: Taboada dkk.6 3.1 Paraxial Schematic Eye

Paraxial schematic eye memiliki permukaan refraksi yang bersifat sferis dan terletak tepat di tengah aksis optik. Schematic eye ini memberikan prediksi kualitas bayangan retina yang akurat terbatas pada objek yang terletak di daerah paraksial atau mendekati aksis optik. Hal tersebut menyebabkan schematic eye ini lebih cocok merepresentasikan karakteristik pada mata dengan pupil kecil. Kategori paraxial schematic eye dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu reduced schematic eye,

(8)

simplified schematic eye, dan exact schematic eye. Perbedaan ketiga kelompok schematic eye ini terletak pada jumlah permukaan refraksi mata.5,6,10

3.1.1 Reduced Schematic Eye

Reduced schematic eye adalah model schematic eye paling sederhana di antara paraxial schematic eye lainnya. Prinsip schematic eye ini adalah menyatukan titik nodal kornea dan lensa menjadi satu titik. Reduced schematic eye memiliki satu permukaan refraksi yang bertanggung jawab terhadap kekuatan refraksi mata secara keseluruhan. Hal ini menyebabkan representasi reduced schematic eye tidak akurat secara anatomis akibat tidak adanya peran lensa dalam proses refraksi. Emsley schematic eye merupakan salah satu contoh reduced schematic eye yang ditampilkan dalam gambar 3. Permukaan refraksi schematic eye ini bersifat sferis dan memisahkan dua media dengan indeks refraksi berbeda, yaitu 1,000 untuk udara dan 1,333 untuk mata.1,5,6

Gambar 3. Reduced schematic eye

Dikutip dari: Brodie dkk.1

Reduced schematic eye bermanfaat dalam perhitungan ukuran bayangan yang dihasilkan di permukaan retina. Tinggi objek huruf Snellen, jarak antara objek dengan mata, dan jarak antara titik nodal dengan retina yang sudah diketahui dapat memperkirakan tinggi bayangan objek yang dihasilkan di retina. Perbandingan tinggi bayangan di retina dengan tinggi huruf Snellen memiliki nilai yang sama dengan perbandingan jarak titik nodal ke retina dengan jarak papan Snellen ke mata. Gambar 3 menunjukkan jarak antara huruf Snellen dengan titik nodal dan jarak

(9)

antara huruf Snellen dengan permukaan kornea hanya memiliki perbedaan 5,6 mm sehingga dianggap tidak signifikan untuk mengubah hasil perhitungan tinggi bayangan di retina. Jika jarak antara titik nodal dengan retina adalah 17,0 mm, jarak antara papan Snellen dengan mata adalah 6000 mm, dan tinggi huruf Snellen adalah 60 mm, maka tinggi bayangan yang dihasilkan di retina adalah 0,17 mm.1,2,11 3.1.2 Simplified Schematic Eye

Simplified schematic eye memiliki tiga permukaan refraksi yaitu satu permukaan pada kornea dan dua permukaan pada lensa. Kornea memiliki kelengkungan yang sedikit lebih kecil dibandingkan mata sebenarnya karena merepresentasikan sebagai satu permukaan refraksi. Schematic eye ini mampu menampilkan model mata dalam keadaan relaksasi dan akomodasi. Hal ini berbeda dengan reduced schematic eye yang hanya menjelaskan kondisi relaksasi. Permukaan lensa mata tampak lebih cembung dan bergeser ke anterior pada saat berakomodasi. Salah satu contoh simplified schematic eye yaitu Gullstrand-Emsley schematic eye.5,6,10 3.1.3 Exact Schematic Eye

Exact schematic eye memiliki minimal empat permukaan refraksi yaitu dua pada permukaan kornea dan dua pada permukaan lensa. Keempat permukaan refraksi ini memiliki radius kelengkungan dan indeks refraksi masing-masing sehingga mendekati nilai pada mata sesungguhnya. Beberapa contoh klasik exact schematic eye adalah Gullstrand schematic eye dan Le Grand schematic eye. 5,6,10

Gullstrand schematic eye adalah salah satu contoh paraxial schematic eye yang diciptakan oleh seorang ahli oftalmologi berkebangsaan Swedia bernama Allvar Gullstrand (1862 - 1930). Permukaan refraksi pada Gullstrand schematic eye memiliki indeks refraksi yang berbeda seperti yang tercantum pada gambar 4. Gullstrand menyediakan perhitungan schematic eye baik dalam kondisi relaksasi dan akomodasi. Gullstrand schematic eye mendefinisikan indeks refraksi lensa yang berubah dengan proses akomodasi. Kekurangan Gullstrand schematic eye adalah perhitungannya yang dianggap rumit dan tidak mampu mengestimasi efek perubahan komponen optik yang dihasilkan oleh prosedur operasi mata seperti

(10)

operasi katarak dan prosedur keratorefraktif. Model schematic eye ini masih digunakan oleh banyak ahli sebagai acuan untuk mengembangkan berbagai jenis schematic eye yang lebih merepresentasikan mata manusia sebenarnya.1,6,7,10

Gambar 4. Indeks refraksi komponen optik Gullstrand schematic eye

Dikutip dari: Brodie dkk.1

Le Grand schematic eye merupakan contoh lain exact schematic eye. Alonso dkk berpendapat bahwa Le Grand schematic eye adalah model schematic eye paling sederhana yang paling merepresentasikan struktur optik mata yang sebenarnya. Schematic eye ini menampilkan kondisi mata dalam keadaan relaksasi dan berakomodasi sebesar 7,1 D. Kekuatan refraksi mata secara keseluruhan pada schematic eye ini adalah 60 D. Perubahan yang terjadi saat mata berakomodasi dari keadaan relaksasi adalah kedua permukaan lensa menjadi lebih cembung dengan permukaan anterior yang maju sejauh 0,4 mm dan permukaan posterior bergerak sejauh 0,1 mm. Le Grand schematic eye memiliki kemiripan dengan Gullstrand schematic eye yaitu sama-sama memiliki enam titik kardinal. Perbedaan kedua schematic eye ini terletak pada jumlah permukaan refraksi, yaitu Gullstrand schematic eye memiliki enam permukaan refraksi sedangkan Le Grand schematic eye hanya terdiri dari empat permukaan refraksi. Perbedaan permukaan refraksi yang dimiliki Emsley reduced schematic eye, Gullstrand-Emsley simplified

(11)

schematic eye, Gullstrand exact schematic eye dan Le Grand exact schematic eye ditampilkan pada gambar 5.3,6,8

Gambar 5. Paraxial schematic eye. A) Emsley reduced schematic eye, B) Gullstrand-Emsley simplified schematic eye, C) Le Grand exact schematic eye dan D) Gullstrand exact schematic eye. (F = titik fokal pertama; F’ = titik fokal kedua; P = titik prinsipal pertama; P’ = titik prinsipal kedua; N = titik nodal pertama; N’ = titik nodal kedua)

Dikutip dari: Atchison dkk.10 3.2 Finite Schematic Eye

Finite schematic eye memiliki kompleksitas karakteristik optik yang dibuat mendekati mata manusia sebenarnya. Schematic eye ini dapat menyajikan perhitungan bayangan retina yang akurat pada pupil besar disertai aberasi optik yang dihasilkan. Beberapa finite schematic eye merupakan adaptasi dari bentuk paraxial schematic eye. Salah satu jenis finite schematic eye adalah Navarro schematic eye.3,5,6

Konsep model finite schematic eye memperhitungkan permukaan refraksi mata yang bersifat asferis, variasi gradien indeks refraksi pada lensa, kelengkungan retina, dan permukaan refraksi yang tidak tepat berada di tengah aksis optik. Nilai asferisitas permukaan kornea yang diperhitungkan dalam finite schematic eye berkisar antara -0,18 hingga -0,26. Gradien indeks refraksi lensa menggambarkan indeks refraksi bagian nukleus lensa yang lebih tinggi dan semakin berkurang ke

(12)

bagian perifer. Thomas Young menjelaskan gradien indeks refraksi lensa terhadap jarak dari nukleus lensa pada gambar 6. Kelengkungan retina yang terlibat pada schematic eye ini berperan dalam menentukan kualitas bayangan retina perifer yang lebih akurat. Finite schematic eye melibatkan posisi permukaan refraksi yang tidak berada di tengah aksis optik, yaitu posisi fovea yang memiliki jarak 5 derajat dari aksis optik mata.5,6,10,12

Gambar 6. Grafik distribusi indeks refraksi lensa dengan jarak terhadap nukleus lensa

Dikutip dari: Atchison dkk.10 3.3 Aplikasi Schematic Eye

Paraxial schematic eye dan finite schematic eye bermanfaat untuk menjelaskan cara kerja sistem optik mata. Paraxial schematic eye berkontribusi dalam perhitungan ukuran bayangan di retina, penentuan derajat gangguan refraksi, pengukuran aberasi optik, dan pembuatan alat koreksi optik mata. Paraxial schematic eye dapat memprediksi gangguan refraksi dengan memperhitungkan perubahan pada kelengkungan kornea dan panjang aksial bola mata. Peran paraxial schematic eye dalam pembuatan alat koreksi optik mata meliputi perhitungan kekuatan lensa intraokular yang digunakan pada operasi katarak. Beberapa contoh instrumen optik yang menggunakan schematic eye untuk proses kalibrasi optik adalah keratometer dan autorefraktometer.3,6,10

Finite schematic eye menyediakan perhitungan kemampuan optik mata yang lebih akurat dibandingkan dengan paraxial schematic eye. Schematic eye yang merepresentasikan variasi pada populasi tertentu semakin dikembangkan sesuai

(13)

dengan kebutuhan. Wang dkk menggunakan Navarro schematic eye dalam mengembangkan schematic eye yang dapat memprediksi dan mengevaluasi perubahan kemampuan refraksi mata setelah prosedur bedah refraktif. Kim dkk menyesuaikan Navarro schematic eye terhadap kelompok usia dan jenis kelamin pada populasi tertentu untuk mengevaluasi perubahan fungsi visual akibat presbiopia.11,13–16

IV. Simpulan

Mata manusia merupakan sebuah sistem optik yang memiliki kompleksitas tinggi pada komponen optiknya. Komponen optik mata manusia terdiri dari kornea, humor akuos, pupil, lensa, dan humor vitreus. Kornea dan lensa berperan sebagai permukaan refraksi utama pada mata dengan total kekuatan refraksi sebesar 62 D. Schematic eye menyediakan penjelasan karakteristik permukaan refraksi mata manusia yang terukur secara matematis sehingga dapat menyederhanakan mata manusia sebagai suatu sistem optik. Schematic eye terdiri dari dua kategori yaitu paraxial schematic eye dan finite schematic eye. Kedua schematic eye ini berkontribusi terhadap pemahaman bagaimana cahaya memasuki mata, mengalami proses refraksi, dan menghasilkan bayangan di permukaan retina.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

1. Brodie S, Gupta P, Irsch K, Jackson M, Mauger T, Strauss L, et al. Clinical optics. Dalam: Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA, editor. Basic clinical science course. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2019. hlm. 123–30.

2. Khurana A. Theory and practice of optics and refraction. Edisi ke-4. India: Elsevier; 2017. hlm. 28–34.

3. Atchison DA. Encyclopedia of modern optics. Edisi ke-2. London: Elsevier; 2018. hlm. 43–63.

4. Daniel D, Francisco I, Paulo S. Optics of the human eye. Dalam: Yanoff M, Duker JS, editor. Ophthalmology. Edisi ke-5. Edinburgh: Elsevier Health Sciences; 2018. hlm. 26–8.

5. Kaschke M, Donnerhacke KH, Rill MS. Optical devices in ophthalmology and optometry. Weinheim: Wiley; 2014. hlm. 33-44.

6. Esteve-Taboada JJ, Montés-Micó R, Ferrer-Blasco T. Schematic eye models to mimic the behavior of the accommodating human eye. J Cataract Refract Surg. 2018;44(5):627–41.

7. Riordan-Eva P, Augsburger JJ. Optics and refraction. Dalam: Whitcher JP, Riordan-Eva P, editor. Vaughan & Asbury’s general ophthalmology. Edisi ke-19. New York City: McGraw-Hill Education; 2017. hlm. 902–4.

8. Alonso J, Gómez-Pedrero JA, Quiroga JA. Modern ophthalmic optics. Cambridge: Cambridge University Press; 2019. hlm. 123–8.

9. Brar V, Law S, Lindsey J, Mackey D, Schultze R, Singh R, et al. Fundamentals and principles of ophthalmology. Dalam: Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA, editor. Basic clinical science course. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2019. hlm. 47–51.

10. Atchison DA, Thibos LN. Optical models of the human eye. Clin Exp Optom. 2016;99(2):99–106.

11. Quigley MG, Powell I, Wittich W. Increased axial length corresponds to decreased retinal light dose: a parsimonious explanation for decreasing AMD risk in myopia. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2018;59(10):3852–7.

12. Zoulinakis G, Esteve-Taboada JJ, Ferrer-Blasco T, Madrid-Costa D, Montés-Micó R. Accommodation in human eye models: a comparison between the optical designs of Navarro, Arizona and Liou-Brennan. Int J Ophthalmol. 2017;10(1):43–50.

13. Wang W, Yue Y. An improved schematic human eye model for human vision simulation. Proceedings of the 2020 2nd International Conference on Advances in Computer Technology, Information Science and Communications (CTISC). 2020 Mar 20-22, Suzhou, China. Suzhou: IEEE; 2020. hlm. 27–33.

14. Ramasubramanian V, Glasser A. Predicting accommodative response using paraxial schematic eye models. Optom Vis Sci. 2016;93(7):692–704.

15. Kim SH, Kim DY. Simulations of finite schematic eyes for presbyopia using the Navarro eye model. J Korean Ophthalmic Opt Soc. 2017;20:301–9.

(15)

16. Popov I, Valašková J, Stefanickova J, Krásnik V. Prevalence of refractive errors in the Slovak population calculated using the Gullstrand schematic eye model. Cesk Slov Oftalmol. 2017;73:113–7.

Gambar

Gambar 1. Potongan horizontal bola mata    Dikutip dari: Atchison 3
Gambar 2. Beragam jenis paraxial schematic eye dan finite schematic eye    Dikutip dari: Taboada dkk
Gambar 3. Reduced schematic eye   Dikutip dari: Brodie dkk. 1
Gambar 4.  Indeks refraksi komponen optik Gullstrand schematic eye   Dikutip dari: Brodie dkk
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada kasus pertama pasien langsung disarankan pemeriksaan untuk penegakkan diagnosis dan tatalaksana kemoterapi, namun pada kasus kedua pasien tidak datang untuk kontrol

Manfaat yang dimiliki hand magnifier adalah harga relatif lebih murah, dapat mengatur jarak antara mata dan objek secara fleksibel, dan ringan sehingga mudah

Individu dengan kelainan penglihatan warna akan menghasilkan pola kesalahan yang khas, nomor, dan posisi kesalahan dapat digunakan untuk mengarahkan diagnosis dan

Blok Diagram Secara Keseluruhan Dari gambar 1, sistem kerja navigasi kapal laut berbasis image processing metode color detection terdiri dari 2 blok utama yaitu blok perangkat

Prosedur anestesi umum pada tatalaksana laserasi kanalikuli dengan COVID-19 dapat dihindari, apabila tidak terdapat trauma berat di daerah lain.. Teknik anestesi MAC

Gambaran katarak traumatika dapat beragam, mulai dari robekan kecil di kapsul anterior yang menyebabkan katarak lokal, hingga kekeruhan total dengan material lensa

Pemeriksaan segmen anterior mata kiri didapatkan hasil palpebra superior dan inferior blefarospasme, konjungtiva bulbi terdapat injeksi siliar, kornea donor intak dengan

Fungsi lapisan musin adalah mengubah epitel kornea dari yang bersifat hidrofobik menjadi hidrofilik, berinteraksi dengan lapisan lipid untuk menurunkan tegangan