• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PEMBERIAN MONOLAURIN DAN OBAT ALTERNATIF LAINNYA DALAM MEMBERANTAS PENYAKIT SCABIES PADA KAMBING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS PEMBERIAN MONOLAURIN DAN OBAT ALTERNATIF LAINNYA DALAM MEMBERANTAS PENYAKIT SCABIES PADA KAMBING"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PEMBERIAN MONOLAURIN DAN OBAT

ALTERNATIF LAINNYA DALAM MEMBERANTAS

PENYAKIT SCABIES PADA KAMBING

(Effect of Monolaurin and Drug of Alternativ Other in Fighting

Against Disease of Scabies at Goat)

SIMON ELESER1;JUNJUNGAN1,J.MANURUNG2danTONI SUIBU3

1Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih PO Box 1, Galang Sumatera Utara 2 Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor16114

3CV Raja Benua Mas

ABSTRACT

Research aim to know effectiveness gift of monolaurin and drug of alternative other in detaining against disease of scabies at goat have been executed at Station Attempt Lolit Kambing Potong Sungei Putih. Activity of research use 25 disease infection goat which have scabies divided to become 5 group treat by 5 restating tail. Group of T0 as control without gift of drug, Group of T1 given by monolaurin (Mo) 0.5 g/tail /day in concentrate, Group of T2 given by drug coming from Sulphur (Klt) dissolved in water with comparison 1 g : 25 ml irrigate and sweeped at all body, Group of T3 given by drug coming from tobacco leaf extract (Edt) thinned with water 1 : 10 sweeped at all body and Group of T4 given by drug coming from plant leaf extract (Etb) thinned with water 1 : 10 sweeped at entire/all body. Result of research of obtain that attacked by area is natural scabies of highest degradation at treatment of T4 ( early = 1219 mm become 828 mm) later;then treatment of T3 (early = 1282 mm become 897 mm); treatment of T1 (early = 980 mm become 830 mm) while treatment of T0 and treatment of natural T2 improvement (early = 784 mm become 2240 mm) and (early = 1045 mm become 4135 mm). Obstetrical of Eosinofil at blood show difference of reality at each treating. Content of Eosinofil in highest blood compared to before gift of drug (early research) met at treatment of T1 mount (280,55µl); treatment of T3 mount (180,55µl treatment of T2 mount (161,15µl); treatment of T0 mount (27,77µl) and treatment of T4 mount (24,92µl) obstetrical and so do Neutrofil in blood at treatment of T3 mount (8%); treatment of T1 mount (7,75%); treatment of T4 mount (5,25%); treatment of T2 mount (4,25%); and treatment of downhill T0 (- 0,5%). Content of Lympocyt in blood at treatment of T1 mount (3%); treatment of T3 mount (2,25%); treatment of T4 mount (1,5%); treatment of T0 and treatment of natural T2 degradation equal to (- 1,25%) and (- 6,75%). Content of Monocyt in blood at treatment of treatment of T3 mount (1,25%); treatment of T4 mount (0,75 %); treatment of T1 mount (0,5%); treatment of T0 mount (0,25%); while treating natural T2 of degradation equal to (- 0,25%). Result of research conclusion whereas that gift of tobacco leaf extract and flant leaf extract give expectation to fight against disease of scabies at goat.

Key Words: Goat, Monolaurin, Scabies, Efectivity

ABSTRACT

Penelitian bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian monolaurin dan obat alternative lainnya dalam menahan/memberantas penyakit scabies pada kambing telah dilaksanakan pada Stasiun Percobaan Lolit Kambing Potong Sungei Putih. Kegiatan penelitian menggunakan 25 ekor kambing dara yang telah terinfeksi penyakit scabies dibagi menjadi 5 kelompok perlakukan dengan 5 ekor ulangan. Kelompok T0 sebagai kontrol (Ktr) tanpa pemberian obat, Kelompok T1 diberikan monolaurin (Mo) 0.5 g/ekor/hari melalui pakan, Kelompok (T2) diberikan obat yang berasal dari Sulfur (Klt) dilarutkan dalam air dengan pengenceran 1 g : 25 ml air dan disapukan pada seluruh tubuh, Kelompok T3 diberikan obat yang berasal dari ekstrak daun tembakau (Edt) diencerkan dengan air 1 : 10 disapukan pada seluruh tubuh dan Kelompok T4 diberikan obat yang berasal dari ekstrak daun tumbuhan (Etb) diencerkan dengan air 1 : 10 disapukan pada seluruh tubuh. Hasil penelitian menunjukan bahwa luasan daerah yang terserang scabies mengalami penurunan paling tinggi pada perlakuan T4 (awal = 1219 mm menjadi 828 mm) kemudian perlakuan T3 (awal = 1282 mm menjadi 897 mm); perlakuan T1 (awal = 980 mm menjadi 830 mm) sedangkan perlakuan T0 dan perlakuan T2

(2)

mengalami peningkatan (awal = 784 mm menjadi 2240 mm) dan (awal = 1045 mm menjadi 4135 mm). Kandungan Eosinofil pada darah menunjukkan perbedaan nyata pada masing-masing perlakukan. Kandungan Eosinofil dalam darah paling tinggi dibanding sebelum pemberian obat (awal penelitian) dijumpai pada perlakuan T1 meningkat (280,55µl); perlakuan T3 meningkat (180,55µl); perlakuan T2 meningkat (161,15µl); perlakuan T0 meningkat (27,77µl) dan perlakuan T4 meningkat (24,92µl) demikian juga kandungan Neutrofil dalam darah pada perlakuan T3 meningkat (8%); perlakuan T1 meningkat (7,75%); perlakuan T4 meningkat (5,25%); perlakuan T2 meningkat (4,25%); dan perlakuan T0 menurun (-0,5%). Kandungan Lympocyt dalam darah pada perlakuan T1 meningkat (3%); perlakuan T3 meningkat (2,25%); perlakuan T4 meningkat (1,5%); perlakuan T0 dan perlakuan T2 mengalami penurunan sebesar (-1,25%) dan (-6,75%). Kandungan Monocyt dalam darah pada perlakuan T3 meningkat (1,25%); perlakuan T4 meningkat (0,75%); perlakuan T1 meningkat (0,5%); perlakuan T0 meningkat (0,25%); sedangkan perlakukan T2 mengalami penurunan sebesar (-0,25%). Hasil penelitian dapat disimpulkan sementara bahwa, pemberian ektrak daun tembakau dan daun tumbuh-tumbuhan memberikan harapan untuk pemberantasan penyakit scabies pada kambing,

Kata Kunci: Kambing, Monolaurin, Scabies, Efektivitas

PENDAHULUAN

Ternak kambing menduduki peranan yang penting dalam sistem usaha pertanian di Indonesia. Hal ini tercermin dari data statistik yang menunjukkan bahwa populasi kambing di Indonesia (12,4juta) merupakan jumlah terbesar ke 3 setelah India dan Cina. Sebaran populasi ternak kambing terpusat di Pulau Jawa (55%) dan Pulau Sumatera (26%). Dengan asumsi bahwa, rata-rata skala kepemilikan adalah lima ekor/keluarga, maka usaha produksi kambing nasional melibatkan kurang lebih 2,5 juta keluarga petani.

Walaupun dari sisi populasi dan jumlah petani pemeliharanya, potensi kambing relatif cukup menggembirakan, namun dari sisi produktivitasnya, potensi ternak tersebut kelihatannya masih perlu terus ditingkatkan. Misalnya, kontribusi kambing terhadap suplai daging nasional baru mencapai 5–7%, sedangkan kontribusi terhadap pendapatan petani mencapai 16%. Di samping itu, populasi sejak 1997-2001 terus mengalami penurunan dengan laju sebesar 2,74% per tahun (DITJEN

PETERNAKAN ,2003).

Salah satu faktor penyebab penurunan produksi ternak kambing adalah akibat serangan beberapa penyakit terutama yang diakibatkan oleh parasit baik internal maupun eksternal. Parasit eksternal yang sering menyerang kambing terutama disebabkan oleh

Sarcoptes scabiei (Tungau kudis). Penyakit

tersebut sangat menular dan diduga dapat hidup lama dalam kandang di luar tubuh inang biasanya dapat mematikan jika tidak diobati (MANURUNG et al., 1990). Berdasarkan hasil

penelitian, serangan beberapa penyakit tersebut telah mengakibatkan pertumbuhan kambing atau domba yang dipelihara di pedesaan terhambat sampai 38% (BERIAJAYA dan

STEVENSON, 1985; 1986) dengan mortalitas

meningkat sampai 28% (HANDAYANI dan

GATENBY, 1988).

Disisi lain, tantangan kedepan semakin besar seperti diindikasikan oleh beberapa perubahan yang harus diantisipasi antara lain: 1) permintaan akan daging cenderung meningkat akibat pertambahan dan perbaikan kesejahteraan penduduk, 2) permintaan hewan hidup untuk tujuan sosial-keagamaan yang semakin meningkat, 3) ketersediaan lahan bagi pengembalaan usaha kambing yang semakin terbatas akibat meningkatnya tekanan permintaan terhadap lahan bagi penggunaan non-pertanian, 4) pasar domestik yang semakin terbuka, sehingga terbuka peluang bagi masuknya daging impor yang mengakibatkan meningkatnya kompetisi. Untuk menghadapi tantangan tersebut dituntut adanya upaya bagi peningkatan efisiensi usaha secara nyata dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal yang tersedia.

Pemanfaatan sumber daya lokal secara maksimal merupakan langkah strategis dalam upaya mencapai efisiensi usaha, terlebih apabila sumberdaya tersebut mudah didapatkan petani dengan harga yang relative murah. Oleh karena kesehatan ternak sangat erat kaitannya dengan produktivitas, maka pemanfaatan monolaurin yang berasal dari ekstrak buah kelapa dan obat alternatif lainnya yang diduga dapat menangkal serangan penyakit scabies akan memberikan pengaruh nyata bagi

(3)

perkembangan produksi kambing. Penetapan prioritas dalam eksplorasi dan ekploitasi monolaurin dan obat alternative lainnya didasarkan kepada pertimbangan volume ketersediaan dapat dalam jumlah banyak , kelangsungan ketersediaan dapat dijamin dan tersedia secara lokal dan tidak bersaing dengan kebutuahn kompetitor lain. Di Sumatera Utara sendiri industri pengolahan monolaurin telah dilakukan CV Raja Benua Emas dan obat alternative lain yang digunakan petani dalam memberantas penyakit scabies pada kambing telah banyak dilakukan petani.

MATERI DAN METODE

Penelitian menggunakan 25 ekor kambing dara yang telah terinfeksi penyakit scabies dibagi menjadi lima kelompok perlakukan dengan lima ekor ulangan dilakukan di Stasiun percobaan Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih. Dosis pemberian obat pemberantas tungau (scabies) pada masing-masing kelompok perlakuan sebagai berikut :

1. Kelompok perlakuan TO sebagai kontrol (Ktr) tanpa pemberian obat

2. Kelompok perlakuan T1 diberikan monolaurin (Mo) 0,5 g/ekor /hari melalui pakan.

3. Kelompok perlakuan T2 diberikan obat Kelat (Klt) yang bahan utamanya berasal dari Sulfur dilarutkan dalam air dengan perbandingan 1 g : 25 ml air dan disapukan pada seluruh tubuh .

4. Kelompok perlakuan T3 diberikan obat yang berasal dari ekstrak daun tembakau (EDT) dilarutkan dalam air dengan perbandingan 1 ml : 10 ml air dan disapukan pada seluruh tubuh (T3)

5. Kelompok perlakuan T4 diberikan obat yang berasal dari ekstreak beberapa daun tumbuhan (Etb) terutama berasal dari daun dewa diencerkan dengan air, perbandingan 1 ml : 10 ml kemudian disapukan pada seluruh tubuh.

Pemberian obat setiap kelompok perlakuan dilakukan setiap minggu selama delapan minggu dan pengambilan sampel kerokan per 2 cm bujur sangkar bagian yang terserang dilakukan setiap minggu sebelum pemberian obat dan dilakukan selama empat minggu.

Kemudian sampel kerokan dianalisa di Laboratorium untuk mengetahui perkembangan tungau. Khusus untuk monolaurin agar habis dikonsumsi, pemberian konsentrat yang telah dicampur monolaurin terbatas (100 g/ekor/hari) terlebih dahulu setelah habis baru ditambahkan kekurangan konsentratnya.

Data yang dikumpulkan meliputi:

a. Perkembangan luasan kulit yang terserang scabies

b. Perkembangan/jumlah Tungau pada sampel 2 cm bujur sangkar yang terinfeksi

c. Kandungan Antibodi dalam darah adalah eosinofil neutrofil, limposit dan monocyt.

Analisis statistik

Analisis data pada kedua kegiatan menggunakan Rangcangan Acak lengkap jika berbeda nyata diuji lanjut dengan Duncan´s Multiple Range Test (STELL dan TORRIE,

1980)

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan luasan kulit yang terserang scabies pada tubuh ternak

Secara morphologis terlihat bagian tubuh yang paling sensitip terserang scabies adalah bagian telinga, mengingat lapisan kulit pada daun telinga relatif lebih tipis dan tidak banyak ditumbuhi oleh bulu sehingga memudahkan tungau scabies untuk hidup dan berkembang biak. Sementara itu, untuk bagian tubuh lainya karena tertutup oleh bulu maka secara visual tidak begitu terlihat kecuali pada kondisi ternak yang sudah parah. Pada awalnya kondisi kulit ternak kambing yang lebih banyak rusak akibat penyakit scabies adalah kelompok ternak yang diberi perlakuan pengobatan ekstrak daun tembakau dan ekstrak daun tumbuhan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian monolaurin, ekstrak daun tembakau dan ekstrak daun tumbuhan dapat mengurangi luas kulit yang terserang scabies masing-masing sebesar 5, 30 dan 32% dibandingkan dengan sebelum pemberian obat. Data pada Tabel 1. menyajikan perkembangan luas penyebaran scabies dan bagian–bagian tubuh yang terserang selama empat minggu pengamatan.

(4)

Tabel 1. Perkembangan luasan kuli yang terserang scabies dan bagian tubuh yang umum diserang selama empat minggu pengamatan

Luas penyebaran scabies pada bagian tubuh (cm)

Perlakuan jenis obat

Kepala Leher Badan Kaki Luas awal (cm) Luas akhir (cm) Kontrol (TO) 11,2 10,8 48,0 4,6 78,4 224,0 Monolourine (T1) 29,8 26,8 33,0 8,4 98,0 93,0 Kelat (T2) 28,4 18,0 56,0 2,1 104,5 413,5

Ekstrak daun tembakau (T3) 31,6 20,8 72,0 3,8 128,2 89,7 Ekstrak daun tumbuhan (T4) 17,7 34,6 66,8 2,8 121,9 82,8

Dari Tabel 1 tampak bahwa perlakuan tanpa pemberian obat (kontrol) mengalami peningkatan luas kulit yang terserang scabies sebesar 286%. Pemberian obat kelat yang diharapkan dapat mengurangi luas kulit yang terserang ternyata mengalami peningkatan sebesar 396%, hampir seluruh permukaan kulit tubuh ternak mengalami kerusakan dengan ciri-cri kulit berbintik-bintik merah, dan bulu pada badan hampir rontok semua. Frekuensi ternak menggaruk menunjukkan peningkatan dari 10-30 detik menjadi 3-10 detik tiap garukan, ini sebagai pertanda bahwa kulit terasa gatal. Hal ini diduga terjadi karena senyawa sulfur yang merupakan komponen utama pada kelat yang diharapkan efektif untuk membunuh tungau scabies terlalu cepat menguap.

Perkembangan tungau

Pada kambing perlakuan kontrol (tanpa diberi obat) dan dengan pemberian obat kelat selama empat minggu pengamatan menunjukkan peningkatan jumlah tungau yang sangat tinggi dan hal inilah yang menjadi keputusan mengapa penelitian pemberian kelat dan kontrol terpaksa harus dihentikan dipertengahan percobaan, untuk mencegah terjadinya kematian ternak. Data perkembangan tungau secabies pada sampel 2 cm kerokan selama empat minggu tertera pada Tabel 2.

Tiga jenis perlakuan obat scabies monolaurin (T1), ekstrak daun tembakau (T3) dan ekstrak daun tumbuhan (T4) yang

digunakan pada penelitian ini memberikan pengaruh perkembangan tungau yang nyata dibandingkan dengan kontrol. Monolaurine mampu menekan perkembangan tungau scabies relatip lebih rendah (28%), obat ektrak daun Tembakau (T3) sebesar 53% dan ektrak daun Tumbuhan (T4) sebesar 61% dibanding dengan perlakuan kontrol. Data pada Tabel. 3 menampilkan análisis sidik ragam rataan jumlah tungau pada kambing yang diberi perlakuan obat scabies Secara umum sampai minggu ke 8 semua ternak pada ketiga jenis percobaan obat tersebut belum sembuh total dari penyakit scabies. Namun dari hasil pengamatan kondisi fisik dan keadaan klinik ternak menunjukkan bahwa, pemberian monolaurin terlihat relatif stabil sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa monolaurine dapat meningkatkan daya tahan tubuh dari serangan penyakit yang disebabkan oleh parasit melalui peningkatan produksi antibodi Eosinofil (ELIESER et al.,

2004), karena Eosinofil termasuk sel darah putih fagosit yang berfungsi membantu mengurangi tingkat keparahan reaksi alergi (BAGGISH, 1996)

Kandungan antibodi pada darah

Parameter antibodi yang digunakan dalam pengamatan kesehatan ternak pada penelitian ini yaitu; Eosinofil, Neutrofil, Lymphocyt dan Monocyt yang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit yang terdapat dalam tubuh ternak.

(5)

Tabel 2. Perkembangan tungau pada sampel 2 cm kerokan kulit ternak yang terkena kuman scabies selama 4 minggu penelitian

Perlakuan Tungau awal (ekor/2 cm) Tungau akhir (ekor/2 cm) Perkembangan(ekor/2 cm) Rataan

Kontrol (TO) 16 192 176 65,66cd

Monolourine (T1) 7 25 18 20,55ab

Kelat (T2) 53 312 259 315E

Ekstrak daun tembakau (T3) 15 71 56 16,66a

Ekstrak tumbuhan (T4) 18 29 11 40,66bc

P.05 = 5,56 KK = 73,3%

Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan pada P<0,05

Tabel 3. Analisis sidik ragam rataan jumlah tungau pada kambing yang diberi perlakuan obat scabies selama 4 minggu

SK DB JK KT F.hit F.0,05 F.0,01

Perlakuan 3.00 382,321.26 127,440.42 41.14 3.49 5.95

Error 12.00 37,172.43 3,097.70

Total 15.00 419,493.68

BAGGISH, (1996) menerangkan bahwa

eosinofil termasuk sel darah putih fagosit yang berfungsi membunuh sejumlah parasit yang bisa menginfeksi tubuh. Neutrofil juga termasuk sel darah putih yang bersifat fagosit dan biasanya sebelum masuk kedalam darah mengalami proses pematangan dalam sumsum tulang. Infeksi bacterial umumnya ditanggulangi oleh produksi neutrofil dalam jumlah belimpah oleh sumsum tulang. Pada infeksi yang cukup parah produksi neutrofil belum cukup dan neutrofil yang belum matang meluap ke dalam aliran darah. Monosit merupakan sel darah putih yang berkembang dalam sumsum tulang sangat cepat dan akan merubah bentuk menjadi makrofak. Makrofak adalah sel darah putih berukuran jumbo yang berfungsi membunuh dan memakan bakteri atau sel-sel tua yang telah ditandai.

Hasil penelitian terhadap ternak-ternak yang menderita scabies, secara umum mengalami peningkatan antibodi dalam sel darah sebagai sistim pertahanan tubuh, kecuali untuk ternak control (T0 ) yang tidak diberi pengobatan dan pemberian obat kelat. Dengan pengobatan Kelat (T2) terlihat mengalami penurunan tingkat anti bodi Neutrofil dan

Lymphocyt selama penelitian. dengan tingkat penurunan yang nyata (P<0,05). Efek pemberian monolaurine secara fisik terlihat bahwa kondisi tubuh ternak lebih baik bila dibanding dengan pemberian obat lainnya. Hal ini sebagai akibat adanya peningkatan sistim pertahanan tubuh atau antibodi yang diproduksi dalam darah ternak yang diberi monolaurine lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan jenis obat alternative lainnya (seperti Ektrak tembakau dan Ektrak Tumbuhan) tertera pada Tabel 4. perkembangan kandungan antibodi pada sel darah ternak kambing selama empat minggu pemberian obat scabies.

Dari Gambar.1 berikut ini tampak bahwa kandungan Eosinofil pada ternak kambing yang diberi pengobatan beberapa jenis obat penyakit scabies, menunjukkan adanya kecenderungan meningkat dengan semakin sembuhnya ternak, kecuali untuk pemberian kelat terlihat tidak konsisten (kenaikan produksi antibodi tidak efektif terhadap pertahanan dan peningkatan kesehatan ternak. Satu hal yang menarik terlihat pada Gambar 1, yaitu pemberian monolaurine mampu meningkatkan produksi eusinofil yang lebih

(6)

tinggi dibandingkan dengan pemberian ekstrak tumbuhan, meskipun luas penyebaran scabies masih lebih tinggi pada kambing yang diberi monolaurine.

Kandungan Neutrofil terlihat tidak stabil selama pengamatan, dan antibodi terendah terdapat pada peberian obat kelat dibandingkan dengan ketiga jenis pengobatan lainnya. Bila dilihat dari keadaan ini dapat dikatakan bahwa rendahnya produksi antibodi neutrofil menjadi suatu petunjuk berkurangnya sistim pertahanan tubuh dan semakin memburuknya tingkat kesehatan kambing yang diberikan kelat. Sementara itu, untuk ketiga jenis perlakuan obat lainnya terlihat masih relatif konsisten. Gambar 2. berikut ini menampilkan perkembangan kandungan Neutrofil pada masing-masing perlakuan selama delapan minggu pengamatan.

Selanjutnya produksi antibodi Lymphocyt Gambar 3. yang menunjukkaqn dinamika produksi Lymphocyt pada masing-masing kelompok perlakuan

Dalam tubuh ternak, Lymphocyt melalui fagosit yang dibentuknya bertugas membunuh atau memakan kuman (benda asing dalam tubuh), Pada perlakuan kontrol produksi antibodi lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa bantuan obat maka tubuh ternak harus banyak memproduksi antibodi Lymphocit untuk mempertahankan kesehatan tubuh, dan sebaliknya untuk kambing yang diberi Monolaurine, ekstrak daun tembakau dan ekstrak daun tumbuhan produksi antibodi Lymphocit lebih rendah akibat serangan scabies yang semakin berkurang.

Tabel 4. Perkembangan kandungan antibodi pada sel darah ternak kambing selama empat minggu pemberian obat scabies

Perlakuan Pemberian obat scabies

Parameter

Kontrol Monolaurine Kelat Ekstrak daun tembakau Ekstrak daun tumbuhan Eosinofil (µl) Awal 180,55 183,32 283,3 138,87 172,3 Akhir 208,32 463,87 444,45 319,42 197,22 Kondisi 27,77ab 280,55d 161,15c 180,55d 24,92a Neutrofil (%) Awal 46,5 42,25 45 40,25 50,75 Akhir 46 50 49,25 48,25 56 Kondisi -0,5a 7,75d 4,25b 8d 5,25bc Lymphocyt (%) Awal 49,75 45,75 51,5 52,75 43,75 Akhir 48,5 48,75 44,75 55 45,25 Kondisi -1,25b 3cd -6,75a 2,25c 1,5de Monocyt (%) Awal 1,5 1,5 2,25 2,75 1,25 Akhir 1,75 2 1,75 4 2 Kondisi 0,25ab 0,5bc -0,5a 1,25de 0,75cd

(7)

Gambar 1. Perkembangan eosinofil sel darah pada ternak kambing Kacang yang diberi obat scabies

Gambar 2. Perkembangan Neutrofil dalam darah kambing Kacang pada pemberian obat scabies

Gambar 3. Perkembangan Lymphocit dalam darah Kambing Kacang pada pemberian obat scabies

0 100 200 300 400 500 1 2 3 4 5 6 7 8 Waktu Pengamatan (minggu)

Ju mlah Eos inof il dalam s el dar ah Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 0 10 20 30 40 50 60 70 1 2 3 4 5 6 7 8 Waktu Pengamatan (Minggu)

Kandungan Neutrofil darah

Ktr Mo Klt EDT Etb 0 10 20 30 40 50 60 70 1 2 3 4 5 6 7 8

Waktu Pengamatan (Minggu)

Kandungan Lymphocit dalam dara

h Ktr Mo Klt EDT Etb

(8)

Gambar 2. Perkembangan Neutrofil dalam darah kambing kacang pada pemberian Obat Scabies 0 10 20 30 40 50 60 70 1 2 3 4 5 6 7 8

Waktu Pengamatan (Minggu)

Kandungan Neutrofil darah

Ktr Mo Klt EDT Etb

Gambar 3. Perkembangan Lymphocit dalam darah Kambing Kacang Pada Pemberian Obat Scabies 0 10 20 30 40 50 60 70 1 2 3 4 5 6 7 8

Waktu Pengamatan (Minggu)

Kandungan Lymphocit dalam dara

h Ktr Mo Klt EDT Etb

(9)

KESIMPULAN DAN SARAN

Monolaurin dicampur dengan pakan konsentrat dapat meningkatkan pertahanan tubuh terhadap serangan tungau dan menekan perkembangan penyakit scabies pada kambing sebesar 28%..

Ekstrak daun tumbuhan, dan Ekstrak daun tembakau sebagai obat luar yang di oleskan pada tubuh dapat menekan perkembangan penyakit scabies pada kambing sebesar 53% dan 61%.

Kandungan Eosinofil, Neutrofil, Monocyt dan Limpocyt pada darah kambing paling tinggi dan stabil ditemukan pada perlakuan pemberian monolaurin.

Penggunaan Monolaurine sebagai obat scabies pada kambing akan lebih efektif atau lebih manjur apabila dikombinasi dengan obat luar seperti ekstrak daun tembakau, ekstrak daun tumbuhan dan lainnya yang sudah teruji.

DAFTAR PUSTAKA

BAGGISH JEFF, M.D. 1996. Bagaimana Sistem

Kekebalan Tubuh Anda Bekerja. Alih bahasa

dr. Lukito Juwono. Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta 1996.

BERIAJAYA and J. P. STEVENSON 1986. Reduced

productivity in small ruminant in Indonesia as a result of gastrointestinal nematode infections. Proc. of 5th Conference Institute Tropical

Veterinery Medicine, Kuala Lumpur, Malaysia.

BERIAJAYA and J. P. STEVENSON. 1985. The effect

of anthelmintic treatment on the weght gain of village sheeps. Proc. 3rd AAAP Animal

Science Congress. 1:519-521.

DIREKTORAT JENDRAL PETERNAKAN. 2003. Buku

Statistik Peternakan. Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian. Republik Indonesia.

HANDAYANI, S.W and R.M. GATENBY. 1988. Effects

of Management system, legume feeding and anthelmintic treatment on the performance of lambs in North Sumatra. Trop. Anim. Health Prod. 20: 122–128.

MANURUNG,BERIAJAYA,J.P.STEVENSON and M.R. KNOX. 1990. Use of ivermectin to control

sarcoptic mange in goats in Indonesia. Tropical Animal Health and Production. 22: 206–212.

STEEL., R.G.D AND J.H. TORRIE.1980. Principle

andProcedure of Statistics. McGraw-Hill Book Co. Inc. New York.

DISKUSI Pertanyaan:

Dasar pertimbangan apa yang digunakan untuk memilih obat-obat tersebut untuk pengobatan skabies?

Jawaban:

Dasar pertimbangan monolaurin adapt membentuk antibody dan menekan perkembangan scabies disamping ingin mendapatkan obat alternatif.

Gambar

Tabel 1.  Perkembangan luasan kuli yang terserang scabies dan bagian tubuh yang umum diserang selama  empat minggu pengamatan
Tabel 2.  Perkembangan tungau pada sampel 2 cm kerokan kulit ternak yang terkena kuman scabies selama 4  minggu penelitian
Gambar 2. berikut ini menampilkan  perkembangan kandungan Neutrofil pada  masing-masing perlakuan selama delapan  minggu pengamatan
Gambar 1. Perkembangan eosinofil sel darah pada ternak kambing Kacang yang diberi obat scabies
+2

Referensi

Dokumen terkait

Menurut pandangan itu, “penciptaan” adalah tindakan menggabungkan materi dengan bentuk, atau mengaktualisasikan potensi, dan bukan menciptakan sesuatu dari ketiadaan,

Bagaimana perbandingan massa jenis zat cair dengan massa jenis zat padat dari hasil pengamatan yang telah dilakukan2. Bagaimana perbandingan massa jenis zat padat yang diperoleh

Tujuan dari penelitian tersebut yaitu untuk mendeskripsikan gambaran problem-problem sosial yang meliputi perseteruan antar geng dalam film Serigala Terakhir. Kemudian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara keseluruhan apakah kualitas jasa dan nilai pelanggan berpengaruh terhadap minat kunjungan ulang melalui

Diversifikasi pangan Berbasis Tepung Mocaf. KWT Kenyo berkeinginan untuk melakukan diversifikasi pangan berbasis tepung mocaf sebagai bidang usahanya, namun mereka

Dalam membuat penjadwalan ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian misalnya dosen, kelas, ruang belajar dan waktu perkuliahan [2]. Semua hal yang disebutkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Corporate Governance Perception Index terhadap Kinerja Perusahaan yang diproksi dengan Return on Equity dan Tobin’s Q

Hasil karakteristik dari simplisia buah buncis (Phaseolus vulgaris) yang diperoleh dari tiga lokasi berbeda, secara organoleptis berupa serbuk berwarna hijau