• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUK-RUK RUKMANA S KACAPI INDUNG PIRIGAN STYLE (A DEVELOPMENT OF TEMBANG SUNDA CIANJURAN MUSIC)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RUK-RUK RUKMANA S KACAPI INDUNG PIRIGAN STYLE (A DEVELOPMENT OF TEMBANG SUNDA CIANJURAN MUSIC)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/291957830

RUK-RUK RUKMANA’S KACAPI INDUNG

PIRIGAN STYLE (A DEVELOPMENT OF

TEMBANG SUNDA CIANJURAN MUSIC)

CONFERENCE PAPER · DECEMBER 2014 DOI: 10.13140/RG.2.1.2695.2724 1 AUTHOR: Julia -Universitas Pendidikan Indonesia Kampus … 23 PUBLICATIONS 0 CITATIONS SEE PROFILE

(2)

Available from: Julia -RUK-RUK RUKMANA’S KACAPI INDUNG PIRIGAN STYLE

(A DEVELOPMENT OF TEMBANG SUNDA CIANJURAN MUSIC)

Julia

Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang Email: ju82li@upi.edu

ABSTRACT

Tembang Sunda Cianjuran art as a one of valuable masterpiece of Sundanese society that has particular roles which is conventionally agreed so that the activity of changing the music becames very taboo in this kind of art. In fact, this art is not static but it is changed dinamically accordinglly. This is evidenced by the developments in the realm of music which is dominated by kacapi indung, conducted by one of the famous kacapi artists in traditional tembang Sunda Cianjuran society, named Ruk-ruk Rukmana. He did a very significant development in pirigan kacapi indung, which includes the development of the patterns of wasps, including intro and accompaniment tracks, and the rhythm of the beat. Through his creativity, Ruk-ruk can be classified into old artists that lead to popular music, and included in the category of integrated artist because he is a man who always thinks integrally and able to face the challenges of the times, and very concerned.

Keywords: Pirigan, Kacapi Indung, Sundanese song, Cianjuran.

1. PENDAHULUAN

Dalam jagat seni musik dan vokal di Jawa Barat, setidaknya dapat dirasakan secara nyata bahwa terdapat dua klasifikasi seni, yakni seni tradisional klasik yang lahir dari kalangan kaum elit dan seni tradisional rakyat yang lahir dari masyarakat biasa. Tembang Sunda Cianjuran misalnya, meskipun bibit seninya berasal dari seni-seni rakyat yang ada di Jawa Barat, namun karena dilahirkan oleh kalangan ningrat, seni ini menjadi seni yang bernilai tinggi, tidak lagi begitu cocok dikonsumsi oleh masyarakat biasa karena bukan semata-semata seni hiburan, tapi seni lenyepan yakni seni yang memerlukan penghayatan baik terhadap musik maupun makna lirik-lirik lagunya. Adapun konsekuensi-konsekuensi seni yang lahir dari kalangan ningrat, etika dan estetikanya pun begitu tinggi, sehingga apabila ada upaya-upaya yang mengarah pada pengubahan pada musik dan vokal senantiasa menimbulkan pro dan kontra di dalam masyarakat pencintanya. Dengan kata lain, dalam seni ini seperti lahir aturan tidak tertulis yang disepakati bersama, bahwa tindakan pengubahan seolah-olah dipandang merusak etika dan estetikanya. Contohnya, manakala ada seniman yang mencoba untuk menambahkan instrumen musik tertentu, atau menambahkan lagu-lagu tertentu ke dalam vokabuler lagu-lagu tembang Sunda Cianjuran, maka ini akan menimbulkan reaksi dari para praktisi seni tersebut.

Namun demikian - meskipun aturan tersebut begitu kental, tetap saja hidup dan matinya seni bergantung pada praktisinya sendiri. Bahkan bisa jadi upaya-upaya pengubahan atau pengembangan yang dilakukan oleh senimannya malah membuat seni tersebut semakin hidup dan dinamis. Ini terbukti dengan proses pengembangan yang dilakukan oleh seorang seniman kacapi indung, Ruk-ruk Rukmana, yang telah banyak melakukan pengembangan pada aspek musik tembang Sunda Cianjuran. Perjalanan Rukmana dalam mengembangkan musik tembang Sunda Cianjuran tentu saja mengalami pro dan kontra, sebut saja pihak kontra dari kalangan seniman fundamental yang senantiasa menjaga kemurnian seni ini, dan pihak pro dari kalangan oriental yang senantiasa berpikir sesuai dengan perkembangan zaman.

Melalui fenomena ini, ada persoalan lain yang dapat diidentifikasi dan bersifat substantif, yakni bahwa sesungguhnya telah terjadi pergeseran estetika dalam musik tembang Sunda Cianjuran. Atau dengan kata lain, seni tembang Sunda Cianjuran berkembang sesuai dengan zamannya dan berkembang pula seiring dengan paradigma senimannya, meskipun di sana tetap ada kalangan yang berpegang teguh untuk menjaga kemurnian seni ini. Maka dari itu, melalui tulisan ini, kita akan melihat aspek-aspek apa saja yang telah mengalami pergeseran dalam musik tembang Sunda Cianjuran, melalui analisis bentuk dan struktur musik pirigan kacapi indung yang digarap oleh seorang master kacapi indung, sehingga pirigannya tersebut menjadi salahsatu kiblat bagi seniman-seniman kacapi indung lainnya.

2. MUSIK TEMBANG SUNDA CIANJURAN

(3)

2

senimannya. Karenanya, pirigan kacapi indung memiliki kebakuan sehingga memiliki kejelasan dan memiliki ciri khas dalam setiap lagu yang diiringinya.

Struktur pirigannya sendiri terdiri atas struktur makro dan struktur mikro. Struktur makro dapat dilihat pada kategori lagu (wanda) tembang Sunda Cianjuran, yang terdiri atas empat wanda dengan irama merdika, yaitu wanda papantunan, jejemplangan, dedegungan, dan rarancagan, serta satu wanda berirama tandak yaitu wanda panambih (lagu ekstra). Struktur pirigan pada semua wanda tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 1. Struktur Pirigan

Sementara struktur pola tabuhan pada setiap wanda, dapat dilihat pada contoh wanda papantunan berikut.

Gambar 2. Struktur Pola Tabuhan

Urutan pada struktur pirigan sudah baku dan tidak boleh diubah-ubah, karena runtunan lagunya dibuat seperti itu. Sementara struktur pola tabuhan pada setiap jenis tabuhan, misalnya tabuhan pasieupan atau narangtang, itu relatif bisa diubah-ubah sehingga pada area inilah para seniman melakukan pengembangan, yakni pada struktur mikro pola tabuhannya. Maka dari itu, pengembangan pirigan kacapi indung yang dilakukan Rukmana pun berada pada wilayah ini. Karena pada wilayah ini, satu nada pun diubah senantiasa dapat dirasakan atau dideteksi perbedaannya oleh para seniman tembang Sunda Cianjuran, sehingga pengembangan yang dilakukan oleh seniman kacapi senantiasa bersifat penambahan atau memberikan variasi-variasi tabuhan, tidak mengubahnya secara mendasar atau apalagi total.

Seniman kacapi indung yang banyak melakukan pengembangan terhadap garap musikal kacapi indung hingga menghasilkan pola-pola tabuhan kacapi indung dengan ciri khas yang berbeda dengan seniman kacapi indung lainnya, dalam kurun waktu tertentu dapat menjadi satu gaya petikan kacapi indung tersendiri. Salah satu hal yang sangat memengaruhi terciptanya suatu gaya dalam pirigan kacapi indung, adalah proses kreativitas yang dilakukan oleh para seniman kacapi indung. Namun, karena ruang kreativitas dalam tembang Sunda Cianjuran dapat dikatakan terbatas, maka kreativitas pun dapat diartikan sebagai suatu upaya pengembangan yang sedikitnya memiliki unsur kebaruan. Seperti dituturkan oleh James Mapes, bahwa berpikir kreatif merupakan kemampuan untuk melihat sesuatu yang tak terlihat sebelumnya, dan menciptakan sesuatu yang baru dari penataan kembali atas yang lama [1].

(4)

Proses kreativitas seniman kacapi tembang Sunda Cianjuran pun tidak terlepas dari komunikasi dengan para apresiator dan evaluasi yang dilakukannya. Maka dari itu, alur kerja seniman tersebut setidaknya dapat digambarkan melalui skema seperti digambarkan Sabana [2] sebagai berikut:

Gambar 3. Proses Kreativitas Seniman

Melalui kajian ini, pada akhirnya akan dapat diketahui apakah Ruk-Ruk termasuk ke dalam integrated professional seperti dikemukakan Howard S. Becker, yakni insan yang selalu berpikir secara integral, dan mampu menghadapi tantangan zaman serta sangat peduli pada perubahan [3].

3. POLA TABUHAN KACAPI RUK-RUK RUKMANA

Rukmana melakukan pengembangan pada keseluruhan wanda dalam tembang Sunda Cianjuran. Antara lain tabuhan dalam wanda papantunan, wanda jejemplangan, wanda dedegungan, wanda rarancagan, wanda

kakawen, dan wanda panambih. Sedangkan aspek yang dikembangkannya meliputi tabuhan pasieupan, gumekan, gelenyu, kemprangan, dan kait. Untuk lebih memperjelas hasil kreativitas Rukmana, berikut akan dipaparkan

contoh karya pirigan yang telah dikembangkan beserta aspek-aspek yang dikembangkannya.

3.1. Tabuhan Pasieupan

Dalam pirigan tembang Sunda Cianjuran dikenal sebuah pola tabuhan pasieupan yang cukup umum baik di kalangan tembang Sunda Cianjuran maupun di kalangan masyarakat umum. Pola tabuhan tersebut salah satunya adalah sebagai berikut:

Seniman

Karya

Publik

Proses

Kreasi

Proses

Komunikasi

Proses Apresiasi

Proses

Evaluasi

1

2

4

3

5

6

7

(5)

4

Gambar 4. Pola Tabuhan Pasieupan 5 (la) Konvensional Laras Pelog.

Pola tabuhan yang umum tersebut diubah beberapa pola tabuhannya dengan menggunakan pola-pola tabuhan ciri khas Rukmana menjadi seperti berikut:

Gambar 5. Pola Tabuhan Pasieupan 5 (la) Rukmana Laras Pelog.

Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa pola tabuhan yang berubah antara lain:

Tabel 1. Pola Tabuhan Pasieupan Rukmana

Nama Pola Tabuhan Pola Umum Pola Rukmana

Pola Cacag 5 2 1 3 2 1 5 2 5 5 2 1 3 2 1 2 1 5

Pola Beulit 1 2 5 1 2 3 2 1 2 1 5 Tidak ada

Pola Cindek Tidak ada 1 2 5 1 2 1 2 3 2 3

Pola Golosor 1 1 2 5 1 2 3 2 3 4 5 4 5 2 3 4 5

Pola Papageran turun 5 4 3 4 3 2 3 2 1 5 Tidak ada

(6)

Pola Gulung 5 1 2 3 2 3 2 3 2 1 2 1 2 3 1 3 2 1 2 1 5 5

Sama

Dari keterangan di atas, dapat diketahui telah terjadi perubahan bentuk tabuhan narangtang dari tabuhan umumnya, yakni terdapat tiga pola tabuhan yang dihilangkan. Sementara Rukmana memasukan pola tabuhan

cindek ke dalam tabuhan narangtangnya. Melodi yang digunakan pada pola tabuhan cacag dan pola tabuhan golosor pun sangat jelas memiliki perbedaan struktur, meskipun jumlah nada yang digunakannya sama yakni

sembilan nada.

Bentuk baru dari tabuhan narangtang Rukmana tersebut telah digunakan oleh para seniman kacapi indung, terutama seniman kacapi indung yang pernah diajarkan oleh Rukmana. Pola tabuhan tersebut khusus digunakan oleh Rukmana dalam pasieupan wanda rarancagan.

3.2. Tabuhan Gumekan

Sebagai contoh bentuk tabuhan gumekan, akan diambil pola tabuhan gumekan pada goong 5 (la) seperti yang terdapat pada tabuhan degung Pajajaran atau degung Paningron. Bentuk umum dari pola tabuhan gumekan ini adalah sebagai berikut:

Gambar 6. Pola Tabuhan Gumekan 5 (la) Konvensional Laras Pelog.

Pengembangan yang dilakukan oleh Rukmana pada pola tabuhan gumekan tersebut menjadi seperti berikut:

Gambar 7. Pola Tabuhan Gumekan 5 (la) Rukmana Laras Pelog.

Seperti terlihat di atas, pada bar kedua Rukmana menambah nada 2 (mi) pada jari kanan, dan menambah nada 5 (la) pada jari kiri yang dimainkan secara bersamaan dengan nada 3 (na) sehingga menimbulkan bunyi harmoni interval 3 dan 5. Penambahan nada tersebut cukup memberikan kesan lebih ‘rame’ dari pola tabuhan gumekan sebelumnya. Sekarang pola tabuhan tersebut banyak dipergunakan oleh para seniman kacapi indung, terutama oleh para murid Rukmana.

3.3. Tabuhan Gelenyu

Salah satu tabuhan gelenyu yang dikembangkan oleh Rukmana dan berhasil diikuti oleh hampir semua seniman kacapi indung khususnya di Jawa Barat yakni tabuhan gelenyu Jemplang Pamirig. Tabuhan gelenyu Jemplang

(7)

6

Gambar 8. Pola Tabuhan Gelenyu Jemplang Pamirig Konvensional.

(8)

Gambar 9. Pola Tabuhan Gelenyu Jemplang Pamirig Rukmana.

Tabuhan Jemplang Pamirig tersebut memiliki dua bagian besar (lihat versi pertama). Bagian satu dimulai dari bar pertama ketukan ketiga sampai pada bar ketiga ketukan keempat (dimulai dengan nada 1 dan diakhiri dengan nada 1), dan bagian dua dimulai dari bar ketiga ketukan keempat sampai pada bar ketujuh ketukan keempat (dimulai dengan nada 3 dan diakhiri dengan nada 5). Pada tabuhan Jemplang Pamirig versi Rukmana, kedua bagian tersebut mengalami perubahan yakni melodi yang digunakan dalam setiap frase menjadi lebih panjang. Perhatikan perubahannya pada tabel berikut (permainan tangan kanan):

Tabel 2. Pola Tabuhan Gelenyu Jemplang Pamirig Rukmana

Bagian 1 Pola Tabuhan Awal Pola Tabuhan Rukmana

Frase 1 1 5 4 3 3 4 5 1 2 1 2 5 4 5 4 5 3 3 4 5 4 5 1 Frase 2 1 5 4 3 3 4 5 1 1 2 1 5 4 5 4 5 3 3 4 5 4 5 1 Bagian 2 Frase 1 3 2 3 4 5 4 3 1 3 2 1 2 3 4 4 4 5 4 5 4 3 Frase 2 3 2 2 3 4 4 3 3 4 5 1 3 2 1 2 3 4 4 5 4 3 4 5 4

Dapat dilihat bahwa Rukmana telah menambah nada-nada dalam setiap frase sehingga menyebabkan terjadinya penambahan ketukan pada tabuhan Jemplang Pamirig tersebut, dan tidak merubah kerangka gendingnya. Menurut Rukmana, perubahan pada tabuhan Jemplang Pamirig tersebut terlahir pada saat Ia dipercaya untuk mengiringi gending karesmen, di antaranya untuk mengiringi tarian dalam gending karesmen tersebut. Pola tabuhan Jemplang

Pamirig awal kurang cocok dengan tarian yang diiringi, sehingga Ia merubahnya dan terlahirlah gelenyu Jemplang Pamirig hasil gubahan Rukmana. Dengan demikian, kreativitas Ruk-Ruk Rukmana muncul salah satunya karena

disebabkan oleh kebutuhan atau keadaan yang memaksanya untuk melakukan perubahan terhadap tabuhan kacapi indung.

3.4. Tabuhan Kemprangan

Contoh tabuhan kemprangan yang akan dianalisis yakni tabuhan kemprangan yang digunakan dalam mengiringi lagu Eros dalam wanda Rarancagan laras Sorog. Pola tabuhan kemprangan umum yang biasa digunakan oleh para pemain kacapi indung adalah sebagai berikut:

Gambar 10. Pola Tabuhan Kemprangan Konvensional

Pola tabuhan tersebut dimainkan secara berulang-ulang tanpa ada pola tabuhan lainnya yang digunakan sebagai pola tabuhan nunggu. Rukmana mengembangkan pola tabuhan kemprangan tersebut menjadi seperti di bawah ini:

(9)

8

Gambar 11. Pola Tabuhan Kemprangan Rukmana

Perubahan dalam pola tabuhan kemprangan di atas adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Pola Tabuhan Kemprangan Rukmana

Bar Pola Tabuhan Awal Pola Tabuhan Ruk-Ruk Rukmana

1-2 2 3 2 5 2 3 2 5 Sama

Permainan Jari Kiri

1-2 4 4 5 3 2 4 3 4 5 5 4 3 4 5 5 4

Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa pada permainan jari kanan Ruk-Ruk Rukmana pola tabuhannya sama dengan pola tabuhan versi awal, tidak ada yang diubah sedikitpun. Adanya nada 2 (mi) pada akhir pola tabuhan dimaksudkan untuk memainkan pola tabuhan tersebut secara berulang-ulang. Sementara pada permainan jari kiri, terdapat dua perubahan, (1) perubahan pola ritmik. Perubahan ini terjadi pada semua nada. (2) perubahan nada. Ada penambahan nada yang dimainkan dengan cara didouble yakni nada 5, dan ada nada yang dihilangkan yakni nada 3 yang difungsikan sebagai penutup pada pola tabuhan versi awal. Hal ini terjadi sebagai akibat dari perubahan pola ritmik. Tujuannya, pola tabuhan versi awal yang dalam satu frase tersebut langsung digoongkan, kini berubah menjadi pola tabuhan yang digunakan sebagai pola nunggu, dan digoongkan pada setiap akhir frase melodi lagu.

3.5. Tabuhan Kait

Salah satu kreativitas Ruk-Ruk Rukmana yang mengundang pro dan kontra terjadi pada tabuhan kait dalam wanda

panambih. Hal ini terjadi karena Rukmana memasukan tabuhan ropel pada sebagian lagu panambih. Rukmana

sendiri menyebutnya dengan istilah “petikan balik”. Dalam tabuhan kait tembang Sunda Cianjuran, tabuhan tangan kanan dimulai oleh jari jempol kemudian jari telunjuk (dari bawah ke atas), namun pada tabuhan ropel adalah kebalikannya, yakni dimulai jari telunjuk kemudian jari jempol (dari atas ke bawah). Untuk lebih jelasnya perhatikan perubahan arah petikan jari berikut, dengan mengambil contoh pada pola dasar tabuhan ropel nada 5 (la):

Gambar 12. Arah Tabuhan Ropel Konvensional

Pada awalnya, dimulai dengan memainkan nada 5 (la) bawah (nada tinggi) oleh jari jempol, kemudian memainkan nada 5 (la) atas (nada rendah) oleh jari telunjuk. Nada ketiga yang dimainkan adalah nada 3 (na), nada ini merupakan pasangan untuk tabuhan kacapi indung pada posisi tabuhan 5 (la) dalam tabuhan panambih. Jadi, secara keseluruhan ada dua tingkatan nada yang dimainkan yaitu nada 5 (la) dan nada 3 (na). Arah petikan seperti ini merupakan petikan khas kacapi indung dalam tembang Sunda Cianjuran. Selanjutnya, setelah diropel arah petikannya berubah, perhatikan notasi berikut:

(10)

Gambar 13. Arah Tabuhan Ropel Rukmana

Dapat dilihat, setelah diropel terdapat dua perubahan. Pertama, nada awal yang dimainkan adalah nada 5 (la) atas (nada rendah) oleh jari telunjuk, kemudian nada 5 (la) bawah (nada tinggi), artinya telah terjadi perubahan arah petikan seperti yang telah disebutkan. Kedua, perubahan terjadi pada tingkatan nada yang dimainkan, dapat dilihat pada nada ketiga. Pada awalnya nada yang dimainkan adalah nada 3 (na), namun setelah diropel berubah menjadi nada 1 (da). Hal ini jelas akan menimbulkan kesan musikal yang berbeda. Karena tabuhan seperti ini merupakan petikan khas kacapi siter pada jenis lagu-lagu kawih, seperti lagu-lagu kawih degung atau lagu kawih Mang Koko Koswara. Dengan kata lain, Rukmana memasukan sentuhan petikan kacapi kawih pada petikan kacapi indung dalam tembang Sunda Cianjuran.

Pola tabuhan ropel di atas merupakan pola tabuhan ropel yang paling mendasar. Rukmana selain melakukan perubahan arah petikan dan pergantian nada, juga menambah nada-nada lainnya sehingga menjadikan tabuhan

ropel terdengar lebih ‘rame’. Perhatikan salah satu contoh tabuhan ropel jari kanan pada nada 1 berikut:

Gambar 14. Tabuhan Ropel Jari Kanan Rukmana

Menurut Hermawan [4], tabuhan ropel pada dasarnya merupakan satu tabuhan dalam lagu-lagu panambih yang irama petikan tangan kanannya dipercepat dua kali (digandakan) dalam tiap wiletan tanpa mengubah waktu yang diperlukan oleh tiap satuan wiletan itu sendiri. Sementara tabuhan jari kirinya, menurut Rukmana terinspirasi dari tabuhan kendang yang dikobok1 pada gamelan degung. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh tabuhan ropel jari

kiri pada goong 1:

Tabuhan jari kiri sebelum diropel:

Gambar 15. Tabuhan Ropel Jari Kiri Konvensional

(11)

10

Gambar 16. Tabuhan Ropel Jari Kiri Rukmana

Bagi sebagian seniman kacapi indung, tabuhan ropel akhirnya menjadi suatu kebutuhan dalam mengiringi lagu-lagu panambih tertentu. Banyak yang merasa tidak puas jika mengiringi lagu-lagu-lagu-lagu panambih tersebut tidak menggunakan tabuhan ropel. Hal ini disebabkan telah terbiasanya para seniman kacapi indung dengan suasana musikal yang ditimbulkan oleh tabuhan ropel. Mereka kini dapat merasakan bagaimana enaknya mengiringi lagu-lagu tembang Sunda Cianjuran dengan menggunakan tabuhan ropel, lebih dinamis dan memberikan irama tersendiri baik bagi penyaji maupun bagi para apresiatornya.

Berikut contoh tabuhan ropel hasil kreativitas Rukmana yang digunakan pada lagu “Lokatmala” laras pelog. Tabuhan kacapi indung sebelum diropel:

(12)

Gambar 17. Tabuhan Lagu Lokatmala Konvensional

Tabuhan kacapi indung setelah diropel:

Gambar 18. Tabuhan Ropel Lagu Lokatmala Rukmana

Pola tabuhan ropel di atas dimainkan pada lagu Lokatmala ulangan kedua, sehingga pola tabuhan Mangkatnya dihilangkan. Artinya, pirigan kacapi indung awal masih menggunakan pola tabuhan versi lama. Dari hasil analisis, dapat diketahui bahwa perubahannya terutama pada permainan jari kiri adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Tabuhan Ropel Lagu Lokatmala

Nama Pola Tabuhan2 Pola Tabuhan Awal Pola Tabuhan Rukmana

Pola Alok 1 1 3 1 5 3 1 1 1 3 1 3 5

Pola Jengkat 3 3 1 3 4 Sama

Pola Ayun 5 5 5 3 3 3 5 5 3 5 1 5 5 5 3 3 3 5 5 3 5 1 1

(13)

12 Pola Pungkas 3 1 3 3 1 3 3 3 3 1 1 1 3 1 3 3 Pola Pancer 2 2 3 2 2 3 4 5 2 2 3 4 5 Pola Jengkat 2 5 5 3 5 1 5 3 3 3 2 2 1 Pola Madakeun 3 3 3 3 1 1 1 3 3 1 3 4 1 1 1 5 1 1 1 5 3 1 3 3 1 3 4

Perubahan yang mencolok terjadi pada pola tabuhan Pancer pertama. Seperti dapat dilihat, pola tabuhan awal melodi kacapi indung jatuh pada nada 5 (la), sementara pada pola tabuhan Rukmana melodi kacapi indung jatuh pada nada 3 (na). Hal ini dilakukan Rukmana karena untuk menyesuaikan nada pada kacapi indung dengan akhir melodi lagunya yang jatuh pada nada 3. Pola tabuhan ini dimainkan dengan cara dimelodikeun tidak dengan cara di

basskeun, cara yang cukup berbeda untuk pirigan wanda Panambih dalam tembang Sunda Cianjuran.

Ciri khas pada tabuhan ropel ini yang tidak ada pada tabuhan kacapi indung pada umumnya antara lain (1) terdapat pada pola tabuhan jempol kanan salah satunya pada bar keempat (dimulai dengan nada 3 dan diakhiri dengan nada 5). Keunikannya yakni adanya nada yang diulang sebanyak empat kali yaitu nada 5. Pengulangan dalam satu nada ini dapat dikatakan tidak lazim dalam pirigan wanda Panambih tembang Sunda Cianjuran. Oleh karena itu, pola tabuhan ini menjadi ciri khas tersendiri bagi pola tabuhan Panambih Ruk-Ruk Rukmana. (2) terdapat pada pola tabuhan telunjuk kanan salah satunya pada bar keempat. Yakni penggunaan nada 5 yang berkepanjangan sehingga bunyinya bersamaan dengan semua nada yang dimainkan oleh jempol kanan. Implikasi dari pola tabuhan ini mengakibatkan adanya bunyi harmonis dari nada 5 dengan 3, dan nada 5 dengan 1. Karena pola seperti ini digunakan Rukmana secara konsisten sebagai salah satu ciri khasnya, maka pola tabuhan tersebut juga terjadi pada semua posisi tabuhan kacapi indung dalam pirigan wanda Panambih.

Pada bagian akhir, tepatnya pada bar ketujuh ketukan keempat sampai pada bar kedelapan ketukan ketiga, terjadi perubahan arah petikan. Yakni pada saat melakukan pola tabuhan pancer, jari kanan kembali pada arah petikan kacapi indung awal (dari bawah ke atas), namun tetap dalam irama ropelan.

4. SIMPULAN

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Rukmana telah melakukan pengembangan pada pirigan kacapi indung tembang Sunda Cianjuran. Pirigan kacapi indung yang dikembangkannya meliputi tabuhan

pasieupan, gumekan, gelenyu, kemprangan, dan kait. Melalui kreativitasnya tersebut, Ruk-ruk Rukmana dapat

digolongkan ke dalam seniman tua yang mengarah pada musik populer, dan termasuk pada kategori integrated

artist karena merupakan insan yang selalu berpikir secara integral dan mampu menghadapi tantangan jaman serta

sangat peduli pada perubahan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Marianto, Dwi. (2006). Quantum Seni. Semarang: Dahara Prize.

[2] Sabana, Setiawan. (2014). Wajah Seni Rupa Indonesia Masa Kini: Kompleksitas Perkembangan dan Kreativitas Seni. Makalah pada perkuliahan PPS Unnes.

[3] Narawati, Tati. (1998). Indrawati Koreografer Tari Sunda dalam Menghadapi Era Globalisasi: Sebuah Biografi. Tesis pada program pengkajian seni pertunjukan jurusan ilmu-ilmu humaniora UGM: Yogyakarta. Tidak diterbitkan.

[4] Hermawan, Deni. (2002). Etnomusikologi: Beberapa Permasalahan dalam Musik Sunda. Bandung: STSI Press Bandung.

Gambar

Gambar 2. Struktur Pola Tabuhan
Gambar 3. Proses Kreativitas Seniman
Gambar 4. Pola Tabuhan Pasieupan 5 (la) Konvensional Laras Pelog.
Gambar 6. Pola Tabuhan Gumekan 5 (la) Konvensional Laras Pelog.
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Secara teoritis, rata – rata sampel merupakan rata – rata aritmetis dari himpunan nilai Secara teoritis, rata – rata sampel merupakan rata – rata aritmetis dari himpunan nilai

I. INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN/INSPEKTORAT UTAMA LEMBAGA PEMERINTAH NON KEMENTERIAN. Kegiatan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah tahun 2014 dilakukan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Banik dan Ghosh (2008) menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri Bacillus sp dan Streptomyces sp lebih tinggi sehingga

Kerja utama kebanyakan nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID) adalah sebagai penghambat sintesis prostaglandin, sedangkan kerja utama obat antiradang glukokortikoid menghambat

Absensi karyawan ini dilakukan jam 05.00-08.00 WIB kegiatan selanjutnya pada jam 08.00-14.00 dilakukan pemetikan langsung dikebun untuk mengetahui cara pemetikan yang

Dalam hal Pembelian Unit Penyertaan SAM SHARIA EQUITY FUND dilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan secara berkala sesuai dengan ketentuan butir 13.3 di atas, maka

Populasi Petani/Calon Lahan Penerima Guliran Dana Penguatan Modal Usaha Kelompok Tebu Rakyat Tahun 2013/2014 di Kabupaten Langkat dan Sampel Penelitian.. No Kelompok Tani

Pendekatan yang penulis tawarkan dalam menyampaikan pendidikan karakter ini adalah secara integrasi dalam setiap mata kuliah, sehingga pendidikan karakter ini