BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kawasan Pedesaan
Menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang didefinisikan kawasan pedesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kata kawasan sendiri dapat diartikan sebagai wilayah dengan fungsi utama adalah lindung ataubudidaya, sedangkan wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan aspek fungsional. Menurut Suwandi (2005:21), desa selama ini diartikan sebagai struktur pemerintahan dan tidak pernah ditonjolkan desa sebagai aset nasional, asset perekonomian nasional. Desa tiada lain adalah kawasan fungsional dengan cirri kegiatan utama adalah sektor pertanian.
Pengertian desa secara umum lebih sering dikaitkan dengan pertanian. Menurut Bergel (1955:121), desa sebagai “setiap pemukiman para petani (peasants)”. Sebenarnya, faktor pertanian bukanlah ciri yang harus melekat pada setiap desa. Ciri utama yang terlekat pada setiap desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal (menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil.
Koentjaraningrat (1977:162), memberikan pengertian tentang desa melalui pemilahan pengertian komunitas dalam dua jenis, yaitu komunitas besar (seperti: kota, negara bagian, negara) dan komunitas kecil (seperti: band, desa, rukun tetangga dan sebagainya). Dalam hal ini Koentjaraningrat mendefinisikan desa sebagai “komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat”. Koentjaraningrat tidak memberikan penegasan bahwa komunitas desa secara khusus tergantung pada sektor pertanian. Dengan kata lain artinya bahwa masyarakat desa sebagai sebuah komunitas kecil itu dapat saja memiliki ciri-ciri aktivitas ekonomi yang beragam, tidak disektor pertanian saja.
Landis (1948:12-13), Mengemukakan definisi tentang desa dengan cara membuat tiga pemilahan berdasarkan pada tujuan analisis. Untuk tujuan analisis statistik, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya kurang dari 2500 orang. Untuk tujuan analisa sosial-psikologi, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya memiliki
hubungan yang akrab dan serba informal di antara sesama warganya. Sedangkan untuk tujuan analisa ekonomi, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya tergantung kepada pertanian.
B. Pengembangan Wilayah
Pengembangan wilayah merupakan strategi memanfaatkan dan mengkombinasikan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan tantangan) yang ada sebagai potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi wilayah akan barang dan jasa yang merupakan fungsi dari kebutuhan baik secara internal maupun eksternal wilayah. Faktor internal ini berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya teknologi, sedangkan faktor eksternal dapat berupa peluang dan ancaman yang muncul seiring dengan interaksinya dengan wilayah lain.
Menurut Glason, (1974) dalam Tarigan, (2010:4), berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah menjadi: 1) fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik. 2) fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling berkaitan. 3) faseketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.
Menurut Saefulhakim et al (2002:11), Wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah pendelineasian unit geografis berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan fungsional (tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Wilayah Pengembangan adalah pewilayahan untuk tujuan pengembangan/pembangunan/development. Tujuan-tujuan pembangunan terkait dengan lima kata kunci, yaitu: 1) pertumbuhan. 2) penguatan keterkaitan.3) keseimbangan.4) kemandirian, dan 5) keberlanjutan. Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada
wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan.
Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistem pemerintahan dan administrasi pembangunan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memperhatikan lingkungan, bahkan akan menghambat pertumbuhan itu sendiri (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003). Pengembangan wilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional, meningkatkan kesempatan kerja dan produktifitas (Mercado, 2002:2).
Menurut Budiharsono (2002:8), Pengembangan adalah suatu proses untuk mengubah potensi yang terbatas sehingga mempengaruhi timbulnya potensi yang baru, dalam hal ini termasuk mencari peluang yang ada dalam kelompok-kelompok yang berbeda yang tidak semuanya mempunyai potensi yang sama. Pendapat lain menyebutkan pengembangan wilayah adalah upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya dan geografis yang berbedaantara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi dan permasalahan wilayah yang bersangkutan (Riyadi,1999 dalam Ambardi, 2002:16).
Menurut Triutomo (2001:50), tujuan pengembangan wilayah mengandung 2 (dua) sisi yang saling berkaitan yaitu sisi sosial dan ekonomis. Dengan kata lain pengembangan wilayah adalah merupakan upaya memberikan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan prasarana dan pelayanan logistik dan sebagainya . Pengembangan wilayah dalam jangka panjang lebih ditekankan pada pengenalan potensi sumber daya alam dan potensi pengembangan lokal wilayah yang mampu mendukung (menghasilkan) pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan sosial masyarakat, termasuk pengentasan kemiskinan, serta upaya mengatasi kendala pembangunan yang ada di daerah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Berkaitan dengan hal tersebut, menurut (Triutomo, 2001) dalam rencana pembangunan nasional, pengembangan wilayah lebih
ditekankan pada penyusunan paket pengembangan wilayah terpadu dengan mengenali sektor strategis (potensial) yang perlu dikembangkan di suatu wilayah diantaranya:
1. Sumber daya lokal. Merupakan kekuatan alam yang dimiliki wilayah tersebut seperti lahan pertanian, hutan, bahan galian, tambang dan sebagainya. Sumber daya lokal harus dikembangkan untuk dapat meningkatkan daya saing wilayah tersebut.
2. Pasar. Merupakan tempat memasarkan produk yang dihasilkan suatu wilayah sehingga wilayah dapat berkembang.
3. Tenaga kerja. Tenaga kerja berperan dalam pengembangan wilayah sebagai pengolah sumber daya yang ada.
4. Investasi. Semua kegiatan dalam pengembangan wilayah tidak terlepas dari adanya investasi modal. Investasi akan masuk ke dalam suatu wilayah yang memiliki kondisi kondusif bagi penanaman modal.
5. Kemampuan pemerintah. Pemerintah merupakan elemen pengarah pengembangan wilayah. Pemerintah yang berkapasitas akan dapat mewujudkan pengembangan wilayah yang efisien karena sifatnya sebagai katalisator pembangunan.
6. Transportasi dan Komunikasi. Transportasi dan komunikasi berperan sebagai media pendukung yang menghubungkan wilayah satu dengan wilayah lainnya. Interaksi antara wilayah seperti aliran barang, jasa dan informasi akan sangat berpengaruh bagi tumbuh kembangnya suatu wilayah.
7. Teknologi. Kemampuan teknologi berpengaruh terhadap pemanfaatan sumber daya wilayah melalui peningkatan output produksi dan keefektifan kinerja sektor-sektor perekonomian wilayah.
C. Konsep Pendekatan Pembangunan Desa
Indratno (2006:31) Mengemukakan bahwa pendekatan pembangunan dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, Pembangunan yang bertitik tolak pada pembangunan manusia (people centerred development), konsep pembangunan ini menekankan bahwa manusia adalah subjek pembangunan, sehingga memandang manusia bukan hanya sebagai faktor produksi namun memandang manusia sebagai individu yang harus ditingkatkan kapabilitasnya agar dapat menentukan pilihan-pilihan hidupnya. Kedua, Pendekatan pembangunan yang berorientasi pada produksi (fisik) atau production centered development, konsep pembangunan ini menekankan bahwa keberhasilan pembangunan hanya diukur seberapa besar peningkatan produksi setiap
periode dan memandang bahwa manusia sebagai objek pembangunan artinya manusiahanya dipandang sebagai faktor produksi, sehingga peningkatan keterampilan atau keahlian manusia hanya dipandang salah satu peningkatan faktor produksi agar output yang dihasilkan meningkat. Oleh karena itu ukuran keberhasilan pembangunan yang didasarkan pada peningkatan produksi atau yang biasa disebut peningkatan pertumbuhan ekonomi hanya merupakan necessery condition namun bukan sufficient condition. Dengan kata lain pembangunan secara utuh harus mencakup pembangunan secara fisik yang diindikasikan sebagai peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang diindikasikan sebagai peningkatan derajat kesehatan dan pendidikannya.
Upaya pembangunan kawasan desa diwujudkan dengan dilakukannya pemilihan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D). KTP2D merupakan satu kesatuan kawasan pedesaan sebagaimana tercantum dalam UU No. 24/1992, yang terdiri dari desa pusat dan desa lain sebagai desa pendukungnya yang memiliki keunggulan strategis berupa:
1. Peran kawasan bagi pertumbuhan dan pengembangan potensi kawasan pedesaan lain disekitamya.
2. Keuntungan ekonomis (economic scale) guna mengembangkan potensi andalannya.
3. Memiliki fasilitas pelayanan sosial ekonomi serta tingkat aksesibilitas yang relatif lebih baik dibandingkan dengan kawasan pedesaan disekitarnya.
Minat yang makin besar pada pusat wilayah pedesan adalah akibat dari strategi ‘kebutuhan pokok” yang memberikan perhatian yang besar pada pemerataan dalam pembagian hasil usaha pembangunan nasional. Strategi “kebutuhan pokok” itu bukan hanya meliputi kebutuhan sosial seperti pendidikan dan kesehatan saja, tetapi mengusahakan juga perbaikan pendapatan bagi penduduk miskin di wilayah pedesaan.Pengembangan wilayah pedesaan dapat berjalan lancar, jika fasilitas dan pelayanan yang mendorong produksi berlokasi di pusat wilayah pedesaan (Dirjen Cipta Karya, 2007).
D. Prospek Pengembangan Kawasan Pedesaan
Menurut Krugman (2003) bahwa Prospek adalah peluang yang terjadi karena adanya usaha seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya untuk mendapatkan profit atau keuntungan. Pengertian lain mengenai prospek dikemukakan oleh Sutejo (1945) prospek adalah suatu gambaran keseluruhan, baik ancaman ataupun peluang dari kegiatan pemasaran yang akan datang yang berhubungan dengan ketidakpastian dari aktifitas pemasaran atau penjualan. Dengan
demikian prospek merupakan kondisi yang akan dihadapi oleh perusahaan dimasa yang akan datang baik yang akan menguntungkan perusahaan atau sebaliknya. Kondisi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada diperusahaan maupun yang berada diluar perusahaan, sehingga diperlukan perencanaan dan perumusan strategi secara baik lagi agar produksi dapat meningkat dan mengetahui berbagai ancaman yang akan dialami dikemudian hari. Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Baruwadi (2008) dengan judul Prospek pengembangan komoditi pisang dimana untuk melihat bagaimana prospek dari pengembangan komoditi pisang maka dilakukan analisis faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang dapat mempengaruhi pengembangan komoditi pisang dikemudian hari.
Menurut Adisasmita (2006:21), Pembangunan masyarakat pedesaan merupakan bagian dari pembangunan masyarakat yang diarahkan kepada pembangunan kelembagaan dan partisipasi serta pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan pada satuan wilayah pedesaan. Di negara-negara berkembang, secara demografis sebagian besar penduduk tinggal di pedesaan dan memiliki tingkat pendidikan rendah. Dalam pembangunan ekonomi pada umumnya, maka dalam mewujudkan tujuan pembangunan pedesaan, terdapat paling sedikit empat jenis strategis, yaitu strategi pertumbuhan, strategi kesejahteraan, strategi responsif terhadap kebutuhan masyarakat, strategi terpadu atau strategi yang menyeluruh.
E. Konsep Pembangunan Agribisnis Pedesaan
Soekartawi (2001:1) mengemukakan bahwa strategi pembangunan pedesaan yang berwawasan agribisnis pada dasarnya menunjukan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya yang sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu, menarik dan mendorong munculnya industri baru disektor pertanian, menciptakan struktur pertanian yang tangguh, efisien dan fleksibel, menciptakan nilai tambah, meningkatkan penerimaan devisa, menciptakan lapangan pekerjaan dan memperbaiki pembagian pendapatan. Agribisnis sebagai motor penggerak pembangunan pertanian, diharapkan akan dapat memainkan peranan penting dalam kegiatan pembangunan daerah, baik dalam sasaran pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi maupun stabilitas nasional. Untuk mewujudkan harapan besar ini perlu melihat potensi yang ada.
Menurut Soekartawi (2001:2) bahwa untuk mengubah potensi menjadi kenyataan, berbagai aspek perlu dikaji lebih mendalam, apakah agribisnis yang akan dikembangkan dapat menjalankan perannya seperti yang diharapkan. Oleh karena itu pembangunan pertanian yang dikaitkan dengan pengembangan industri pertanian perlu diarahkan ke wilayah pedesaan. Mengingat jenis industri pertanian yang dapat dikembangkan di pedesaan sangat banyak, maka perlu diprioritaskan pertumbuhan agroindustri yang mampu menangkap efek ganda yang tinggi baik bagi kepentingan pembangunan nasional, pembangunan pedesaan khususnya maupun bagi perekonomian daerah pada umumnya. Berbagai peluang yang ada untuk menumbuhkembangkan wawasan agribisnis di pedesaan ini antara lain mencakup berbagai aspek seperti lingkungan strategis, permintaan, sumberdaya dan teknologi. Untuk itu, semua, tidak terlepas betapa besar peranan swasta khususnya perbankan sebagai sumber permodalan untuk pembangunan agroindustri.
Konsep Agribisnis menurut Arsyad (1985) adalah kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran produk-produk yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Dengan demikian agribisnis dapat dipandang sebagai suatu sistim pertanian yang memiliki beberapa komponen sub sistim yaitu: Subsistem produksi/usahatani atau (on-farm) yaitu kegiatan ekonomi yang memproduksi bahan baku untuk menghasilkan produk pertanian primer. Termasuk kedalam subsistem usahatani ini adalah usaha tanaman pangan, usaha tanaman hortikultura, usaha tanaman obat-obatan, usaha perkebunan, usaha perikanan, usaha peternakan, dan kehutanan. Subsistem pengolahan hasil pertanian atau
(off-farm) yaitu berupa kegiatan ekonomi yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara maupun produk akhir, beserta kegiatan perdagangan di pasar domestik maupun di pasar internasional. Kegiatan ekonomi yang termasuk dalam subsistem agibisnis hilir ini antara lain adalah industri pengolahan makanan, industri pengolahan minuman, industri pengolahan serat (kayu, kulit, karet, sutera, jerami), industri jasa boga, industri farmasi dan bahan kecantikan, dan lain-lain beserta kegiatan perdagangannya. Subsistem pemasaran yaitu kegiatan ekonomi yang memasarkan hasil pertanian. Subsistem lembaga penunjang (off-farm) yaitu seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, lembaga pendidikan, dan lembaga pemerintah.
F. Analisis Swot
Menurut Rangkuti (2003:45), Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis baik faktor internal maupun faktor eksternal. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT. Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan Intern Strengths dan Weaknesses serta lingkungan Ekstern Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang (opportunities) dan Ancamanan (threats) dengan faktor internal Kekuatan (strengths) dan Kelemahan (weaknesses).
G. Penelitian Terdahulu
Studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini antaranya dilakukan oleh Indratno (2006), yang berjudul “Pengembangan Pusat Pertumbuhan Dalam Rangka Pengembangan Kawasan Pedesaan: Studi Kasus Kawasan Terpilih Pusat Pertumbuhan Desa (KTP2D) di Bandung”. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif. Dimana metode ini merupakan prosedur penelitian yang menghasilakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati. Pendekatannya diarahkan pada latar dan individu secara holistik atau utuh. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan desa dipengaruhi oleh infrastruktur desa, salah satu diantaranya adalah jalan desa. Kondisi jalan desa mempengaruhi pertumbuhan desa, di mana semakin baik kondisi jalan desa maka pertumbuhan desa cenderung semakin meningkat.
Panggabean (2008), melakukan studi tentang “Peranan Pertanian Dalam Ekonomi Pedesaan di Provinsi Sumatra Utara”. Metode dalam penelitian ini adalam metode survey, dimana pengkajian memperhatikan keadaan saat ini dan kondisi yang diharapkan. Dalam penelitian ini digunakan dua pendekatan analisis, yaitu analisis kuantitatif yang dilakukan
dengan menggunakan pendekatan tabulasi dan trend analisis, dan analisis kualitatif dengan menggunakan pendekatan analisis deskritif serta metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data yang berguna. Hasil studi menunjukkan bahwa pertanian memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi, di mana pembangunan pertanian merupakan prasyarat adanya kemajuan dalam tahapan-tahapan pembangunan selanjutnya.
Pembangunan pertanian merupakan penentu utama dalam pertumbuhan ekonomi pedesaan, di mana salah satu kendala dalam pertumbuhan ekonomi pedesaan adalah kurangnya infrastruktur yang memadai di pedesaan.
Setiawan (2008), melakukan penelitian dengan judul “Pembangunan Infrastruktur Pedesaan Dengan Partisipasi Masyarakat di Kabupaten Indragiri Hulu”. Penelitian ini menggunakan metode analisa deskriptif yaitu pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta tatacara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat cukup tinggi dalam pembangunan infrastruktur pedesaan. Hal ini berhubungan dengan harapan masyarakat dalam memasarkan hasil-hasil produksi pertanian, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat desa, yang pada umumnya adalah petani.
Nugroho (2004), melakukan penelitian dengan judul “Disparitas Pembangunan Wilayah Pesisir Utara dan Selatan Jawa Barat”. Dengan menggunakan alat analisis Indeks Williamson. Dimana indeks ini adalah untuk mengukur ketimpangan antar wilayah. Ekonomi daerah yang memiliki wilayah pesisir dibagian selatan Jawa Barat sebagian besar digerakkan oleh basis pertanian. Sebelum krisis antara tahun 1993-1996 rata-rata pertumbuhan ekonomi daerah yang memiliki wilayah pesisir selatan Jawa Barat sebesar 6,93 persen, bagian utara Jawa Barat selama krisis 1997-2000 pertumbuhannya lebih lambat yaitu -1,38 persen dibandingkan bagian barat Jawa Barat yaitu -0,35 persen. Hal ini menunjukkan perekonomian yang berbasis pertanian lebih tahan menghadapi krisis. Ketimpangan Pembangunan antar kecamatan tertinggi terdapat di Kabupaten Ciamis yaitu 1,54. Sementara ketimpangan pembangunan antar kecamatan di Kabupaten Garut, Subang, dan Karawang relatif sama yaitu 1,00. Ditemukan bahwa ketimpangan pembangunan sebagian besar berasal dari kecamatan-kecamatan non pesisir.
Baruwadi (2008), melakukan penelitian tentang “Prospek pengembangan komoditi pisang di Kabupaten Gorontalo” dengan menggunakan analisis SWOT diperoleh hasil bahwa pisang merupakan tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Gorontalo karena dapat menjadi sumber peningkatan ekonomi regional dan sumber penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat terjadi apabila pengembangannya dilaksanakan dengan menggunakan konsep agribisnis terpadu dan menyeluruh. Berdasarkan analisis kekuatan internal dan eksternal pengembangan pisang di Kabupaten Gorontalo cukup baik dan berpotensi sebagai produk unggulan yang dapat diandalkan.
H. Kerangka Pikir.
Pengembangan kawasan pedesaan saat ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pembangunan daerah. Salah satu yang menjadi alternatif solusi dalam pengembangan kawasan pedesaan adalah pendekatan pembangunan desa melalui pembangunan sektor agribisnis. Pembangunan sektor agribisnis sangat berhubungan dengan faktor internal yang meliputi kekuatan dan kelemahan. Sedangkan faktor eksternal berhubungan dengan peluang dan ancaman. Pembangunan melalui sektor agribisnis berarti membangun ekonomi pedesaan, oleh karena itu dalam penelitian ini yang dilihat atau diteliti adalah prospek pengembangan kawasan pedesaan berbasis agribisnis. Hubungan ini diperlihatkan dalam skema pada Gambar1.
PEMBANGUNAN KAWASAN PEDESAAN PENDEKATAN PEMBANGUNAN DESA
Gambar 1. Kerangka Pikir “Prospek Pengembangan Kawasan Pedesaan Berbasis Agribisnis di Desa Puncak Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo.
PROSPEK PENGEMBANGAN KAWASAN PEDESAAN BERBASIS AGRIBISNIS SEKTOR AGRIBISNIS FAKTOR