• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau

oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Undang–Undang Nomor 44 Tahun 2009). Adapun menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1045/Menkes/PER/XI/2006, Rumah Sakit adalah suatu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan rawat inap dan rawat jalan yang memberikan pelayanan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri dari observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif untuk orang-orang yang menderita sakit, cidera dan melahirkan. Untuk itu sudah sepantasnyalah jika rumah sakit dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang mendukung dalam menjalankan fungsinya termasuk penggunaan alat medis berteknologi tinggi. Penggunaan alat medis berteknologi tinggi semata – mata dimaksudkan sebagai upaya menegakkan diagnosis maupun terapi dan ditujukan untuk mempercepat proses penyembuhan pasien yang berkunjung ke rumah sakit. Sedangkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam mengatur pendistribusian dan penyebaran alat kesehatan berteknologi tinggi dan bernilai tinggi tersebut.

Menurut Undang–Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang perumahsakitan bahwa Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah menyebutkan bahwa Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah satuan

(2)

kerja perangkat daerah atau unit kerja pada satuan kerja perangkat daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/ atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. BLUD dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang dan/atau jasa layanan yang diberikan yang ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya satuan per unit layanan atau hasil per investasi dana.Tarif layanan BLUD-Unit Kerja diusulkan oleh pemimpin BLUD kepada kepala daerah melalui kepala SKPD serta ditetapkan dengan peraturan kepala daerah dan disampaikan kepada pimpinan DPRD. Hal tersebut diperkuat dengan munculnya Peraturan Menteri Kesehatan No. 12 tahun 2013 tentang Pola Tarif Rumah Sakit Badan Layanan Umum yang menyatakan bahwa tarif rumah sakit dihitung atas dasar biaya satuan dengan mempertimbangkan kontinuitas layanan, daya beli masyarakat, azas keadilan dan kepatuhan , serta komposisi sehat.

RSUD Kota Yogyakarta ditetapkan sebagai BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) berdasarkan SK Walikota Nomor 423/KEP/2007 pada tanggal 12 September 2007. Berdasarkan penetapan ini diharapkan rumah sakit dapat lebih fleksible, efisien dan efektif dalam memberikan pelayanan ( Rumah Sakit, 2009). Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 214/MENKES/SK/XI/2007 pada Tanggal 28 Nopember 2007, Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta ditetapkan sebagai rumah sakit kelas B Non Pendidikan. Selanjutnya tarif pelayanan kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta ditetapkan berdasarkan Peraturan Walikota Kota Yogyakarta Nomor 104 Tahun 2009. Dalam Peraturan Walikota tersebut ditetapkan tarif berbagai jenis pelayanan, sedangkan jenis pelayanan yang belum ditetapkan diatur lebih lanjut dengan keputusan direktur, sesuai dengan perkembangan pelayanan.

Pada tahun 2007, RSUD Kota Yogyakarta melakukan pengadaan alat medis

(3)

beserta assesoriesnya dengan Merk Fujino EPX 44 00 produksi Jepang. Pengadaan dibiayai melalui Dana Alokasi Khusus APBN dengan harga pengadaan Rp. 1.147.000.000,- (Satu milyar seratus empat puluh tujuh juta rupiah). Alat ini baru dioperasionalkan Tahun 2010 dikarenakan renovasi gedung baru dilakukan pada Tahun 2010. Alat Endoskopi baru mempunyai hari operasional dua hari per minggu yaitu setiap hari senin dan rabu, dioperasionalkan oleh satu orang dokter penyakit dalam dan dibantu oleh dua orang perawat.

Besaran tarif pelayanan Endoskopi pada Peraturan Walikota Kota Yogyakarta Nomor 104 tahun 2009 terdiri dari Gastro Duodenoscopy Rp.650.000,- dengan jasa sarana sebesar Rp. 350.000,- dan jasa pelayanan Rp.300.000,- sedangkan untuk Colonoscopy mempunyai tarif Rp. 800.000,- dengan jasa sarana sebesar Rp. 400.000,- dan jasa pelayanan Rp. 400.000,-. Tindakan Colonoscopy walaupun sudah dicantumkan dalam peraturan walikota tetapi pada kenyataanya tindakan ini belum dapat dilakukan karena kelengkapan alat yang digunakan masih belum mencukupi. Sedangkan pelayanan Endoskopi dengan tambahan tindakan anestesi ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Nomor : 445/10/KPTS/II/2011 tentang Penyetaraan Tindakan yang belum ada dalam Walikota Kota Yogyakarta Nomor 104 Tahun 2009 di Rumah Sakit Kota Yogyakarta. Untuk tindakan general anestesi pada pasien Endoskopi disetarakan dengan tarif tindakan general anestesi pada operasi sedang dengan perincian jasa sarana Rp. 175.000,- dan jasa pelayanan anestesi Rp. 175.000,-. Biaya tersebut belum termasuk penggunaan obat – obatan dan bahan habis pakai.

1 Januari tahun 2014 merupakan tonggak pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dimana sistem pembayaran berorientasi pada diagnose penyakit. Sementara itu pola tarif rumah sakit terutama untuk tindakan Endoskopi masih menawarkan tarif per tindakan. Jasa sarana tindakan Endoskopi pada tarif yang identik dengan unit cost dihitung pada saat pelayanan belum berjalan dan semenjak ditetapkan menjadi tarif belum pernah diteliti kembali apakah jasa sarana tersebut dapat mencukupi biaya operasional atau biaya investasi yang telah dikeluarkan. Penghitungan unit cost secara obyektif pada saat pelayanan telah

(4)

berjalan dan membandingkan dengan tarif yang ada sangat diperlukan untuk memberikan gambaran biaya suatu produk berdasarkan aktivitas, serta penting dalam upaya pengendalian pembiayaan. Unit cost merupakan biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk pada suatu departemen produksi (Depkes, 2005). Perhitungan biaya satuan (unit cost) sangat penting dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai perencanaan anggaran, pengendalian biaya, penetapan harga, penetapan subsidi, membantu pengambilan keputusan rutin dalam hal penetapan harga.( Agastya dan Arif a’i, 2011 )

Data sepuluh besar rawat inap khusus penyakit dalam, data pasien Endoskopi, data penggunaan alat Endoskopi, data kunjungan pasien rawat inap, data kunjungan pasien Endoskopi berdasarkan ruang pasien dan cara pembayaran pasien dapat menjadikan gambaran pentingnya penghitungan unit cost kembali. Penyajian data sepuluh besar penyakit rawat inap khusus penyakit dalam di RSUD Kota Yogyakarta seperti terlihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1.1. Sepuluh Besar Penyakit Rawat Inap Khusus Penyakit Dalam di RSUD Kota Yogyakarta Tahun 2011

10 Penyakit Terbanyak Jumlah

kasus

%

Gastroenteritis akut (Diare)(Colitis)(Enteritis) 338 13,42

Demam berdarah dengue (DHF) 187 7,42

Diabetes mellitus non-dependen insulin tanpa

komplikasi

153 6,07

Congestive heart failure 133 5,28

Acute upper respiratory infection, unspecified 114 4,53

Hipertensi esensial (primer) 101 4,01

Demam tifoid 83 3,29

Intracranial injury, unspecified 82 3,26

Acute myocardial infarction, unspecified 79 3,14

Urinary tract infection, site not specified 78 3,10

Total 2519 53,51

Sumber data sekunder: (RSUD Kota Yogyakarta 2011)

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa kasus Penyakit Dalam khusus rawat inap didominasi kasus Gastroenteritis akut (Diare/ Colitis/ Enteritis) dengan jumlah 338 kasus atau sebesar 13,42 %. Pada tahun 2010 kasus Gastroenteritis sebanyak 294 kasus. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pasien dengan indikasi

(5)

Gastroenteritis mengalami peningkatan sebanyak 44 kasus. Pasien dengan

indikasi tersebut tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan tindakan diagnosis awal dan terapi dengan alat Endoskopi sesuai standar operating procedure yang ada, untuk menegakan diagnosis dan mengurangi resiko pasien mendapat perlakuan yang keliru.

Sedangkan realisasi data kunjungan pasien Endoskopi berdasarkan diagnosis penyakit dan jenis tindakan tahun 2010 dan 2011 serta data penggunaan alat Endoskopi pada tahun 2010 dan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 1.2 dan tabel 1.3 di bawah ini :

Tabel 1.2. Data Jumlah Pasien Endoskopi RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan Diagnosis Penyakit dan Jenis Tindakan Pada Tahun 2010 - 2011

Diagnosis Jenis Tindakan Jumlah Pasien (Orang)

Penyakit Tahun 2010 Tahun 2011

Pasien (orang) Prosen- Tase Pasien (orang) Prosen- tase

Anemia Diagnosis dan Biopsi 1 2,1 0 0

Abdominal pain Diagnosis dan biopsi 5 10,9 0 0

Dispepsia Diagnosis dan biopsi 12 26,1 6 26,1

Gastro Entrologi Refluk Desease

Diagnosis dan biopsi 10 21,7 16 69,6

Gastritis Diagnosis dan biopsi 9 19,6 0 0

Gastritis ulseratif

Diagnosis dan biopsi 1 2,2 0 0

Hematemesis Diagnosis,biopsi dan terapi LVE

5 10,87 1 4,3

Melena Diagnosis dan biopsi 1 2,2 0 0

Ulkus peptikum Diagnosis dan biopsi 2 4,3 0 0

Total 46 100 23 100

(6)

Tabel 1.3. Angka Penggunaan Alat Endoskopi di RSUD Kota Yogyakarta pada Tahun 2010 / 2011

Bulan Tahun 2010 Tahun 2011

Jumlah Pasien (Orang) Prosentase (%) Jumlah Pasien ( Orang) Posentase (%) Januari 4 8,7 3 13,0 Februari 3 6,5 15 65,2 Maret 2 4,3 2 8,7 April 6 13 1 4,4 Mei 8 17,4 0 0 Juni 5 10,9 0 0 Juli 3 6,5 0 0 Agustus 0 0 0 0 September 3 6,5 0 0 Oktober 6 13 1 4,4 Nopember 3 6,5 1 4,4 Desember 3 6,5 0 0 Total 46 100 23 100 Sumber Data Sekunder : (RSUD Kota Yogyakarta 2010)

Berdasarkan tabel 1.2 dapat diketahui bahwa data kunjungan pasien pada tahun 2010 sebanyak 46 orang dan tahun 2011 sebanyak 23 orang. Pada tahun 2010 pasien Endoskopi tertinggi pada kasus Dispepsia dengan jumlah 12 orang (26,1%), sedangkan pada tahun 2011 pada kasus Gastro Entrologi Refluk Desease dengan jumlah 16 orang(69,6%). Berdasarkan tabel 1.3 dapat diketahui bahwa kunjungan pasien Endoskopi tahun 2010 pada bulan Mei sampai September dan bulan Desember tidak mempunyai angka kunjungan (0%) Berdasarkan hasil wawancara dengan dokter yang mengoperasikan alat Endoskopi dinyatakan bahwa kunjungan pasien sedikit dan mengalami penurunan , dikarenakan beberapa faktor antara lain : tidak semua pasien yang memerlukan tindakan Endoskopi bersedia dilakukan tindakan Endoskopi, terbatasnya sumber daya manusia dalam mengoperasikan alat tersebut dan tidak semua dokter penyakit dalam merekomendasikan dilakukan pemeriksaan Endoskopi untuk kasus yang memerlukan. Sementara kunjungan yang rendah tentu saja akan mempengaruhi biaya satuan dari tindakan Endoskopi menjadi tinggi dan tidak sesuai lagi dengan tarif yang berlaku.

(7)

Pada saat ini pasien Endoskopi berasal dari rawat jalan terutama Poli Dalam , Rawat Inap dan rujukan rumah sakit lain. Data kunjungan pasien Endoskopi berdasarkan ruang pasien dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1.4. Data Kunjungan Pasien Endoskopi Berdasarkan Ruang Pasien di RSUD Kota Yogyakarta Tahun 2010/2011

Ruang Pasien Tahun 2010 Tahun 2011 Pasien (Orang) Prosentase (%) Pasien (Orang) Prosentase(%) Edelweis 1 2,2 2 8,7 Poli Dalam 25 54,3 12 52,2 Cempaka 2 4,3 2 8,7 Poli Perjanjian 0 0 2 8,7 Bougenville 1 2,2 0 0 Dahlia 3 6,5 2 8,7 VIP 3 6,5 3 13,0

One Day Care 11 23,9 0 0

46 100 23 100 Sumber Data Sekunder : (RSUD Kota Yogyakarta 2010)

Berdasarkan tabel 1.4, dapat diketahui pada tahun 2010 dan 2011 kunjungan pasien endoskopi terbanyak dari Poli Dalam.Tahun 2010 sebanyak 25 orang(54,3%), sedangkan tahun 2011 sebanyak 12 (52,2%). Hal tersebut menunjukan bahwa pasien Endoskopi sebagian besar adalah pasien rawat jalan.

Pasien Poli Dalam pada tahun 2010 sebanyak 1718 orang dan tahun 2011 sebanyak 2061 orang. Pasien penyakit dalam mengalami kenaikan sebanyak 343 pasien. Adapun data kunjungan pasien Rawat Inap sesuai tabel dibawah ini :

Tabel 1.5. Kunjungan Pasien Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta Tahun 2011

Bangsal Tahun 2010 Tahun 2011

Pasien (Orang) Prosentase (%) Pasien (Orang) Prosentase

VIP 888 9,7 776 7,9 Dahlia 1691 18,5 1424 14,5 Bougenville 1496 16,4 1495 15,2 Anggrek 1396 15,3 825 8,4 Kenanga 885 9,7 1023 10,43 ICCU 362 4 395 4,0 Cempaka 974 10,7 1184 12,1 Perinatal 956 10,5 1465 14,9 Edelweis 481 5,3 1224 12,5 Total 9129 100 18940 100

(8)

Berdasarkan tabel 1.5, dapat diketahui bahwa bangsal Dahlia sebagai bangal penyakit dalam merawat pasien tertinggi sebanyak 1691 orang (18,5%) pada tahun 2010 dan 1424 orang(14,5%) pada tahun 2011.Bangsal lainnya juga tidak menutup kemungkinan untuk merawat pasien penyakit dalam, seperti Cempaka . Pasien penyakit dalam dengan indikasi tertentu sangat memungkinkan memerlukan tindakan Endoskopi sehingga berimplikasi terhadap peningkatan frekuensi penggunaan alat Endoskopi.

Cara Pembayaran Pasien di Rumah sakit Umum daerah Kota Yogyakarta Dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar 1.1. Cara Pembayaran Pasien Rawat Inap 2011 Sumber Data Sekunder : ( RSUD Kota Yogyakarta 2011)

Dilihat dari grafik cara pembayaran pasien rawat inap tahun 2011 yang membayar umum ada 2366 orang (29,2%), Jamkesmas 2034 orang (25,1%), Askes 1627 orang (20,1%), Jampersal 778 orang (9,6%), APBD 579 orang (7,1%), Jamsostek 284 orang (3,5%), kerja sama 39 orang (0,4%) dan dispensasi 19 orang (0,2%). PT. Askes menjamin pasien yang menjadi pesertanya jika memang diperlukan pelayanan Endoskopi. Sebagian besar pasien adalah peserta Jaminan PT. Askes, dikarenakan baru PT. Askes yang mengadakan kerjasama dalam penggunaan alat tersebut.

Bayar Umum 2366 29.20% Askes 1627 20.08% Jamkesmas 2034 25.10% Jamkesos 377 4.65% APBD 579 7.15% Jamsostek 284 3.50% Kerja Sama 39 0.48% Dispensasi 19 0.23% Jampersal 778 9.60%

(9)

B. Perumusan masalah

Setelah melihat gambaran dalam latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: rumah sakit sebagai peyedia jasa pelayanan kesehatan selain melayani pasien umum juga melayani pasien penjaminan, terlebih lagi dengan pencanangan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada tanggal 1 Januari tahun 2014. Pasien penjaminan akan dibayar dengan sistem pembayaran berorientasi pada diagnose penyakit. Sementara itu pola tarif rumah sakit terutama untuk tindakan Endoskopi masih menawarkan tarif per tindakan. Jasa sarana tindakan Endoskopi pada tarif yang identik dengan unit

cost dihitung pada saat pelayanan belum berjalan dan semenjak ditetapkan

menjadi tarif belum pernah diteliti kembali apakah jasa sarana tersebut dapat mencukupi biaya operasional atau biaya investasi yang telah dikeluarkan. Penghitungan unit cost secara obyektif berdasar aktivitas pada saat pelayanan telah berjalan dan membandingkan dengan jasa sarana tarif yang ada sangat diperlukan untuk memberikan gambaran biaya suatu produk yang selanjutnya menjadi salah satu komponen penting dalam penghitungan unit cost berbasis diagnose penyakit. Hal tersebut juga didasari karena adanya indikasi bahwa penggunaan tekhnologi kedokteran canggih seperti Endoskopi selain memberikan implikasi terhadap peningkatan biaya operasional juga berdampak pada biaya yang ditanggung oleh pasien.(Banta,H&David,A,1997).

C. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menghitung biaya satuan (unit cost) pelayanan dengan menggunakan alat Endoskopi dengan metode Activity Based Costing (ABC) di RSUD Kota Yogyakarta.

2. Untuk menganalisis gap biaya satuan pelayanan Endoskopi antara penetapan berdasarkan Peraturan Walikota Kota Yogyakarta Nomor 104 Tahun 2009

(10)

yang berlaku saat ini dengan penetapan biaya berdasarkan perhitungan unit cost menggunakan metode ABC

3. Untuk menganalisis perbandingan jasa sarana pelayanan Endoskopi yang berlaku saat ini dengan biaya satuan (unit cost) yang dihitung menggunakan metode ABC dengan memperhitungkan atau tanpa memperhitungan biaya gaji dan investasi

4. Untuk menganalisis sensitivitas biaya satuan terhadap perubahan angka kunjungan pasien Endoskopi.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Dapat memberikan pengalaman bagi peneliti sehingga peneliti mempunyai kemampuan dalam melakukan analisa biaya dalam perencanaan pembelian alat alat medis berikutnya di rumah sakit.

2. Bagi Ilmu Pengetahuan

Dapat menjadi bahan referensi dan bahan perbandingan bagi peneliti lainnya 3. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi manajemen RSUD Kota Yogyakarta untuk digunakan sebagai bahan evaluasi pembiayaan terutama dalam penerimaan pembayaran dengan sistem paket pada JKN 2014.

E. Keaslian Penelitian

1. Esti Indriyanti (2001) dengan judul “ Analisis Biaya Satuan Secsio Caesaria Dengan Metode Activity Based Costing (ABC) dan Double distibution (DD) Sebagai Dasar Penetapan Tarif di RSUD A.W. Sjahranie”. Persamaanya menghitung unit cost berdasarkan metode activity based costing (ABC) sedangkan perbedaanya adalah subyek penelitiannya yaitu pelayanan

(11)

Endoskopi sedangkan peneliti sebelumnya meneliti biaya satuan untuk pasien Sectio Caesaria.

2. Deky Wotulo (2009) dengan judul “Analisis Kelayakan Investasi Alat Foto Rontgen Panoramik di RSUD UndataPalu Prop Sulawesi Tengah”. Persamaanya menghitung unit cost alat kedokteran canggih, tetapi perbedaanya penelitian sebelumya mengutamakan penelitian pada aspek kelayakan investasi dilihat dari aspek pasar dan aspek keuangan.

3. Rahmah Tongko (2008) dengan judul “Analisis Biaya Satuan Pelayanan Kesehatan Rawat Inap dengan Metode Activity Based Costing (ABC) pada Badan Rumah Sakit Daerah Kabupaten Banggai”. Persamaannya adalah menghitung unit cost dengan metode Activity Based Costing (ABC), perbedaanya adalah pada subyek penelitiannya yaitu pelayanan Endoskopi sedangkan peneliti sebelumnya meneliti biaya satuan untuk pasien Rawat Inap

Gambar

Gambar 1.1. Cara Pembayaran Pasien Rawat Inap 2011  Sumber Data Sekunder : ( RSUD Kota Yogyakarta 2011)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di papar diatas dapat dirumuskan permasalahan yang akan diselesaikan yaitu “Bagaimana merancang sistem pendukung keputusan konsentrasi

Tsöliaak ia le iseloomu li k u peensoole limaskesta kahjustuse esinemine, ühine autoantigeen ning tsöliaakia antikehade (gliadiini, endomüüsi ja koe transgulta- minaasi

Mengenai pemeriksaan kualitas produk juga sangat penting di dalam pelaksanaan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil, pertama memeriksa kemasan bungkus apakah masih baik

Dinamika Populasi Hama dan Penyakit Utama Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) pada Lahan Basah dengan Sistem Budidaya.. Konvensional serta Pengaruhnya terhadap Hasil

Sel-sel ini berasal dari sel yolk sac, membentuk jaringan konektif yang disebut ekstraembrionik mesoderm, yang kemudian akan mengisi ruang antara bagian luar

Menurut Kenneth R Hall, bagi daerah-daerah yang termasuk dalam kategori dunia pulau dengan sejumlah besar sistem sungai yang mengalir dari pedalaman ke laut, adalah

Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:1) Persepsi peserta didik kelas VIII di MTs Ummumssabri Kota Kendari terhadap

Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan (Research and Development) yang mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis penguatan pendidikan karakter