• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 09 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 09 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 09 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 09 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN : 2008 NOMOR : 09

PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 09 TAHUN 2008

TENTANG

PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BANDUNG,

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 81 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang

Milik Negara/Daerah serta dalam rangka meningkatkan

kualitas penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan terhadap masyarakat di Kota Bandung, dipandang perlu mengatur pengelolaan barang milik daerah secara fungsional, transparan, efisien, akuntabel, serta memberikan kepastian hukum dan kepastian nilai sesuai dengan jiwa dan semangat otonomi daerah;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah Kota Bandung tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan

Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur/ Tengah/Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Himpunan Peraturan Negara Tentang Pembentukan Wilayah/Kota);

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok

Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013);

(2)

Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 203 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4286, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah sebagaimana telah diubah keduakalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437 jo. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1971 tentang Penjualan

Kendaraan Perorangan Dinas Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1971 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1967);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1987 tentang Perubahan

Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dan Kabupaten Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3358);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3643); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pengamanan

dan Pengalihan Barang Milik/Kekayaan Negara dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4073);

(3)

Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4488);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4515 jo. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3573);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Indonesia Nomor 4578);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4614);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4614);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

20. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 10 Tahun 1989 tentang Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung (Lembaran Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Tahun 1989 Nomor 10);

21. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 07 Tahun 2006 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kota Bandung Tahun 2006 Nomor 07);

(4)

Urusan Pemerintahan Daerah Kota Bandung (Lembaran Daerah Kota Bandung Tahun 2007 Nomor 08);

23. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 05 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Kota Bandung Tahun 2008 Nomor 05);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANDUNG dan

WALIKOTA BANDUNG MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH.

BAB I

KETENTUAN UMUM Bagian Pertama

Pengertian Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Bandung.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Bandung. 3. Walikota adalah Walikota Bandung.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung.

5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kota Bandung.

6. Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disebut SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Kota Bandung.

7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(5)

diperoleh atas beban APBD maupun yang berasal dari perolehan lain yang sah, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak beserta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya.

9. Pemegang Kekuasaan Pengelola Barang Milik Daerah adalah Walikota yang

karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan Pengelola barang milik daerah.

10. Pengelola barang milik daerah yang selanjutnya disebut Pengelola barang adalah Sekretaris Daerah yang karena jabatannya berwenang dan bertanggungjawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan Pengelola barang milik daerah.

11. Pembantu Pengelola barang milik Daerah adalah Kepala Unit Kerja/Kepala Unit Pengelola barang yang karena jabatannya bertanggung jawab mengkoordinir penyelenggaraan Pengelola barang milik Daerah yang ada pada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah.

12. Pengguna barang milik daerah yang selanjutnya disebut Pengguna barang adalah Kepala SKPD selaku pemegang kewenangan Pengunaan barang milik daerah.

13. Kuasa Pengguna barang milik daerah yang selanjutnya disebut Kuasa Pengguna barang adalah pejabat yang ditunjuk oleh Kepala SKPD untuk menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya.

14. Penyimpan Barang milik daerah adalah pegawai yang diserahi tugas untuk menerima, menyimpan dan mengeluarkan barang milik daerah.

15. Pengurus barang milik daerah adalah pegawai yang diserahi tugas untuk mengurus barang milik daerah dalam proses pemakaian yang ada di setiap SKPD/Unit Kerja.

16. Standarisasi barang adalah pembakuan barang milik daerah menurut jenis, spesifikasi dan kualitas dalam 1 (satu) periode tertentu.

17. Standarisasi sarana dan prasarana adalah pembakuan barang milik daerah berupa ruang kantor, perlengkapan kantor, rumah dinas, kendaraan dinas dan lain-lain barang yang memerlukan standarisasi.

18. Pemeliharaan adalah suatu rangkaian kegiatan untuk menjaga kondisi dan memperbaiki semua barang milik negara/daerah agar selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna.

19. Standarisasi harga adalah penetapan besaran harga barang sesuai jenis, spesifikasi dan kualitas dalam 1 (satu) periode tertentu.

(6)

20. Penyimpanan adalah kegiatan untuk melakukan pengurusan penyelenggaraan dan pengaturan barang milik daerah di dalam gudang dan/atau di ruang penyimpanan lainnya.

21. Penyaluran adalah kegiatan untuk menyalurkan/mengirimkan barang milik daerah dari gudang atau tempat lain yang ditunjuk kepada satuan kerja pemakai. 22. Pemeliharaan adalah suatu rangkaian kegiatan untuk menjaga kondisi dan

memperbaiki semua barang milik daerah agar selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna..

23. Pengamanan adalah kegiatan atau tindakan pengendalian dan pengurusan barang milik daerah dalam bentuk fisik, administratif, pengasuransian, dan tindakan hukum.

24. Penyusutan adalah kegiatan menyisihkan dana untuk memperbaharui barang milik daerah pada saat barang milik daerah sudah kehilangan nilai teknis dan/atau nilai ekonomis, sehingga terjamin kelangsungan fungsinya.

25. Sewa adalah pemanfaatan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.

26. Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan barang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Pengelola barang.

27. Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan daerah bukan pajak/pendapatan daerah dan sumber pembiayaan lainnya.

28. Bangun guna serah yang selanjutnya disingkat BGS adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berkahirnya jangka waktu.

29. Bangun serah guna yang selanjutnya disingkat BSG adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.

(7)

milik daerah dari daftar barang milik daerah dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengguna barang dan/atau kuasa Pengguna barang dan/atau Pengelola barang milik daerah dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.

31. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah daerah.

32. Penjualan adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.

33. Tukar menukar adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, atau antara pemerintah daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang.

34. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah, dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat, antar Pemerintah Daerah, dari Pemerintah Daerah kepada pihak lain, atau dari pihak lain kepada Pemerintah Daerah tanpa memperoleh penggantian.

35. Penyertaan modal pemerintah daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham daerah pada badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya.

36. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik daerah sesuai ketentuan yang berlaku. 37. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan

pelaporan hasil pendataan barang milik daerah.

38. Penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu untuk memperoleh nilai barang milik daerah.

39. Daftar barang Pengguna barang yang selanjutnya disingkat DBP, adalah daftar yang memuat data barang milik daerah yang digunakan oleh masing-masing Pengguna barang.

40. Daftar barang kuasa Pengguna barang yang selanjutnya disingkat DBKP, adalah daftar yang memuat data barang milik daerah yang dimiliki oleh masing-masing kuasa Pengguna barang.

(8)

(1) Barang milik daerah meliputi:

a. barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD; dan b. barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.

(2) Barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;

b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau

d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Bagian Kedua

Asas Umum Pengelolaan Barang Milik Daerah Pasal 3

Pengelolaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 4

(1) Pengaturan pokok-pokok pengelolaan barang milik daerah dimaksudkan untuk menyeragamkan langkah dan/atau tindakan dalam pengelolaan barang milik daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) Pengaturan pokok-pokok pengelolaan barang milik daerah bertujuan:

a. memberikan pedoman dalam pelaksanaan Pengelola barang milik daerah;

b. mewujudkan tertib administrasi Pengelola barang milik daerah; c. menciptakan efisiensi dan efektifitas Pengunaan barang milik daerah;

d. tersusunnya neraca kekayaan daerah yang dapat dipertanggungjawabkan;

e. memberikan informasi mengenai status hukum barang milik daerah; f. memberikan kemudahan dalam melakukan evaluasi kinerja Pengelola

barang milik daerah; dan

g. mengamankan barang milik daerah.

(9)

BAB III RUANG LINGKUP

Pasal 5 Pengelolaan barang milik daerah meliputi:

a. perencanaan kebutuhan dan penganggaran; b. pengadaan;

c. penerimaan, penyimpanan dan penyaluran; d. penggunaan;

e. penatausahaan f. pemanfaatan;

g. pengamanan dan pemeliharaan; h. penilaian;

i. penghapusan; j. pemindahtanganan;

k. pembinaan, pengawasan dan pengendalian; l. pembiayaan; dan

m. tuntutan ganti rugi.

BAB IV

PEJABAT PENGELOLA BARANG MILIK DAERAH Pasal 6

(1) Walikota adalah pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah. (2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Walikota dibantu oleh :

a. Sekretaris Daerah selaku Pengelola barang;

b. Kepala unit kerja/unit Pengelola barang milik daerah selaku pembantu Pengelola barang ;

c. Kepala SKPD selaku Pengguna barang;

d. Kepala unit pelaksana teknis daerah selaku kuasa Pengguna barang; e. Penyimpan barang; dan

f. Pengurus barang milik barang.

(10)

Pasal 7

(1) Walikota selaku pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah mempunyai wewenang :

a. menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah;

b. menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan bangunan;

c. menetapkan kebijakan pengamanan barang milik daerah;

d. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan DPRD;

e. menyetujui usul pemindahtanganan dan penghapusan barang milik daerah sesuai batas kewenangannya; dan

f. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.

(2) Sekretaris Daerah selaku Pengelola barang, berwenang dan bertanggung jawab :

a. menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik daerah; b. meneliti dan dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah; c. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan

barang milik daerah;

d. mengatur pelaksanaan pemanfaatan, penghapusan dan pemindahtanganan barang milik daerah yang telah disetujui oleh Walikota;

e. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik daerah; dan

f. melakukan pengawasan dan pengendalian atas Pengelola barang milik daerah.

(3) Kepala unit kerja/unit Pengelola barang milik daerah selaku pembantu Pengelola barang daerah bertanggungjawab mengkoordinasikan penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah yang ada pada masing-masing SKPD.

(4) Kepala SKPD selaku Pengguna barang milik daerah berwenang dan bertanggungjawab :

a. mengajukan rencana kebutuhan barang milik daerah bagi SKPD yang dipimpinnya kepada Walikota melalui Pengelola barang;

b. mengajukan permohonan penetapan status untuk penguasaan dan Pengunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah kepada Walikota melalui Pengelola barang;

(11)

c. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;

d. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya;

e. mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;

f. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada Walikota;

g. menyerahkan tanah dan bangunan yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya kepada Walikota melalui Pengelola barang;

h. melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya; dan

i. menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola barang.

(5) Kepala Unit Pelaksana Teknis selaku Kuasa Pengguna barang milik daerah berwenang dan bertanggung jawab :

a. mengajukan rencana kebutuhan barang milik daerah bagi unit kerja yang dipimpinnya kepada Kepala SKPD yang bersangkutan;

b. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;

c. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi unit kerja yang dipimpinnya;

d. mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;

e. melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya; dan

f. menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) yang berada dalam penguasaannya kepada Kepala SKPD yang bersangkutan.

(12)

Pasal 8

(1) Untuk membantu teknis penerimaan dan penyimpanan barang serta pengurusan barang, Pengguna barang/Kuasa Pengguna barang dibantu oleh penyimpan barang dan pengurus barang.

(2) Penyimpan barang dan pengurus barang sebagimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pegawai yang ditugaskan menerima, menyimpan, mengeluarkan dan mengurus barang yang diangkat oleh Pengelola barang untuk masa 1 (satu) tahun anggaran dan bertanggungjawab kepada Pengelola barang melalui Pengguna barang/Kuasa Pengguna barang.

(3) Ketentuan mengenai syarat-syarat pengangkatan,tugas dan tanggung jawab penyimpan barang dan pengurus barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan lebih lanjut oleh Walikota.

BAB V

PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGANGGARAN Pasal 9

(1) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah disusun dalam rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah setelah memperhatikan ketersediaan barang milik daerah yang ada.

(2) Perencanaan kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah disusun dalam Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah dengan memperhatikan data barang yang ada dalam pemakaian.

(3) Perencanaan kebutuhan dan pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), berpedoman pada standarisasi sarana dan prasarana kerja pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Walikota dan standar harga yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota.

(4) Peraturan Walikota dan Keputusan Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dijadikan acuan dalam menyusun Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD) dan Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (RKPBMD).

(5) Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah dan Rencana Kebutuhan

Pemeliharaan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) masing-masing satuan kerja perangkat daerah sebagai bahan penyusunan Rencana APBD.

(13)

Pasal 10

(1) Pengguna barang menghimpun usul rencana kebutuhan barang yang diajukan oleh Kuasa Pengguna barang milik daerah yang berada di bawah lingkungannya.

(2) Pengguna barang menyampaikan usul rencana kebutuhan barang milik daerah kepada Pengelola barang.

(3) Pengelola barang bersama Pengguna barang membahas usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan memperhatikan data barang milik daerah yang ada pada sekretariat daerah dan/atau SKPD untuk ditetapkan sebagai Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD).

BAB VI PENGADAAN

Pasal 11

Pengadaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.

Pasal 12

(1) Pengadaan barang/jasa pemerintah daerah dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Daerah.

(2) Panitia Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Daerah ditetapkan dengan Keputusan Walikota.

(3) Walikota dapat melimpahkan kewenangan kepada SKPD untuk membentuk Panitia Pengadaan Barang/Jasa.

Pasal 13

(1) Pengadaan barang/jasa pemerintah daerah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pengadaan barang/jasa pemerintah daerah yang bersifat khusus dan menganut asas keseragaman, ditetapkan dengan Keputusan Walikota.

Pasal 14

(1) Realisasi pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dilakukan pemeriksaan oleh Panitia Pemeriksa Barang/Jasa Pemerintah Daerah.

(2) Panitia Pemeriksa Barang/Jasa Pemerintah Daerah ditetapkan oleh Walikota. (3) Walikota …

(14)

(3) Walikota dapat melimpahkan kewenangan kepada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk membentuk Panitia Pemeriksa Barang/Jasa.

Pasal 15

(1) Pengguna barang membuat laporan hasil pengadaan barang/jasa pemerintah daerah kepada Walikota melalui Pengelola barang.

(2) Laporan hasil pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dokumen pengadaan barang/jasa.

BAB VII

PENERIMAAN, PENYIMPANAN, PENYALURAN Bagian Pertama

Penerimaan Pasal 16

(1) Penerimaan barang milik daerah sebagai tindak lanjut dari hasil pengadaan dan/atau dari pihak ketiga harus dilengkapi dengan dokumen pengadaan dan Berita Acara.

(2) Penerimaan barang milik daerah berupa barang tidak bergerak diterima oleh Kepala SKPD, dan dilaporkan kepada Walikota untuk ditetapkan penggunaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Penerimaan barang milik daerah berupa barang bergerak dilakukan oleh penyimpan barang yang dilaksanakan di gudang/tempat penyimpanan.

Bagian Kedua Penyimpanan

Pasal 17 Kegiatan penyimpanan barang meliputi :

a. menerima, menyimpan, mengatur, merawat dan menjaga keutuhan barang dalam gudang/ruang penyimpanan agar dapat dipergunakan sesuai dengan rencana secara tertib, rapih dan aman;

b. menyelenggarakan administrasi penyimpanan/pergudangan atas semua barang yang ada dalam gudang;

c. melakukan stock (pengadaan) secara berkala ataupun insidentil terhadap barang persediaan yang ada di dalam gudang agar persediaan selalu dapat memenuhi kebutuhan;

d. membuat laporan secara berkala atas persediaan barang yang ada di gudang. Bagian …

(15)

Bagian Ketiga Penyaluran

Pasal 18

(1) Penyaluran merupakan kegiatan untuk melakukan pengiriman barang dari gudang/ruang penyimpanan ke unit kerja.

(2) Fungsi penyaluran adalah menyelenggarakan pengurusan pembagian/pelayanan barang secara tepat, cepat dan teratur sesuai dengan kebutuhan.

(3) Kegiatan penyaluran yaitu meliputi:

a. menyelenggarakan penyaluran barang ke unit kerja;

b. menyelenggarakan administrasi penyaluran dengan tertib dan rapi; dan c. membuat laporan realisasi penyaluran barang milik daerah.

(4) Penyaluran barang milik daerah oleh penyimpan barang dilaksanakan atas dasar Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB) dari Pengguna barang/Kuasa Pengguna barang disertai dengan Berita Acara Serah Terima.

(5) Pengguna barang wajib melaporkan stock atau sisa barang kepada Pengelola barang melalui pembantu Pengelola barang.

(6) Kuasa Pengguna barang wajib melaporkan stock atau sisa barang kepada Pengguna barang.

BAB VIII PENGURUSAN

Pasal 19

(1) Pengurusan barang adalah kegiatan untuk mengurus barang daerah dalam proses pemakaian yang ada disetiap SKPD/Unit Kerja.

(2) Kegiatan pengurusan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pencatatan Barang Hasil Pengadaan, dari APBD maupun Non APBD/hibah; b. Menyusun Laporan Barang Pengguna Semesteran/Tahunan (LBPS/LBPT); c. Menyusun laporan usulan barang yang akan dihapuskan;

d. Pengamanan,perawatan barang daerah dalam pemakaian. Pasal 20

Ketentuan mengenai tata cara penerimaan, penyimpanan dan penyaluran barang milik daerah ditetapkan oleh Walikota.

(16)

PENGGUNAAN Pasal 21

(1) Status penggunaan barang milik daerah ditetapkan oleh Walikota.

(2) Penetapan status penggunaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tata cara sebagai berikut :

a. Pengguna barang melaporkan barang milik daerah yang diterimanya kepada Pengelola barang disertai dengan usul penggunaannya; dan

b. Pengelola barang meneliti laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan mengajukan usul penggunaan barang dimaksud kepada Walikota untuk ditetapkan status penggunaannya.

Pasal 22

Barang milik daerah ditetapkan status penggunaannya untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD dan untuk dapat dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD.

Pasal 23

(1) Penetapan status penggunaan barang milik daerah dilakukan dengan ketentuan bahwa barang milik daerah tersebut diperlukan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Pengguna barang/Kuasa Pengguna barang.

(2) Pengguna barang/Kuasa Pengguna barang wajib menyerahkan barang milik daerah yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Pengguna barang dan/atau Kuasa Pengguna barang kepada Walikota melalui Pengelola barang.

(3) Setiap Pengguna barang milik daerah yang tidak melakukan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dikenakan sanksi berupa pembekuan dana pemeliharaan tanah dan/atau bangunan.

(4) Barang milik daerah yang tidak digunakan sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD, dicabut penetapan status penggunaannya dan dapat dialihkan kepada SKPD lainnya.

Pasal 24

(1) Walikota menetapkan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang harus diserahkan oleh Pengguna barang karena sudah tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD.

(17)

(2) Dalam menetapkan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola barang memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. standar kebutuhan tanah dan/atau bangunan untuk menyelenggarakan dan menunjang tugas pokok dan fungsi SKPD; dan

b. hasil audit atas penggunaan tanah dan/atau bangunan.

(3) Tindak lanjut pengelolaan atas penyerahan tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. ditetapkan status penggunaan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD lain;

b. dimanfaatkan dalam rangka optimalisasi barang milik daerah; dan c. dipindahtangankan. BAB IX PENATAUSAHAAN Bagian Pertama Pembukuan Pasal 25

(1) Pengguna barang/Kuasa Pengguna barang melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah ke dalam Daftar Barang Pengguna barang (DBP)/Daftar Barang Kuasa Pengguna barang (DBKP) menurut penggolongan dan kodefikasi barang.

(2) Pembantu Pengelola barang melakukan rekapitulasi atas pencatatan dan pendaftaran barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Daftar Barang Milik Daerah (DBMD).

(3) Pencatatan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam dokumen inventaris barang.

(4) Pendaftaran dan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur oleh Walikota.

Pasal 26

(1) Pengguna barang/Kuasa Pengguna barang menyimpan dokumen kepemilikan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang ada dalam penguasaannya.

(2) Pengelola barang menyimpan seluruh dokumen kepemilikan tanah dan/atau bangunan milik pemerintah daerah.

(18)

Bagian Kedua Inventarisasi

Pasal 27

(1) Pengelola barang dan Pengguna barang melakukan inventarisasi barang milik daerah sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun untuk menyusun Buku Inventaris dan Buku Induk Inventaris beserta rekapitulasi barang milik daerah. (2) Dikecualikan dari ketentuan ayat (1), terhadap barang milik daerah yang

berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan, Pengguna barang melakukan inventarisasi setiap tahun.

(3) Pengguna barang menyampaikan laporan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) kepada Pengelola barang selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah selesainya inventarisasi.

(4) Pengelola barang bertanggung jawab atas pelaksanaan sensus barang milik daerah.

(5) Pelaksanaan inventarisasi barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Walikota.

(6) Pembantu Pengelola barang menghimpun hasil inventarisasi barang milik daerah.

Bagian Ketiga Pelaporan

Pasal 28

(1) Kuasa Pengguna barang harus menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) untuk disampaikan pada Pengguna barang.

(2) Pengguna barang harus menyusun Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) untuk disampaikan kepada Walikota melalui Pengelola barang.

(3) Pengelola barang harus menyusun Laporan Barang Milik Daerah (LBMD) berupa tanah dan/atau bangunan semesteran dan tahunan.

(4) Pengelola barang harus menghimpun Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta Laporan Barang Milik Daerah (LBMD) berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Pengelola barang harus menyusun Laporan Barang Milik Daerah (LBMD) berdasarkan hasil penghimpunan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

(19)

Pasal 29

Laporan Barang Milik Daerah (LBMD) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5) digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca pemerintah daerah dan disampaikan secara berjenjang

Pasal 30

Pemerintah Daerah wajib memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam rangka Pengelola barang milik daerah secara cepat, akurat dan terintegrasi.

Pasal 31

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik daerah ditetapkan oleh Walikota.

BAB X PEMANFAATAN

Bagian Pertama Kriteria Pemanfaatan

Pasal 32

(1) Pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan, selain tanah dan/atau bangunan yang dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD, dilaksanakan oleh Pengguna barang setelah mendapat persetujuan Pengelola barang.

(2) Pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD dilaksanakan oleh Pengelola barang setelah mendapat persetujuan Walikota. (3) Pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang tidak

dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD, dilaksanakan oleh Pengguna barang setelah mendapat persetujuan Pengelola barang.

(4) Pemanfaatan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan daerah dan kepentingan umum.

(20)

Bentuk Pemanfaatan Pasal 33

Bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik daerah berupa: a. sewa;

b. pinjam pakai;

c. kerjasama pemanfaatan; dan

d. bangun guna serah dan bangun serah guna. Paragraf 1

Sewa Pasal 34

(1) Penyewaan barang milik daerah dilaksanakan dengan bentuk:

a. penyewaan barang milik daerah atas tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh Pengguna barang kepada Walikota;

b. penyewaan atas sebagian barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2); dan

c. penyewaan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.

(2) Penyewaan atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh Pengelola barang setelah mendapat persetujuan Walikota

(3) Penyewaan atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, dilaksanakan oleh Pengguna barang setelah mendapat persetujuan Pengelola barang.

Pasal 35

(1) Barang milik daerah dapat disewakan kepada pihak lain sepanjang menguntungkan daerah.

(2) Jenis Barang Milik Daerah yang dapat disewakan diatur lebih lanjut oleh Walikota.

(3) Jangka waktu penyewaan barang milik daerah paling lama 5 (lima) tahun dan dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang.

(4) Dalam hal Pemerintah Daerah membutuhkan barang milik daerah yang disewakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, maka perjanjian sewa dapat diputuskan secara sepihak oleh Pemerintah Daerah.

(21)

(5) Penyewa wajib memberikan imbalan berupa uang sewa harian atau bulanan atau tahunan untuk jangka waktu tertentu, baik sekaligus maupun secara berkala. (6) Penetapan formula besaran tarif sewa barang milik daerah ditetapkan Walikota. (7) Penyewaan dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian sewa menyewa yang

sekurang-kurangnya memuat:

a. data barang milik daerah yang disewakan; b. hak dan kewajiban dari kedua belah pihak;

c. jumlah/besarnya uang sewa yang harus dibayar oleh Penyewa;; d. jangka waktu sewa-menyewa;

e. sanksi;

f. ketentuan lain yang dipandang perlu terutama mengenai batasan-batasan Pengunaan barang milik daerah yang disewakan kepada Pihak Penyewa; g. surat Perjanjian Sewa Menyewa tersebut ditandatangani oleh Pengelola

barang atas nama Walikota dengan Pihak Penyewa;dan

h. segala biaya yang diperlukan dalam rangka persiapan pelaksanaan penyewaan barang milik daerah ditanggung oleh Pihak Penyewa.

(7) Hasil penyewaan merupakan penerimaan daerah dan seluruhnya wajib disetorkan ke rekening kas daerah.

Pasal 36

(1) Pemanfaatan barang milik daerah selain disewakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dapat dikenakan retribusi.

(2) Retribusi atas pemanfaatan/penggunaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Paragraf 2 Pinjam Pakai

Pasal 37

(1) Barang milik daerah baik berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, dapat dipinjampakaikan untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

(2) Pinjam pakai barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat atau antar pemerintah daerah.

(22)

(3) Pinjam pakai barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh Pengelola barang setelah mendapat persetujuan Walikota;

(4) Barang milik daerah yang dipinjampakaikan tidak merubah status kepemilikan barang daerah;

(5) Ketentuan pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi BUMN, BHMN dan BUMD.

(6) Jangka waktu pinjam pakai barang milik daerah paling lama 2 (dua) tahun dan apabila diperlukan dapat diperpanjang kembali.

(7) Pinjam pakai dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat:

a. pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;

b. jenis, luas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka waktu;

c. tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu peminjaman; dan

d. persyaratan lain yang dianggap perlu.

(8) Syarat-syarat pinjam pakai barang milik daerah diatur lebih lanjut oleh Walikota.

Paragraf 3 Kerjasama Pemanfaatan

Pasal 38

Kerjasama pemanfaatan barang milik daerah dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka:

a. mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah; dan b. meningkatkan pendapatan daerah.

Pasal 39

(1) Kerjasama pemanfaatan barang milik daerah dilaksanakan dengan bentuk: a. kerjasama pemanfaatan barang milik daerah atas tanah dan/atau bangunan

yang sudah diserahkan Pengguna barang kepada Walikota;

b. kerjasama pemanfaatan barang milik daerah atas sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan Pengguna barang; dan

c. kerjasama pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan. (2) Kerjasama ...

(23)

ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh Pengelola barang setelah mendapat persetujuan Walikota

(3) Kerjasama pemanfaatan atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, dilaksanakan oleh Pengguna barang setelah mendapat persetujuan Pengelola barang.

Pasal 40

Kerjasama pemanfaatan atas barang milik daerah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBD untuk memenuhi biaya operasional/pemeliharaan/perbaikan yang diperlukan terhadap barang milik daerah dimaksud;

b. mitra kerjasama pemanfaatan ditetapkan melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya lima peserta/peminat, kecuali untuk barang milik daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung; c. mitra kerjasama harus membayar kontribusi tetap ke rekening kas daerah setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan;

d. besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Walikota;

e. besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan harus mendapat persetujuan Pengelola barang;

f. selama jangka waktu pengoperasian, mitra kerjasama pemanfaatan dilarang menjaminkan atau menggadaikan barang milik daerah yang menjadi objek kerjasama pemanfaatan;

g. jangka waktu kerjasama pemanfaatan paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani.

Pasal 41

(1) Biaya pengkajian, penelitian, penaksir dan pengumuman tender/lelang, dibebankan pada APBD.

(2) Biaya yang berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penyusunan surat perjanjian, konsultan pelaksana/pengawas, dibebankan pada Pihak Ketiga.

(24)

Paragraf 4

Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna Pasal 42

Bangun guna serah atau bangun serah guna barang milik daerah dapat dilaksanakan dengan persyaratan sebagai berikut :

a. Pengguna barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka penyelenggaran tugas pokok dan fungsi; dan

b. tidak tersedia dana dalam APBD untuk penyediaan bangunan dan fasilitas dimaksud.

Pasal 43

(1) Bangun guna serah atau bangun serah guna barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilaksanakan oleh Pengelola barang setelah mendapat persetujuan Walikota.

(2) Barang milik daerah berupa tanah yang status penggunaannya ada pada Pengguna barang dan telah direncanakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD yang bersangkutan, dapat dilakukan bangun guna serah atau bangun serah guna setelah terlebih dahulu diserahkan kepada Walikota.

(3) Bangun guna serah atau bangun serah guna sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Pengelola barang dengan mengikutsertakan Pengguna barang dan/atau Kuasa Pengguna barang sesuai tugas pokok dan fungsinya.

Pasal 44

Dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD, penetapan status penggunaan barang milik daerah sebagai hasil dari pelaksanaan bangun guna serah atau bangun serah guna dilaksanakan oleh Walikota.

Pasal 45

(1) Jangka waktu bangun guna serah dan bangun serah guna paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani.

(2) Penetapan mitra bangun guna serah atau bangun serah guna dilaksanakan melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya 5 (lima) peserta/peminat.

(25)

jangka waktu pengoperasian harus memenuhi kewajiban sebagai berikut:

a. membayar kontribusi ke rekening kas daerah setiap tahun, yang besarannya ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Walikota; b. tidak menjaminkan, menggadaikan atau memindahtangankan objek bangun

guna serah atau bangun serah guna;

c. memelihara objek bangun guna serah atau bangun serah guna.

(4) Mitra bangun guna serah atau bangun serah guna yang telah ditetapkan, selama jangka waktu pembangunan harus memenuhi kewajiban sebagai berikut:

a. membayar kompensasi setiap bulan ke rekening Pengguna barang yang menjadi objek bangun guna serah atau bangun serah guna;

b. besarnya kompensasi atas berkurangnya pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan Pengguna barang yang menjadi objek bangun guna serah atau bangun serah guna.

(5) Dalam jangka waktu pengoperasian, sebagian barang milik daerah hasil bangun guna serah dan bangun serah guna harus dapat digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintah daerah.

(6) Hak guna bangunan di atas hak pengelolaan milik pemerintah daerah, dapat dijadikan jaminan dan/atau diagunkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 46

Bangun guna serah atau bangun serah guna dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat:

a. pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;

b. objek bangun guna serah atau bangun serah guna;

c. jangka waktu bangun guna serah atau bangun serah guna;

d. hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian; dan e. persyaratan lain yang dianggap perlu.

Pasal 47

Izin mendirikan bangunan bangun guna serah atau bangun serah guna harus diatasnamakan Pemerintah Daerah.

(26)

Pasal 48

Pembiayaan bangun guna serah atau bangun serah guna ditentukan sebagai berikut : a. biaya pengkajian, penelitian dan pengumuman tender/lelang, dibebankan pada

APBD;

b. biaya yang berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penyusunan Surat Perjanjian, konsultan pelaksana/pengawas, dibebankan kepada pihak pemenang.

Pasal 49

(1) Mitra bangun guna serah barang milik daerah harus menyerahkan objek bangun guna serah kepada Pengelola barang pada akhir jangka waktu pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan fungsional. (2) Mitra bangun guna serah barang milik daerah harus menyerahkan objek

bangun guna serah kepada Walikota pada akhir jangka waktu pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan fungsional.

(3) Bangun serah guna barang milik daerah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. mitra bangun serah guna harus menyerahkan objek bangun serah guna kepada Pengelola barang segera setelah selesainya pembangunan;

b. mitra bangun serah guna dapat mendayagunakan barang milik daerah tersebut sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perjanjian;dan c. setelah jangka waktu pendayagunaan berakhir, objek bangun serah guna

terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawasan fungsional sebelum penggunaannya ditetapkan oleh Pengelola barang.

(4) Bangun serah guna barang milik daerah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. mitra bangun serah guna harus menyerahkan objek bangun serah guna kepada Walikota segera setelah selesainya pembangunan;

b. mitra bangun serah guna dapat mendayagunakan barang milik daerah tersebut sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perjanjian; c. setelah jangka waktu pendayagunaan berakhir, objek bangun serah guna

terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawasan fungsional sebelum penggunaannya ditetapkan oleh Walikota.

Pasal 50

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah dan bangun serah guna barang milik daerah ditetapkan oleh Walikota.

(27)

BAB XI

PENGAMANAN DAN PEMELIHARAAN Bagian Pertama

Pengamanan Pasal 51

(1) Pengelola barang, Pengguna barang, dan/atau Kuasa Pengguna barang wajib melakukan pengamanan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya.

(2) Pengamanan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. pengamanan administrasi meliputi kegiatan pembukuan, inventarisasi, pelaporan dan penyimpanan dokumen kepemilikan secara tertib;

b. pengamanan fisik untuk selain tanah dan/atau bangunan untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi barang, penurunan jumlah barang dan hilangnya barang dilakukan dengan cara : pemanfaatan sesuai tujuan, penggudangan/penyimpanan baik tertutup maupun terbuka dan pemasangan tanda kepemilikan;

c. pengamanan fisik untuk tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan cara pemagaran dan pemasangan tanda batas, pemasangan papan tanda kepemilikan serta penjagaan;

d. Pengamanan resiko yaitu berupa kegiatan mengasuransikan barang milik daerah berupa bangunan dan/atau selain barang bergerak; dan

e. pengamanan hukum yaitu berupa kegiatan melengkapi bukti status kepemilikan.

Pasal 52

(1) Barang milik daerah berupa tanah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Daerah.

(2) Barang milik daerah berupa bangunan harus dilengkapi bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Daerah.

(3) Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Daerah.

Pasal 53

(1) Bukti kepemilikan barang milik daerah wajib disimpan dengan tertib dan aman. (2) Penyimpanan bukti kepemilikan barang milik daerah dilakukan oleh Pengelola

barang.

(28)

Pemeliharaan Pasal 54

(1) Pengguna barang bertanggung jawab atas pemeliharaan barang milik daerah yang ada di bawah penguasaannya.

(2) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang (DKPB).

(3) Biaya pemeliharaan barang milik daerah dibebankan pada APBD. Pasal 55

(1) Kuasa Pengguna barang wajib membuat daftar hasil pemeliharaan barang yang berada dalam kewenangannya dan melaporkan/menyampaikan daftar hasil pemeliharaan barang tersebut kepada Pengguna barang yang bersangkutan secara berkala.

(2) Pengguna barang meneliti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyusun daftar hasil pemeliharaan barang yang dilakukan dalam satu tahun anggaran sebagai bahan untuk melakukan evaluasi mengenai efisiensi pemeliharaan barang milik daerah.

(3) Pengguna barang wajib membuat Daftar Hasil Pemeliharaan Barang (DHPB) dan melaporkan kepada Pengelola barang secara berkala.

BAB XII PENILAIAN

Pasal 56

Penilaian barang milik daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Daerah, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik daerah.

Pasal 57

Penetapan nilai barang milik daerah dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Daerah dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Pasal 58

(1) Penilaian barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Walikota, dan dapat melibatkan penilai independen yang bersertifikat di bidang penilaian aset.

(29)

dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar, dengan estimasi terendah menggunakan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

(3) Hasil penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Walikota.

Pasal 59

(1) Penilaian barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh Pengelola barang, dan dapat melibatkan penilai independen yang bersertifikat di bidang penilaian aset. (2) Penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar.

(3) Hasil penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pengelola barang.

BAB XIII PENGHAPUSAN

Pasal 60

Penghapusan Penghapusan Barang Milik Daerah meliputi:

a. penghapusan dari daftar barang Pengguna barang dan/atau Kuasa Pengguna

barang; dan

b. penghapusan dari daftar barang milik daerah. Pasal 61

(1) Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf a, dilakukan dalam hal barang milik daerah dimaksud sudah tidak berada dalam penguasaan Pengguna barang dan/atau Kuasa Pengguna barang.

(2) Barang milik daerah sudah tidak berada dalam penguasaan Pengguna barang dan/atau Kuasa Pengguna barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan karena:

a. penyerahan kepada Pengelola barang;

b. pengalihgunaan barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada Pengguna barang lain;

c. pemindahtanganan atas barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada pihak lain;

d. pemusnahan;dan

(30)

e. sebab-sebab lain antara lain adalah karena hilang, pencurian, terbakar, susut, menguap, mencair.

(3) Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf b, dilakukan dalam hal barang milik daerah dimaksud sudah beralih kepemilikannya, terjadi pemusnahan atau karena sebab-sebab lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e.

(4) Beralihnya kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah karena atas barang milik daerah dimaksud telah terjadi pemindahtanganan atau dalam rangka menjalankan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya.

(5) Barang milik daerah yang rusak, hilang, mati, susut, berlebih dan tidak efisien dilaporkan kepada Walikota melalui Pengelola barang.

(6) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penerbitan surat keputusan penghapusan dari Pengguna barang setelah mendapat persetujuan Walikota atas usul Pengelola barang.

(7) Pelaksanaan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya dilaporkan kepada Pengelola barang.

(8) Kriteria penghapusan barang milik daerah adalah sebagai berikut :

a. Penghapusan tanah dan/atau bangunan berdasarkan pertimbangan/alasan-alasan sebagai berikut :

1. rusak berat, terkena bencana alam/force majeure; 2. tidak dapat digunakan secara optimal (idle);

3. tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota; 4. kebutuhan organisasi karena perkembangan tugas;

5. penyatuan lokasi dalam rangka efisiensi dan memudahkan koordinasi; 6. pertimbangan dalam rangka pelaksanaan rencana strategis Hankam.

b. Penghapusan selain tanah dan/atau bangunan berdasarkan pertimbangan/alasan-alasan sebagai berikut :

1. pertimbangan teknis;

2. pertimbangan ekonomis; dan

3. karena hilang/kekurangan perbendaharaan atau kerugian

(9) Penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 untuk:

a. tanah dan/atau bangunan;

b. selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah);

ditetapkan oleh Walikota setelah mendapat persetujuan DPRD.

(31)

(10) Penghapusan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan sampai

dengan Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dilakukan oleh Pengelola barang setelah mendapat persetujuan Walikota.

(11) Proses penghapusan barang milik daerah diatur lebih lanjut oleh Walikota Pasal 62

(1) Penghapusan barang milik daerah dengan tindak lanjut pemusnahan dilakukan apabila barang milik daerah dimaksud:

a. tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan tidak dapat dipindahtangankan; atau

b. alasan lain sesuai ketentuan perundang-undangan.

(2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pengguna barang dengan surat keputusan Pengelola barang setelah mendapat persetujuan Walikota.

(3) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara dan dilaporkan kepada Pengelola barang.

BAB XIV

PEMINDAHTANGANAN Bagian Pertama

Bentuk-Bentuk dan Persetujuan Pasal 63

Bentuk-bentuk pemindahtanganan barang milik daerah meliputi: a. penjualan;

b. tukar menukar; c. hibah; dan

d. penyertaan modal pemerintah daerah.

Pasal 64

(1) Pemindahtanganan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 untuk:

a. tanah dan/atau bangunan;

b. selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah);

ditetapkan oleh Walikota setelah mendapat persetujuan DPRD.

(32)

(2) Pemindahtanganan berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memerlukan persetujuan DPRD apabila :

a. sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota, ;

b. harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran;

c. diperuntukkan bagi pegawai negeri;

d. diperuntukkan bagi kepentingan umum; dan

e. dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.

Pasal 65

(1) Tidak sesuai dengan tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf a artinya pada lokasi tanah dan/atau bangunan milik daerah dimaksud terjadi perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan wilayah.

(2) Tidak sesuai dengan penataan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf a artinya atas tanah dan/atau bangunan milik daerah dimaksud perlu dilakukan penyesuaian, yang berakibat pada perubahan luas tanah dan/atau bangunan tersebut.

(3) Dihapuskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf b adalah bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut untuk dirobohkan yang selanjutnya didirikan bangunan baru di atas tanah yang sama (rekontruksi) sesuai dengan alokasi anggaran yang telah disediakan dalam dokumen penganggaran.

(4) Tanah dan/atau bangunan yang diperuntukkan bagi pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf c adalah tanah dan/atau bangunan, yang merupakan kategori rumah negara golongan III atau tanah, yang merupakan tanah kavling yang menurut perencanaan awal pengadaannya untuk pembangunan perumahan pegawai negeri.

(5) Kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf d adalah kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah yang menyangkut kepentingan bangsa dan negara, masyarakat luas, rakyat banyak/bersama, dan/atau kepentingan pembangunan.

(6) Dikuasai oleh negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf e adalah barang milik daerah yang ditetapkan sebagai pelaksanaan perundang-undangan karena adanya keputusan pengadilan atau penyitaan.

Pasal 66

Usul untuk mendapat persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud Pasal 64 ayat (1) diajukan oleh Walikota.

(33)

Pasal 67

Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud Pasal 64 ayat (2) ditetapkan oleh Walikota.

Pasal 68

Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dilakukan Pengelola barang setelah mendapat persetujuan Walikota.

Bagian Kedua Penjualan

Pasal 69

(1) Penjualan barang milik daerah dilaksanakan dengan pertimbangan : a. untuk optimalisasi barang milik daerah yang berlebih;

b. belum dimanfaatkan secara optimal (idle);

c. secara ekonomis lebih menguntungkan bagi daerah apabila dijual; dan d. sebagai pelaksanaan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Penjualan barang milik daerah dilakukan secara lelang di hadapan pejabat lelang, kecuali dalam hal-hal tertentu.

(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : a. penjualan kendaraan perorangan dinas pejabat negara; b. penjualan rumah golongan III; dan

c. barang milik daerah lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Pengelola barang.

Paragraf 1

Penjualan Kendaraan Perorangan Dinas Pasal 70

(1) Penjualan kendaraan perorangan dinas yang dipergunakan oleh Pejabat Negara yang berumur 5 (lima) tahun dan/atau lebih, dapat dijual 1 (satu) unit kepada yang bersangkutan setelah masa jabatannya berakhir.

(2) Penjualan kendaraan perorangan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) huruf a, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(34)

Paragraf 2

Penjualan Kendaraan Dinas Operasional Pasal 71

(1) Penghapusan/Penjualan kendaraan dinas operasional terdiri dari: a. Kendaraan dinas operasional; dan

b. Kendaraan dinas operasional khusus/lapangan;

(2) Kendaraan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang berumur 5 (lima) tahun atau lebih, dapat dihapus dari daftar inventaris barang milik daerah.

(3) Walikota menetapkan lebih lanjut umur kendaraan dinas operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan memperhatikan kondisi daerah.

(4) Penjualan kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah dihapus dari daftar inventaris barang milik daerah.

(5) Penjualan kendaraan dinas operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan melalui pelelangan umum dan/atau pelelangan terbatas yang ditetapkan oleh Walikota.

Pasal 72

(1) Penghapusan/penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b, adalah kendaraan dinas operasional khusus/lapangan yang telah berumur 10 (sepuluh) tahun lebih.

(2) Penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b, dilakukan melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas yang ditetapkan oleh Walikota.

(3) Penjualan dan/atau penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) sudah ada kendaraan pengganti dan/atau tidak mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas.

Paragraf 3

Penjualan Rumah Dinas Daerah Pasal 73

(1) Walikota menetapkan golongan rumah dinas daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Penggolongan rumah dinas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari: a. rumah dinas daerah golongan I (rumah jabatan);

b. rumah dinas daerah golongan II (rumah instansi); dan c. rumah dinas daerah golongan III (perumahan pegawai).

(35)

(1) Rumah dinas daerah golongan I yang sudah tidak sesuai dengan fungsinya sebagai akibat adanya perubahan struktur organisasi dan/atau sudah ada pengganti yang lain, dapat diubah statusnya menjadi rumah dinas daerah golongan II.

(2) Rumah dinas daerah golongan II dapat diubah statusnya menjadi rumah dinas golongan III, kecuali yang terletak di suatu kompleks perkantoran.

(3) Rumah dinas daerah golongan II dapat diubah statusnya menjadi rumah dinas daerah golongan I untuk memenuhi kebutuhan rumah jabatan.

Pasal 75

Rumah dinas daerah dapat dijualbelikan atau disewakan, dengan ketentuan:

a. Rumah dinas daerah golongan II yang telah diubah golongannya menjadi rumah dinas golongan III;

b. Rumah dinas daerah golongan III yang telah berumur 10 (sepuluh) tahun atau lebih; c. Pegawai yang dapat membeli adalah pegawai yang sudah mempunyai masa kerja 10

(sepuluh) tahun atau lebih dan belum pernah membeli atau memperoleh rumah dengan cara apapun dari pemerintah daerah atau pemerintah pusat;

d. Pegawai yang dapat membeli rumah dinas daerah adalah penghuni yang memegang Surat Ijin Penghunian yang dikeluarkan oleh Walikota;

e. Rumah dinas daerah dimaksud tidak sedang dalam sengketa; dan

f. Rumah dinas daerah yang dibangun di atas tanah yang tidak dimiliki oleh Pemerintah Daerah, maka untuk memperoleh hak atas tanah harus diproses tersendiri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 76

(1) Penjualan rumah dinas daerah golongan III beserta atau tidak beserta tanahnya ditetapkan oleh Walikota berdasarkan harga taksiran dan penilaiannya dilakukan oleh Panitia Penaksir dan Panitia Penilai yang dibentuk oleh Walikota.

(2) Penjualan rumah dinas daerah golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Walikota.

(3) Hasil penjualan rumah dinas daerah golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disetor ke kas daerah.

Pasal 77

Pelepasan hak atas tanah dan penghapusan dari Daftar Inventaris barang milik daerah ditetapkan oleh Walikota setelah harga penjualan atas tanah dan/atau bangunannya dilunasi.

(36)

Pelepasan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan dengan Ganti Rugi Pasal 78

(1) Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan atau bangunan melalui pelepasan hak dengan ganti rugi, dapat diproses dengan pertimbangan menguntungkan daerah.

(2) Perhitungan perkiraan nilai tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak dan/atau Harga Umum setempat yang dilakukan oleh Panitia Penaksir yang dibentuk oleh Walikota atau dapat dilakukan oleh lembaga independen yang bersertifikat dibidang penilaian aset.

(3) Proses pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan pelelangan/tender.

Pasal 79

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 tidak berlaku bagi pelepasan hak atas tanah untuk kavling perumahan pegawai negeri.

(2) Kebijakan pelepasan hak atas tanah kavling untuk pegawai negeri ditetapkan oleh Walikota.

Pasal 80

Penjualan barang milik daerah dilaksanakan oleh Pengelola barang setelah mendapat persetujuan Walikota.

Pasal 81

(1) Penjualan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pengguna barang mengajukan usul penjualan kepada Pengelola barang;

b. Pengelola barang meneliti dan mengkaji usul penjualan yang diajukan oleh Pengguna barang sesuai dengan kewenangannya;

c. Pengelola barang mengeluarkan keputusan untuk menyetujui atau tidak menyetujui usulan penjualan yang diajukan oleh Pengguna barang dalam batas kewenangannya; dan

d. untuk penjualan yang memerlukan persetujuan Walikota atau DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dan Pasal 68, Pengelola barang mengajukan usul penjualan disertai dengan pertimbangan atas usulan dimaksud.

(37)

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan setelah mendapat persetujuan Walikota atau DPRD.

(3) Hasil penjualan barang milik daerah wajib disetor seluruhnya ke rekening kas daerah sebagai penerimaan daerah.

Bagian Ketiga Tukar Menukar

Pasal 82

(1) Tukar menukar barang milik daerah dilaksanakan dengan pertimbangan :

a. untuk memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan pemerintahan apabila pemerintah daerah tidak dapat menyediakan tanah dan/atau bangunan pengganti;

b. untuk optimalisasi barang milik daerah; dan c. tidak tersedia dana dalam APBD.

(2) Tukar menukar barang milik daerah dapat dilakukan dengan: a. Pemerintah Pusat;

b. Pemerintah Daerah lainnya;

c. Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau Badan Hukum milik pemerintah lainnya; dan

d. Pihak swasta baik berbentuk badan hukum maupun perorangan. Pasal 83

(1) Tukar menukar barang milik daerah dapat berupa:

a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh Pengguna barang kepada Walikota melalui Pengelola barang;

b. tanah dan/atau bangunan yang masih dipergunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD, tetapi tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota; dan

c. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.

(2) Penetapan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dipertukarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Walikota dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 64;

(3) Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pengelola barang setelah mendapat persetujuan Walikota.

(38)

Pasal 84

(1) Dalam hal tukar menukar (ruilslag/tukar guling), maka nilai tukar pada prinsipnya harus berimbang dan/atau lebih menguntungkan Pemerintah Daerah. (2) Pembangunan oleh Pihak Ketiga di atas tanah yang menjadi objek tukar

menukar (ruilslag/tukar guling) harus mendapat izin Pemerintah Daerah agar sesuai dengan peruntukan tanahnya;

(3) Dalam hal pelepasan hak dengan pembayaran ganti rugi, diperlukan surat pernyataan kesediaan Pihak Ketiga untuk menerima tanah dan/atau bangunan itu dengan pembayaran ganti rugi sesuai ketentuan yang berlaku;

(4) Dalam hal pelepasan hak dengan tukar menukar (ruilslag/tukar guling), diperlukan Surat Perjanjian Tukar Menukar antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Daerah dengan Pihak Ketiga yang bersangkutan yang mengatur materi tukar menukar, hak dan kewajiban masing-masing Pihak sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 85

(1) Tukar menukar barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pengelola barang mengajukan usul tukar menukar tanah dan/atau bangunan kepada Walikota disertai alasan/pertimbangan dan kelengkapan data berdasarkan masukan dari Panitia Penaksir;

b. Walikota meneliti dan mengkaji alasan/pertimbangan perlunya tukar menukar tanah dan/atau bangunan dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;

c. apabila memenuhi syarat sesuai ketentuan yang berlaku, Walikota dapat mempertimbangkan untuk menyetujui dan menetapkan tanah dan/atau bangunan yang akan dipertukarkan;

d. tukar menukar tanah dan/atau bangunan dilaksanakan setelah mendapat persetujuan DPRD;

e. Pengelola barang melaksanakan tukar menukar dengan berpedoman pada persetujuan Walikota;

f. pelaksanaan serah terima barang milik daerah yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima.

(2) Susunan dan tugas pokok Panitia Penaksir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan oleh Walikota.

(39)

Bagian Keempat Hibah Pasal 86

Hibah barang milik daerah dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan, dan penyelenggaraan pemerintahan daerah serta harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak; dan

b. tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi serta penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pasal 87

(1) Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86, berupa:

a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh Pengguna barang kepada Walikota melalui Pengelola barang;

b. tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan;

c. selain tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh Pengguna barang kepada Walikota melalui Pengelola barang; dan

d. selain tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan.

(2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan oleh Walikota setelah mendapat persetujuan DPRD, kecuali tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2).

(3) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditetapkan oleh Walikota. (4) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang bernilai di atas

Rp.5.000,000.000,00 (lima milyar rupiah) ditetapkan oleh Walikota setelah mendapat persetujuan DPRD.

(5) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dilaksanakan oleh Pengguna barang setelah mendapat persetujuan Pengelola barang.

Pasal 88

Hibah barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pengelola barang mengajukan usul hibah barang milik daerah kepada Walikota disertai dengan alasan/pertimbangan dan kelengkapan data;

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan abu batu sebagai filler dapat meningkatkan kuat tarik SCC, masing-masing sebesar 38,47% dengan cara penambahan dan 26,92% jika dilakukan dengan cara

Pada gambar 2 Dengan usulan perbaikan bangku kerja masinis yang baru, diusulkan adanya penambahan penyangga tangan, sandaran pada kepala, dan alas pada bangku kerja

Hasil penelitian menunjukkan sekalipun terjadi peningkatan jumlah total leukosit, eritrosit, dan limfosit serta penurunan jumlah monosit dan trombosit pada perlakuan A, B,

Sekolah full-day menurut Salim (dalam Baharudin, 2008) adalah sekolah sepanjang hari atau proses belajar mengajar yang dilakukan dari pukul 06.45 hingga pukul 15.00 dengan

Dari Ketetapan Majelis tersebut, pengaturannya sejauh ini baru terbatas pada Undang- undang Nomor 7 Tahun 1978 tentang Hak Keuangan/Administratif Presiden dan Wakil Presiden

h) melaksanakan perjanjian dan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya dengan penuh tanggung-jawab, ketekunan, efisien dan ekonomis serta memenuhi kriteria

Apakah perusahaan telah memberikan informasi tentang tanggung jawab yang berkaitan dengan risiko keamanan TI dalam proses pembelian dan persediaan

MEGA CLASSIC ABDUL