• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Ulupui (2013), fenomena entrepreneurship sebagai penggerak usaha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Ulupui (2013), fenomena entrepreneurship sebagai penggerak usaha"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kewirausahaan

Meskipun belum ada terminologi yang sama tentang kewirausahaan (entrepreneurship), namun pada umumnya pemahaman dasar kewirausahaan mengarah kepada hakikat yang sama, yaitu peningkatan kualitas hidup manusia. Menurut Ulupui (2013), fenomena entrepreneurship sebagai penggerak usaha mikro kecil dan menengah muncul dengan pesat. Pertumbuhan bisnis dapat dinyatakan sebagai suatu keberhasilan usaha. Peningkatan kualitas hidup melalui kewirausahaan merujuk pada jiwa kewirausahaan yang melekat pada seseorang untuk mewujudkan wawasan ke dalam kegiatan usaha yang nyata dan dapat mengembangkannya dengan tangguh. Jiwa kewirausahaan ada pada setiap orang yang memiliki perilaku kreatif, inovatif, menyukai perubahan dan kemajuan, berani mengambil risiko, dan menerima tantangan, melaksanakan kombinasi baru dalam bidang teknik dan komersial ke dalam bentuk praktik.

Menurut McGraith & Mac Millan (dalam Kasali, dkk 2010) tujuh sifat atau karakter dasar yang perlu dimiliki setiap calon wirausaha adalah sebagai berikut : 1. Action Oriented. Bukan tipe menunda, wait & see, atau membiarkan sesuatu

(kesempatan) berlalu begitu saja. Ia tidak menunggu segala sesuatunya jelas dulu atau budgetnya ada dulu. Mereka adalah seorang yang ingin segera bertindak sekalipun situasinya tidak pasti, bagi mereka risiko adalah bukan untuk dihindari melainkan dihadapi dan ditaklukkan.

(2)

2. Berpikir simple. Sekalipun dunia telah berubah menjadi sangat kompleks, mereka selalu belajar menyederhanakannya. Sekalipun berilmu tinggi, mereka bukanlah manusia teknis yang ribet dan menghendaki pekerjaan yang kompleks. Mereka melihat persoalan dengan jernih dan menyelesaikan masalah satu demi satu secara bertahap.

3. Mereka selalu mencari peluang-peluang baru. Untuk usaha-usaha yang baru mereka selalu mau belajar yang baru membentuk jaringan dari bawah dan menambah landscape atau scope usahanya.

4. Mengejar peluang dengan disiplin tinggi. Seorang wirausaha bukan hanya mencari peluang, melainkan menciptakan, membuka dan memperjelas. Karena wirausaha melakukan investasi dan menanggung risiko, maka wirausahawan harus memiliki disiplin yang tinggi.

5. Hanya mengambil peluang yang terbaik. Seorang wirausaha pada waktunya akan menjadi sangat awas dan memiliki penciuman yang tajam. Namun usahawan yang sejati hanya akan mengambil peluang yang terbaik.

6. Fokus pada eksekusi. Seorang wirausaha bukanlah seorang yang hanya bergelut dengan pikiran, merenung atau menguji hipotesa melainkan seorang yang fokus pada eksekusi. Mereka tidak mau berhenti pada eksploitasi pikiran atau berputar-putar dalam pikiran penuh keragu-raguan.

7. Memfokuskan energi setiap orang pada bisnis yang digeluti. Seorang wirausahawan tidak bekerja sendirian. Ia menggunakan tangan dan pikiran banyak orang, baik dalam perusahaannya sendiri maupun dari luar. Mereka membangun jaringan daripada melakukan semua impiannya sendiri

(3)

Menurut Griffin (2004) kewirausahaan (entrepreneurship) adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengoperasian, dan pengambilan risiko dari suatu usaha bisnis. Seorang wirausahawan adalah seorang yang terlibat dalam kewirausahaan.Wirausahawan memulai bisnis baru dengan suatu bisnis kecil sebagai suatu bisnis yang dimiliki secara pribadi oleh seorang individu atau suatu kelompok kecil individu yang memiliki penjualan dan aktiva yang tidak cukup besar untuk dapat mempengaruhi lingkungannya.

Kewirausahaan merupakan aspek yang sangat penting tidak hanya bagi pelaksanaan suatu kegiatan usaha (bisnis) tetapi juga dalam menghadapi berbagai kegiatan kehidupan sehari-hari.kewirausahaan mencerminkan kualitas dan kemampuan seseorang dalam menghadapi tantangan dan risiko, memanfaatkan peluang, dan mencapai keberhasilan. Kewirausahaan merupakan kemampuan seseorang dalam menghadapi lingkungannya, yang ditunjukkan oleh serangkaian sikap dan prilaku. Bagaimana seseorang memandang suatu kejadian, mengambil keputusan atas dasar pandanganya, bertindak mewujudkan keputusannya, dan menerima konsekwensi dari tindakan tersebut sebagai bagian dari proses penghimpunan pengetahuan dan keterampilan (Supartha dan Ramantha, 2010). Wirausaha atau entrepreneur adalah orang yang mempunyai sifat kewirausahaan, yakni kemampuan seseorang untuk melihat peluang-peluang bisnis, mengelola, dan memanfaatkannya (kreatif), dengan gagasan-gagasan yang senantiasa baru (inovatif), serta melembagakan dalam suatu perusahaan miliknya dengan risiko yang telah diperhitungkan untuk mencapai nilai tambah dan kesejahteraan (Supartha, 2005).

(4)

Soeharto dalam Udayani (2010) mengemukakan bahwa istilah kewirausahaan berasal dari terjemahan entrepreneurship, yang dapat diartikan sebagai ”the backbone of economy” atau saraf pusat perekonomian, atau sebagai ”tail bone of economy” atau pegendali perekonomian suatu bangsa. Menurut Zimmere dalam Udayani (2010), kewirausahaan adalah penerapan keativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan upaya untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi setiap hari. Kewirausahaan merupakan gabungan dari kreativitas, inovasi, dan keberanian menghadapi risiko yang dilakukan denga cara kerja keras untuk membentuk dan memelihara usaha baru. Hal ini didukung juga oleh Kao (2001) yang menyatakan perusahaan kecil yang ingin berkembang harus memiliki semangat kewirausahaan, di samping Gray (2002) mempertegas bahwa dengan semangat kewirausahaan yang dimiliki para pemilik usaha kecil bisa mengungguli pesaing pesaingnya. Georgellis et al. (2000) menyatakan, kapasitas mereka untuk berinovasi dan keberanian mengambil risiko, menjadikan usaha dapat berkembang dengan sukses.

Menurut Suryana (2003) ada enam hakekat penting kewirausahaan, yakni: (1) kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan dalam sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil bisnis; (2) kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda; (3) kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan masalah dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan; (4) kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha dan perkembangan usaha; (5)

(5)

kewirausahaan adalah suatu proses mengerjakan sesuatu yang baru dan berbeda, dan (6) kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan. Berdasarkan informasi di atas, dapat dirumuskan pengertian kewirausahaan adalah kemampuan melihat peluang usaha, berani menghadapi risikoyang telah diperhitungkan, kemudian mengelolanya secara kreatif dan melakukan inovasi menuju sukses. Wirausahawan adalah seseorang yang memiliki keseluruhan sifat-sifat kewirausahaan.

2.2 Jiwa Kewirausahaan

Jiwa dalam diri seseorang merujuk pada sifat yang dimiliki. Jiwa cenderung permanen dan mempunyai kapasitas untuk membimbing tingkah laku yang konsisten. Jiwa tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diamati melalui sifat dan tingkah lakunya. Hal itu pula yang dapat menentukan kader kewirausahaan seseorang. Badan Agribisnis Deptan RI (1995) mengemukakan bahwa kewirausahaan agribisnis adalah kemampuan melihat dan menilai kesempatan (peluang) bisnis, serta kemampuan mengoptimalisasikan sumber daya dan mengambil tindakan serta bermotivasi tinggi dalam mengambil risiko guna mensukseskan bisnisnya. Atas pengertian tersebut, dapat dirumuskan bahwa jiwa kewirausahaan adalah serangkaian sikap dan perilaku, yang senantiasa mampu melihat peluang usaha dan berani mewujudkannya dengan risiko yang telah diperhitungkan, mengelolanya secara kreatif dan inovatif, menjalin kerjasama dengan pelaku subsistem agribisnis lainnya gua meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan (Udayani, 2010).

(6)

Secara harfiah penggalan kata “usaha” dalam istilah “kewirausahaan” itu lebih bernotasi “effort” atau “upaya”, sehingga jangan dikonotasikan sebagai “bisnis” belaka. Secara etimologik, kewirausahaan (entrepreneur) berasal dari kata entrependre (bahasa Perancis) atau to undertake (bahasa Inggris) yang berarti melakukan. Dengan demikian, kewirausahaan bukanlah bakat dari lahir atau milik etnis/suku tertentu. Kewirausahaan dapat dipelajari melalui proses pembelajaran, pelatihan, simulasi, dan magang secara intent. Wirausaha cenderung memiliki sifat avonturisme atau selalu terdorong untuk melakukan hal-hal baru yang menantang dengan keyakinan yang dimilikinya. Yang menentukan apakah seseorang akan menjadi seorang wirausaha (entrepreneur) atau bukan adalah perbuatan dan tindakan. Seorang wirausahawan (entrepreneur) adalah seseorang yang memiliki visi dan intuisi yang realistik sekaligus seorang implementator yang handal dalam penguasaan detail-detail yang diperlukan untuk mewujudkan visi pribadi maupun organisasinya (Suryana, 2003).

Sifat-sifat terpenting dari wirausaha dikenal dengan Ten-D (Pambudy, 1999), yakni: (1) dream (mimpi), memiliki visi ke depan dan kemampuan mencapai visi, (2) decisiveness (ketegasan), tidak menangguhkan waktu dan membuat keputusan dengan cepat, (3) doers (pelaku), melaksanakan secepat mungkin, (4) determination (ketetapan hati), komitmen total dan pantang menyerah, (5) dedication (dedikasi), berdedikasi total dan tidak mengenal lelah, (6) devotion (kesetiaan), mencintai apa yang dikerjakan, (7) detail (terperinci), menguasai rincian yang bersifat kritis, (8) destiny (nasib), bertanggung jawab atas nasib sendiri, (9) dollars (uang), kaya bukan motivator utama di mana uang lebih

(7)

berarti sebagai ukuran kesuksesan, dan (10) distribute (distribusi), mendistribusiikan kepemilikan usaha kepada karyawan kunci yang merupakan faktor penting bagi kesuksesan usahanya.

Keberhasilan atau kegagalan wirausahawan dipengaruhi oleh sifat dan kepribadian seseorang. The officer of Advocacy of Small Business Administrasion yang dikutip oleh Dan Stein hoff dan Jhon F Burgers dalam Udayani (2010) mengemukakana bahwa kewirausahaan yang berhasil umumnya memiliki sifat-sifat kepribadian sebagai berikut: (1) mempunyai kepercayaan diri yang kuat untuk bekerja mandiri dan tahu persis bahwa pengambilan risiko merupakan bagian penting untuk sukses, (2) mempunyai kemampuan berorganisasi, merancang tujuan, berorientasi kepada hasil, dan bertanggung jawab atas hasil yang diperoleh, (3) kreatif, dan (4) menyukai tantangan dan senang bila idenya berjalan sempurna.

Gray (1996) mengemukakan ada 44 ciri umum wirausahawan yang berhasil, yakni: memiliki tujuan yang berkelanjutan, pengetahuan tentang bisnis, mengatasi kegagalan, upaya diri, mengambil risiko, memecahkan masalah, inisiatif, energik, kemauan untuk berkonsutasi dengan para ahli, kesehatan fisik, kesehatan mental dan emosi, toleransi ketidak pastian, memanfaatkan masukan, mencari tanggung jawab pribadi, percaya diri, kepandaian, keinginan untuk tak tergantung, memanfaatkan imajinasi positif, pencapaian tujuan, obyektif, berorientasi pada tujuan, fleksibel, keinginan untuk mencipta, keterlibatan jangka panjang, komitmen, inovasi, gambaran jangka panjang, pandangan positif, pengetahuan teknis dan industri, hubungan antar manusia, akses pada sumber

(8)

keuangan, hasrat terhadap uang, kemampuan berpikir, kemampuan menjual, kemampuan untuk berkomunikasi, keberanian, umur, latar belakang keluarga, latar belakang suku, latar belakang pekerjaan, dan latar belakang pendidikan. Lebih lanjut Steinhoff dan Burgers dalam Suryana (2003) mengemukakan tentang karakteristik yang diperlukan agar menjadi wirausahawan yang berhasil, meliputi: (1) memiliki visi dan tujuan yang jelas, (2) bersedia menanggung risiko waktu dan uang, (3) berencana dan mengorganisir, (4) bekerja keras sesuai dengan tingkat kepentingannya, (5) mengembangkan hubungan dengan pelanggan, pemasok, pekerja, dan yang lainnya, serta (6) bertanggung jawab terhadap keberhasilan dan kegagalan.

Menurut Dananjaya (2014), jiwa kewirausahaan dapat diukur dari sifat-sifat yang mencerminkan jiwa kewirausahaan yang disimpulkan sebagai berikut, (1) sifat instrumental yaitu selalu memanfaatkan sesuatu di lingkungan, (2) sifat prestatif yaitu selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik, (3) sifat keluwesan bergaul yaitu dapat berinteraksi dengan teman-temannya, (4) sifat pengambil risiko yaitu tidak khawatir dalam menghadapi situasi yang serba tidak pasti, (5) sifat swakendali yaitu mengacu pada kekuatan dan kelemahan pribadi sehinga bertanggung jawab dengan apa yang dikerjakan, (6) sifat kerja keras yaitu tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai, (7) sifat keyakinan diri yaitu percaya pada kemampuan diri dan tidak ragu-ragu, (8) sifat inovatif yaitu mencari cara-cara untuk memperbaiki kinerjanya, (9) sifat kreatif yaitu mempunyai gagasan baru dan menemukan peluang-peluang baru, (10) sifat kepemimpinan yaitu dapat mempengaruhi anggota dalam melakukan tugas, (11) Sifat berorientasi pada

(9)

tindakan (action oriented) yaitu tidak suka menunda pekerjaan, (12) sifat berpikir sederhana (simple) yaitu berpikir sederhana dalam menghadapi masalah dengan menyelesaikannya satu demi satu secara bertahap, (13) sifat fokus pada usaha yang digeluti yaitu selalu bertekad mencurahkan segenap demi pengembangan usaha yang digeluti.

2.3 Manajemen Agribisnis

Penggunaan istilah agribisnis di Indonesia berkembang di kalangan akademisi sejak tahun 1980-an, sedangkan sebagai pendekatan pembangunan pertanian di Indonesia dimulai pada 1994 yakni akhir Pelita V (PJP I). Menurut Downey dan Ericson dalam Udayani (2010), agribisnis meliputi keseluruhan kegiatan manajemen bisnis mulai dari perusahaan yang menghasilkan sarana produksi untuk usahatani, proses produksi pertanian, serta perusahaan yang menangani pengolahan, pengangkutan, penyebaran, penjualan secara borongan maupun penjualan eceran produk kepada konsumen akhir. Manajemen agribisnis pada prinsipnya adalah penerapan manajemen dalam sistem agribisnis. Oleh karena itu, seseorang yang hendak terjun dibidang agribisnis harus memahami konsep-konsep manajemen dalam agribisnis yang meliputi pengertian manajemen, fungsi-fungsi manajemen, tingkatan manajemen, prinsip-prinsip manajemen dan bidang-bidang manajemen (Firdaus, 2007).

Mengingat adanya karakteristik agribisnis yang khas maka manajemen agribisnis harus dibedakan dengan manajemen lainnya. Beberapa hal yang membedakan manajemen agribisnis dari manajemen lainnya menurut Downey dan Erickson dalam Dananjaya (2014) ialah sebagai berikut (1) keanekaragaman

(10)

jenis bisnis yang sangat besar pada sektor agribisnis, yaitu dari para produsen dasar ke konsumen akhir akan melibatkan hampir setiap jenis perusahaan bisnis yang pernah di kenal oleh peradaban, (2) besarnya pelaku agribisnis, (3) hampir semua agribisnis terkait erat dengan pengusaha tani, baik langsung maupun tidak langsung (4) keanekaragaman skala usaha di sektor agribisnis, dari yang berskala usaha kecil sampai dengan perusahaan besar, (5) persaingan pasar yang ketat, khususnya pada agribisnis skala kecil; dimana penjualan berjumlah banyak, sedangkan pembeli berjumlah sedikit, (6) falsafah cara hidup (the way of life) tradisional yang dianut para pelaku agribisnis cenderung membuat agribisnis lebih tradisional daripada bisnis lainnya, (7) kenyataan menunjukkan bahwa badan usaha agribisnis cenderung berorientasi dan dijalankan oleh petani dan keluarga, (8) kenyataan bahwa agribisnis cenderung lebih banyak berhubungan dengan masyarakat luas (9) kenyataan bahwa produksi agribisnis sangat bersifat musiman, (10) kenyataan bahwa agribisnis sangat tergantung dengan lingkungan eksternal/gejala alam, serta (11) dampak dari adanya program dan kebijakan pemerintah mengena langsung pada sektor agribisnis.

Menurut Suci (2009), kemampuan manajemen (managerial skills) dari para wirausaha (entrepreneur) merupakan sekumpulan keahlian dan kompetensi baik secara administratif maupun opersional dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen yang terdiri dari kemampuan untuk membuat perencanaan, mengorganisasi, mengarahkan atau melakukan penugasan dan melakukan pengawasan.

(11)

Menurut Reksohadiprodjo, (1992) manajemen bisa berarti fungsi, peranan maupun keterampilan. Untuk mencapai tujuan, manajer menggunakan sumber daya dan melaksanakan empat fungsi manajerial utama, yaitu :

1. Perencanaan (Planning)

Planning meliputi pengaturan tujuan dan mencari cara bagaimana untuk mencapai tujuan tersebut. Planning telah dipertimbangkan sebagai fungsi utama manajemen dan meliputi segala sesuatu yang manajer kerjakan.

2. Pengorganisasian (Organizing)

Organizing adalah proses penugasan setiap aktifitas, membagi pekerjaan ke dalam setiap tugas yang spesifik, dan menentukan siapa yang memiliki hak untuk mengerjakan beberapa tugas.

3. Pelaksanaan dan pengembangan (Actuating)

Merupakan implementasi dari perencanaan dan pengorganisasian, dimana seluruh komponen yang berada dalam satu sistem dan satu organisasi tersebut bekerja secara bersama-sama sesuai dengan bidang masing-masing untuk dapat mewujudkan tujuan.

4. Pengawasan (Controling)

Controlling, memastikan bahwa kinerja sesuai dengan rencana. Hal ini membandingkan antara kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan. Jika terjadi perbedaan yang signifikan antara kinerja aktual dan yang diharapkan, manajer harus mengambil tindakan yang sifatnya mengoreksi. Misalnya meningkatkan periklanan untuk meningkatkan penjualan.

(12)

Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan manajemen agribisnis adalah merupakan suatu proses pencapaian tujuan usaha agribisnis dengan mengkoordinir dan mengintegrasikan segala sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisien. Suatu manajemen bisa dikatakan berhasil jika keempat fungsi (perencanaan, pengorganisasian, pengembangan, dan pengawasan) bisa dijalankan dengan baik. Kelemahan pada salah satu fungsi manajemen akan mempengaruhi manajemen secara keseluruhan dan mengakibatkan tidak tercapainya proses yang efektif dan efisien.

2.4 Karakteristik Petani

Karakteristik melekat dan merupakan bagian dari pribadi, yang muncul setiap saat pada berbagai situasi secara terus menerus, tidak secara spesifik menunjuk pada obyek tertentu, tetapi mendasari tingkah laku dalam situasi kerja. Karakteristik dapat dilihat dari umur, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani tani, skala usahatani, status sosial ekonomi, motivasi dan kebutuhan, pemilikan lahan usahatani, Rogers dan Shoemakerdalam Udayani (2010). Selain faktor kemampuan usaha agribisnis, keterbatasan modal dan lahan juga dapat berpengaruh terhadap keberhasilan usaha. Demikian juga faktor umur dan tingkat pendidikan (Mahyuni, 2003).

Pada umumnya, petani yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi dan umur yang relatif masih muda cenderung lebih berani mengambil risiko dari pada petani yang mempunyai tingkat pendidikan lebih rendah dan umur yang lebih tua. Mereka yang memiliki umur yang lebih muda dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi umumnya mempunyai jiwa kewirausahaan yang lebih tinggi dan

(13)

lebih berani dalam mencoba suatu hal dan menanggung risiko. akan melepaskan diri dan menjadi petani mandiri. Menurut Siregar dan Pasaribu (2000), petani memiliki karakteristik yang beragam, karakteristik tersebut dapat berupa karakter demografis, karakter sosial serta karakter kondisi ekonomi petani itu sendiri. Karakter-karakter tersebut yang membedakan tipe perilaku petani pada situasi tertentu. Menurut Maryani (2014), karakteristik petani yang dapat diamati diantaranya adalah umur, pendidikan, luas lahan garapan, dan pengalaman usahatani.

Umur responden merupakan lama responden hidup hingga penelitian dilakukan, umur produktif petani akan mempengaruhi proses adopsi suatu inovasi baru. Berdasarkan komposisi penduduk, umur dikelompokkan menjadi 3 yaitu umur 0-14 tahun dianggap sebagai kelompok penduduk belum produktif, kelompok penduduk umur 15-64 tahun sebagai kelompok produktif dan kelompok umur 65 tahun ke atas sebagai kelompok penduduk yang tidak lagi produktif. Seseorang pada umur non produktif biasanya akan cenderung sulit menerima inovasi, sebaliknya seseorang dengan umur produktif akan lebih mudah dan cepat menerima inovasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekartawi (2005) bahwa makin muda petani biasanya akan lebih cepat melakukan adopsi inovasi.

Tingkat pendidikan merupakan jumlah tahun mengikuti pendidikan formal yang ditempuh petani pada bangku sekolah. Pendidikan akan berpengaruh terhadap perilaku dan tingkat adopsi suatu inovasi. Seseorang yang berpendidikan tinggi cenderung lebih terbuka untuk menerima dan mencoba hal-hal yang baru. Petani sering kali kurang memiliki pengetahuan yang cukup untuk dapat

(14)

memahami permasalahan mereka dan kurang cepat dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Pendidikan yang lebih tinggi biasanya menjadikan seseorang mampu memiliki daya nalar yang lebih baik dan pola piker yang lebih terbuka dengan terobosan – terobosan baru.

Luas lahan usahatani merupakan keseluruhan luas lahan yang diusahakan petani responden. Menurut Hernanto (1993) menyebutkan bahwa luas lahan usahatani dan skala usaha sangat menentukan pendapatan. Penguasaan lahan dan skala usaha akan berpengaruh terhadap adopsi inovasi, karena semakin luas lahan dan skala usahatani maka akan semakin tinggi hasil produksi sehingga turut meningkatkan pendapatan petani. Selain itu, menurut Noersasongko (2005), pendidikan, usia, lama usaha, dan pemilikan modal memberi kontribusi signifikan terhadap karakteristik wirausaha.

Dalam penelitian ini akan dipilih beberapa karakteristik petani yang diperkirakan ada hubungannya dengan keberhasilan usaha agribisnis Jamur Tiram, yakni: (1) umur, (2) tingkat pendidikan, (3) periode budidaya Jamur Tiram, (4) jumlah baglog yang dibudidayakan, (5) luas kumbung untuk budidaya, dan (6) kepemilikan modal.

2.5 Keberhasilan Usaha Agribisnis

Menururt Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), keberhasilan diartikan sebagai kesuksesan atau keberuntungan. Keberhasilan usaha agribisnis merupakan kemampuan mencapai tujuan atau kondisi yang diinginkan, yakni tercapainya keberhasilan usaha agribisnis Jamur Tiram yang diukur dan tingkat perolehan

(15)

keuntungan (laba), proporsi pendapatan usaha dari total pendapatan, dan pengembangan usaha baik kapasitas kumbung maupun modal usaha. Menurut Harris dalam Suryana (2003) bahwa wirausaha yang sukses umumnya memiliki kompetensi, yakni yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kualitas individu seperti sikap, motivasi, nilai serta tingkah laku yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan. Menurut Algifari dalam Purnama (2010) keberhasilan usaha dapat dilihat dari efisiensi proses produksi yang dikelompokkan berdasarkan efisiensi secara teknis dan efisiensi secara ekonomis. Sedangkan Jane dalam Purnama (2010) mengatakan bahwa penilaian tentang kemampuan dapat diukur dengan menggunakan beberapa dimensi yaitu efektivitas, efisiensi dan equitas/kewajaran harga.

Menurut Dananjaya (2014), keberhasilan terdiri dari tujuh indikator yaitu berkembangnya kelembagaan dan SDM, terciptanya lapangan kerja melalui pengembangan diversifikasi usaha pertanian, berkembangnya intensifikasi dan ekstensifikasi usaha tani, meningkatnya insentif berusaha tani melalui peningkatan produksi dan efisiensi usaha tani, tercipta dan berkembangnya pertanian organik menuju green economic, berkembangnya usaha ekonomi pedesaan, dan peningkatan pendapatan petani.

Berdasarkan uraian di atas, keberhasilan usaha agribisnis pada usaha Jamur Tiram dapat dilihat dari empat indikator anatra lain, terciptanya lapangan kerja rumah tangga, perkembangan usaha ekonomi rumah tangga, efisiensi usahatani Jamur Tiram, dan peningkatan pendapatan dari usahatani Jamur Tiram tersebut.

(16)

2.6 Hubungan Jiwa Kewirausahaan dan Manajemen Agribisnis dalam Keberhasilan Usaha

Kewirausahaan agribisnis merupakan penerapan sifat atau jiwa kewirausahaan di bidang usaha agribisnis. Badan Agribisnis Deptan RI (1995) mengemukakan bahwa kewirausahaan agribisnis adalah kemampuan melihat dan menilai peluang bisnis, mengoptimalisasikan sumber daya dan mengambil tindakan, bermotivasi tinggi, dan berani mengambil risiko dalam rangka mensukseskan bisnisnya. Namun, kewirausahaan agribisnis haruslah jelas dalam konteks usaha agribisnis. Karena itu, pengertian lebih tepat tentang kewirausahaan adalah kemampuan pelaku agribisnis untuk melihat peluang-peluang bisnis di bidang pertanian, kemudian berani mengelolanya secara kreatif, dengan mengembangkan ide-ide baru menyangkut teknologi dan manajemen baru, serta menjalin kerjasama dengan usaha agribisnis di hulu dan atau di hilirnya untuk meningkatkan efesiensi usaha sehingga mampu memperoleh nilai tambah dan kesejahteraan.

Menurut Suparta dalam Udayani (2010) kewirausahaan agribisnis adalah penerapan sifat atau jiwa kewirausahaan di bidang usaha agribisnis. Kewirausahaan agribisnis dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melihat peluang-peluang usaha di bidang agribisnis baik besar maupun kecil, berani memanfaatkan dan mengelolanya secara efektif dan efisien dengan risiko yang telah diperhitungkan baik secara mandiri atau pun kerjasama kemitraan, kreatif

(17)

dan inovatif menggunakan cara-cara baru untuk memperoleh nilai tambah dan kesejahteraan.

Wirausahawan agribisnis adalah para pelaku usaha agribisnis termasuk para petani, yang menjalankan usaha agribisnis, baik dengan cara kerja sendiri atau bekerjasama dalam sebuah kemitraan. Para wirausahawan agribisnis memiliki sifat atau ciri percaya diri yang kuat, berani mengambil risiko, mengambil keputusan yang tepat pada saat diperlukan, serta mempunyai kebutuhan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan orang lain pada umumnya. Mereka luwes dalam pergaulan, sanggup kerja keras, kreatif dan inovatif, serta mempunyai kemampuan untuk memimpin (Suparta, 2005).

Sumber daya manusia petani merupakan bagian penting dalam pembangunan perekonomian dan kesejahtaraan bangsa.Kini diperlukan petani-petani handal, yang mampu melihat dan menilai peluang bisnis, serta mampu mengoptimalisasikan sumber daya dan mengambil tindakan yang tepat guna meningkatkan pendapatan dari usaha agribisnisnya. Petani terdiri atas petani dan peternak maupun nelayan. Petani adalah pelaku utama agribisnis yang sumber penghasilannya berasal dari pengelolaan usaha produksi primer dari usaha tanaman pangan, pertanian, perikanan dan komoditas perkebunan. Umumnya petani hanya terbiasa bekerja di subsistem usahatani, sehingga sering mengalami hambatan bila harus menjadi pengusaha agribisnis secara total (Suparta, 2005).

Menurut Dananjaya (2014), manajemen agribisnis dapat bergerak dalam kegiatan apa saja yang ada kaitannya dengan penyediaan sarana produksi, proses

(18)

produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran hasil-hasil pertanian. Meskipun sebagian besar Manajemen agribisnis di Indonesia dikelola dengan dan dikendalikan oleh satu atau beberapa orang saja, tetapi agribisnis yang sebenarnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan sekelompok orang bahkan ribuan orang dengan tujuan untuk menghasilakan laba. Menurut Badan Agribisnis Deptan RI (1995) pengembangan kewirausahaan agribisnis menghadapi beberapa tantangan antara lain: (1) belum memadainya pengetahuan, keterampilan maupun sikap SDM pertanian. Hal ini disebabkan karena disamping tingkat pendidikan yang masih rendah, juga lemahnya tingkat jiwa kewirausahaan yang dimiliki, sehingga berdampak kepada lemahnya daya saing dan produktivitasnya; (2) belum optimalnya peran yang dilakukan oleh lembaga pedesaan dalam membimbing dan membina kewirausahaan agribisnis; (3) keterbatasan modal, sarana, prasarana dan teknologi serta keterbatasan informasi dan akses pasar yang menyebabkan petani kurang berkembang dalam kewirausahaan agribisnis; dan (4) iklim berusaha yang belum kondusif untuk berkembang menjadi kewirausahaan agribisnis. Keberhasilan tersebut tergantung pada sejauh mana seseorang tekun mengembangkan pengetahuan maupun ketrampilan, terutama sikap mental dan kepribadiannya.

Jiwa kewirausahaan dalam diri petani akan mendorong tindakannya untuk menjadi wirausahawan agribisnis. Keputusan seseorang untuk berwirausaha di bidang pertanian, muncul karena faktor internal dirinya yang kuat, setelah mendapat dorongan dan lingkungan keluarga dan masyarakat, adanya pendidikan tentang kewirausahaan, dan pengalaman usaha agribisnis. Keputusan tersebut

(19)

akan semakin diperkuat oleh adanya faktor kebijakan pemerintah dalam bidang agribisnis pertanian.

Menurut Suparta (2005), kiat sukses wirausahawan agar bisa sukses dalam meniti karir usahanya, di antaranya adanya niat yang kuat, mau bekerja keras, tekun dan ulet, memiliki keberanian untuk memulai usaha dan mengambil risiko, memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang usahanya. Dalam agribisnis Jamur Tiram, keberhasilan tergantung pada keseriusan dan profesionalisme yang tinggi dari para pelakunya, kebersamaan dan saling keterkaitan, serta tingkat efisiensi seluruh proses produksi dari hulu sampai ke hilir. Membangun agribisnis berarti membangun usaha dan juga sistem agribisnisnya. Penerapan sistem agribisnis secara tepat akan dapat meningkatkan efisiensi usaha agribisnis. Keberhasilan usaha pertanian tidak bisa ditentukan oleh petani sendiri, tetapi merupakan hasil sinergi antara petani (perusahaan usahatani) dengan perusahaan yang menghasilkan sarana produksi pertanian serta perusahaan yang akan mengolah atau memasarkan hasihiya. Oleh sebab itu, harus ada kesamaan sikap dan perilaku serta etika bisnis antara petani dengan para pelaku sistem lainnya. Jika semua komponen pelaku sistem agribisnis sudah memahami hakekat sistem agribisnis serta menjadikannya sebagai budaya dalam mengelola usaha agribisnis, maka pendapatan dan kesejahteraan petani pun akan lebih meningkat.

Referensi

Dokumen terkait

Definisi laporan keuangan dalam akuntansi bank syariah adalah laporan keuangan yang menggambarkan fungsi bank Islam sebagai investor, hak dan kewajibannya, dengan

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurrahman dan Isworo (2002), hal-hal yang diperoleh dari perendaman menggunakan tawas antara lain: a) Umur atau daya simpan dari

Seseorang yang sedang jatuh cinta dan masih terus berharap cintanya akan tersampaikan gambaran -Menjelaskan gambaran -Menghidupkan gambaran -Menimbulkan efek keindahan 20.

Beberapa pengembangan melihat PAC sebagai suatu pendekatan yang membantu dalam e-commerce baru, lingkungan berbasis web dimana status langkah pertama dari suatu bisnis sanga

(3) Cukup (2) Pendamping Perlu an (1) Cara menghasilka n bunyi Menjelaskan cara menghasilka n bunyi dari semua benda berdasarkan hasil eksplorasi dengan lengkap Menjelaskan

Perilaku prokrastinasi akademik adalah perilaku menunda-nunda aktivitas atau pekerjaan yang terkait dengan tugas akademik. Perilaku ini diukur dengan Skala

Jb : Saya memiliki sebuah inisiatif, dimana saya menggunakan inisiatif itu dalam melakukan maupun membuat suatu keputusan bagaimana hal terbaik yang harus

8 Dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan peneliti adalah pertanyaan, intreview dan observasi yang disampaikan kepada informan sesuai dengan perangkat