• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. KAJIAN PUSTAKA

1. Kajian Terdahulu

Sejauh yang telah peneliti cari di Universitas Sebelas Maret, Surakarta serta Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Peneliti tidak menemukan penelitian dengan menggunakan novel Sekali Dalam 100 Tahun (1988) maupun karya Marga Tjoa yang dijadikan sebagai objek penelitiannya. Selain itu peneliti juga berusaha mencari melalui internet, dan hasil pencarian melalui internet hanya ditemukan tentang biografi Marga Tjoa serta karya-karyanya yang lain. Novel satir Sekali Dalam 100 Tahun (1988) ini merupakan novel yang namanya tidak setenar Karmila dan Badai Pasti Berlalu. Walaupun demikian novel SD100T ini merupakan novel yang bermutu. Faktanya isi karya ini menggambarkan tentang kehidupan sosial yang bebas dan kental dengan aroma seksualitas, namun Marga mampu menghadirkan ide tentang kehidupan bebas tanpa mengarahkannya pada karya sastra yang cabul dan bisa dikatakan karya “murahan”.

Satu di antara puluhan karya Marga adalah novel SD100T. Novel ini dibuat pada tahun 1988. Kajian terhadap karya tersebut sejauh pencarian peneliti ternyata tidak ditemukan adanya penelitian dengan objek tersebut. Maka, peneliti tertarik menggunakan novel tersebut menjadi objek dalam penelitian ini, dan kemudian peneliti akan mengkajinya dengan teori sosiologi sastra. Penelitian terhadap karya sastra dengan teori dan pendekatan sosiologi sastra atau teori lainnya yang berhubungan dengan topik penelitian ini akan dijadikan sebagai kajian pustaka dalam penelitian ini.

(2)

Fitria Anjar Kusuma (2012) menulis skripsi berjudul Problem-problem Sosial Dalam Novel Entrok Karya Okky Madasari; Pendekatan Sosiologi Sastra. Dalam penelitian tersebut, penulis membahas tentang gambaran struktur novel Entrok yang terdiri dari alur, penokohan, latar, tema, dan amanat yang membentuk totlitas. Kemudian, tentang bagaimana gambaran masalah sosial yang dihadirkan dalam novel Entrok. Selanjutanya, tentang bagaimana gambaran respon pengarang terhadap problem-problem sosial yang terdapat dalam novel Entrok. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mendeskripsikan dan kemudian menyimpulkan hasil analisis berupa unsur-unsur inti pembentuk struktur novel Entrok terdiri dari alur, penokohan, dan latar yang membentuk totalitas. Kemudian, berbagai sebab munculnya problem-problem sosial yang ada pada novel Entrok. Kemudian berikutnya adalah respon pengarang yang tergambar melalui novel Entrok.

Vitalia Rakhman (2014), menulis sebuah penelitian berjudul “Problem-problem Sosial dalam Kumpulan Puisi Aku Ingin Menjadi Peluru karya Wiji Thukul: Pendekatan Sosiologi Sastra”. permasalahan yang dihadirkan dalam penelitian tersebut ada dua hal. Pertama, problem-problem soasial apa saja yang dikemukakan dalam kumpulan puisi Aku Ingin Menjadi Peluru karya Wiji Thukul? Kedua, bagaimana respon pengarang terhadap problem-problem sosial yang ada dalam kumpulan puisi Aku Ingin Menjadi Peluru karya Wiji Thukul?

Tujuan penelitian ini pertama adalah mendeskripsikan problem-problem sosial apa saja yang dikemukakan dalam kumpulan puisi Aku Ingin Menjadi Peluru karya Wiji Thukul. Kedua, mendeskripsikan respon bagaimana respon

(3)

pengarang terhadap problem-problem sosial yang ada dalam kumpulan puisi Aku Ingin Menjadi Peluru karya Wiji Thukul.

Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Sumber data sumber data terbagi menjadi dua bagian yaitu sumber data primer dan sekunder. Teknik pengolahan data dengan cara reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian diperoleh simpulan sebagai berikut: (1) problem-problem sosial dalam kumpulan puisi Aku Ingin Menjadi Peluru karya Wiji Thukul meliputi kemiskinan dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang meliputi penggusuran rumah, perampasan tanah, pengekangan kebebasan berbicara, dan masalah generasi muda dalam masyarakat modern berupa sikap melawan terhadap pemerintah. (2) respon pengarang terhadap problem-problem sosial dalam kumpulan puisi Aku Ingin Menjadi Peluru karya Wiji Thukul antara lain berupa 1) Pengarang menganggap kemiskinan akibat dari sistem pemerintah. 2) Kesewenang-wenangan pemerintah harus dilawan. 3) Perlawanan terhadap pemerintah adalah suatu keharusan agar rakyat tidak semakin tertindas.

Erna Fajarwati (2012) membuat penelitian berupa skripsi berjudul “Problem-problem sosial dalam novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala: Pendekatan Sosiologi Sastra”. Masalah dalam penelitian tersebut ada tiga hal yang dibahas, yaitu 1) tentang bagaimanakah unsur struktural yang meliputi tokoh, alur, latar, tema, dan amanat dalam novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala? 2) bagaimanakah problem sosial yang terdapat dalam novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala? 3) bagaimanakah respon pengarang terhadap problem sosial yang terdapat dalam novel Kronik Betawi?

(4)

Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah sosiologi sastra. Objek penelitian ini berupa objek material yakni novel Kronik Betawi dan objek formal berupa problem-problem sosial dan respon pengarang. Teknik pengumpulan data melalui tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap laporan.

Hasil penelitian tersebut (1) analisis struktural unsur struktural yang meliputi tokoh, alur, latar, tema, dan amanat dalam novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala. (2) problem-problem sosial dalam novel Kronik Betawi meliputi kebudayaan dan problem intern masyarakat Jakarta. (3) respon pengarang yang terdapat dalam novel Kronik Betawi berupa masyarakat Betawi asli berusaha bertahan menghadapi problem sosial seiring kemajuan zaman.

Gatran Catur Septian R. (2013) membuat sebuah penelitian berupa skripsi berjudul “Problematika Sosial dalam Film “Romeo & Julliet” karya Andy Bachtiar Yussuf (Tinjauan Sosiologi Sastra)”.

Permasalahan dalam penelitian tersebut adalah pertama, tentang bagaimana gambaran problematika sosial yang meliputi perseteruan antar suporter dalam film Romeo & Julliet? Kedua, tentang bagaimana kritik sosial pengarang dalam film Romeo & Julliet ?

Tujuan dalam penelitian tersebut adalah mendeskripsikan gambaran problematika sosial yang meliputi perseteruan antar suporter dalam film Romeo & Julliet, dan mendeskripsikan kritik sosial pengarang dalam film Romeo & Julliet.

Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan metode penelitian kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah film Romeo & Julliet. Data berupa dialog dalam film Romeo & Julliet.

(5)

Simpulan dari penelitian tersebut, pertama problematika sosial dalam film Romeo & Julliet meliputi kehidupan suporter sepak bola, fanatisme, kegigihan, kebiasaan minum alkohol, rasisme, tawuran, dan “kawin lari”. Kedua, bentuk kritik sosial pengarang mencakup tentang kemacetan, keamanan, kebiasaan minum alkohol, dan amanat pengarang.

Totok Susanto (2013) menulis sebuah skripsi berjudul “Problem Sosial Anak Geng dalam Film Serigala Terakhir karya Upi Avianto (Pendekatan Sosiologi Sastra).

Permasalahan dalam penelitian tersebut adalah 1) bagaimana gambaran problem-problem sosial yang meliputi perseteruan antar geng dalam film Serigala Terakhir? 2) bagaimana kritik sosial pengarang dalam film Serigala Terakhir?

Tujuan dari penelitian tersebut yaitu untuk mendeskripsikan gambaran problem-problem sosial yang meliputi perseteruan antar geng dalam film Serigala Terakhir. Kemudian mendeskripsikan tentang bagaimana kritik sosial pengarang dalam film Serigala Terakhir.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Objek material berupa film Serigala Terakhir. Objek formal dalam penelitian ini berupa gambaran umum problematika anak geng.

Simpulan dari penelitian tersebut 1) problem sosial dalam film Serigala Terakhir meliputi kehidupan kelompok geng, tawuran, perilaku seksual, dan pembunuhan. 2) bentuk kritik sosial pengarang mencakup tentang keamanan, aksi premanisme, amanat pengarang.

Berdasarkan lima kajian terdahulu di atas, penelitian yang akan dilakukan dengan berobjek pada novel karya Marga berjudul SD100T ini

(6)

menggunakan teori yang sama, yakni teori yang telah digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Dalam penelitian-penelitian ini peneliti memilih untuk menggunakan teori sosiologi sastra sebagai dasar dalam menganalisis objek tersebut. Teori sosiologi sastra dalam penelitian ini ditujukan untuk mengungkapkan masalah yang serupa dengan kajian terdahulu, yakni mengenai problem-problem sosial dalam karya sastra.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penggunaan objek penelitian yang berbeda, secara garis besar teori yang digunakan tidak jauh berbeda namun yang membuat berbeda pada analisis yang menitik beratkan pada penggambaran aspek sosiologis serta problematika sosial yang direlevansikan dengan mimetik karya sastra yang menjadi objek kajian penelitian ini. Fungsi kajian terdahulu bagi penelitian ini untuk membuktikan keaslian penelitian ini serta untuk memperkuat landasan teori dalam penelitian ini, sebab penelitian terhadap objek ini baru pertama kali dilakukan. Sehingga dalam penelitian ini peneliti akan mengekplorasi karya tersebut sebagai langkah awal untuk membukakan jalan bagi penelitian selanjutnya. Beberapa penelitian terdahulu dengan menggunakan metode, pendekatan, dan teori akan digunakan sebagai kajian pustaka dalam penelitian ini. Hal-hal yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini akan dijadikan alat bantu untuk mengkaji objek yang telah ditentukan.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teori sastra untuk dasar dalam menganalisis problematika apa saja yang terkadung di dalam objek atau data yang diteliti. Karena masalah yang disorot dari karya sastra berjudul SD100T (1988) adalah problematika sosial, maka peneliti menggunkan teori

(7)

sosiologi sastra dan pendekatan mimetik. Tujuan menggunkan pendekatan dan teori ini untuk mendasari, membantu, dan mendukung peneliti hingga mampu menyelesaikan penelitianya.

Karya sastra itu tidah jatuh dari langit, maka sebuah karya sastra tentu memiliki asal usul kemunculannya. Abrams berpendapat ada empat pendekatan terhadap karya sastra, yaitu pendekatan mimetik, pendekatan pragmatik, pendekatan ekspresif, dan pendekatan objektif (dalam Pradopo, 2011:1).

Berdasarkan pendapat tersebut, analisis mimetik merupakan hal pertama yang dilakukan dalam sebuah pendekatan penelitian karya sastra. Untuk menggali makna yang bulat, harus dibedah unsur-unsur yang membentuk karya sastra tersebut. Dari unsur-unsur pembentuk karya sastra tersebut peneliti memperoleh makna karya sastra berdasarkan pada latar belakang sosial karya sastra tersebut.

Pendapat tersebut diperkuat oleh pendapat Warren dan Wellek (dalam Sri Wahyuningtyas dan Wijaya H.S., 2011:2) bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks. Pengertian struktur menunjuk pada susunan atau tata urutan yang berhubungan antara bagian satu dengan bagian yang lain. Unsur ini adalah ide dan emosi yang dituangkan, sedangkan unsur bentuk adalah semua elemen linguis yang dipakai untuk menuangkan isi ke dalam unsur fakta cerita, sarana cerita, dan tema sastra.

Dari pendapat Warren dan Wellek tersebut betapa pentingnya unsur-unsur dalam sebuah karya sastra sebab unsur-unsur-unsur-unsur pembentuk karya sastra tersebut memuat ide dan emosi. Jadi, analisis mimetik merupakan langkah pertama dalam penelitian untuk mengkaji dunia di luar karya sastra melalui isi karya sastra itu sendiri.

(8)

Hubungan timbal balik yang terjadi antara kehidupan sosial dan sastra saling mempengaruhi, terutama pengaruh sosial pengarang sebagai anggota kelompok sosial. Berbagai pengaruh terhadap pengarang, menjadikannya memiliki pandangan dunia. Posisi pengarang di tengah kelompok sosial turut mempengaruhi pandangan atau pola pikirnya. Berbagai pengalaman yang didapat melalui berbagai saluran ikut andil besar dalam pandangan pengarang dalam karya sastra yang dihasilkannya.

2. Landasan Teori

Adapun teori yang akan digunakan oleh peneliti ialah teori sosiologi sastra dan pendekatan mimetik. Pendekatan ini digunakan karena peneliti akan menggambarkan aspek sosiologis karya sastra tersebut dengan melihat fenomena-fenomena di luar karya sastra melalui kacamata karya sastra tersebut. Kemudian penelitian ini memusatkan perhatianya lagi, sehingga cakupan penelitian ini lebih tajam dengan menganilisis menggunakan teori sosiologi sastra. Penggunaan teori ini kemudian digunakan untuk mencari problematika sosial yang dihadirkan dalam novel SD100T (1988). Maka, dalam penelitian ini peneliti menggunakan klasifikasi Warren dan Wellek untuk diterapkan terhadap objek yakni dengan sosiologi karya sastra.

a. Sosiologi Sastra

Sosiologi adalah telaah yang obyektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses sosial (Damono, 1978:6). Jika dicermati, pengertian manusia dalam masyarakat merujuk pada individu di dalam kelompok sosial, dalam hal ini individu dapat diasumsikan bahwa itu adalah pengarang yang hidup di tengah-tengah masyarakat.

(9)

Seperti sosiologi, sastra juga berurusan dengan manusia dalam sosial masyarakat yang di dalamnya terdapat usaha manusia untuk beradaptasi dan berusaha untuk mengubah masyarakat itu. Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakat ini oleh beberapa pengarang disebut sosiologi sastra (Damono, 1978:6). Sosiologi berkaitan dengan manusia dalam masyarakat, sedangkan pendekatan sastra dengan mempertimbangkan aspek kemasyarakat adalah sosiologi sastra, maka di antara ilmu sosiologi dan ilmu sastra keduanya memiliki peran yang vital dalam penelitian sastra.

Sosiologi sastra pada dasarnya tidak berbeda pengertiannya dengan pendekatan sosiologis atau sosiokultur terhadap sastra (Damono, 1978:2). Pendekatan sosiologis lebih melihat dunia melalui karya sastra, jadi untuk melihat hal-hal diluar karya sastra harus melalui karya tersebut terlebih dahulu. Lebih lanjut Damono (1978:2) menerangkan bahwa ada dua kecenderungan utama dalam telaah sosiologis terhadap sastra. Pertama, pendekatan yang berdasarkan anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial ekonomi belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor luar sastra untuk membicarakan sastra. Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelitian. Metode yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui lebih dalam lagi gejala di luar sastra.

Pendekatan mimetik bertolak dari asumsi bahwa sastra merupakan cerminan kehidupan masyarakat, melalui karya sastra seorang pengarang mengungkapkan problematika kehidupan sosial yang pengarang sendiri ikut terlibat di dalam karya sastra itu. Entah disadari atau tidak posisi pengarang menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus pengarang mampu memberi

(10)

pengaruhnya terhadap masyarakat, bahkan seringkali masyarakat sangat menentukan nilai karya sastra yang hidup dalam suatu zaman, sementara sastrawan yang pada dasarnya merupakan anggota masyarakat tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang diterimanya dari lingkungan yang membesarkannya dan sekaligus membentuknya (Semi, 1993:73). Posisi pengarang sangat penting untuk dikaji mendalam, sebab pengarang sebagai pencipta karya sastra memiliki pandangan dunia. Pandangan dunia inilah yang sangat berpengaruh pada karya sastranya.

Sosiologi sastra berdasarkan prinsip bahwa karya sastra merupakan refleksi pada zaman karya sastra (semangat zaman) itu ditulis yaitu masyarakat yang melingkupi penulis, sebab sebagai anggotanya penulis tidak dapat lepas darinya.

Warren dan Wellek (1993:111) mengemukakan tiga klasifikasi yang berkaitan dengan sosiologi sastra, antara lain:

1. Sosiologi pengarang. Masalah yang berkaitan adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial, status pengarang, dan ideologi. 2. Sosiologi karya sastra. Masalah yang dibahas mengenai isi karya sastra,

tujuan atau amanat, dan hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan berkaitan dengan masalah sosial.

3. Sosiologi pembaca. Membahas masalah pembaca dan pengaruh sosial karya sastra terhadap pembaca.

Klasifikasi sosiologi sastra menurut Warren dan Wellek tidak jauh berbeda dengan klasifikasi kajian sosiologi sastra yang dikemukakan oleh Ian Watt. Ian Watt dalam eseinya yang berjudul “Literatur Society” yang

(11)

membicarakan hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Pertama, konteks sosial pengarang. Ini ada hubungannya dengan posisi pengarang dalam sosial masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca, dan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi si pengarang sebagai perseorangan dan isi karya sastranya. Yang terutama harus diteliti adalah (a) bagaimana pengarang mendapatkan mata pencahariannya, apakah ia menerima bantuan dari pengayom atau dari masyarakat secara langsung, atau dari kerja rangkap, (b) profesionalisme dalam kepengarangan: sejauh mana pengarang itu menganggap pekerjaannya sebagai profesi, dan (c) masyarakat apa yang dituju oleh pengarang dalam hubungan antara pengarang dan masyarakat, sebab masyarakat yang di tuju sering mempengaruhi bentuk dan isi karya sastra.

Kedua, sastra sebagai cermin masyarakat: sejauh mana sastra dapat dianggap mencerminkan keadaan masyarakat pada waktu karya itu ditulis, yang terutama mendapat perhatian adalah (a) sastra mungkin tidak dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu ditulis, (b) sifat lain dari yang lain seorang pengarang sering mempengaruhi pemilihan penampilan faktor-faktor sosial dalam karyanya, (c) genre sastra merupakan sikap sosial kelompok tertentu, bahkan sikap sosial seluruh masyarakat, (d) sastra berusaha untuk menampilkan keadaan masyarakat secermat-cermatnya, mungkin saja tidak dipercaya sebagai cermin pandangan sosial pengarang harus diperhitungkan apabila kita menilai karya sastra sebagai cermin masyarakat.

Ketiga, fungsi sosial sastra. Hal yang perlu dipertanyakan adalah sampai seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial dan seberapa jauh nilai sastra dipengaruhi nilai sosial. Pada hubungan ini, ada tiga hal yang

(12)

harus diperhatikan yaitu sudut pandang ekstrinsik kaum Romantik, sastra bertugas sebagai penghibur adanya kompromi dapat dicapai dengan meninjau slogan klasik bahwa sastra harus menggunakan sesuatu dengan cara menghibur (dalam Damono, 1978:3-4).

Dalam penelitian ini digunakan klasifikasi yang kedua dari Rene Welek dan Austin Warren yaitu sosiologi karya sastra. Dalam klasifikasi sosiologi karya sastra ini akan dibahas mengenai masalah-masalah sosial yang ada dalam isi karya sastra itu dan kemudian dikaitkan dengan hal-hal diluar karya sastra tersebut. Jadi, dalam sosiologi karya sastra yang menjadi pokok bahasan adalah karya sastra itu sendiri. Pendekatan sosiologi karya sastra akan mengkaji karya sastra yang isinya bersifat masih umum. Hal ini dikarenakan sastra sebagai buah karya seorang pengarang, tidak bisa lepas dari kehidupan sosial suatu masyarakat.

b. Mimetik

Abrams (dalam Pradopo, 2005:140) mengemukakan ada empat pendekatan terhadap karya sastra, yaitu pendekatan mimetik, pendekatan pragmatik, pendekatan ekspresif, dan pendekatan objektif.

Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang menganggap karya sastra sebagai tiruan alam (kehidupan), pengertian tersebut selaras dengan pendapat Ian Watt (dalam Damono, 1979:4) “pengertian “cermin” disini sangat kabur, dan oleh karenanya disalahtafsirkan dan disalahgunakan”. Jika dalam penelitian sastra pendapat bahwa sastra adalah cermin masyarakat, selayaknya seorang peneliti harus menyikapi dengan lebih teliti, sebab telah dikemukakan di atas bahwa “cermin” pengertiannya masih kabur sehingga dapat

(13)

menimbulkan salah tafsir. Selanjutnya, karya sastra merupakan tanggapan pencipta (pengarang) terhadap dunia (realita sosial) yang dihadapinya. “Sastra di dalamnya berisi pengalaman-pengalaman subjektif pengarangnya, pengalaman subjektif seseorang (fakta individual atau libidinal), dan

pengalaman sekelompok masyarakat (fakta sosial)” (Sangidu, 2004:41).

Pendekatan pragmatik menganggap bahwa karya sastra itu adalah alat untuk mencapai tujuan tertentu. Pendekatan ekspresif yakni menganggap bahwa karya sastra sebagai ekspresi perasaan, pikiran, dan pengalaman penyair (sastrawan); dan pendekatan objektif menganggap karya sastra sebagai sesuatu yang otonom, terlepas dari alam sekitarnya baik itu pembaca maupun pengarang.

c. Problematika Sosial

“Problematika sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial” (Soekanto, 2002:358). Soerjono Soekanto (2002:358), lebih lanjut menjelaskan permasalahan-permasalahan sosial timbul akibat dari interaksi sosial antar individu, individu dengan kelompok, atau antar kelompok sosial. Interaksi sosial yang terjadi berkisar pada ukuran adat istiadat, tradisi, dan ideologi, yang ditandai dengan suatu proses sosial yang disosiatif.

Soerjono Soekanto (2002:365) dalam bukunya menuliskan beberapa persoalan yang dihadapi oleh masyarkat pada umumnya yaitu sebagai berikut:

1. Kemiskinan

Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan

(14)

kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.

Kemiskinan dianggap sebagai masalah sosial, apabila perbedaan kedudukan ekonomis para warga masyarakat ditentukan secara tegas. Pada masyarakat modern yang rumit, kemiskinan menjadi suatu problematika sosial sebab sikap yang membenci kemiskinan tadi. Kemiskinan dalam masyarakat modern tidak hanya diukur dari kurang makan, pakaian, atau perumahan. Tetapi karena harta milikinya dianggap tidak cukup memenuhi taraf kehidupan yang ada (Soekanto, 2002:366).

2. Kejahatan

Sosiologi berpendapat bahwa kejahatan disebabkan karena kondisi-kondisi dan proses-proses sosial yang sama, yang menghasilkan perilaku-perilaku sosial lainnya. Dari pernyataan tersebut menghasilkan dua kesimpulan, pertama hubungan antara variasi kejahatan dengan variasi-variasi organisasi sosial di mana kejahatan itu terjadi. Tinggi rendahnya angka kejahatan berhubungan erat dengan bentuk-bentuk dan organisasi-organisasi sosial di mana kejahatan terjadi. Misalnya, gerak sosial, persaingan serta pertentangan budaya, ideologi politik, agama, ekonomi, dan seterusnya.

Kedua, para sosiolog berusaha menentukan proses-proses yang menyebabkan seseorang menjadi penjahat. Beberapa orang ahli menekankan pada beberapa bentuk proses seperti imitasi, pelaksanaan peranan sosial, asosiasi diferensial, kompensasi, identifikasi, konsepsi diri pribadi, dan kekecewaan yang agresif yang menyebabkan terjadinya

(15)

kejahatan.

Gejala lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah white-collar crime, suatu gejala yang timbul pada abad modern. Para ahli beranggapan bahwa tipe kejahatan ini merupakan ekses dari perkembangan ekonomi yang terlalu cepat, dan yang menekankan pada aspek material-finansial belaka. White collar crime merupakan kejahatan yang dilakukan oleh pengusaha atau penjabat di dalam peranan menjalankan fungsinya (Soekanto, 2002:368). Keadaan keuangan yang relatif kuat memungkinkan mereka untuk melakukan perbuatan yang oleh hukum dan masyarakat dikelompokkan dalam tindak kejahatan. Golongan ini menganggap dirinya kebal hukum, dan sarana pengendalian sosial lainnya karena kekuasaan dan keuangan yang kuat.

3. Disorganisasi Keluarga

Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga sebagai suatu unit, karena anggota-anggotanya gagal dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya yang sesuai dengan peranan sosialnya.

Secara sosiologis bentuk disorganisasi keluarga antara lain sebagai berikut:

a. Unit kelurga tidak lengkap karena hubungan di luar perkawinan b. Putusnya perkawinan (cerai, pisah meja, pisah tidur)

c. Kekurangan dalam keluarga (komunikasi)

d. Krisis keluarga (karena salah satu yang menjadi kepala keluarga pergi meninggalkan rumah tangga karena meninggal, perang, atau dihukum) e. Krisis kelurga karena faktor intern (gangguan jiwa)

(16)

Pada masyarakat Indonesia yang kebanyakan adalah masyarakat agraris, sistem ekonomi yang berubah menuju industrialisme menjadikan peranan keluarga berubah. Biasanya ayah menjadi pencari nafkah, namun dengan semakin banyaknya kebutuhan yang harus tercukupi, ibu juga turut mencari nafkah tambahan bagi keluarganya. Yang jelas, dari perubahan sistem ekonomi tersebut membuat pola pendidikan anak diserahkan pada pihak luar, dalam hal ini pihak luar adalah sekolah.

4. Masalah Generasi Muda dalam Masyarakat Modern

Masalah generasi muda pada umumnya ditandai oleh dua ciri yang berlawanan. Yakni, keinginan untuk melawan ( radikalisme, delinkuensi dan sebagainya) dan sikap yang apatis ( penyesuaian yang membabi buta dengan ukuran moral generasi tua).

Dalam masyarakat modern, terdapat kemungkinan timbul

ketidakseimbangan antara kedewasaan sosial dan kedewasaan biologis. Pada masyarakat yang kompleks kemajuan seseorang ditentukan oleh kemampuan, bukan senioritas. Pada masyarakat yang sedang mengalami masa transisi, generasi muda seolah-olah terjepit antara norma-norma lama dengan norma-norma baru. Generasi tua seolah-olah tidah sadar bahwa sekarang ukurannya bukan lagi segi usia akan tetapi kemampuan.

Masa remaja bisa dikatakan sebagai suatu keadaan krisis sebab belum adanya pegangan, sedangkan kepribadiannya sedang mengalami pembentukan. Pada masyarakat di kota besar seperti Jakarta seringkali generasi muda mengalami kekosongan karena tidak adanya bimbingan orang tua terhadap anak pada usia remaja. Hal tersebut terjadi karena

(17)

orang tua harus mencari nafkah sehingga tidak bisa dan tidak ada waktu untuk mengasuh anak-anaknya. Soerjono Soekanto (2002:373) memaparkan urutan yang terjadi secara sosiologis masalah-masalah akibat kekosongan yang dialami generasi muda. Pertama, persoalan sense of value yang kurang ditanamkan orang tua, terutama pada lapisan masyarakat kelas atas dalam masyarakat sehingga menimbulkan imitasi anak-anak golongan kelas bawah. Kedua, timbulnya organisasi-organisasi pemuda informal, yang tingkah lakunya tidak disukai masyarakat pada umumnya. Ketiga, timbulnya usaha generasi muda yang bertujuan mengadakan perubahan dalam masyarakat yang disesuaikan dengan nilai-nilai kaum muda.

5. Peperangan

Sosiologi menganggap peperangan sebagai suatu gejala yang disebabkan oleh pelbagai faktor. Peperangan merupakan suatu bentuk pertentangan dan juga suatu lembaga kemasyarakatan. Peperangan merupakan suatu bentuk pertentangan yang diakhiri dengan akomodasi. Pada dewasa ini yang sering disebut dengan “perang dingin” merupakan suatu bentuk akomodasi.

Peperangan mengakibatkan disorganisasi dalam pelbagai aspek masyarakat, baik bagi negara pemenang maupun yang kalah. Apalagi dewasa ini, peperangan tidak hanya terbatas pada perang yang dilakukan oleh negara dan angkatan bersenjata namun juga melibatkan seluruh lapisan masyarakat.

(18)

a. Pelacuran

Pelacuran dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapat upah. Pelacuran mempunyai pengaruh besar terhadap moral. Sebab terjadinya dapat dilihat pada faktor endogen dan eksogen.

Faktor-faktor endogen yang utama adalah nafsu kelamin yang besar, sifat malas, dan keinginan yang besar untuk hidup mewah. Faktor eksogen yang mendasari seseorang melakukan pelacuran adalah faktor ekonomis, urbanisasi yang tidak teratur, keadaan perumahan yang tidak memenuhi syarat, dan seterusnya ( Soekanto, 2002:375). b. Delinkuensi Anak-anak

Delinkuensi yang terkenal di Indonesia adalah masalah anak- anak muda yang tergabung dalam suatu ikatan formal atau semi formal dan yang mempunyai tingkah laku yang kurang disukai masyarakat pada umumnya.

Bentuk-bentuk perbuatan yang tidak disukai masyarakat pada umumnya tersebut yaitu mengendarai kendaraan bermotor sewenang-wenang, penggunaan obat-obat perangsang, pengedaran pornografi, yang hanya bisa dilakukan oleh golongan mampu.

c. Alkoholisme

Dalam setiap masyarakat berkembang terdapat pola sikap tertentu terhadap perilaku minum. Secara tradisional minum-minum merupakan acara yang mempunyai pelbagai fungsi, antara lain

(19)

untuk memperlancar pergaulan. Sebagai sarana memperlancar pergaulan, pola minum-minum mengandung aspek tertentu, misalnya prestise sosial. Dalam batas-batas tertentu pola minum-minum, terutama di mana minuman yang disajikan mengandung alkohol,

mencerminkan pola perilaku kelas sosial tertentu.

Pola minum-minum yang mengandung alkohol dalam batas-batas tertentu dianggap biasa. Akan tetapi jika perbuatan tersebut mengakibatkan keadaan mabuk, maka hal itu dianggap penyimpangan yang tidak terlampau berat, jika belum menjadi kebiasaan.

d. Homoseksual

Secara sosiologis, homoseksual adalah seseorang yang cenderung mengutamakan orang yang sejenis kelaminnya sebagai mitra seksual. Homoseksual merupakan sikap-tindak atau pola perilaku para homoseksual. Pria yang melakukan sikap-tindak yang demikian disebut homoseksual, sedangkan pada wanita yang berbuat demikian disebut lesbian.

e. Masalah Kependudukan

Penduduk suatu negara, pada hakikatnya merupakan sumber yang sangat penting bagi pembangunan, sebab penduduk merupakan subjek serta objek pembangunan. Terdapat dua masalah yang menjadi masalah di Indonesia. Pertama, bagaimana penyebaran penduduk, sehingga tercipta kepadatan penduduk yang serasi untuk seluruh Indonesia. Kedua, bagaimana mengusahakan penurunan angka

(20)

kelahiran, sehingga perkembangan penduduk dapat diawasi dengan seksama.

7. Masalah Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup erat kaitannya dengan hal-hal atau apa-apa yang di luar manusia. Lingkungan hidup biasanya dibedakan dalam

kategori-kategori sebagai berikut:

a. Lingkungan fisik, yakni semua benda mati di sekeliling manusia, b. Lingkungan biologis, yaitu segala sesuatu yang berada di sekitar

manusia yang berupa organisme yang hidup (selain manusia),

c. Lingkungan sosial, terdiri dari orang-orang baik individual maupun kelompok yang berada di sekitar manusia.

8. Birokrasi

Birokrasi merujuk pada suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mengerahkan tenaga dengan teratur dan terus-menerus, untuk mencapai tujuan tertentu. Pengertian lain birokrasi adalah organisasi yang bersifat hirarkis, yang diterapkan secara rasional untuk mengkoordinasikan orang-orang untuk kepentingan pelaksanaan tugas-tugas administratif. Max Weber (dalam Soekanto, 2002:392) dalam birokrasi sedikitnya mencakup lima unsur, yaitu:

a. Organisasi,

b. Pengerahan tenaga, c. Sifat yang teratur, d. Bersifat terus-menerus, e. Mempunyai tujuan.

(21)

Organisasi merupakan suatu cara membagi kekuasaan dan wewenang. Pada pembagian berdasarkan kekuasaan dalam suatu organisasi terdapat:

a. Penguasa dan mereka yang dikuasai.

b. Hirarki, urut-urutan kekuasaan secara vertikal atau bertingkat dari atas ke bawah.

c. Ada pembagian tugas horizontal, yaitu pembagian tugas antara beberapa bagian, di mana bagian-bagian tersebut mempunyai kekuasaan dan wewenang yang setingkat atau sederajat.

d. Ada suatu kelompok sosial.

B. KERANGKA PIKIR

Dalam penelitian terhadap novel Sekali Dalam 100 Tahun (1988) menggunakan teori sosiologi sastra dan pendekatan mimetik. Adapun pendekatan mimetik turut digunakan untuk membantu analisis secara umum, kemudian difokuskan dengan analisis sosiologi sastra.

Kerangka pikir yang digunakan untuk menganalisis novel Sekali Dalam 100 Tahun (1988) adalah sebagai berikut.

1. Pada tahap awal penulis menentukan objek penilitian, novel Sekali Dalam 100 Tahun (1988) karya Marga T. Lalu dilakukan pemahaman secara mendalam terhadap karya sastra atau objek penelitian tersebut dengan membaca berulang-ulang, sehingga mampu menemukan maksud yang terdapat di dalamnya.

2. Setelah melakukan pemahaman dengan seksama, tahap selanjutnya adalah menemukan permasalahan yang akan diteliti melalui pendekatan mimetik.

(22)

Adapun peneliti menitik beratkan pada problematika sosial yang terdapat dalam novel SD100T.

3. Tahap selanjutnya adalah menentukan teori yang digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam objek penelitian. Teori sosiologi sastra dan pendekatan mimetik akan digunakan untuk meneliti dan menganalisis lebih lanjut.

4. Terakhir adalah tahap di mana penulis menyimpulkan hasil penelitian yang terdapat dalam novel SD100T, dengan didasarkan pada analisis dengan teori dan pendekatan diatas.

Dari uraian kerangka berpikir di atas diperjelas melalui bagan sebagai berikut:

Novel Sekali Dalam 100 Tahun

Analisis Sosiologi Sastra Dilakukan Pendekatan

sosiologis

Penarikan Kesimpulan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Berdasarkan hasil pembahasan yang dikemukakan dalam laporan akhir ini, kesimpulan yang didapatkan ialah untuk tingkat likuiditas perusahaan dianggap likuid tetapi

Penerapan media poster untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman

Penyesuaian bentuk sel darah merah terhadap proses fisiologis tubuh unggas antara lain dengan tingkat fleksibilitas sel darah untuk mampu bergerak bebas dengan

Sedangkan untuk mengetahui tingkat akuntabilitas tersebut, perlu adanya Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) yang merupakan bahan utama untuk monitoring dan evaluasi