• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif observasional. laboratoris dengan pendekatan potong lintang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif observasional. laboratoris dengan pendekatan potong lintang."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif observasional laboratoris dengan pendekatan potong lintang.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

1. Penelitian ini telah dilakukan sejak bulan Maret 2016 sampai dengan Mei 2016.

2. Tempat penelitian dilakukan di Instalasi Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan.

3.3 Sampel Penelitian

Blok-blok parafin berisi jaringan keratosis seboroik yang dibuat di Instalasi Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah diperiksa secara histopatologis dan telah ditentukan variasi histopatologinya. Sampel penelitian memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.3.1 Kriteria Inklusi dan eksklusi Kriteria inklusi :

1. Blok parafin dengan slide pulasan Hematoksilin Eosin yang telah didiagnosis secara histopatologis sebagai keratosis seboroik dan telah ditentukan varian histopatologisnya.

(2)

2. Blok parafin dengan identitas lengkap (nama, alamat, dan nomor catatan medis rumah sakit).

3. Sudah mendapat persetujuan untuk penelitian dari kepala Instalasi Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan.

Kriteria eksklusi:

Sediaan blok parafin yang rusak dan tidak dapat diproses lebih lanjut dengan pulasan endotelin-1.

3.4 Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan rumus yaitu: N = (Zα)2 PQ

d2

Zα = deviat baku alfa

Ditetapkan alfa sebesar 5% sehingga Zα = 1,96 P = proporsi kategori variabel yang diteliti

Prevalensi keratosis seboroik dari data rekam medis RSUP. H. Adam Malik tahun 2014 = 0,10%

Q = 1 – P

Q = 1 – 0,10 = 0,90

d = presisi, ditetapkan sebesar 1 % Jadi:

N = (1,96)2 x 0,10 x 0,90 = 37,8 (dibulatkan menjadi 38) 0,012

(3)

Sampel minimal yang dipakai pada penelitian ini sejumlah 38. Maka penelitian ini menggunakan 40 sampel.

3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian

Penelitian menggunakan 40 blok parafin berisikan jaringan keratosis seboroik yang telah tersedia di Instalasi Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan.

3.6 Defenisi Operasional

1. Blok parafin adalah potongan jaringan keratosis seboroik yang tertanam di dalam lilin parafin yang akan dipotong dengan alat mikrotom untuk dijadikan sediaan mikroskopis.

2. Variasi histopatologis keratosis seboroik adalah variasi yang didapati pada pemeriksaan histopatologis yang mempunyai 9 varian histopatologis keratosis seboroik, berupa varian akantotik (yang umum), atau keratosis seboroik reticulated, atau keratosis seboroik pigmented, atau keratosis seboroik klonal, atau keratosis seboroik irritated, atau keratosis seboroik hiperkeratotik, atau keratosis seboroik flat, atau keratosis seboroik pedunculated atau dermatosis papulose nigra. Penentuan variasi histopatologis ditentukan dokter spesialis patologi anatomi. Alat ukur adalah mikroskop fluoresensi. Cara ukur dengan penilaian gambaran histopatologi dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin yang dilakukan oleh dokter spesialis Patologi Anatomi. Skala yang digunakan adalah skala nominal.

(4)

3. Ekspresi endotelin-1 adalah: gambaran deteksi antigen endotelin-1 dalam suatu sampel/jaringan dengan berprinsip pada pengikatan antibodi spesifik terhadap antigen yang akan diamati melalui pemeriksaan imunohistokimia yang memberikan nilai imunoreaktivitas endotelin-1. Alat ukur adalah mikroskop fluoresensi. Cara ukur adalah dengan melakukan penilaian gambaran histopatologi dengan pewarnaan imunohistokimia yang dilakukan oleh peneliti didampingi oleh dokter spesialis Patologi Anatomi. Hasil ukur adalah skor imunoreaktivitas yang didapatkan dari hasil perkalian dua parameter yaitu:

Skor imunoreaktivitas = skor intensitas pewarnaan X skor distribusi pewarnaan.

Skor intensitas pewarnaan ditentukan dengan nilai 0, +1, +2 dan +3. Intensitas pewarnaan dinilai dengan skala sebagai berikut :

0 = tidak tampak pewarnaan 1+ = pewarnaan lemah 2+ = pewarnaan sedang 3+ = pewarnaan kuat

Skor distribusi pewarnaan dibagi menjadi empat kategori berdasarkan persentase sel yang positif terwarnai dari nilai 0 sampai dengan nilai 3. 0 = tidak ada sel yang positif terwarnai

1 = < 10% sel yang positif terwarnai 2 = 10-50% sel yang positif terwarnai 3 = >50% sel yang positif terwarnai

(5)

Pada penelitian ini intensitas dan distribusi pewarnaan dilihat pada sel-sel epidermis pada lapisan stratum basalis, stratum spinosum dan stratum granulosum dari sampel penelitian.

Kekuatan ekspresi endotelin-1 akan didapatkan dari skor imunoreaktivitas, dimana kekuatan ekspresi tersebut akan dikatagorikan dengan lemah, sedang, dan kuat (tabel 3.1). Skala yang digunakan adalah skala ordinal.

Tabel 3.1 Tingkatan ekspresi endotelin-1dan skor imunoreaktivitas. Tingkatan ekspresi endotelin-1 Skor imunoreaktivitas

Lemah 1,2

Sedang 3,4

Kuat 6,9

3.7 Alat, Bahan dan Cara Kerja 3.7.1 Alat

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan imunohistokimia adalah mikrotom, gelas objek, gelas penutup, autoklaf, nampan stainless stell, dan mikroskop fluoresensi.

3.7.2 Bahan

Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan imunohistokimia adalah blok lilin parafin, xylol I, xylol II, xylol III, alkohol absolut, 96%, 80%, endogen peroksida, phosphate buffered saline, kromogen 3,3’-diaminobenzidine, antibodi endotelin-1.

(6)

3.7.3 Cara kerja

3.7.3.1 Pengumpulan sampel dan pencatatan data dasar.

Dimintakan persetujuan penggunaan blok parafin yang berisikan jaringan lesi keratosis seboroik dari kepala Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan. Dilakukan pengumpulan blok parafin yang berisikan jaringan lesi keratosis seboroik yang telah didiagnosis sebagai keratosis seboroik dan telah ditentukan varian histopatologinya di Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan. Kemudian dilakukan pencatatan data blok parafin yang berisi jaringan keratosis seboroik di Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan .

3.7.3.2 Cara pemeriksaan imunohistokimia:

a. Dilakukan pemotongan jaringan 3-4 mm dari blok parafin, kemudian dikeringkan di suhu 370 C dan panaskan di atas slide warmer 600 C. b. Dilakukan deparafinasi (xylol I, xylol II, xylol III), diikuti dengan

rehidrasi (alkohol absolut, alkohol 96%, alkohol 80%)

c. Dicuci dengan air mengalir, yang diikuti dengan blocking endogen peroksida.

d. Cuci kembali dengan air mengalir, diikuti dengan antigen retrieval decloacking chamber.

e. Dicuci dalam PBS ( phosphate buffered saline).

f. Blocking dengan background sniper, dilanjutkan dengan pemberian antibodi primer.

g. Pencucian dalam PBS, diikuti tindakan universal link dan dicuci kembali dalam PBS.

(7)

h. Trekavidin-Horseradish Peroxidase (Trekavidin-HRP) label, diikuti pencucian dalam PBS.

i. Pemberian kromogen 3,3’-diaminobenzidine (DAB), dicuci dengan air mengalir, dan dilakukan counterstain dengan hematoxylin, kemudian cuci dengan air mengalir.

j. Dilakukan tacha bluing, kemudian dicuci dengan air mengalir, dan didehidrasi (alkohol absolut, alkohol 80%, alkohol 96%) dan dilakukan clearing (xylol I, xylol II, xylol III).

k. Dilakukan mounting (ecomount) + gelas penutup.

l. Penilaian gambaran imunohistokimia dengan mikroskop fluoresensi dengan melihat skor imunoreaktivitas untuk mendapatkan tingkatan ekspresi endotelin-1 oleh dua dokter spesialis patologi anatomi. Perhitungan persentasi hasil yang sesuai antara dua observer tersebut didapatkan >80 % yang berarti bahwa nilai pembacaan untuk melihat gambaran imunohistokimia pada penelitian ini adalah baik.

(8)

3.8 Kerangka Operasional

Gambar 3.1 Kerangka operasional.

3.9 Ethical Clearance

Penelitian ini sudah mendapat ijin dari kepala Instalasi Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan sebagai penyimpan blok parafin yang merupakan bahan biologik tersimpan. Penelitian ini juga telah memperoleh ethical clearance dengan nomor: 184/KOMET/FK USU/2016 tanggal 18 Februari 2016 dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Disajikan secara deskriptif

Pengambilan data blok parafin berisi jaringan keratosis seboroik yang telah ditentukan variasi histopatologisnya, yang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi, dan telah mendapat persetujuan dari kepala Instalasi Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik

Pemotongan ulang blok parafin

Pemeriksaan Imunohistokimia

Penentuan skor imunoreaktivitas untuk mendapatkan tingkatan ekspresi endotelin-1

(9)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan menggunakan antibodi terhadap endotelin-1 pada sampel penelitian yaitu bahan biologik tersimpan berupa blok–blok parafin yang berisi jaringan keratosis seboroik yang telah diperiksa secara histopatologis dan telah ditentukan variasi histopatologinya yang berjumlah 40 sampel. Data-data yang terkumpul kemudian dimasukkan sebagai variabel dan diolah secara statistik.

4.1. Variasi Histopatologis

Tabel 4.1. Distribusi objek penelitian berdasarkan variasi histopatologis.

Variasi histopatologis n % Akantotik Flat 14 4 35,0 10,0 Irritated Stuccokeratosis Pigmented Reticulated/Adenoid Pedunculated

Dermatosis papulose nigra Klonal 1 7 2 7 2 3 0 2,5 17,5 5,0 17,5 5,0 7,5 0,0 Total 40 100,0

Dari tabel 4.9 ini didapati bahwa variasi histopatologis akantotik yang paling banyak yaitu akantotik 14 sampel (35%). Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Requena L yang menyatakan bahwa gambaran histopatologis yang paling sering didapati pada keratosis seboroik adalah tipe akantotik.20 Roh et al

(10)

pada penelitiannya pada tahun 2016 yang menggunakan 206 sampel, didapatkan akantotik merupakan tipe yang paling banyak didapatkan sebanyak 45,1% pada pemeriksaan histopatologisnya.55 Dari penelitian yang dilakukan oleh Lee et al di Korea juga didapatkan gambaran histopatologis keratosis yang paling banyak adalah varian akantotik 50,5% dari 75 sampel penelitian.56 Pinem et al pada penelitiannya tahun 2016 yang melibatkan 42 sampel penelitian, juga menemukan varian akantotik sebagai varian yang paling banyak didapati sebanyak 33%.58

4.2 Hasil Pemeriksaan Imunohistokimia

4.2.1 Ekspresi endotelin-1 berdasarkan variasi histopatologisnya.

Tabel 4.2 Distribusi ekspresi endotelin-1 berdasarkan variasi histopatologisnya. Variasi histopatologis Ekspresi endotelin-1 Positif % Negatif % Akantotik Flat 14 4 35,0 10,0 0 0 0 0 Irritated Stuccokeratosis Pigmented Reticulated/Adenoid Pedunculated Dermatosis papulose nigra Klonal 1 7 2 7 2 3 0 2,5 17,5 5,0 17,5 5,0 7,5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 40 100,0 0 0

Dari tabel ini didapati ekspresi endotelin-1 positif pada 40 sampel (100%) pada pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1. Teraki

(11)

et al pada penelitiannya yang menggunakan 7 sampel, dilakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1. Pada penelitian tersebut sampel-sampel yang dipakai adalah varian akantotik dan pigmented dan ditemukan hasil imunoreaktivitas positif pada seluruh sampel. Penelitian ini menggunakan sampel yang lebih banyak dan ditemukan lebih banyak varian, yaitu 40 sampel dengan 8 variasi keratosis seboroik yaitu varian akantotik, pigmented, reticulated, flat, dermatosis papulose nigra, stuccokeratosis, irritated dan pedunculated dan pada semua sampel tersebut ditemukan imunoreaktivitas yang positif (tabel 2).

Tabel 4.3. Distribusi tingkatan ekspresi endotelin-1 berdasarkan variasi histopatologisnya.

Variasi Histopatologis

Lemah Sedang Kuat Total

n n % n % n % % Akantotik 6 42,85 5 28,57 3 28,57 14 100 Flat 1 50,00 1 33,33 2 16,67 4 100 Irritated 1 100,00 0 0,00 0 0,00 1 100 Stuccokeratosis 3 50,00 1 16,67 2 33,33 7 100 Pigmented 0 0,00 0 0,00 2 100,00 2 100 Reticulated/Adenoid Pedunculated Dermatosis papulose nigra 2 0 1 28,57 0,00 33,33 4 1 2 57,14 100,00 66,67 1 0 0 14,28 0,00 0,00 7 2 3 100 100 100 Klonal 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 100 Total 16 40,00 14 35,00 10 25,00 40 100

Dari 40 sampel didapati 16 sampel (40%) ekspresi endotelin-1 yang lemah, 14 sampel (35%) ekspresi endotelin-1 yang sedang, dan 10 sampel (25,0%) ekspresi endotelin-1 yang kuat. Pada penelitian yang dilakukan Teraki et

(12)

al, dengan 7 sampel didapatkan pewarnaan yang jelas dengan pulasan antibodi endotelin-1, namun pada penelitian tersebut tidak ada didapati perbedaan pewarnaan yang signifikan antara sampel-sampel dari varian akantotik maupun pigmented. Pada penelitian Teraki et al ini didapati pewarnaan pulasan antibodi anti endotelin-1 yang lebih kuat dibandingkan dengan kulit normal, dimana pada kulit normal juga didapati adanya pewarnaan pulasan antibodi anti endotelin-1 namun ekspresinya lemah. Pada penelitian ini didapati ekspresi yang lemah sebanyak 16 sampel (40%), dan sisanya yaitu ekspresi sedang digabung dengan yang kuat adalah 24 sampel (60%).

Pada penelitian ini dari 14 sampel penelitian keratosis seboroik varian akantotik, didapati ekspresi endotelin-1 dengan 3 tingkatan. Distribusi pada varian ini didapati ekspresi endotelin-1 yang lemah 6 sampel (42,85 %), dan gabungan tingkatan ekspresi endotelin-1 sedang dan kuat adalah 8 sampel (57,15%).

Dari 6 sampel penelitian keratosis seboroik varian flat didapati ekspresi endotelin-1 yang lemah 3 sampel (50%), dan tingkatan ekspresi endotelin-1 yang sedang dan kuat adalah 3 sampel (50%). Sebelumnya belum ada penelitian yang melakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1 pada varian flat ini. Pada varian ini hanya sebagian dari jumlah sampel penelitian yang memiliki ekspresi endotelin-1 yang berlebihan dan varian ini sering dianggap sebagai keratosis seboroik dini.

Pada 1 sampel penelitian keratosis seboroik varian irritated didapati hanya ekspresi endotelin-1 yang lemah 1 sampel (100 %). Sebelumnya belum ada penelitian yang melakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1 pada varian irritated ini.

(13)

Dari 6 sampel penelitian keratosis seboroik varian stuccokeratosis didapati ekspresi endotelin-1 yang lemah 3 sampel (50 %), dan ekspresi endotelin-1 yang sedang dan kuat 3 sampel (50%). Sebelumnya belum ada penelitian yang melakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1 pada varian ini.

Dari 2 sampel penelitian keratosis seboroik varian pigmented didapati semua ekspresi endotelin-1 kuat 2 sampel (100%). Keratosis seboroik varian pigmented disebut juga dengan melanoakantoma memiliki gambaran lesi yang hitam pekat. Pada varian ini ditemukan suatu proliferasi akantotik melanosit-melanosit dendritik yang besar dan banyak.24 Sel-sel melanosit yang mengandung pigmen melanin ditemukan meningkat.12 Sel-sel melanosit berproliferasi seperti sarang-sarang dimulai dari lapisan stratum basalis menuju lapisan superfisial epidermis. Ditemukannya endotelin-1 yang kuat pada varian ini menunjukkan bahwa hal ini sesuai dengan pendapat bahwa endotelin 1 adalah melanogen dan mitogen yang kuat terhadap melanosit-melanosit manusia. Peningkatan endotelin-1 yang berlebihan dianggap bertanggung jawab untuk terjadinya hiperpigmentasi pada keratosis seboroik. Endotelin-1 memiliki efek stimulatori pertumbuhan pada keratinosit.51-54 Lesi ini dianggap merepresentasikan proliferasi atau aktivasi melanosit dendritik yang konkomitan dengan proliferasi atau aktivasi sel-sel epidermis.24 Hal ini bisa dikaitkan dengan terjadinya neoplasma dan pigmentasi dari keratosis seboroik. Schalock et al menyatakan bahwa keratosis seboroik varian pigmented memiliki mutasi pada endotelin-1. Mekanisme proses terjadinya sehubungan dengan mutasi tersebut belum diketahui.59

(14)

Dari 7 sampel penelitian keratosis seboroik varian reticulated didapati ekspresi endotelin-1 yang lemah adalah 2 sampel (28,57%), dan ekspresi endotelin-1 yang sedang dengan yang kuat adalah 5 sampel (71,43%). Sebelumnya belum ada penelitian yang melakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1 pada varian ini.

Dari 1 sampel penelitian keratosis seboroik varian pedunculated didapati ekspresi endotelin-1 yang sedang 1 sampel (100%). Sebelumnya belum ada penelitian yang melakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1 pada varian ini.

Dari 3 sampel penelitian keratosis seboroik varian dermatosis papulose nigra didapati ekspresi endotelin-1 yang lemah 1 sampel (33,33%), ekspresi endotelin-1 yang sedang dan kuat sebanyak 2 sampel (66,67%). Sebelumnya belum ada penelitian yang melakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1 pada varian ini.

Pada penelitian ini didapatkan ekspresi endotelin-1 yang positif dengan tingkatan kekuatan ekspresi yang bervariasi yaitu lemah, sedang dan kuat. Keratosis seboroik varian akantotik, flat, stuccokeratosis, dan reticulated memiliki tingkatan ekspresi endotelin-1 dengan tingkatan kekuatan lemah, sedang dan kuat. Keratosis seboroik varian irritated memiliki kekuatan ekspresi endotelin-1 yang lemah saja. Keratosis seboroik varian pedunculated memiliki kekuatan ekspresi endotelin-1 yang sedang saja. Keratosis seboroik varian dermatosis papulose nigra memiliki kekuatan ekspresi endotelin-1 yang lemah dan sedang saja. Keratosis seboroik varian pigmented semuanya memiliki kekuatan ekspresi endotelin-1 yang kuat.

(15)

4.2.2 Letak endotelin-1

Tabel 4.4 Distribusi objek penelitian berdasarkan letak endotelin-1 Variasi histopatologis lapisan stratum basalis 1/3 bawah lapisan epidermis seluruh lapisan epidermis Total n % n % n % n % Akantotik 9 64,28 1 7,14 4 28,57 14 100 Flat 5 83,33 1 16,66 0 0 6 100 Irritated 0 0,0 0 0,0 1 100 1 100 Stuccokera Tosis 4 66,67 1 16,66 1 16,66 6 100 Pigmented 1 50,00 0 0,0 1 50,0 2 100 Reticulated 7 100,0 0 0,0 0 0 7 100 Pedunculated 1 100 0 0,0 0 0 1 100 Dermatosis papulose nigra 2 66,67 0 0,0 1 33,33 3 100 Klonal 0 0,0 0 0,0 0 0 0 100 Total 29 72,5 3 7,5 8 20,0 40 100

Penelitian ini menunjukkan adanya letak endotelin-1 pada lapisan epidermis dengan rincian sebagai berikut: hanya pada stratum basalis saja 29 sampel (72,5%) dan pada seluruh lapisan epidermis ditemukan 8 sampel (20%) sampel dan pada sepertiga bawah lapisan epidermis (stratum basalis dan spinosum) ditemukan 3 sampel (7,5%).

Dari 14 sampel keratosis seboroik dengan tipe histopatologis akantotik, didapatkan letak endotelin-1 paling banyak adalah pada stratum basalis 9 sampel (64,28%). Dari 6 sampel keratosis seboroik dengan varian histopatologis flat, maka didapatkan letak endotelin-1 paling banyak adalah pada stratum basalis 5 sampel (83,33%). Dari 1 sampel keratosis seboroik varian irritated didapati letak

(16)

endotelin-1 tidak teratur pada semua lapisan epidermis. Dari 6 sampel keratosis seboroik dengan tipe histopatologis stuccokeratosis, didapatkan letak endotelin-1 paling banyak pada stratum basalis 4 sampel (66,67%). Pada 2 sampel keratosis seboroik varian pigmented didapati letak endotelin-1 pada stratum basalis 1 sampel (50%), kemudian didapati letak endotelin-1 pada seluruh lapisan epidermis sebanyak 1 sampel (50%). Dari 7 sampel keratosis seboroik dengan varian histopatologis reticulated didapati letak endotelin-1 semuanya pada stratum basalis 7 sampel (100%). Letak endotelin-1 pada 1 sampel keratosis seboroik varian pedunculated dijumpai pada stratum basalis (100%). Dari 3 sampel keratosis seboroik varian dermatosis papulose nigra, didapati letak endotelin-1 paling banyak pada stratum basalis 2 sampel (66,67%).

Keratosis seboroik merupakan tumor epidermal benigna dengan derajat variasi warna yang berbeda-beda. Telah juga diungkapkan bahwa endotelin-1 adalah suatu mitogen dan melanogen yang kuat yang diperoleh dari keratinosit untuk terjadinya melanosis.Teraki et al telah melakukan analisa imunohistokimia pada keratosis seboroik pada 7 sampel dengan tipe akantotik dan pigmented, dan menemukan terdapat pewarnaan yang jelas dengan anti-endotelin-1 pada hampir semua sel basaloid dan sel basal dibanding dengan kontrol lesi normal. Pada kontrol lesi normal ditemukan tingkatan ekspresi yang lebih rendah dibandingkan dengan ekspresi lesi keratosis seboroik dan endotelin-1 terletak hanya pada stratum basalis saja.13 Pada penelitian ini jumlah sampel penelitian yang letak endotelin-1 yang bukan hanya pada lapisan stratum basalis saja adalah 11 sampel (27,5%).

(17)

Letak endotelin-1 Total Variasi Histo

patologi

Imunoreaktivi tas

Stratum basalis 1/3 bawah epidermis Seluruh lapisan epidermis

n % n % n % n % Akantotik Lemah 5 12,5 0 0,0 1 2,5 6 15 Sedang 4 10,0 0 0,0 0 0,0 4 10 Kuat 0 0,0 1 2,5 3 7,5 4 10 Flat Lemah 3 7,5 0 0,0 0 0,0 3 7,5 Sedang 2 5,0 0 0,0 0 0,0 2 5 Kuat 0 0,0 1 2,5 0 0,0 1 2,5 Irritated Lemah 0 0,0 0 0,0 1 2,5 1 2,5 Sedang 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0 Kuat 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0 Stucco keratosis Lemah 3 7,5 0 0,0 0 0,0 3 7,5 Sedang 1 2,5 0 0,0 0 0,0 1 2,5 Kuat 0 0,0 1 2,5 1 2,5 2 5 Pigmented Lemah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0 Sedang 0 0,0 1 2,5 0 0,0 0 0 Kuat 1 2,5 0 0,0 1 2,5 2 5 Reticulated Lemah 2 5,0 0 0,0 0 0,0 2 5 Sedang 4 10,0 0 0,0 0 0,0 4 10 Kuat 1 2,5 0 0,0 0 0,0 1 2,5 Pedun culated Lemah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0 Sedang 1 2,5 0 0,0 0 0,0 1 2,5 Kuat 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0 Dermatosis papulose nigra Lemah 0 0,0 0 0,0 1 2,5 1 2,5 Sedang 2 5,0 0 0,0 0 0,0 2 5 Kuat 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0 Klonal Lemah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0 Sedang 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0 Kuat 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0

(18)

Tabel 4.5 menunjukkan distribusi subjek penelitian berdasarkan ekspresi endotelin-1 dan letak endotelin-1. Pada penelitian ini dijumpai ekspresi endotelin-1 yang beranekaragam demikian juga letak dari endotelin-1. Pada penelitian Teraki et al tahun 1996, letak endotelin-1 yang dijumpai pada 7 sampel lesi keratosis seboroik hanya pada sel-sel basal dan sel-sel basaloid, tetapi pada penelitian ini, bisa didapati pada stratum basalis, pada stratum basalis dengan stratum spinosum dan ada yang pada keseluruhan lapisan epidermis. Pada penelitian ini didapatkan bahwa ekspresi endotelin-1 yang sedang dan kuat dari lesi keratosis seboroik bisa dengan letak endotelin-1 yang terbatas hanya pada stratum basalis saja. Sementara pada penelitian Teraki et al letak endotelin-1 pada kontrol perilesional terdapat pada stratum basalis saja.

Keratosis seboroik adalah tumor epidermal benigna dengan tingkatan pigmentasi yang tinggi. Sel pembentukan pigmen kulit (melanosit) terletak di lapisan basal epidermis. Takenaka et al menyatakan dari hasil pemeriksaan imunohistokimia, didapatkan sel-sel melanosit memproduksi jumlah melanin yang banyak yang berlokasi pada daerah sekitar terjadinya proliferasi keratinosit-keratinosit (sel-sel basaloid), dan karena terjadi pada folikel rambut, maka proliferasi keratinosit pada keratosis seboroik akan memicu aktivasi sel-sel melanosit sekitarnya dengan cara mensekresikan sitokin-sitokin yang menstimulasi sel melanosit. Keratinosit-keratinosit yang berproliferasi pada keratosis seboroik memicu aktivasi melanosit sekitarnya dengan cara mensekresikan melanocyte-stimulating cytokine yaitu endotelin-1.14 Keratosis seboroik terdapat pada area kulit di tubuh yang memiliki folikel rambut, terjadi paling sering di wajah, leher, dan batang tubuh bagian atas. Keratosis seboroik

(19)

tidak didapati pada telapak tangan dan kaki serta mukosa. Keratosis seboroik tidak didapati pada daerah yang tidak mengandung folikel rambut.57

Bagnato et al mengatakan bahwa endotelin-1 memiliki serangkaian efek farmakologi pada beranekaragam jaringan dan beraksi sebagai faktor autokrin/parakrin. Kepotensialan endotelin dalam fungsinya sebagai suatu faktor pertumbuhan autokrin dapat dievaluasi pada keratinosit normal manusia. Suatu antagonis yang selektif terhadap subtipe reseptor endotelinA menginhibisi sintesis DNA yang distimulasi oleh endotelin-1 dan mereduksi laju pertumbuhan basal pada sel yang tak terstimulasi. Sehingga dianggap bahwa endotelin-1 menginduksi sintesis DNA dimediasi oleh reseptor endotelinA dansecara endogen memproduksi endotelin-1 yang menggerakkan proliferasi keratinosit.51 Kwon et al menyatakan bahwa terjadinya keratosis seboroik berasal dari proliferasi keratinosit epidermal.8 Endotelin-1 tidak hanya memiliki kaitan dengan sel melanosit, tetapi juga berkaitan dengan sel keratinosit, jadi berhubungan dengan terjadinya proses melanosis dan neoplasma pada keratosis seboroik. Dari penelitian ini dapat diduga bahwa ada peranan endotelin-1 dalam terjadinya neoplasma dan hiperpigmentasi pada etiopatogenesis keratosis seboroik.

(20)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Telah dilakukan penelitian mengenai ekspresi endotelin-1 pada berbagai variasi histopatologis keratosis seboroik dengan kesimpulan sebagai berikut:

1. Ekspresi endotelin-1 didapatkan kuat 25%, ekspresi endotelin-1 sedang 35%, dan ekspresi endotelin-1 yang lemah 40%.

2. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian akantotik didapati ekspresi endotelin-1 yang kuat 28,57%, sedang 28,57%, dan lemah 42,85%, dan letak endotelin-1 pada stratum basalis 64,28%, 1/3 bawah lapisan epidermis 7,14 %, dan seluruh lapisan epidermis 28,57%.

3. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian flat didapati ekspresi endotelin-1 yang kuat 16,67%, sedang 33,33%, dan lemah 50% dan letak endotelin-1 pada stratum basalis 83,33%, 1/3 bawah lapisan epidermis 16,66%.

4. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian irritated didapati hanya ekspresi endotelin-1 yang lemah 100% dan letak endotelin-1 pada seluruh lapisan epidermis 100%.

5. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian stuccokeratosis didapati ekspresi endotelin-1 yang kuat 33,33%, sedang 16,67%, dan lemah 50 % dan letak endotelin-1 pada stratum basalis 66,67%, 1/3 bawah lapisan epidermis 16,66%, dan seluruh lapisan epidermis 16,66%.

(21)

6. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian pigmented didapati ekspresi endotelin-1 yang kuat 100% dan letak endotelin-1 pada seluruh lapisan epidermis 100%.

7. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian reticulated didapati ekspresi endotelin-1 yang kuat 14,28%, sedang 57,14%, dan lemah 28,57% dan letak endotelin-1 pada stratum basalis 100%.

8. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian pedunculated didapati hanya ekspresi endotelin-1 yang sedang 100% dan letak endotelin-1 pada stratum basalis 100%.

9. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian dermatosis papulose nigra didapati ekspresi endotelin-1 yang sedang 66,67%, yang lemah 33,33% dan letak endotelin-1 pada stratum basalis 66,67%, dan seluruh lapisan epidermis 33,33%.

5.2 Saran

1. Diperlukan penelitian multisenter untuk mengetahui ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik.

2. Diperlukan penelitian yang bersifat analitik yang menghubungkan endotelin-1 dengan terjadinya keratosis seboroik.

3. Diperlukan penelitian yang bersifat analitik yang menghubungkan ekspresi endotelin-1 dan letak endotelin-1 dengan terjadinya variasi keratosis seboroik.

Gambar

Gambar 3.1 Kerangka operasional.

Referensi

Dokumen terkait

Komponen­komponen  dalam  bauran  promosi  terdiri  dari  penjualan  secara  individu,  periklanan,  promosi  penjualan,  pemasaran  langsung,  dan  public 

Selain dipengaruhi oleh pola dan ragam curah hujan, fluktuasi debit aliran sungai Citarum juga disebabkan oleh terjadinya alih fungsi lahan yang sangat intensif,

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah (1) mempelajari pembuatan tepung gaplek dan tiwul; (2) menyusun formula tiwul instan tinggi protein; (3) melakukan

Oleh karena itu melalui penelitian ini, peneliti mencoba mendeskripsikan bagaimana strategi viral marketing yang dilakukan oleh kedai kopi susu Jokopi dalam membangun brand

Hal yang diteliti meliputi bagaimana merangkai alat yang menghasilkan pirolisis lambat, berapa banyak minyak yang dihasilkan dari limbah plastik tersebut, bagaimana

Penelitian lain yakni Rahmawati (2011), dan Terzaghi (2012) menunjukkan bahwa manipulasi laba tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, sehingga penelitian ini

Hal ini akan memberikan peluang kepada siswa untuk berlatih memahami tentang materi secara menyenangkan, efektif, dan efesien untuk mencapai tujuan

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Gomes (mengutip Hackman &amp; Oldham, 1980) bahwa seseorang akan mengalami motivasi kerja internal yang tinggi, kepuasan yang