• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN KOMITMEN ORGANISASIONAL PADA KARYAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN KOMITMEN ORGANISASIONAL PADA KARYAWAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL WELL-BEING

DENGAN KOMITMEN ORGANISASIONAL PADA

KARYAWAN

Oleh: Intan Novitasari Yulianti Dwi Astuti

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2016

(2)

i

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL WELL-BEING

DENGAN KOMITMEN ORGANISASIONAL PADA

KARYAWAN

Oleh: Intan Novitasari Yulianti Dwi Astuti

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2016

(3)
(4)

iii

HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN KOMITMEN ORGANISASIONAL PADA KARYAWAN

Intan Novitasari Yulianti Dwi Astuti

Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Jalan Palagan No. 80 D, Sleman, Yogyakarta

087738683720 ntan.vita@gmail.com

ABSTRACT

Commitment is the most important issue in the organization to maintain its human capital. Some organizations incorporate elements of the commitment as one of the requirements to hold an office or position (Kuncoro, 2009). This study aims to determine the relationship between psychological well-being with commitment organizational of employees. The hypothesis of this study is that there is a positive and significant relationship between psychological well-being with commitment organizational of employees. Subjects in this study amounted to 53 people who are employees of the directorates of a Private Higher Education (PTS) in Yogyakarta aged 25 to 57 years with a minimum term of 6 months. This study uses two measuring devices, namely: commitment organizational scale modified from Meyer and Allen (1990) and scale of psychological well-being modified based on aspects from Ryff (1995). The analytical method used is hypothesis testing. The result showed that there was a positive and significant correlation between psychological well-being with commitment organizational of employees (p = 0.001 (p < 0.05)). Hypothesis analysis indicates psychological well-being provides effective contribution of 17.9% to the commitment organizational. Thus, hypothesis is accepted.

Keywords: Psychological Well-Being, Commitment Organizational, Employee

(5)

1

Pengantar

Organisasi merupakan perangkat sosial dan teknologi yang terdiri dari faktor-faktor manusia dan fisik. Sumber daya manusia merupakan faktor sentral dalam pengelolaan suatu organisasi. Menurut Wingnyowito (2002), sumber daya utama dari sebuah organisasi adalah manusia, sehingga kemampuan dan kompetensi karyawan harus menjadi prioritas utama untuk ditingkatkan dan dikembangkan semaksimal mungkin. Komitmen merupakan isu terpenting dalam organisasi untuk mempertahankan modal manusianya. Beberapa organisasi memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang suatu jabatan atau posisi yang ditawarkan dalam iklan-iklan lowongan pekerjaan, akan tetapi pada kenyataannya yang banyak terjadi adalah organisasi pun belum memahami arti komitmen dengan baik (Kuncoro, 2009).

Menurut Meyer dan Allen (2007), karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi akan meyakini dan menerima tujuan juga nilai yang dimiliki oleh organisasi, berusaha dengan sungguh-sungguh demi organisasi, serta mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi. Mayer dan Allen (1997) juga mendefinisikan komitmen organisasional sebagai keadaan psikologis yang mencirikan hubungan karyawan dengan organisasi dan memiliki implikasi bagi keputusan untuk melanjutkan keanggotaan dalam organisasi. Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai keadaan di mana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.Tanpa adanya komitmen organisasi pada karyawan, perusahaan akan

(6)

2

sulit mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan untuk mencapai kepentingan bersama. Komitmen organisasional karyawan pada perusahaan dapat meminimalisir turnover dan tingkat absensi serta diharapkan dapat meningkatkan kinerja mereka. Pentingnya komitmen yang tinggi dari karyawan bagi suatu perusahaan dijelaskan oleh Mathieu dan Zajac (dalam Kingkin, Rosyid & Anjani, 2010) yang menyatakan bahwa dengan adanya komitmen yang tinggi pada karyawan maka perusahaan akan mendapatkan dampak positif. Dampak positif tersebut antara lain meningkatnya produktivitas, kualitas kerja dan kepuasan kerja karyawan serta menurunnya tingkat keterlambatan, absensi dan turnover.

Menurut Biggart dan Hamilton (Sopiah, 2008), bahwa pada umumnya organisasi akan memberikan imbalan kepada karyawan atas pengorbanan yang telah diberikan pada organisasi. Selain itu, budaya organisasi yang positif dan menyenangkan di tempat karyawan bekerja akan berdampak pada meningkatnya komitmen pada karyawan. Menurut Carsten dan Spector (dalam Sopiah, 2008), dampak yang ditimbulkan adalah karyawan tersebut akan tetap tinggal dalam organisasi. Permasalahan komitmen karyawan menurut Steers dan Porter (dalam Sopiah, 2008) dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor personal (job

experience, psychological contract, job choice factors, dan karakter personal),

faktor organisasi (initial works experiences, job scope, supervision, dan goal

consistency organizational), non-organizational factors (availability of alternative job). Salah satu faktor penentu komitmen organisasi yang terpenting adalah psychological well-being yang menarik untuk dicermati lebih lanjut.

(7)

3

Psychological well-being merupakan salah satu dari beberapa penyebab

yang dapat mempengaruhi komitmen kinerja individu terhadap suatu perusahaan. Penelitian-penelitian terdahulu mengenai kesejahteraan psikologis telah banyak dilakukan, seperti yang telah dilakukan Annisa dan Zulkarnain (2013), mereka melaporkan bahwa ada kolerasi positif antara psychological well-being dengan komitmen terhadap organisasi. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni dan Jannah (2014), menyatakan bahwa ada kolerasi positif antara

psychological well-being dengan kepribadian Hardiness.

Menurut Nopiando (2012) psychological well-being merupakan kondisi tercapainya kebahagiaan tanpa adanya gangguan psikologis yang ditandai dengan kemampuan individu mengoptimalkan fungsi psikologisnya. Ryff (1989) mendefinisikan psychological well-being sebagai suatu keadaan ketika individu dapat berfungsi optimal dan dapat menerima segi positif dan negatif diri, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, dapat mengontrol perilakunya sendiri, mampu mengendalikan lingkungan, memiliki tujuan hidup, serta memiliki keinginan untuk terus mengembangkan potensi diri.

Psychological well-being merupakan hal yang sangat penting dalam

mencapai kesuksesan seorang pekerja (Annisa & Zulkarnain, 2013). Ketika suatu organisasi mempertimbangkan kesejahteraan karyawannya secara psikologis, maka karyawan akan dapat merasa nyaman dalam lingkungan organisasi, mampu menempatkan diri, mampu bekerja secara efesien sehingga memberikan keuntungan bagi suatu organisasi. Hal ini juga dapat membuat karyawan memiliki komitmen untuk tetap bekerja dalam sebuah perusahaan dengan jaminan adanya

(8)

4

kesejahteraan psikologis yang karyawan dapatkan selain hanya bekerja, sehingga suatu organisasi akan terus meningkatkan produktivitas perusahaannya dari karyawan-karyawan yang memiliki potensi baik dan tidak akan kehilangan karyawannya dengan mudah. Maka dari itu, peneliti ingin melakukan mengetahui apakah ada hubungan antara psychological well-being dengan komitmen organisasional pada karyawan?

Metode Penelitian

Subjek penelitian yang terlibat di dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja pada salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Yogyakarta dengan masa kerja minimal 6 bulan. Pengambilan data penelitian menggunakan metode skala, yaitu dengan menggunakan skala psychological well-being yang dimodifikasi dari skala penelitian Ryff dan Keyes (dalam Abbott dkk, 2006) yang disusun berdasarkan dimensi dari teori Ryff. Skala komitmen organisasional menggunakan skala yang dikembangkan oleh Allen dan Meyer (1990) dan telah diadaptasi oleh peneliti. Skala ini disusun berdasarkan komponen dari teori Meyer dan Allen (2007). Analisis data penelitian menggunakan teknik analisis korelasional product moment dari Pearson melalui program komputer SPSS

version 16.0 for Windows.

Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan 55 subjek yang merupakan karyawan di salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Yogyakarta dengan kisaran usia 25-57 tahun dan masa kerja minimal 6 bulan. Subjek dalam penelitian ini tidak dibedakan dari jenis kelamin maupun jenis pekerjaan dan pendidikan.

(9)

5

berdasarkan data penelitian yang didapatkan, diketahui bahwa tingkat

psychological well-being karyawan tergolong sedang dengan presentase 41,5%

dan tingkat komitmen organisasional karyawan tergolong sedang dengan presentase 35,85%.

Pada penelitian ini, uji normalitas dalam analisis data menggunakan teknik

Test of Normality Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan hasil pengolahan data untuk

variabel komitmen organisasional, diperoleh nilai p = 0,2. Hasil uji normalitas tersebut menunjukkan bahwa sebaran data komitmen organisasional terdistribusi secara normal. Selain itu, dari hasil pengolahan data untuk variabel psychological

well-being diperoleh nilai p = 0,2 sehingga distribusi data dinyatakan normal.

Sementara hasil uji linearitas menunjukkan nilai F = 11,146 dengan p = 0,03. Hasil ini menunjukkan bahwa hubungan antara psychological well-being dengan komitmen organisasional memenuhi asumsi linearitas atau berada dalam satu garis lurus.

Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik

product moment dari Pearson dikarenakan hasil uji asumsi yang menyatakan data

normal dan linear. Berdasarkan uji hipotesis yang dilakukan, didapat nilai didapat nilai r = 0,432 dan p = 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara dan signifikan antara psychological well-being dengan komitmen organisasional pada karyawan, sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima. Disamping itu, nilai koefisien determinasi (r2) yang diperoleh adalah sebesar 0,179, dimana hal tersebut menunjukkan psychological well-being memberi pengaruh sebesar 17,9% terhadap komitmen organisasi pada karyawan.

(10)

6

Berdasarkan hasil analisis tambahan menggunakan beda Independent

Sample T-Test, menunjukkan bahwa mean tiap kelompok pada kelompok

komitmen organisasi yaitu pada kelompok subjek yang bekerja selama 1-20 tahun nilainya 52,62 dan lebih rendah dari kelompok subjek yang bekerja selama 21-40 tahun dengan nilai 55,84. Sedangkan nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,149 > 0,05. Data tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara rata-rata komitmen organisasi pada kelompok subjek yang bekerja selama 1-20 tahun dan kelompok subjek yang bekerja selama 21-40 tahun.

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara psychological

well-being dengan komitmen organisasional pada karyawan di sebuah Perguruan

Tinggi Swasta (PTS) di Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

psychological well-being secara signifikan dan positif berhubungan dengan

komitmen organisasional. Hubungan kedua variabel ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) = 0,423 dan p = 0,001 (p < 0,05) yang artinya bahwa psychological

well-being memberikan sumbangan efektif terhadap komitmen organisasional

pada karyawan dan variabel psychological well-being memberi sumbangan efektif sebesar 17,9% terhadap komitmen organisasional pada karyawan. Hubungan positif antara kedua variabel ini menunjukkan bahwa semakin tinggi

psychological well-being karyawan, maka semakin tinggi pula komitmen

organisasional yang dimiliki oleh karyawan. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah psychological well-being karyawan, maka semakin rendah pula komitmen

(11)

7

organisasional yang dimiliki oleh karyawan tersebut. Hasil tersebut menyatakan bahwa hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini dapat diterima.

Adanya hubungan antara psychological well-being dengan komitmen organisasional pada karyawan dapat menggambarkan bahwa psychological

well-being mampu meningkatkan komitmen organisasional pada karyawan di

perusahaan. Perusahaan yang mampu memperhatikan kesejahteraan karyawan baik kesejahteraan secara fisik hingga psikologis akan mampu meningkatkan produktivitas kinerjanya di dalam perusahaan tersebut serta bertanggung jawab dalam setiap tugas yang diberikan oleh perusahaan tersebut. Perusahaan yang mampu mempertimbangkan karyawan sehingga membuat karyawan terpuaskan kebutuhan pribadinya akan membuat karyawan bekerja dengan lebih optimal. Selain itu karyawan juga akan mengganggap tugas yang diberikan serta masalah di perusahaan merupakan masalah bagi diri karyawan tersebut, sehingga karyawan akan mengupayakan seluruh kemampuannya untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di dalam perusahaan.

Subjek pada penelitian ini berjumlah 53 karyawan yang bekerja di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Yogyakarta dengan masa kerja minimal 6 bulan. Deskripsi berdasarkan jenis kelamin, yaitu jumlah laki-laki yang bekerja di PTS tersebut mendominasi dengan jumlah presentasi 58,5% (31 karyawan) sedangkan wanita sebesar 41,5% (22 karyawan). Berdasarkan masa kerja terdapat 37,7% (20 karyawan) yang bekerja dengan masa 1 hingga 10 tahun, 28,3% (15 karyawan) yang bekerja dengan masa 11 hingga 20 tahun, serta jumlah sama

(12)

8

pada masa kerja 21 hingga 30 tahun, dan 5,7% (3 karyawan) dengan masa kerja 31 hingga 40 tahun.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Priyadi (dalam Kingkin, Haryanto, dan Ruseno, 2010) ruang waktu masa kerja yang cukup, sama dengan orang yang telah memiliki pengalaman kerja yang luas, baik hambatan maupun keberhasilannya. Masa kerja yang lama juga akan membentuk pola kerja yang efektif, karena berbagai kendala yang muncul akan dapat dikendalikan berdasarkan pengalamannya, sehingga karyawan yang berpengalaman akan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan dapat mengurangi tingkat turn

over yang menyebabkan komitmen pada organisasi rendah. Berdasarkan uji beda

yang dilakukan mengenai komitmen organisasional pada masa kerja subjek dengan membagi dua kelompok komitmen dengan masa kerja 1 hingga 20 tahun dan 21 hingga 40 tahun diperoleh bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Ho diterima berarti bahwa tidak ada perbedaan antara rata-rata komitmen organisasional pada kelompok subjek yang bekerja selama 1 hingga 20 tahun dan kelompok subjek yang bekerja selama 21 hingga 40 tahun dengan nilai Sig.

(2-tailed) sebesar 0,149 > 0,05.

Berdasarkan norma tabel kategorisasi skor komitmen organisasional, dapat dilihat bahwa sebagian besar komitmen organisasional karyawan berada pada kategori sedang sebanyak 19 karyawan (35,85%). Sedangkan pada kategori rendah terdapat 18 karyawan (33,96%), kategori tinggi terdapat 13 karyawan (24,53%), dan pada kategori sangat tinggi terdapat sangat tinggi karyawan (5,66%). Menurut Mayer dan Allen (2007) komitmen organisasional merupakan

(13)

9

keadaan psikologis yang mengikat karyawan untuk sebuah organisasi, sehingga mengurangi kejadian turnover dan sebagian pola pikir yang mengambil bentuk yang berbeda serta mengikat tindakan khusus individu yang relevansi dengan target tertentu.

Ditinjau dari sudut karyawan, komitmen karyawan yang tinggi akan berdampak pada peningkatan karir karyawan itu sendiri (Sopiah, 2008). Sebaliknya, ditinjau dari segi perusahaan menurut Steers (dalam Sopiah, 2008), karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi pada organisasi akan memberikan sumbangan terhadap organisasi dalam stabilitas tenaga kerja. Komitmen karyawan, baik yang tinggi maupun rendah akan berdampak pada karyawan itu sendiri terhadap perkembangan karier karyawan itu di perusahaan dan berdampak pada organisasi dengan kinerja karyawan terhadap organisasi yang tinggi (Sopiah, 2008).

Psychological well-being menurut Ryff (dalam Annisa & Zulkarnain, 2013)

merupakan suatu variabel psikologis yang mengukur tentang kondisi kesejahteraan seorang individu dalam hidupnya. Artinya, suatu keadaan ketika individu dapat berfungsi optimal, memiliki hubungan yang positif dengan rekan kerja, dapat mengontrol perilaku diri sendiri dalam pekerjaan, mampu mengendalikan lingkungan kerja, memiliki serta memiliki keinginan untuk mengembangkan potensi diri dalam bidang pekerjaan. Berdasarkan normal tabel kategorisasi subjek pada psychological well-being sebagian besar berada pada kategori sedang yaitu 22 karyawan (41,5%). Sedangkan pada kategori rendah

(14)

10

terdapat 19 karyawan (35,9%), serta 9 karyawan (16,9%) pada kategori tinggi, dan 3 karyawan (5,7%) pada kategori sangat tinggi.

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa psychological well-being dapat mempengaruhi komitmen organisasional pada diri karyawan. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Annisa dan Zulkarnain (2013) bahwa adanya pengaruh positif yang signifikan antara psychological well-being dengan komitmen organisasional, yaitu semakin tinggi psychological well-being yang dimiliki karyawan maka semakin tinggi pula komitmen organisasional yang dimiliki oleh karyawan. Meskipun presentase komitmen berada pada kategori tinggi dan psychological

well-being pada kategori sedang, namun selisih presentase yang dimiliki

masing-masing kategori tidak terlalu jauh.

Penelitian ini secara keseluruhan memiliki beberapa keterbatasan, misalnya dalam pengambilan data yang dilakukan tanpa bisa penelitian mengawasi langsung proses pengisian kuesioner. Hal ini dikarenakan karyawan yang memiliki keterbatasan waktu atau kesibukan jam kerja sehingga meminta peneliti untuk meninggalkan kuesioner dan mengambil sesuai dengan permintaan karyawan. Sehingga memungkinkan adanya faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi penilaian karyawan dalam pengerjaan kuesioner.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara psychological well-being dan komitmen organisasi pada karyawan, dimana semakin tinggi psychological well-being yang

(15)

11

didapatkan oleh karyawan maka semakin tinggi pula komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawan terhadap perusahaan. Sebaliknya, semakin rendah

psychological well-being yang didapatkan oleh karyawan maka semakin rendah

pula komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawan terhadap perusahaan. Sehingga hipotesis yang diajukan pada penelitian dapat diterima.

Saran

1. Bagi Pimpinan Perguruan Tinggi Swasta

Penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi pemimpin Perguruan Tinggi Swasta untuk lebih memperhatikan kembali kebutuhan karyawan guna untuk meningkatkan produktivitas kinerja dan juga komitmen yang dimiliki karyawan. Berdasarkan dari hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menyatakan bahwa psychological well-being dan komitmen organisasional yang dimiliki karyawan berada dalam kategori rendah hingga sedang. Sehingga

psychological well-being perlu ditingkatkan agar komitmen organisasional

pada karyawan meningkat. Pimpinan di PTS yang dapat mempertimbangkan

psychological well-being karyawan akan membuat karyawan nyaman dalam

bekerja dan lebih berusaha menunjukkan kemampuannya dalam bekerja semaksimal mungkin. Psychological well-being dapat ditingkatkan dengan mempertimbangkan prestasi yang ingin dicapai oleh karyawan seperti memberikan training pengembangan kinerja sehingga karyawan dapat memiliki pengalaman yang banyak selama bekerja diperusahaan tersebut. Selain itu, psychological well-being dapat ditingkatkan dengan pimpinan terus

(16)

12

menjalin hubungan baik dengan karyawannya. Karyawan yang terjamin juga akan mengurangi rendahnya komitmen organisasi dan turnover di PTS.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti menyarankan bagi peneliti selanjutnya agar mempertimbangkan kembali metode penyebaran data sehingga data yang dihasilkan lebih menjamin validitas hasil skala alat ukur. Peneliti juga disarankan untuk mengawasi secara langsung pengisian skala oleh subjek sehingga tidak ada faktor lain yang mempengaruhi pengisian skala.

(17)

13

Daftar Pustaka

Anggraeni, Tania P., & Jannah, M. (2014). Hubungan antara Psychological

Well-Being dan Kepribadian Hardiness dengan Stres pada Petugas Port Security. Character, Vol. 3 (2) 1-8.

Annisa dan Zulkarnain. (2013). Komitmen Terhadap Organisasi Ditinjau Dari Kesejahteraan Psikologis Pekerja. Jurnal Psikologi, Vol.15 (1) 1-7.

Kingkin P, Haryanto F. Rosyid, Ruseno Arjanggi. (2010). Kepuasan Kerja Dan Masa Kerja Sebagai Prediktor Komitmen Organisasi Pada Karyawan PT Royal Korindah Di Purbalingga. Proyeksi, Vol. 5 (1) 17-32.

Kuncoro, Mudrajad. (2009). Metode riset untuk bisnis & ekonomi. Jakarta: Erlangga.

Mayer dan Allen. (1990). The Measurement and Antecedents of Affective, Continuance, and Normative Commitment to The Organization. Jurnal of

Occupational Psychology, Vol. 1 (63) 1-18.

Mayer dan Allen. (2007). Meyer and Allen Model of Organizational Commitment: Measurement Issues. The Icfai 8 Journal of Organizational

Behavior, Vol. 6 ( 4) 1-25.

Nopiando, Bambang. (2012). Hubungan Antara Job Insecurity dengan Kesejahteraan Psikologis pada Karyawan Outsoucing.

Robbins, S & Judge A. T. (2007). Perilaku Organisasi Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat.

Ryff, C. D. (1989). Happiness is Everything or Is It? Explorations on the Meaning of Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social

Psychology, Vol. 57 (6) 1069-1081.

Sopiah. (2008). Perilaku Organisasional. Yogyakarta: ANDI.

Wingnyowito, S. (2002). Leadership-Followership (Hubungan Dinamis Kepemimpinan Keanakbuahan Sebagai Kunci Sukses Organisasi). Jakarta: Penerbit PPM.

(18)

14

Identitas Penulis

Nama : Intan Novitasari

Alamat Kampus : Jalan Kaliurang Km. 14,5, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

Alamat Rumah : Jalan Palagan No. 80 D, Desa Sariharjo, Nganglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

No. Hp : 087738683720 Email : ntan.vita@gmail.com

Referensi

Dokumen terkait

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas maka tujuan penelitian ini antara lain sebagai berikut: Mengetahui apakah Profitabilitas, Laverage,

Tetapi setelah dilakukan teguran oleh Pengadilan, pihak yang kalah tidak mengindahkan, maka putusan yang telah berkekuatan hukum yang tetap itu tidak dapat

Kebijakan pembangunan keluarga melalui PK3 dilaksanakan dengan cara: (1) peningkatan kualitas anak dengan pemberian akses informasi, pendidikan, penyuluhan, dan

Setelah didapatkan waktu dari aktivitas hambatan edema maksimum kemudian dibuat kurva hubungan antara dosis dan % hambatan edema (%inhibisi) maksimum pada jam ke 2,5,

keterampilan bereksperimen pada pembel- ajaran IPA terhadap siswa kelas V SDN Ka- rangasem II Surakarta tahun ajaran 2016/ 2017. Berdasarkan hasil pengamatan observer di

Praktik Mura&gt;bah}ah bil Waka&gt;lah pada pembiayaan Mitra Amanah Syariah di BPRS Magetan menurut hukum Islam akadnya fasid, karena ada sebagian rukun yang tidak

Fokus penelitian tesis ini adalah Strategi Kontra Radikalisme Di Kalangan Kaum Muda Muslim Dalam Program Positive &amp; Peace Cyber Activism, yang mana penelitian

Tidak terlepas hubungannya dengan pernyataan di atas, maka salah satu tugas dari statistik sebagai ilmu pengetahuan adalah menyajikan atau mendeskripsikan data angka yang