• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PPKn PADA SISWA KELAS 7.1 DI SMP NEGERI 3 KOTA MALANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PPKn PADA SISWA KELAS 7.1 DI SMP NEGERI 3 KOTA MALANG"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PPKn

PADA SISWA KELAS 7.1 DI SMP NEGERI 3 KOTA MALANG

Oleh : Lailatul Badriyah

ABSTRAK

Badriyah, Lailatul. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based

Learning dalam Meningkatkan Hasil Belajar PPKn pada Siswa Kelas 7.1 Di SMP Negeri 3 Kota Malang. Sekripsi, Jurusan Hukum dan

Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang. Pembimbing (1) Dra. Sri Untari, M.Si, (II) Siti Awaliyah, S.Pd., SH., M.Hum.

Kata Kunci: Problem Based Learning, Hasil Belajar PPKn

Berdasarkan observasi pratindakan proses pembelajaran PPKn di kelas 7.1 pada hari Rabu tanggal 5 Februari 2014 diperoleh beberapa hal sebagai berikut: (1) hasil belajar PPKn siswa kelas 7.1 pada ulangan harian materi memaknai nilai kesejarahan Negara Kesatuan Republik Indonesia masih belum tuntas 28,1% dari keseluruhan siswa dalam satu kelas, (2) siswa masih cenderung berorentasi pada buku teks, sehingga kurang memanfaatkan lingkungan sekitar, misalnya melalui internet, koran, dan sumber lain yang relevan, (3) pembelajaran dengan

merumuskan masalah dan memecahkan masalah belum pernah diterapkan pada siswa.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dalam pembelajaran PPKn pada siswa kelas 7.1 di SMP N 3 Kota Malang; (2) Untuk menganalisis peningkatan hasil belajar PPKn pada siswa kelas 7.1 di SMP Negeri 3 Kota Malang setelah menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning.

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan pendekatan kualitatif. PTK ini dilaksanakan dalam dua siklus, tiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 7.1 yang berjumlah 32 siswa. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Maret 2014. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi kegiatan guru, lembar catatan lapangan, laporan kelompok, dan soal evaluasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran Problem Based

Learning dapat meningkatkan hasil belajar PPKn siswa kelas 7.1 pada materi

kharakteristik daerah tempat tinggal dalam kerangka NKRI. Peningkatan ini dapat dilihat dari rerata hasil evaluasi belajar siswa secara klasikal yaitu pada siklus I (88,5) dan pada siklus II (92,4). Peningkatan juga terlihat pada presentase ketuntasan belajar PPKn siswa secara klasikal pada siklus I (81,2%) dan pada siklus II (93,7%). Selain itu, hasil belajar juga dilihat dari rerata hasil laporan siswa pada siklus I (87,7) dan pada siklus II (95). Berdasarkan hasil penelitian,

(2)

maka dapat dikatakan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based

Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar PPKn siswa kelas 7.1 di SMP

Negeri 3 Kota Malang.

A. Latar Belakang

Guru sebagai tenaga pendidik menginginkan para siswa yang dididiknya mencapai hasil belajar yang maksimal. Di dalam UU No.20 Tahun 2003pasal 3 dinyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab“(Depdiknas, 2003: 8).

Menurut Slameto (2003) hasil belajar dipengaruhi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang meliputi aspek fisiologis (aspek yang menyangkut tentang kondisi fisik siswa) dan aspek psikologis (aspek yang melilputi kecerdasan,minat,

bakat,motivasi,dan kemampuan kognitif). Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa yang meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

Segala permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan merupakan tangggung jawab bersama dan untuk mengatasinya tentu harus melibatkan berbagai pihak, sementara untuk pencapaian hasil belajar yang maksimal di sekolah menjadi tanggung jawab pihak yang terlibat langsung dalam proses belajar mengajar di kelas yaitu guru dan siswa. Sebagai salah satu faktor yang berasal dari luar diri siswa guru dituntut mampu membimbing siswa dalam megembangkan potensi yang dimiliki para siswa, sehingga siswa mampu berkembang secara utuh.

Dari hasil observasi pratindakan yang telah dilakukan peneliti di SMP N 3 Kota Malang didapatkan beberapa hal berikut ini: (1) hasil belajar PPKn siswa kelas 7.1 pada ulangan harian materi memaknai nilai kesejarahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia masih belum tuntas 28,1% dari keseluruhan siswa dalam satu kelas, (2) siswa masih cenderung berorentasi pada buku teks, sehingga

(3)

kurang memanfaatkan lingkungan sekitar, misalnya melalui internet, koran, dan sumber lain yang relevan, (3) pembelajaran untuk memecahkan masalah dan merumuskan masalah belum pernah diterapkan pada siswa.

Menurut Sanjaya (2006) strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat diterapkan manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi pelajaran akan tetapi menguasai dan memahaminnya secara penuh, memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya. Kehidupan identik dengan berbagai masalah, model pembelajaran ini dapat melatih dan mengembangkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah dari kehidupan aktual siswa. Melihat permasalahan-permasalahan pebelajaran tersebut, maka penulis berkeinginan melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran

Problem Based Learning dalam Meningkatkan Hasil Belajar PPKn pada Siswa Kelas 7.1 di SMP Negeri 3 Kota Malang”.

B. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian

Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning di kelas 7.1 dilaksanakan dengan tahapan-tahapan yaitu orientasi siswa kepada masalah, mengorganisasi siswa untuk meneliti, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan menganalisis dan mengevaluasi. Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti dibantu tiga observer untuk melakukan observasi.

a. Siklus I

Hasil observasi pada siklus I pada pertemuan pertama dan kedua sebagai berikut : (1) siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran PBL, karena masih banyak siswa yang kurang fokus pada saat diskusi dan masih banyak pula siswa yang kurang antusias untuk mengajukan pertanyaan pada saat presentasi, (2) interaksi guru dan siswa kurang menyeluruh, karena masih ada kelompok yang mengalami kesulitan pada saat diskusi merumuskan masalah, (3) saat

merumuskan masalah dan pembagian tugas dalam kelompok ada siswa yang pasif dan tidak kebagian tugas dikarenakan jumlah anggota kelompok yang terlalu

(4)

banyak, (4) kelompok 4 kurang perhatian dari guru karena duduknya di belakang sehingga cenderung ramai saat sesi presentasi, (5) dari hasil lembar observasi ketercapaian tindakan guru dalam penerapan model pembelajaran PBL pada siklus I, indikator tindakan Guru model belum terlaksana secara maksimal karena

menurut para observer masih ada beberapa indikator tindakan guru yang belum dilakukan. Ketercapaian tindakan guru model menurut Bapak Mugono adalah 89 %, menurut observer Nur Fadilah adalah 89 %. Sedangkan menurut observer Wahyu Manggaring Tyas, ketercapaian tindakan guru pada siklus I adalah 94%. Jadi, kesimpulannya rerata ketercapaian tindakan guru pada siklus I masih tercapai 90,6 %.

Sedangkan untuk hasil belajar PPKn pada siklus I dipaparkan pada tabel berikut.

Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Hasil Belajar PPKn Siklus I

Nilai Interval Kriteria Hasil Belajar

Frekuensi (%) 93 – 100 87 – 92 80 – 86 73 – 79 66 – 72 Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang 14 6 6 3 3 43,8 18,7 18,7 9,4 9,4 Jumlah 32 100

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa frekuensi jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 80 dengan kriteria cukup sampai sangat baik sebanyak 26 siswa atau sekitar 81.2 % dari keseluruhan jumlah siswa dikelas. Sedangkan frekuensi jumlah siswa yang mendapat nilai ≤ 80 dengan kriteria kurang sampai sangat kurang sebanyak 6 siswa atau sekitar 18.8% dari keseluruhan jumlah siswa

dikelas. Hal ini berarti bahwa siswa yang tuntas dalam pembelajaran PPKn setelah penerapan model pembelajaran PBL siklus I meningkat sekitar 9.3% bila

dibendingkan dengan hasil belajar pada pratindakan.Selain itu, nilai rerata siswa secara klasikal juga mengalami peningkatan pada siklus I yaitu 88. Akan tetapi, walaupun terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I, penelitian ini masih harus dilanjutkan pada siklus II , karena ketuntasan kelas secara klasikal masih sekitar 81,2%, sehingga belum memenuhi standart yang ditetapkan oleh

(5)

BSNP yaitu 85%. Sedangkan untuk nilai laporan kelompok dipaparkan pada table berikut.

Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Laporan Kelompok Siklus I

Nilai Interval Kriteria Nilai Laporan

Frekuensi (%) 90 – 100 80 – 89 70 – 79 < 70 Sangat Baik Baik Cukup Kurang 16 16 0 0 15 15 0 0 Jumlah 32 100

Berdasarkan tabel tersebut jumlah frekuensi siswa yang mendapatkan nilai ≤ 80 dengan kriteria baik sampai sangat baik adalah 32 siswa atau keseluruhan jumlah siswa dikelas. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok 1 sampai kelompok 4 sudah baik dalam penulisan maupun isi laporan terbukti dengan nilai mereka tidak ada yang dibawah 80 dengan rerata nilai 87,7 meskipun masih ada yang perlu diperbaiki dalam penyusunan laporan terutama pada penulisan judul dan daftar rujukan.

Dari hasil refleksi pada siklus I maka peneliti sebagai guru model segera melakukan beberapa perbaikan. Perbaikan tindakan yang dilakukan pada siklus II adalah sebagai berikut :

1) Guru akan melakukan interaksi secara menyeluruh pada siswa dan tidak terfokus pada kelompok tertentu saja.

2) Guru akan menjelaskan kembali penyusunan laporan yang benar.

3) Permasalahan yang akan dibahas siswa pada siklus II tetap, yaitu tentang permasalahan di daerah tempat tinggal, akan tetapi pada siklus II ini difokuskan hanya mengkaji permasalahan yang ada dikota malang saja. 3) Guru akan membagi siswa menjadi 8 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4

orang siswa, kelompok 1 – 4 sebagai kelompok utama dan kelompok 5 – 8 sebagai kelompok pembanding. Hal ini dilakukan agar semua siswa dapat bekerja dalam kelompok dan tidak pasif. Selain itu, agar para siswa lebih terpacu untuk mengajukan pertanyan ataupunsanggahan pada sesi presentasi. 3) Guru akan mewajibkan tiap kelompok pembanding untuk mengajukan

(6)

bertanya ataupun menanggapi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan antusias siswa dalam presentasi.

b. Siklus II

Hasil observasi pada siklus II pada pertemuan pertama dan kedua sebagai berikut : (1) siswa mulai terbiasa dengan model pembelajaran PBL, karena banyak siswa yang sudah fokus pada saat diskusi dan semakin banyak pula siswa yang antusias untuk mengajukan pertanyaan pada saat presentasi, (2) interaksi guru dan siswa sudah menyeluruh, hal ini terlihat pada saat guru membantu masing-masing kelompok jika mereka mengalami kesulitan saat diskusi, (3) Adanya perubahan pembagian kelompok dari 4 kelompok pada siklus I menjadi 8 kelompok pada siklus II, membuat masing-masing siswa dalam tiap kelompok mendapatkan bagian tugas, sehingga semua siswa dapat merasakan penerapan PBL dengan maksimal, (3) Dari hasil lembar observasi ketercapaian tindakan guru dalam penerapan model pembelajaran PBL pada siklus II sudah maksimal, menurut para observer, peneliti sebagai Guru model sudah melaksanakan semua indikator ketercapaian tindakan Guru dalam pembelajaran PBL pada siklus II.

Ketercapaian tindakan guru menurut Bapak Mugono selaku observer adalah 100 % . Menurut Nur Fadilah juga 100 % . Sedangkan menurut observer Wahyu Manggaring Tyas, ketercapaian tindakan guru pada siklus II juga 100%. Jadi, kesimpulannya rerata ketercapaian tindakan guru pada siklus II sudah

mencapai100 %.

Sedangkan untuk hasil belajar PPKn pada siklus II dipaparkan pada tabel berikut.

Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Hasil Belajar PPKn II

Nilai Interval Kriteria Hasil Belajar

Frekuensi (%) 93 – 100 87 – 92 80 – 86 73 – 79 66 – 72 Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang 20 5 5 2 0 62,5 15,6 15,6 6,3 0 Jumlah 32 100

(7)

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa frekuensi jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 80 dengan kriteria cukup sampai sangat baik sebanyak 30 siswa atau sekitar 93,7% dari keseluruhan jumlah siswa dikelas. Sedangkan frekuensi jumlah siswa yang mendapat nilai ≤ 80 dengan kriteria kurang sampai sangat kurang sebanyak 2 siswa atau sekitar 6.3% dari keseluruhan jumlah siswa dikelas. Hal ini berarti bahwa siswa yang tuntas dalam pembelajaran PPKn setelah

penerapan model pembelajaran PBL siklus II meningkat sekitar 12,5% bila dibandingkan dengan hasil belajar pada siklus II. Selain itu, nilai rerata siswa secara klasikal juga mengalami peningkatan pada siklus II yaitu 92. Hal ini juga menunjukkan bahwa ketuntasan kelas secara klasikal sudah memenuhi standart yang ditentukan oleh BNSP dan indikator ketercapaian penelitian ini, karena sudah mencapai ≤ 85 % yaitu 93,7%.

Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Laporan Kelompok Siklus II

Nilai Interval Kriteria Nilai Laporan

Frekuensi (%) 90 – 100 80 – 89 70 – 79 < 70 Sangat Baik Baik Cukup Kurang 32 0 0 0 100 0 0 0 Jumlah 32 100

Berdasarkan table tersebut jumlah frekuensi siswa yang mendapatkan nilai ≤ 90 dengan kriteria sangat baik adalah 32 siswa atau keseluruhan jumlah siswa dikelas. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok 1 sampai kelompok 8 sudah baik dalam penulisan maupun isi laporan terbukti dengan nilai mereka tidak ada yang dibawah 80 dengan rerata nilai 95, meskipun masih ada yang perlu diperbaiki dalam penyusunan laporan terutama pada penulisan judul dan daftar rujukan.

c. Analisis Data

Analisis data dipergunakan untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar siswa kelas 7.1 setelah tindakan selesai dilakukan. Analisis hasil belajar siswa dilakukan dengan membandingkan presentase ketuntasan belajar siswa dan rerata nilai evaluasi siswa secara klasikal pada pratindakan, siklus I, dan Siklus II. Selain itu juga membandingkan nilai laporan yang diperoleh

(8)

masing-masing kelompok pada siklus I dan II. Berikut tabel perbandingan hasil evaluasi siswa pada pratindakan, siklus I, dan siklus II.

Tabel Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Hasil Belajar PPKn Nilai

Interval

Kriteria Hasil Belajar

Pratindakan Siklus I Siklus II

Frekuensi (%) Frekuensi (%) Frekuensi (%)

93 – 100 87 – 92 80 – 86 73 – 79 66 – 72 Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang 8 8 7 4 5 25 25 21.9 12.5 15.6 14 6 6 3 3 43,8 18,7 18,7 9,4 9,4 20 5 5 2 0 62,5 15,6 15,6 6,3 0 Jumlah 32 100 32 100 32 100

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa frekuensi jumlah siswa yang mendapat nilai ≤ 80 dengan kriteria cukup sampai sangat baik mengalami peningkatan, pada pratindakan 23 siswa, pada siklus I 26 siswa, dan pada siklus II 30 siswa . Hal ini menunjukkan bahwa ketuntasan belajar siswa secara klasikal mengalami peningkatan, mulai dari pratindakan ke siklus I presentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal kelas 7.1 mengalami peningkatan sebesar 9,3 % dan dari siklus I ke siklus II presentase ketuntasan belajar secara klasikal kelas 7.1 mengalami peningkatan sebesar 12,5%. Untuk nilai rata-rata evaluasi siswa secara klasikal mulai dari pratindakan sampai siklus II mengalami peningkatan. Dari pratindakan ke siklus I nila rata-rata evaluasi siswa secara klasikal mengalami peningkatan sebesar 3,6 dan dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 3,9. Sedangkan untuk perbandingkan nilai laporan yang diperoleh masing-masing kelompok pada siklus I dan II dipaparkan pada tabel berikut.

(9)

Tabel Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Laporan Kelompok Nilai

Interval

Kriteria Nilai Laporan

Siklus I Siklus II Frekuensi (%) Frekuensi (%) 90 – 100 80 – 89 70 – 79 < 70 Sangat Baik Baik Cukup Kurang 16 16 0 0 50 50 0 0 32 0 0 0 100 0 0 0 Jumlah 32 100 32 100

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah frekuensi siswa pada siklus II yang memperoleh nilai ≤ 90 dengan kriteria sangat baik adalah 32 siswa atau keseluruhan jumlah siswa dikelas. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan nilai laporan kelompok dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan. Rerata nilai laporan kelompok secara klasikal juga mengalami peningkatan pada siklus I 87,7 sedangkan pada siklus II 95.

d. TemuanPenelitian

Peneliti sebagai guru model dalam penelitian ini telah melaksanakan lima tahapan model pembelajaran PBL di kelas 7.1 yaitu Orientasi siswa kepada masalah, mengorganisasi siswa untuk meneliti, membimbing penyelidikan kelompok, menyajikan hasil karya, dan merefleksi serta mengoreksi pemecahan masalah yang telah dibuat oleh siswa. Dalam melaksanakan lima tahapan PBL tersebut, peneliti menemukan beberapa kelebihan dan kelemahan selama proses penerapan pembelajaran PBL berlangsung.

Kelebihan selama proses pembelajaran PBL yang ditemukan oleh peneliti beserta para observer yaitu sebagai berikut: (1) siswa dapat belajar merumuskan masalah dan bekerjasama dengan temannya untuk mencari solusi pemecahan masalah yang telah dirumuskan tersebut. Sehingga siswa mampu memperoleh sebuah pengetahuan atau informasi yang berkaitan dengan materi pembelajaran dan tidak terpaku oleh penjelasan dari guru saja, (2) dengan adanya tahap penyajian hasil karya pada pembelajaran PBL dapat melatih atau membiasakan siswa untuk pengungkapkan pendapatnya didepan umum, sehingga padat melatih daya argumentatif siswa, (3) selama penerapan PBL guru hanya perlu

(10)

menjelaskan konsep-konsep materi yang belum dapat dipahami oleh siswa yang mereka dapatkan selama proses penyelidikan. Sehingga guru tidak perlu

menjelaskan materi secara keseluruhan karena siswa telah memperoleh pengetahuannya sendiri selama proses pembelajaran PBL.

Sedangkan untuk kelemahan yang ditemukan peneliti beserta para

observer selama proses pembelajaran PBL berlangsung yaitu sebagai berikut: (1) dari kelima tahapan PBL, menurut peneliti sebagai guru model, tahapan

membimbing penyelidikan kelompok adalah tahapan yang paling sulit

dilaksanakan, karena selama proses penyelidikan diluar kelas, guru hanya dapat mengetahui perkembangn kelompok melalui ketua kelompok, (2) menurut siswa pembuatan laporan kelompok sangat memberatkan, karena menyita waktu siswa untuk belajar mata pelajaran lainnya, (3) dengan adanya perbedaan sub topic masalah antara kelompok I dengan kelompok lainnya, mengharuskan semua kelompok untuk mempresentasikan laporannya, sehingga membutuhkan banyak waktu.

2. Pembahasan

a. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning dalam Pembelajaran PPKn Pada Siswa Kelas 7.1 Di SMP Negeri 3 Malang

Penerapan model pembelajaran PBL yang dilakukan oleh peneliti terdiri dari lima tahapan antara lain: Orientasi siswa kepada masalah, mengorganisasi

siswa untuk meneliti, membimbing penyelidikan kelompok, penyajian hasil karya, dan merefleksi serta mengevaluasi proses pemecahan masalah. Model

pembelajaran PBL melibatkan siswa secara aktif dalam proses pencarian pengetahuan dan sumber pengetahuan siswa yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Inti dari model pembelajaran PBL adalah adanya suatu masalah yang harus dipecahkan oleh siswa itu sendiri yang akan menghasilkan pengetahuan baru bagi siswa dan masalah tersebut berasal dari masalah-masalah yang otentik. Menurut Nurhadi, dkk (2004) dalam PBL siswa menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berfikir kritis dan terampil memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

(11)

Guru melakukan apersepsi pada tahap pendahuluan untuk mengetahui kemampuan awal siswa tentang permasalahan yang akan digunakan pada pembelajaran PBL. Sebelum pembagian sub topik masalah menjadi 4 kelompok heterogen pada siklus I dan 8 kelompok heterogen pada siklus II, pembentukan kelompok secara heterogen ini diharapkan dapat memacu siswa bekerja sama dan terjadi transfer informasi dari siswa yang pandai kepada siswa yang kurang pandai. Menurut Vygotsky (dalam Arends, 2008: 47) belajar terjadi melalui interaksi sosial. Interaksi sosial dengan orang lain dapat membantu siswa menemukan ide-ide baru dan meningkatkan intelektual siswa.

Tahap pembelajaran PBL yang pertama adalah Orientasi siswa kepada

masalah yang akan menjadi pemicu kegiatan pembelajaran. Pada model

pembelajaran ini guru berperan sebagai penyaji masalah (Arends, 2008: 41). Guru meminta masing-masing kelompok mengambil undian sub topik masalah dan menjelaskan prosedur kerja yang ada pada LKS yang telah diterima siswa. Masalah yang disajikan oleh guru merupakan sub topik yang berhubungan dengan pokok bahasan materi dan dihubungkan dengan fenomena yang ada dilingkungan sekitarnya. Pada materi Kharakteristik daerah tempat tinggal dalam kerangka NKRI siswa dituntut untuk dapat memahami

permasalahan-permasalahan yang ada di daerah. Sehingga guru menyajikan topic masalah yang ada di daerah dan dapat merangsang siswa untuk melakukan penyelidikan. Topik permasalahan tersebut adalah sampah, pencemaran air sungai, penebangan liar, dan pengemis. Menurut Arends (2008: 52) menyatakan bahwa masalah yang baik harus bisa menarik keingintahuan siswa dan merangsang untuk berinkuiri.

Tahap pembelajaran PBL yang kedua adalah mengorganisasi siswa

untuk meneliti. Pada tahap ini siswa dilibatkan secara aktif mulai dari penentuan

rumusan masalah sampai penentuan tujuan penyelidikan. Sehingga cukup menantang siswa untuk menguasai materi tersebut. Menurut Krajcik (dalam Arends, 2008: 52) Siswa seharusnya ikut berperan dalam menetapkan permasalahan yang akan dipecahkan, karena proses tersebut akan membantu penciptaan rasa memiliki siswa pada topik permasalahan tersebut. Pada tahap ini Guru berinteraksi dengan masing-masing kelompok untuk mengarahkan siswa dalam merumuskan masalah agar tidak melenceng dari tujuan pembelajaran dan

(12)

memberikan bantuan jika diperlukan. Menurut Susanto (2009: 17) salah satu hal penting yang perlu diperhatikan dan menjadi esensi dari PBL adalahGuru memberi bantuan pada saat siswa berada pada ambang kemampuan, yaitu saat siswa berada pada batas ketidakmampuan tetapi jika diberi bantuan sedikit saja menjadi mampu.

Tahap yang ketiga dalam pembelajaran PBL adalah membimbing

penyelidikan kelompok. Pada tahap ini guru meminta nomer Hp masing-masing

ketua kelompok untuk dapat mengetahui perkembangan kelompok selama proses penyelidikan untuk pemecahan masalah diluar sekolah dan siswa dapat bertanya pada Guru apabila mengalami kesulitan dalam penyusunan laporan kelompok.

Tahap pembelajaran yang selanjutnya adalah penyajian hasil karya. Selama sesi presentasi siswa dituntut aktif bertanya, berpendapat menyanggah dan memberi usulan ketika diskusi kelas, karena proses pembelajaran PBL menuntut dan meningkatkan komunikasi peserta didik (Amir, 2009:76). Pada siklus I siswa cenderung pasif pada sesi presentasi, kemudian pada siklus II siswa lebih aktif karena guru memberikan point bagi siswa yang bertanya maupun menyanggah. Menurut Dimyati (2002: 86) bahwa pemberian hadian, dorongan, atau pemberian semangat dapat digunakan untuk mengobarkan semangat belajar siswa.

Tahap pembelajaran PBL yang terakhir adalah merefleksi dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah yang telah dibuat oleh siswa. Guru

mengoreksi jawaban-jawaban dari para siswa yang kurang benar dan mengapresiasi jawaban yang sudah tepat. Selain itu, guru juga mengoreksi laporan yang telah dibuat oleh kelompok. Menurut Hasibun (2008: 62)

pertanyaan dari siswa dan umpan balik dari guru merupakan salah satu hal yang penting dalam pembelajaran karena setiap kegiatan siswa selama belajar akan meningkatkan hasil belajar siswa.

Setelah semua tahap pembelajaran PBL terlaksana, guru mengajak siswa untuk melakukan refleksi. Dari hasil refleksi siswa, pembelajaran dengan mengguanakan PBL cukup menantang, tetapi pembuatan laporan dirasa cukup memberatkan siswa karena menyita waktu. Guru memberi penjelasan bahwa pembuatan laporan merupakan salah satu keterampilan yang harus siswa ketahui

(13)

karena dengan hasil laporan guru dapat menganalisis seberapa pengetahuan yang diperoleh siswa. Menurut Amir (2009: 69) Jika membuat laporan tertulis dengan baik, seharusnya membentuk daya analitis dan pemikiran argumentatif siswa.

Model pembelajaran PBL merupakan model pembelajaran yang sangat baik untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah karena menurut Dutch (dalam Amir, 2009: 21) PBL mempersiapkan siswa untuk berfikir kritis, analitis serta untuk mencari serta mengguanakan sumber pembelajaran yang susuai. Kelemahannya, jika pengajuan masalah kurang menarik akan membuat siswa kurang berminat serta perbedaan sub topik masalah yang dibahas oleh masing-masing kelompok mengharuskan semua kelompok untuk

mempresentasikan laporannya, sehingga membutuhkan banyak waktu.

b. Peningkatan Hasil Belajar PPKn Pada Siswa Kelas 7.1 Di SMP Negeri 3 Malang Setelah Penerapkan Model Pembelajaran Problem Based Learning

Hasil belajar siswa dalam penerapan model pembelajaran PBL diperoleh

dari nilai evaluasi siswa pada tiap akhir siklus dan dari lembar penilaian

penyusunan laporan kelompok. Pada siklus I siswa yang tuntas belajar meningkat sebanyak 26 siswa atau 81,2 % dengan nilai rata-rata kelas yang juga meningkat 88,5. Pada siklus II siswa yang tuntas belajar sebanyak 30 siswa atau 93,7 % dari jumlah keseluruhan siswa dengan nilai rerata kelas 92,4. Nilai rata-rata tes siswa secara klasikal mulai dari dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 3,9. Sedangkan untuk ketuntasan belajar siswa secara klasikal juga mengalami peningkatan. Dari siklus I ke siklus II presentase ketuntasan belajar siswa kelas 7.1 mengalami peningkatan sebesar 12,5%. Hal ini berarti bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan setelah mengikuti pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran PBL. Sesuai dengan pernyataan Ain (2010: 85) bahwa model pembelajaran PBM dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sedangkan menurut Jihad, dkk (2009: 20) semakin baik proses pembelajaran dan keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, maka seharusnya hasil belajar yang diperoleh siswa akan semakin tinggi sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.

(14)

Nilai laporan kelompok para siklus I 87,7 dan pada siklus II 95. Hal ini berarti rerata nilai penyusunan laporan kelompok dari siklus I ke siklus II juga mengalami peningkatan sebesar 7,3. Menurut Amir (2009: 69) pembuatan laporan dengan baik dapat membentuk daya analisis dan argumentatif siswa. Siswa belajar berfikir logis, bagaimana menyampaikan gagasan fakta-fakta yang mendukung pengetahuan dan informasi yang diperolehnya.

Hasil belajar siswa secara klasikal mengalami peningkatan setelah penerapan model pembelajaran Problem Based Learning, dibuktikan dengan angka-angka yang telah disebutkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis dalam penelitian ini yaitu “Jika model pembelajaran problem based learning diterapkan, maka hasil belajar PPKn pada siswa kelas 7.1 di SMP N 3 Malang meningkat” adalah benar.

C. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas, paparan data, dan pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

a. Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning di kelas 7.1 dilaksanakan dengan tahapan-tahapan yaitu orientasi siswa kepada masalah, mengorganisasi siswa untuk meneliti, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan menganalisis dan mengevaluasi.

b. Penelitian tindakan kelas yang dilakukan di kelas 7.1 SMP N 3 Malang dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pentingnya daerah dalam NKRI.

2. Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:

a. Untuk Guru

1) Guru perlu hati-hati dalam membagi siswa dalam kelompok karena dalam menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning komposisi pembagian kelompok sangat mempengaruhi tahapan selanjutnya.

(15)

2) Guru sebaiknya menerapkan model pembelajaran yang menarik bagi siswa yaitu pembelajaran yang menuntut mereka untuk turut aktif berpartisipasi dalam proses belajar dan mampu memberikan tantangan pada siswa.

b. Untuk Siswa

1) Siswa seharusnya dapat bekerja secara kelompok, untuk mengasah kemampuan bekerjasama dengan yang lainnya.

2) Siswa seharusnya dapat mengikuti proses pembelajaran dengan maksimal, jika ada yang belum dipahami harap untuk bertanya kepada Guru.

c. Untuk Peneliti Selanjutnya

1) Model pembelajaran Problem Based Learning dapat dijadikan pilihan yang baik untuk peningkatkan hasil belajar siswa.

2) Penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning hendaknya digunakan untuk materi yang mengandung sebuah permasalahan yang menuntut siswa untuk ikut serta dalam penyeselaiannya.

Daftar Rujukan

Ain, Sururul. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

(PBM) untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 10 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:

FMIPA UM

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik.Jakarta: PT Rineka Cipta

Amir, M.Taufiq. 2009.Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning:

Bagaimana Pendididik Memberdayakan Pembelajar Di Era Pengetahuan.Jakarta: Prenada Media Group

Apandi, Idris. 2013. Sistem Penilaian dalam Kurikulum 2013: Kajian

Dokumen.(online, http://www.academia.edu). (diakses pada tanggal 23

Januari 2014)

Arends,R.I. 2008.Learning to Teach: Edisi Ketujuh Buku Dua(Terjemahan oleh

Helly Prajitno Soejipto).Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran.Bandung: Alfabeta Badan Standar Nasional Pendidikan.2013.Standar Isi.Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional

Marsh Colin. 1996.Handbook for beginning teachers.Sydney : Addison Wesley Longman Australia Pry Limited (online, diakses pada tanggal, 26 April 2013)

Departemen Pendidikan Nasional.2003.Kurikulum Berbasis Kompetensi.Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

(16)

Hasibun, dan Moedjiono.2008.Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Jihad, A. dan Haris, A.2009. Proses Belajar Mengajar.Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Kunandar.2008.Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta: Rajawali Press

Nurhadi, dkk.2004.Pembelajaran Konstektual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses

Pendidikan.(Online, http://ebookbrowsee.net). (diakses pada tanggal 9

oktober 2013)

Sardiman, A.M. 2008. Interaksi dan motivasi belajar-mengajar.Jakarta: Raja Grafindo Persada

Slameto.2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya:Edisi

Revisi.Jakarta: PT Rineka Citra

Sudjana.2010.Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung: Remaja Rosda Karya

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta

Susanto, Pudyo.2009.Buku Petunjuk Teknik Praktek Pengalaman

Lapangan.Malang: Universitas Negeri Malang UPT Program Pengalaman

Lapangan

Susilo, Herawati.2009.Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Sarana Pengembangan

Keprofesionalan Guru dan Calon Guru.Malang: Banyu Media

Tim Penyusun.2010.Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Edisi Kelima.Malang: Universitas Negeri Malang

Yulaelawati, E. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori, dan Aplikasi. Bandung: Pakar Raya

Gambar

Tabel Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Laporan Kelompok

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH METODE PROCESS GOAL SETTING TERHADAP MOTIVASI OLAHRAGA DAN PENGUASAAN KETERAMPILAN DASAR DROPSHOT CABANG OLAHRAGA BULUTANGKIS PADA ATLET PEMULA PB. 27) menyatakan

Penelitian ini berusaha untuk menggambarkan atau mendeskripsikan gambaran anak yang berhadapan dengan hukum, pelaksanaan bimbingan keagamaan, peran bimbingan

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan nilai-nilai karakter Islam sudah tertanam baik di dalam diri siswa, hal ini dapat dilihat dari hasil analisis

Penelitian ini menggunakan uji regresi linier sederhana dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara new media terhadap motivasi berdonasi melalui Rumah

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yaitu penelitian dengan menggunakan uji statistic untuk menguji hipotesis agar bisa dijelaskan hubungan variabel

Hubungan tingkat pengetahuan responden tentang dismenorea dengan upaya penanganan terhadap dismenorea sesuai dengan hasil analisis memperlihatkan bahwa sebagian besar

Tan- pa adanya direksi dan komisaris, suatu PT tidak dapat men- jalankan fungsinya sebagai sebuah institusi atau badan yang melakukan aktivitas usaha untuk mencari keuntungan