commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas mengenai konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian, sebagai landasan dan dasar pemikiran untuk membahas serta menganalisa permasalahan yang ada.
2.1 Klaster Biofarmaka Karanganyar
Pada sub bab ini akan dijelaskan tentang gambaran Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar.
2.1.1 Gambaran Umum Klaster Biofarmaka Karanganyar
Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu sentra tanaman biofarmaka di Jawa Tengah, yang menyediakan bahan baku jamu tradisional yang jumlahnya melimpah. Tanaman biofarmaka ini dapat tumbuh baik secara alami maupun dibudidayakan oleh para petani baik perorangan maupun kelompok. Menurut data dari Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan, Kabupaten Karanganyar memiliki luas lahan tanaman obat-obatan sekitar 200 Ha (BPP Jateng, 2010). Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan potensi biofarmaka yang cukup besar Pemerintah Kabupaten Karanganyar membentuk Klaster Biofarmaka pada bulan Maret 2011. Klaster ini beranggotakan gabungan dari beberapa kelompok tani biofarmaka di Kabupaten Karanganyar antara lain:
1. Kelompok Tani Sumber Makmur dari Kecamatan Jumantono. 2. Kelompok Tani Madu Asri II dari Kecamatan Ngargoyoso. 3. Kelompok Tani Kridotani dari Kecamatan Kerjo.
4. Kelompok Tani Aneka Karya Lestari dari Kecamatan Mojogedang. 5. Kelompok Tani Trisno Asih dari Kecamatan Jumapolo.
6. Kelompok Tani Sedyo Tekad dari Kecamatan Jatipuro. 7. Kelompok Tani Ngudi Mulyo dari Kecamatan Kerjo. 8. Kelompok Tani Tani Waras dari Kecamatan Jatipuro
9. Kelompok Tani Ngudi Makmur I dari Kecamatan Jumantono. 10. Kelompok Tani Kismo Mulyo dari Kecamatan Jumapolo.
commit to user
2.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan Klaster Biofarmaka
Visi dari Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah mewujudkan Kabupaten Karanganyar sebagai sentra biofarmaka di Indonesia.
Misi dari Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan luas lahan, ketrampilan budi daya toga, dan kualitas produksi. 2. Kerjasama dengan pemerintah dan pelaku pasar serta pengembangan usaha
berbasis teknologi dan pemberdayaan masyarakat.
Tujuan dari Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan jumlah produksi dan penghasilan petani.
2. Terbentuknya home industry biofarmaka berupa simplisia, tepung/serbuk, dan jamu instan.
3. Meningkatkan kesejahteraan para anggota klaster dan masyarakat.
2.1.3 Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka
Struktur organisasi Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka
commit to user
Adapun tugas, wewenang, serta tanggung jawab pada setiap struktur organisasi Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut: 1. Ketua
a. Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang ada di klaster. b. Mengkoordinir semua kelompok tani yang menjadi anggota klaster.
c. Menyelesaikan dan mencari solusi atas semua permasalahan yang terjadi dari hulu ke hilir yang meliputi budidaya, panen, pasca panen, pengolahan, pemasaran, permodalan, serta sarana dan prasarana yang dapat menunjang produktivitas klaster.
2. Wakil Ketua I dan II
Membantu kerja ketua untuk mengkoordinir semua kegiatan yang ada di klaster.
3. Sekretaris
Mencatat dan melaporkan semua kegiatan dari hulu ke hilir berdasarkan laporan dari tupoksi (tugas pokok dan fungsi) terkait kegiatan.
4. Wakil Sekretaris
Membantu kerja sekretaris dalam hal kearsipan laporan semua kegiatan yang dilaksanakan di klaster.
5. Bendahara
Mencatat semua pengeluaran yang berkaitan dengan keuangan termasuk permodalan.
6. Produksi Usaha
Mengkoordinir semua kegiatan yang terkait dengan budidaya dan pengolahan pasca panen.
7. Pengolahan dan Pemasaran
Mengkoordinir dan memfasilitasi semua kegiatan yang terait dengan pemasaran.
8. Usaha
commit to user
2.1.4 Produktivitas Klaster Biofarmaka
Jumlah anggota Klaster Biofarmaka di Kabupaten Karanganyar adalah 400 petani biofarmaka. Berbagai komoditas yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Produktivitas Klaster Biofarmaka
No. Jenis Komoditas Luas (Ha) Jumlah Hasil Panen (Kg)
1. Jahe 77 544.000 2. Kunyit 94 940.000 3. Kencur 16 93.000 4. Temulawak 39 365.000 5. Lengkuas 31 287.000 6. Kunyit Mangga 5 45.000 7. Kunyit Putih 3 38.000 8. Bengle 5 30.000 9. Temu Ireng 5 30.000 10. Temu Kunci 3 18.000
Sumber: Klaster Biofarmaka, 2011 2.2 Perancangan Produk atau Alat
Perancangan adalah suatu proses yang bertujuan untuk menganalisis, menilai dan memperbaiki serta menyusun suatu sistem, baik untuk sistem fisik maupun nonfisik yang optimum untuk waktu yang akan datang dengan memanfaatkan informasi yang ada (Nurmianto, 2003).
Fungsi perancangan memainkan peranan penting dalam mendefinisikan bentuk fisik produk agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan (Ulrich dan Epinger, 2001). Langkah-langkah pembuatan perancangan akan mengikuti sebagian metode Ulrich dan Epinger. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Identifikasi kebutuhan pelanggan 2. Penentuan spesifikasi Rancangan 3. Penyusunan konsep perancangan 4. Pembuatan prototipe
2.2.1 Identifikasi Kebutuhan Pelanggan
Proses identifikasi kebutuhan pelanggan merupakan bagian yang integral dari proses pengembangan produk, dan merupakan tahap yang mempunyai
commit to user
hubungan paling erat dengan proses penurunan konsep dan menetapkan spesifikasi produk. Menurut Ulrich dan Epinger, (2001), ada 5 tahap proses identifikasi kebutuhan pelanggan yaitu:
1. Mengumpulkan data mentah dari pelanggan
Ada beberapa metode yang biasa digunakan antara lain : wawancara, focus
discussion, observasi produk saat digunakan kemudian data-data yang
diperoleh didokumentasikan bisa berupa rekaman suara,catatan,rekaman video, dan foto
Kebutuhan dapat diidentifikasikan lebih efisien dengan mewawancarai sekelompok pengguna yang disebut pengguna utama. Menurut Von Hippel, (1988), pengguna utama adalah pengguna yang berpengalaman dan berpandangan lebih maju kedepan. Pengguna seperti ini berguna sebagai sumber data karena mereka seringkali mampu mengkomunikasikan kebutuhan yang mereka rasakan karena selama ini telah berkutat dengan ketidaksempurnaan produk sekarang. Mereka kadang telah menemukan solusi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dengan memfokuskan pengumpulan data terhadap pengguna utama maka dapat mengidentifikasikan kebutuhan sebenarnya bagi pengguna utama. Berikut adalah beberapa tuntutan untuk melakukan interaksi yang efektif dengan pengguna
a. Biarkan wawancara mengalir apa adanya
Jika pengguna mengungkapkan informasi yang berharga jangan terpaku dengan tuntutan wawancara. Ingat, tujuan kita adalah untuk mengumpulkan data penting mengenai kebutuhan pengguna, jangan batasi wawancara pada jangka waktu tertentu
b. Gunakan perangsang visual dan alat peraga
Bawalah produk-produk yang sekarang yang berhubunga dengan produk yang sedang dikembangkan. Pada akhir sesi wawancara, pewawancara boleh menunjukkan beberapa konsep awal dari produk untuk mendapatkan reaksi awal pengguna.
commit to user
c. Hindari hipotesa awal tentang teknologi produk
Seringkali pengguna membuat asumsi yang terlalu jauh tentang konsep produk yang mereka harapkan dapat memenuhi kebutuhan mereka. Pada situasi ini pewawancara harus mengindari diskusi tentang bagaimana produk akhirnya akan didesain. Ketika pengguna mengusulkan teknologi atau ciri-ciri produk tertentu, pewawancara harus menyelidiki dan menggali kebutuhan yang mendasari pelanggan mengungkapkan usulannya itu.
d. Biarkan pengguna mendemonstrasikan produk
Jika wawancara dilakukan pada lingkungan pengguna produk, demonstrasi biasanya cukup berguna dan dapat memberikan informasi baru mengenai produk.
e. Bersiaplah dengan kejutan atau ekspresi yang tercetus dari kebutuhan yang tersembunyi
Jika pengguna mengungkapkan sesuatu yang mengejutkan, telusuri dengan melakukan pertanyaan ulang. Seringkali pertanyaan yang tidak direncanakan akan mengungkapkan kebutuhan yang tersembunyi.
f. Amati informasi non verbal
Proses yang diuraikan ditujukan untuk menghasilkan produk yang lebih baik. Namun kata-kata tidak selalu merupakan cara yang terbaik untuk mengkomunikasikan kebutuhan yang berhubungan dengan sifat fisik produk.
2. Menginterpretasikan data mentah menjadi kebutuhan pelanggan
Kebutuhan pelanggan diekspresikan sebagai pernyataan tertulis dan merupakan hasil interpretasi kebutuhan yang berupa data mentah yang diperoleh dari pelanggan. Daftar kebutuhan pelanggan merupakan susunan final dari semua kebutuhan yang diperoleh dari wawancara yang telah dilakukan.
3. Mengorganisasikan kebutuhan menjadi hirarki
Jika hasil langkah 1 dan 2 menghasilkan pernyataan kebutuhan yang besar sehingga cukup sulit untuk digunakan bagi aktivitas selanjutnya maka
commit to user
dilakukan langkah 3. Tujuan pada langkah 3 adalah mengorganisasikan kebutuhan-kebutuhan menjadi beberapa hirarki.
4. Menetapkan kepentingan relative setiap kebutuhan
Daftar hirarki saja tidak memberikan informasi mengenai tingkat kepentingan relatif yang dirasakan pelanggan terhadap kebutuhan yang berbeda-beda. Langkah ke-4 proses identifikasi kebutuhan pelanggan adalah menetapkantingkat kepentingan relative kebutuhan yang dihasilkan pada langkah 1 sampai 3. Hasil langkah 4 ini adalah bobot kepentingan berupa nilai untuk kebutuhan.
5. Merefleksikan hasil dan proses
Langkah terakhir pada metode identifikasi pelanggan adalah menggambarkan kembali hasil dan proses.
2.2.2 Penentuan Spesifikasi Rancangan
Pada proses pengembangan produk terlebih dahulu membuat spesifikasi produk, lalu mendesain, dan membuat rancangan yang memenuhi spesifikasi tersebut. Terdapat dua tahap dalam penentuan spesifikasi rancangan. Yang pertama adalah membuat target spesifikasi. Target spesifikasi dibuat setelah kebutuhan pelanggan diidentifikasi tetapi sebelum konsep produk dikembangkan. Proses pembuatan target spesifikasi terdiri dari 4 langkah
1. Menyiapkan gambar metrik dan menggunakan metric-metrik kebutuhan jika diperlukan
2. Mengumpulkan informasi tentang pesaing
3. Menetapkan nilai target ideal yang dapat dicapai tiap metric 4. Mereflesikan hasil dan proses
Yang kedua adalah menentukan spesifikasi akhir. Ketika telah memilih salah satu konsep dan mempersiapkan tahap pengembangan dan perancangan desain selanjutnya, spesifikasi diperiksa lagi. Spesifikasi yang awalnya hanya berupa pernyataan target dalam selang nilai tertentu diperbaiki dan dibuat lebih tepat. Terdapat 5 langkah dalam menentukan spesifikasi akhir antara lain
1. Mengembangkan model-model teknis suatu produk 2. Mengembangkan model biaya suatu produk
commit to user 4. Menentukan spesifikasi yang sesuai 5. Mencerminkan hasil dan proses
2.2.3 Penyusunan Konsep Perancangan
Konsep produk adalah sebuah gambaran atau perkiraan mengenai teknologi, prinsip kerja, dan bentuk produk (Cross, 1994). Konsep produk adalah sebuah gambaran singkat bagaimana produk memuaskan pelanggan. Sebuah konsep biasanya diekspresikan sebagai sketsa atau sebuah model 3 dimensi secara garis besar dan seringkali disertai oleh sebuah uraian gambar. Proses penyusunan konsep dimulai dengan serangkaiaan kebutukan pelanggan dan spesifikasi target dan diakhiri dengan terciptanya konsep produk sebagai pilihan akhir. Penyusunan konsep yang baik memberikan keyakinan bahwa seluruh kemungkinan telah digali.
Pendekatan terstruktur pada penyusunan konsep akan mengurangi kesalahan jika dilakukan dengan cara: mendorong pengumpulan informasi dari banyak sumber yang terpisah, dan dengan menyediakan sebuah mekanisme untuk solusi-solusi parsial yang terintegrasi.
Metode penyusunan konsep terdiri dari lima langkah. 1. Memperjelas masalah
Memperjelas masalah mencakup pengembangan sebuah pengertian umum dan pemecahan sebuah masalah menjadi sub masalah
2. Pencarian secara eksternal
Pencarian secara eksternal bertujuan untuk menemukan pemecahan keseluruhan masalah dan sub masalah yang ditemukan selama langkah memperjelas masalah. Sedikitnya terdapat 5 cara untuk mengumpulkan informasi dari sumber eksternal, yaiutu: mewawancara pengguna utama, konsultasi dengan pakar,pencarian paten, pencarian literature dan menganalisis.
3. Pencarian secara internal
Pencarian internal merupakan penggunaan pengetahuan dan krativitas perancang untuk menghasilkan konsep solusi. Pencarian bersifat internal dalam arti semus pemikiran yang timbul dari langkah ini dihasilkan dari ilmu pengetahuan yang sudah ada.
commit to user 4. Menggali secara sistematis
Sebagai hasil dari kegiatan pencarian secara eksternal dan internal, perancang telah mengumpulkan beberapa konsep yang merupakan solusi untuk sub-sub masalah.
5. Mereflesikan pada hasil dan proses
Meskipun langkah reflesi diletakkan paling akhir, reflesi sebaiknya dilakukan pada keseluruhan proses.
2.2.4 Pembuatan Prototipe
Prototipe didefinisikan sebagai sebuah penaksiran produk melalui satu atau lebih dimensi yang menjadi perhatian (Ulrich dan Epinger, 2001). Dalam proyek pengembangan produk, prototipe digunakan untuk empat tujuan,yaitu: pembelajaran, komunikasi,penggabungan dan tonggak. Sekarang dalam menampilkan sebuah rancangan sebagian besar berupa gambar model komputer 3D. keuntungan model computer 3D meliputi kemampuan untuk secara otomatis memperhitungkan sifat fisik, seperti massa dan volume.
2.3 Teori Resheniya Izobretatelskikh Zadatch (TRIZ)
TRIZ adalah akronim dari bahasa Rusia Teoriya Resheniya
Izobretatelskikh Zadatch (The Theory of Inventive Machine). Dalam perspektif
Six Sigma, TRIZ adalah metodologi yang dipergunakan untuk pegembangan dan peningkatan daya-daya kreativitas dan daya-daya inovatif. Kreativitas diperlukan dalam merumuskan berbagai pemecahan masalah, implementasi trial and error yang dilakukan secara konvensional. Untuk memahami TRIZ dengan baik, ada baiknya kita ketahui sejarah yang melatar belakanginya.
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Genrikh Altshuller, seorang insinyur teknik mesin, penemu dan investigator hak paten angkatan laut Uni Sovyet. Setelah Perang Dunia ke II, Altshuller diberi tugas oleh pemerintah Uni Sovyet untuk studi mengenai hak paten di seluruh dunia dan mencari strategi teknologi bagi Uni Soviet mengenai hal itu. Ia mencatat bahwa beberapa prinsip yang sama telah digunakan berkali-kali oleh IV – 15 industri yang sama sekali berbeda (sering kali terpaut bertahun-tahun) untuk memecahkan masalah yang sama (Ullmann, 1997). Altshuller menyusun ide bahwa penemuan bisa
commit to user
diorganisasikan, dan dikumpulkan berdasarkan fungsi daripada sistem indeks yang lazim pada saat itu.
Dari temuannya itu, Altshuller mulai mengembangkan basis pengetahuan lanjutan, yang mengandung banyak sekali temuan bidang fisika, kimia, dan efek geometri bersamaan dengan dasar-dasar keteknikan, fenomena dan pola evolusi penemuan ilmiah. Sejak 1950-an, dia telah menerbitkan banyak buku dan artikel keteknikan dan mengajarkan TRIZ kepada ribuan pelajar Uni Sovyet. Studi pendahuluan Altshuller pada akhir 1940-an berkisar pada 400.000 paten. Hari ini jumlah paten yang dikumpulkan mencapai 2,5 juta paten. Data yang sekian banyak telah menuntun beragam metode TRIZ.
Model dasar TRIZ menggunakan 5 buah konsep, yaitu:
1. Kontradiksi, menyelesaikan sebuah masalah berarti membuang kontradiksi.
2. Sumber daya, sumber daya tersedia tetapi tidak dipakai, energi, sifat atau benda lain dalam atau didekat sistem dapat digunakan untuk menyelesaikan kontradiksi.
3. Hasil akhir ideal, dicapai pada saat kontradiksi diselesaikan. Fitur yang diinginkan harus diperoleh tanpa kompromi.
4. Pola evolusi, dapat digunakan untuk mendapatkan ide baru dan memprediksi sistem.
5. Prinsip-prinsip inovatif, memberikan isyarat konkrit bagi solusi.
Model dasar untuk penyelesaian masalah dalam TRIZ diilustrasikan pada gambar berikut.
commit to user
Gambar 2.2 Model dasar TRIZ.
Secara umum, Altshuller mengelompokkan pemecahan permasalahan yang ada pada literatur paten ke dalam lima level :
· Level 1 adalah solusi nyata (tidak ada inovasi) dihasilkan dalam perbaikan yang sederhana.
· Level 2 adalah perbaikan dengan penemuan yang memerlukan penyelesaian kontradiksi teknis.
· Level 3 adalah penemuan di dalam paradigm rancangan yang memerlukan penyelesaian kontradiksi fisik.
· Level 4 adalah penemuan di luar paradigma rancangan memerlukan teknologi baru dari bidang pengetahuan yang berbeda.
· Level 5 adalah menemukan fenomena baru.
Sebelum dilakukan pengolahan kontradiksi dalam TRIZ, dibuat hubungan fungsional antar elemen untuk penentuan kebutuhan teknis tiap elemen. Dalam TRIZ terdapat dua permasalahan kontradiksi, yaitu technical contradiction dan
physical contradiction. Technical contradiction adalah suatu kasus dimana jika
mencoba meningkatkan suatu parameter sistem, aspek lain akan mengalami penurunan. Pada technical contradiction terdapat suatu tabel petunjuk yang berguna untuk pemecahan solusi. Menggunakan metode TRIZ, memungkinkan
commit to user
untuk membangkitkan konsep pengurangan efek negatif dan mempebaiki kinerja desain yang ada. Untuk menyelesaikan konflik itu, Altshuller menyusun 40
inventive principles dan 39 problem parameters, sebagai berikut:
Tabel 2.2 40 inventive principles
No Principles No Principles
1 Segmentation 21 Skipping
2 Taking out 22 Blessing in disguise
3 Local quality 23 Feedback
4 Asymmetry 24 Intermediary
5 Merging 25 Self-service
6 Universality 26 Copying
7 Nested doll 27 Cheap short-living
8 Antiweight 28 Mechanical substitution
9 Preliminary antiaction 29 Pneumatics and hydraulics
10 Preliminary action 30 Flexible shells and thin films
11 Beforehand cushioning 31 Porous materials
12 Equipotentiality 32 Color changes
13 The other way around 33 Homogeneity
14 Spheroidality 34 Discarding and recovering
15 Dynamics 35 Parameter changes
16 Partial or excessive actions 36 Phase transitions.
17 Another dimension 37 Thermal expansion
18 Mechanical vibration 38 Strong oxidants
19 Periodic action 39 Inert atmosphere
20 Continuity of useful action 40 Composite materials.
commit to user
Tabel 2.3 39 problem parameters
No Principles No Principles
1 Weight of moving object 21 Power
2 Weight of nonmoving object 22 Waster of energy
3 Length of moving object 23 Waster of substance
4 Length of nonmoving object 24 Loss of information
5 Area of moving object 25 Waster of time
6 Area of nonmoving object 26 Amount of substance
7 Volume of moving object 27 Reliability
8 Volume of nonmoving object 28 Accuracy of measurement
9 Speed 29 Accuracy of manufacturing
10 Force 30
Harmful factors acting on object
11 Tension, pressure 31 Harmful side effects
12 Shape 32 Manufacturablity
13 Stability of object 33 Convenience of use
14 Strength 34 Repairability
15 Durability of moving object 35 Adaptability
16 Durability of nonmoving object 36 Complexity of device
17 Temperature 37 Complexity of control
18 Brightness 38 Level of automation
19 Energy spent by moving object 39 Productivity
20
Energy spent by nonmoving
object
Sumber : Yang dan S. El Haik (2009)
Physical contradiction merupakan suatu kontradiksi yang mengacu pada
karakteristik suatu elemen dari suatu sistem. Jadi kontradiksi fisik ini mengacu kepada bentuk fisik suatu elemen dalam sistem. Penjelasan kontradiksi fisik yang terjadi pada pisau pemotong akan dijabarkan pada sub bab berikutnya. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan physical
contradiction, langkah pertama adalah mengidentifikasi permasalahan kontradiksi
yang terjadi. Langkah kedua yang dilakukan adalah menemukan solusi dengan menggunakan 4 pendekatan separation. 4 pendekatan tersebut sebagai berikut :
commit to user 1. Separation in space
Maksud dari separation ini adalah suatu bagian pada sebuah objek mempunyai sifat P, akan tetapi pada bagian lain mempunyai sifat yang berlawanan.
2. Separation in time
Maksud dari separation ini adalah pada suatu periode waktu, sebuah objek mempunyai sifat P, akan tetapi pada periode lain mempunyai sifat yang berlawanan.
3. Separation between component
Maksud dari separation ini adalah suatu komponen memiliki sifat P, akan tetapi pada komponen lain mempunyai sifat yang berlawan.
4. Separation between component and set of the component
Metode ini terdapat pada suatu komponen yang telah dibuat, yang mana setiap komponen harus mempunyai satu sifat, tetapi keseluruhan komponen mempunyai sifat yang berlainan.
2.4 Macam-Macam Alat Pemotong Kunyit
Pada sub bab ini akan membahas berbagai macam alat pemotong kunyit yang sudah ada dipasaran maupun hasil dari penelitian.
1. Mesin Pemotong Kunyit (UD. Bina Unggul Sejahtera)
Mesin ini digunakan untuk memotong kunyit, jahe, lengkuas serta bahan yang serupa, menjadi irisan tipis-tipis setebal kurang lebih 3-4 mm. Adapun gambar dan spesifikasi dari mesin pemotong ini sebagai berikut :
commit to user
Gambar 2.3 Mesin Pemotong Kunyit UD. Bina Unggul Sejahtera
Spesifikasi :
Motor & gear box Bearing: japan standard Daya: 1/ 4 HP ( 185 watt) Tebal rajangan: 3-4 mm Kapasitas: 80-100 Kg/ jam Bahan rangka: pipakotak Dudukan pisau: stainless steel 8mm
Pisau: forged steel/ stainless steel Bahan body: mild steel 1.2 mm Dimensi ( PXLXT) : 50X50X150 cm
2. Mesin Perajang Jamu Kunyit Kencur Jahe (Reka Tehnikindo)
Mesin ini berguna untuk memotong aneka rimpang mulai dari kunyit, kencur, jahe, temulawak dan lain-lain. Gambar dan spesifikasi mesin sebagai berikut :
commit to user Spesifikasi :
Dimensi : 400 x 500 x 1250 mm Inlet dan out let : Stenliss
Transmisi : Pulley dan v belt Kelengkapan : Roda 2 in
Bahan frame : Besiprofilsiku 40 x 40 Penggerak : Motor bensin 5.5pk
3. Alat Pemotong Kunyit (Sony, 2013)
Alat ini merupakan alat pemotong kunyit secara manual hasil dari penelitian Sony (2013). Gambar dan spesifikasi alat pemotong kunyit sebagai berikut :
Gambar 2.5 Alat Pemotong Kunyit Sony Prabowo 2013
Spesifikasi :
Bahan base frame : besi ST 37 Pisau : slicing knife stainless
Batang pendorong : polypropylene (PP) Penjepit pisau : ring
Penyangga batang pendorong : as motor bagian belakang PxLxT : 240x140x100 mm
2.5 Penelitian Terdahulu
Prabowo (2013), merancangan alat pemotong simplisia kunyit untuk memenuhi standar kualitas Balittro Deptan Republik Indonesia. Tujuan dari perancangan ini adalah untuk menghasilkan alat rancangan pemotong kunyit yang dapat menghasilkan simplisia membujur sesuai standar BALITRRO. Proses
commit to user
perancangan ini dimulai dari observasi langsung pada tempat penelitian yaitu di GAPOKTAN Sumber Makmur. Berdasarkan situasi dan kondisi pemotongan dalam pembuatan simplisia kunyit di GAPOKTAN Sumber Makmur yang belum sesuai dengan standar yang dapat diterima pabrik jamu, perlu dirancang alat potong yang dapat memenuhi standar BALITTRO. Metodologi penelitian Sony (2013), diawali identifikasi masalah meliputi studi literature dan studi lapangan. Identifikasi masalah dilakukan dengan wawancara dengan pengurus gabungan kelompok tani. Kemudian ditentukan kebutuhan pengguna dan kebutuhan teknis, penyusunan konsep perancangan, penentuan dimensi rancangan. Hasil dari penelitian ini adalah rancangan alat pemotong kunyit yang dapat menghasilkan simplisia membujur sesuai standar BALITRRO.
Berdasarkan hasil pengujian prototipe diketahui bahwa alat pemotong kunyit yang dihasilkan sebenarnya sudah dapat mengakomodasi semua kebutuhan pengguna walaupun masih terdapat beberapa kelemahan terutama pisau pemotong. Pisau yang digunakan masih kurang regang dalam pemasangannya akibatnya pisau akan melengkung jika digunakan untuk memotong kunyit dengan ukuran yang besar. Namun demikian simplisia yang dihasilkan jauh lebih baik dibandingkan dengan hasil simplisia dengan alat penyerut yang ada sebelumnya.
Lakshitta (2011), merancang jumbo bag menggunakan metode QFD dan TRIZ dalam upaya peningkatan produktivitas, studi kasus pada bongkar muat pupuk di PT. Petrokimia Gresik. PT. Petrokimia Gresik merupakan salah satu perusahaan penyedia pupuk terbesar di Jawa Timur. Dalam kegiatan distribusi pupuk, material handling merupakan suatu kegiatan yang dominan. Hal ini menjadi salah satu fokus perhatian perusahaan, sebab kegiatan bongkar muat tidak produktif. Hal yang tidak produktif tersebut dipicu oleh proses bongkar muat pupuk yang dilakukan secara manual oleh tenaga buruh.
Atas dasar uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk merancang alat yang dapat meningkatkan produktivitas dari waktu bongkar muat. Alat ini berupa tas jumbo yang digunakan untuk menampung sekaligus 30 karung pupuk kemasan in bag. Jumbo bag tersebut berfungsi sebagai alat pengaman dan alat bantu material handling. Dengan demikian, pupuk tidak perlu ditata satu per satu oleh buruh. Perancangan jumbo bag ini disusun menggunakan metode Quality
commit to user
Function Deployment (QFD) dan Theoriya Resheniya Izobretatelskikh Zadatch (TRIZ). Metode QFD ini digunakan untuk menterjemahkan kebutuhan dan keinginan konsumen dalam karakteristik desain produk jumbo bag. Dari hasil identifikasi kebutuhan konsumen, dilakukan penyelesaian masalah kontradiksi yang ada dengan metode TRIZ. Dengan kedua metode di atas, dihasilkan jumbo bag yang mampu meningkatkan output standar bongkar muat sebesar 250 % dan mampu menghemat biaya shipment Rp. 333.117.368,86 per tahun.