TEKNIK BUDIDAYA IKAN KERAPU CANTANG (Ephinephelus sp.), KERAPU CANTIK (Ephinephelus sp.), BAWAL BINTANG (Trachinotus blochii) DAN LOBSTER PASIR (Panulirus homarus) SISTEM KERAMBA JARING APUNG
DI BAPPL STP SERANG Oleh ;
Raissa Putri Bestari, Widya Atika Ambarita, Faridatun Amalia Hasanah, Miftahul Jannah, Moh. Ismail, M. Aidil Huda Djamil, Ayatullah Ruhiyya,
Arya Mahendra, M. Risky Isman
Program Studi Teknologi Akuakultur, Jurusan Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Sekolah Tinggi Perikanan, 2017
Dibawah Bimbingan :
Ir. Mulyanto, M.Ed dan D.H Guntur Prabowo, A.Pi.,MM Abstrak
Usaha pembesaran ika n Kerapu, bawal bintang dan lobster dilakukan karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Ikan ini, terutama kerapu cantang memiliki pertumbuhan yang relatif tinggi. Ikan ini dapat tumbuh hingga ukuran 500 gram dalam waktu 5-6 bulan. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian tentang teknik pembesaran dan Analisa usaha pembesaran ikan kerapu, bawal bintang dan lobster di keramba jaring apung. Analisa usaha dilakukan untuk mengetahui keuntungan dari hasil budidaya di keramba jaring apung BAPPL-STP Serang
Kata kunci : Pembesaran, Analisa Usaha PENDAHULUAN
Indonesia merupakan wilayah yang sangat potensial untuk dikembangkan kegiatan budidaya laut karena dikelilingi garis pantai yang cukup panjang serta memiliki beribu pulau dan adanya teluk dan selat (Purnawan, 2015). Peranan budidaya di Indonesia semakin meningkat sejalan dengan besarnya potensi pengembangannya baik sumberdaya lahan maupun jenis komoditas. Kegiatan perikanan memanfaatkan kawasan pantai yang telah memberikn konstribusi nyata bagi pembangunan nasional, tidak saja dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani tetapi juga sebagai ektor penghasil devisa dan mampu menciptakan lapangan kerja baru (Widodo, 2006)
. Pengembangan budidaya laut merupakan usaha meningkatkan produksi dan sekaligus merupakan langkah pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang. Dalam rangka mengimbangi pemanfaatan dengan cara penangkapan. Pengusaha budidaya merupakan salah satu contoh pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang berwawasan lingkungn (Affan M, 2011). Budidaya merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi dan nilai produksi perikanan, terutama untuk jenis-jenis biota bernilai ekonomis penting. Pengembangan usaha budidaya perlu dilakukan untuk biota yang memenuhi kriteria tertentu, antara lain stok atau populasi. Di alam sudah mengalami penurunan atau mendekati punah, usaha penangkapan dari alam sulit dan mahal permintaan dari konsumen sangat tinggi dan kesinambungan produksi tergantung dari kondisi alam. Dalam hal ini kerapu memiliki kriteria dan prospek yang sangat baik untuk dibudidayakan (Akbar,dkk 2012).
Ikan kerapu merupakan salah satu jenis ikan komersial yang disenangi oleh konsumen dalam dan luar negeri (Langkosono, 2005). Selain itu ikan kerapu memiliki nilai ekonomis tinggi dengan permintaan yang cukup besar di Asia Tenggara (Pierre, dkk. 2005; Yamamoto, 2006; Tookwimas, 1989)
Lobster merupakan salah satu konoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis penting dalam pengembangan produk perikanan tingkat lokal maupun internasional. Kondisi lobster yang memberikan nilai jual tinggi adalah lobster dalam kondisi hidup dan lengkap bagian-bagian tubuhnya yaitu belum ada bagian dari tubuhnya yang putus atau hilang. Salah satunya adalah lobster pasir (Panulirus homarus) yang memiliki nilai jual yang tinggi
METODE PRAKTEK 2.1 Waktu dan Tempat
Praktek keahlian ini dilaksanakan pada tanggal 09 Febuari 2017 sampai dengan tanggal 20 Maret 2017. Praktek dilaksanakan di Keramba Jaring Apung BAPPL-STP Serang yang berlokasi di Teluk Banten, Desa Karang Antu,Kecamatan Kasmen, Kabupaten Serang, Banten.
2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Alat
Alat yang diperlukan sebagai sarana dan prasarana untuk penunjang pelaksanaan pembesaran ikan kerapu Cantang di lokasi budidaya terutama diperairan terbuka yang menggunakan metode kurungan yaitu keramba jaring apung. Adapun alat dan yang digunakan selama praktek keahlian dapat dilihat pada tabel pada lampiran 1.
2.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan selama kegiatan pembesaran kerapu hibrida yaitu sebagai berikut :
1. Benih
Benih yang digunakan adalah Kerapu cantang yang berasal dari Situbondo, Jawa Timur. Adapun ciri-ciri benih yang baik adalah : ukuran seragam, sehat, tidak cacat, bersertifikat, dll.
2. Pakan
Pakan yang diberikan selama pelaksanaan praktek keahlian yaitu pakan rucah. Selama praktek dilakukan tidak pernah menggunakan pakan pelet, pakan rucah didapatkan dari nelayan hasil tangkapan sekitar kampus BAPPL-STP serang yang diambil dari TPI Karangantu.
HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pemeliharaan
3.1.1 Persiapan Pemeliharaan
Dalam pemeliharaan biota di Keramba Jaring Apung perlu dilakukan persiapan wadah pemeliharan, wadah yang digunakan adalah jaring berbahan polyethylene berukuran 3x3x4 dengan mess size 1,5 cm dan 4 cm. Sebelum dipasang jaring yang dugunakan di cek terlebih dahulu, karena jika ada yang robek bisa langsung dijahit dan untuk mengantisipasi lepasnya benih yang telah ditebar pada wadah tersebut. Kemudian jaring dipasang dengan mengikatkan tali ris masing sudut keramba, setelah itu dipasang pemberat dimasing-masing sudut agar jaring tetap simetris.
3.1.2 Penyediaan Benih
Benih yang ditebar di keramba jaring apung adalah benih kerapu cantang yang berasal dari Situbondo. Dalam penyediaan benih ada hal-hal yang harus diperhatikan yaitu kita harus memilih benih yang baik. Ciri-ciri benih yang baik
adalah ukuran seragam, tidak sakit, aktif mencari pakan. Benih diangkut melalui transportasi darat dengan sistem tertutup dan dilanjutkan dengan transportasi laut menggunakan speedboot di bawa ke KJA STP Serang.
3.1.3 Penebaran Benih
Penebaran benih dilakukan dengan aklimatisasi. Aklimatisasi merupakan adaptasi benih dengan media budidaya yang baru. Aklimatisasi dilakukan dengan cara kantong plastik yang berisi benih ikan kerapu dimasukkan kedalam lobang di KJA kemudian ditunggu hingga berembun, kemudian karet gelang pada plastik packing dibuka dan biarkan benih keluar dengan sendirinya. Selain itu, dilakukan penyesuaian dengan perlakuan pemberian pakan selama 2 minggu dengan perlakuan yang sama yaitu waktu dan dosis pemberian pakan yang sama.
3.1.4 Pengelolaan Pakan. a. Jenis Pakan
Pakan yang diberikan saat pemeliharaan adalah pakan berupa ikan rucah segar yang didapatkan dari TPI Karangantu. Ikan rucah segar memiliki nutrisi yang tinggi untuk mendukung pertumbuhan biota. Meskipun ikan rucah bersifat musiman, namun pakan rucah adalah pakan yang digemari oleh biota, selain itu pakan rucah harganya relatif muah dibandingkan dengan pellet. Oleh ebab itu di Keramba Jaring Apung BAPPL STP menggunakan pakan rucah sebagai pakan untuk biota yang dipelihara.
b. Dosis, Frekuensi, Waktu dan Jumlah Pemberian Pakan
Dosis pemberian pakan yang diberikan pada kerapu di BAPPL STP Serang adalah dengan dosis 7% sejak awal pemeliharaan. Frekuensi pemberian paan adalah dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Sedangkan menurut Sim dkk (2001) pemberian pakan pada ikan kerapu bervariasi
3.1.5 Pengamatan Kualitas Air a. Suhu
Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, baik organisme air laut, payau maupun air tawar. Dalam budidaya suhu haruslah diperhatikan karena akan mempengaruhi sistem metabolisme biota. Pengamatan suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer. Pengukuran dilakukan pada pagi dan sore hari. Suhu yang optimal adalah 28-32oC, sedangkan suhu di keramba jaring apung STP berkisar antara 28-30oC. Hal ini menunjukkan bahwa suhu dikeramba STP sudah optimal untuk dilakukan budidaya.
b. Salinitas
Salinitas adalah kandungan kadar garam disuatu perairan. Pengukuran salinitas dilakukan pada pagi hari. Sampel air diambil dengan botol emudian dilakukan pengecekan di laboratorium biologi menggunakan refraktometer. Salinitas optimal untuk budidaya adalah 28-35 ppt. Hasil pengukuran salinitas di Keramaba jaring apung STP berkisar anatara 27-31 ppt. Kisaran ini dikatakan bagus untuk budidaya.
c. pH
Derajat keasaman ( pH ) yaitu logaritme ion-ion hidrogen yang terlepas dalam suatu cairan. pH diperairan mempengaruhi tingkat kesuburan suatu perairan. Pengukuran pH dilakukan satu minggu sekali dengan menggunakan kertas lakmus. pH di keramba jaring apung STP adalah B. pH 8 adalah ph optimal untuk dilakukan budidaya.
d. Oksigen terlarut (DO)
Oksigen terlatrut (DO / Dissolved oxygen) merupakan faktor pembatas dalam budidaya. Karena DO yang tidak mencukupi dalam suatu kegiatan budidaya mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup biota. Biota air membutuhkan oksigen guna melakukan aktivitas berenang, bernafas, mencari makan serta respirasi. Jadi, dalam hal ini DO suatu oerairan harus mencukupi kebutuhan biota. DO yang optimal untuk budidaya adalah 5 ppm, di keramba STP serang didapatkan nilai DO 6 ppm. Pengukuran DO dilakukan satu minggu sekali. Pengukuran dilakukan dengan melakukan titrasi di Laboratorium Kimia BAPPL Sstp Serang.
e. Kecepatan Arus
Kecepatan arus berpengaruh terhadap sirkulasi air didalam jaring pada keramba. Untuk itu diperlukan pengukuran arus. Penguuran arus dilakukan dengan menggunakan current meter. Kecepatan arus di keramaba STP berkisar antara 0,18-0,33 m/menit.
f. Kecerahan
Kecerahan suatu perairan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran menggunakan secchi disk. Berdasarkan pengamatan kecerahan di keramba jaring apung STP berkisar antara 1,5-1,8 meter.
3.1.6 Pengamatan Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran panjang dan berat dalam suatu waktu. Pengukuran panjang dan berat dilakukan setiap 7 hari sekali. Sebelum proses pengukuran panjang dan berat. Pengukuran dilakukan dengan mengambil sampel ikan sebanyak 10 ekor dari setiap kantong jaring yang diamati.
Grafik 1. Pertumbuhan Kerapu Cantang unit 3 C
Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Sampling 4 Sampling 5
Be ra t (g r) Sampling ke
Grafik Pertumbuhan Kerapu Cantang Unit 3 Lobang C
Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3
B
erat
(gr)
Sampling ke
Grafik Pertumbuhan Kerapu Cantang Unit 4 Lobang
A
Grafik 2. Pertumbuhan Kerapu Cantang 4 A
Grafik 3. Pertumbuhan Kerapu Cantang Unit 4 C
Grafik 4. Pertumbuhan kerapu Cantang Unit 4 D 3.1.7 Hama dan Penyakit
a. Hama
Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Sampling 4 Sampling 5
Be ra t (g r) Sampling ke
Grafik PertumbuhanKerapu Cantang Unit 4 Lobang C
Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3
Grafik Pertumbuhan Kerapu Cantang Unit 4 Lobang
D
Hama yang sering ditemukan di keramba jaring apung BAPPL STP adalah ikan baronang, teritip, kepiting, kerang hijau, dan lumut yang biasanya menempel pada jaring pemeliharaan. Saat pemeliharaan dilakukan penggantina jaring 2 minggu sekali untuk menjaga kesehatan biota, karena jika jaring kotor maka sirkulasi air didalam jaring terhambat dan saat itu mudahnya menempel penyakit ataupun parasit pada tubuh biota.
b. Penyakit
Penyakit yang ditemukan pada biota di keramba jaring apung STP adalah penyakit jenis parasit yaitu dari golongan krustacea yaitu isopoda. Isopoda ini biasanya menyerang pada bagian mulut, insang, kulit dan sirip ikan kerapu. Kematian yang disebabkan oleh parasit ini relatif rendah. Ikan yang terinfeksi parasit ini biasanya tubuh nya melemah dan nafsu makan berkurang karena parasit ini paling sering diemui dibagian mulut.
3.2 Panen dan Pasca Panen 3.2.1 Panen
Panen biasanya sesuaikan dengan permintaan pasar. Permintaan pasar adalah ukuran 500 gram. Panen dapat dilakukan dengan dua metode yaitu panen total dan panen parsial. panen total adalah panen keseluruhan sedangkan panen parsial adalaha panen sebagian, yaitu sesuai permintaan konsumen/pasar.
Transportasi panen yaitu dapat dilakukan dengan transportasi terbuka dan transportasi tertutup, sesuai dengan jarak tempuh. Selama praktek dilakukan dengan sistem tertutup dan dibawa menggunakan speed boat ke daratan dan dilanjutkan dengan alat transportasi berikutnya ketempat tujuan
3.2.2 Pasca Panen
Penanganan pasca panen dilakukan dengan ikan yang sudah dipanen dimasukkan kedalam bak fiber yang berisi air dengan suhu yang sudah diturunkan yaitu 18oC. Hal ini bertujuan untuk memingsankan ikan agar ikan tidak banyak beraktifitas seta untuk memperlambat proses metabolisme ikan. Ikan yang telah
pingsan di packing ke dalam plastik packing 2 lapis dengan yang telah berisi air dan diberikan oksigen. Kemudian dimasukkan kedalam sterofoam dan bagian sudut sterofoam diberi es batu yang dibungkus dengan koran untuk menjaga suhu dalam sterofoam, setelah itu sterofoam ditutup dan dilakban dan siap untuk di transportasikan ke tempat tujuan.
3.3 Analisa Usaha
Diketahui analisa usaha dalam budidaya ikan kerapu dikeramba jaring apung adalah dengan Biaya investasi Rp1.159.500.000,-, Biaya penyusutan/tahun Rp84.410.000,- dengsn Biaya tetap Rp108.410000,- dan Biaya tidak tetap Rp63.539.000,-, maka Biaya operasional Rp172.045.000,-.dengan pendapatan Rp169.050.000,-/tahun.
Laba/rugi = Pendapatan – biaya operasional = Rp169.050.000,00 - Rp172.045.000,-. = -Rp2.995.000,00
Berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahui bahwa usaha budidaya di keramba jaring apung rugi sebesar Rp2.995.000,00
KESIMPULAN
1. Berdasarkan dari pengamatan yang dilakukan selama praktek dilapangan. Ikan yang dibudidayakan dala jaring yang terpisah memiliki ADG sebagai berikut : Unit 3C 3,8 gr/hari, Unit 4A 0,9 gr/hari, Unit 4C 4,32 gr/hari dan Unit 4D 2,7 gr/hari.
2. Hasil perhitungan analisa usaha yang diperoleh dalam usaha pembesaran ikan kerapu mengalami kerugian sebesar Rp2.995.000,00
DAFTAR PUSTAKA
Affan, M. 2012. Identifikasi Lokasi Untuk Pengembangan Budidaya Keramba
Jaring Apung (KJA) Berdasarkan Faktor Lingkungan dan Kualitas Air di Perairan Pantai Timur Bangka Tengah. Depik, 1 (1) : 78-85.
Akbar, S. Marsoedi. Soemarno dan Ksanaenae, E. 2012 Pengaruh Pemberian Pakan Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) pada fase pendederan di Keramba Jaring Apung (KJA). Jurnal Teknologi Pangan Vol.1 No.2
Pierre, S., S. Gaillard, N. Prevot-D’alvise, J. Aubert, O. Rostaing-Capaillon, D. Leung-Tack, J.P.Grillasca. 2008. Grouper Aquaculture; Asian success and Mediterrancan trials. Aquatic Conservative; Marine Freshwater Ecosystem, 18;297-308.
Purnawan, S. Zaki, M. Asnawi, T. Stiawan, I. 2015. Studi Penentuan lokasi
Budidaya Kerapu Menggunakan Keramba Jaring Apung di Perairan Timur Simeule. Depik, hal 40-48.
Widodo, M,S, 2006. Deprensiasi Gonad Seks(Hemaprdoit protagini) Pada Ikan
Kerapu Lumpur (Epinephelus coides hamilton) Pada Kisaran Berat Tubuh Yang Berbeda DI Perairan Tanjung Luar, Lombok Timur, NTB. Journal
Protein, Vol.13.No.2.
Yamamoto, K. 2006. Asia Pasific Maine Finfish Aquaculture Network (APMFAN) and The Efforts Towards Sustainabel Grouper Aquaculture in The Regio n. Paper Presented at the NACA/FAO Regional Workshop “The Future Of Mariculture; A regional Approach For Responsible Development of Marine Farming in the Asia-Pasific Region’China.