PEKERJAAN
SUPERVISOR) PEMASANGAN INSTALASI LIFT DAN
ESKALATOR (SSLE)
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN
KONSTRUKSI (PUSBIN-KPK)
MODUL
SSLE – 07 : METODE PEMASANGAN LIFT
DAN ESKALATOR
KATA PENGANTAR
Modul ini membicarakan mengenai Metode Pemasangan Lift dan Eskalator yang merupakan salah satu modul dari seluruh modul yang harus dikuasai oleh Peserta Pelatihan Pengawas Lapangan (Site Supervisor) Pemasangan
Instalasi Lift & Eskalator.
Penulisan dan penyusunan buku ini disesuaikan dengan posisi pelatihan, dimana Para Peserta Pelatihan ini bukanlah mereka yang masih awam dalam hal pekerjaan Pemasangan Instalasi Lift & Eskalator.
Tentu saja buku ini bukan buku yang sudah sempurna, melainkan masih cukup banyak kekurangan yang tidak kami sadari namun sebagai panduan seorang
Pengawas Lapangan (Site Supervisor) Pemasangan Instalasi Lift & Eskalator
dirasakan telah memenuhi dari cukup.
Masukan-masukan demi penyempurnaan buku ini sangat kami harapkan dan terima kasih atas koreksi dan masukannya.
LEMBAR TUJUAN
MODUL PELATIHAN : Pelatihan Pengawas Lapangan (Site
Supervisor) Pemasangan Instalasi Lift dan Eskalator (SSLE)
MODEL PELATIHAN : Lokakarya Terstruktur
TUJUAN UMUM PELATIHAN :
Mampu melakukan pengawasan pekerjaan pemasangan instalasi pesawat lift dan ekskalator dalam gedung sesuai dengan spesifikasi teknis, gambar perencanaan dan mutu yang dipersyaratkan sampai diserah terimakan kepada pemilik.
TUJUAN KHUSUS PELATIHAN :
Pada akhir pelatihan peserta mampu :
1. Menerapkan sistem manajemen K3.
2. Menerapkan peraturan dan standar nasional.
3. Menjelaskan pengenalan sistem transportasi vertikal.
4. Mengawasi pemasangan komponen instalasi dan pengamanan.
5. Menjelaskan Instalasi Daya Kendali dan Proteksi
6. Menjelaskan dasar-dasar teknik kelistrikan dan mekanikal. 7. Menjelaskan metode pemasangan lift dan eskalator.
8. Menjelaskan teknik pemeriksaan dan uji coba lift dan eskalator. 9. Menjelaskan riksa uji lift dan eskalator.
10. Menjelaskan proyek dan karakteristiknya. 11. Mengendalikan proyek (PDCA).
NO. DAN JUDUL MODUL : SSLE - 07 METODE PEMASANGAN LIFT DAN ESKALATOR
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
Setelah mempelajari modul, peserta mampu memahami dan menerapkan metode pemasangan lift dan eskalator sesuai ketentuan dokumen kontrak sebagai acuan dalam pelaksanaan pekerjaan pemasangan lift dan ekskalator sesuai peraturan yang berlaku sehingga layak difungsikan.
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)
Pada akhir pelatihan peserta mampu :
1. Memahami pekerjaan persiapan lapangan
2. Memahami uraian kerja (job description) dan personil
3. Memahami jadwal urutan kerja (bar chart) dan network planning (NWP)
4. Memahami metode pemasangan rel
5. Memahami perakitan komponen-komponen lift
6. Memahami kereta, rangka dan pintu
7. Memahami pengawatan (Wiring)
8. Memahami percobaan jalan (test run)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
LEMBAR TUJUAN ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN PENGAWAS LAPANGAN (SITE SUPERVISOR) PEMASANGAN INSTALASI LIFT DAN ESKALATOR (SSLE) ... v
DAFTAR MODUL ... vi
PANDUAN INSTRUKTUR ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
BAB II PERSIAPAN LAPANGAN ... 3
BAB III SUSUNAN PELAKSANA ... 5
BAB IV GAMBAR KERJA (Shop drawing) ... 9
BAB V JADWAL (Time Schedule) ... 15
BAB VI REL PEMANDU (Guide rails) ... 18
BAB VII PINTU LANTAI (Landing entrances) ... 27
BAB VIII KERETA DAN BOBOT IMBANG ... 31
BAB IX TALI BAJA (Steel wire rope) ... 35
BAB X MESIN TRAKSI ... 39
BAB XI PENGAWATAN (Field Wiring) ... 44
BAB XII PERCOBAAN JALAN (Test Run) ... 51 Lampiran 1 Uraian Kerja (Job Description)
5 7 Lampiran 2 Diagram Balok Urutan Kerja
h a r t ) 6 1
Lampiran 3 Network Planning (NWP)
6 2 Lampiran 4 Tanda Uji Keselamatan Kerja
6 3
RANGKUMAN ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL
PELATIHAN PENGAWAS LAPANGAN (Site Supervisor)
PEMASANGAN INSTALASI LIFT DAN ESKALATOR
(SSLE)
1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Pengawas
Lapangan (Site Supervisor) Pemasangan Instalasi Lift dan Eskalator (SSLE) dibakukan dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(SKKNI) yang didalamnya telah ditetapkan unit-unit kerja sehingga dalam Pelatihan Pengawas Lapangan (Site Supervisor) Pemasangan Instalasi
Lift dan Eskalator (SSLE) unit-unit tersebut menjadi Tujuan Khusus
Pelatihan.
2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang menghasilkan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari setiap Elemen Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut.
3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang harus menjadi bahan pengajaran dalam pelatihan Pengawas Lapangan
DAFTAR MODUL
Jabatan Kerja : Pengawas Lapangan (Site Supervisor) Pemasangan Instalasi Lift dan Eskalator (SSLE)
Nomor
Modul Kode Judul Modul
1 SSLE – 01 Sistem Manajemen (K3)
2 SSLE – 02 Peraturan dan Standar Nasional
3 SSLE – 03 Pengenalan Sistem Transportasi Vertikal 4 SSLE – 04 Komponen Instalasi Daya, Kendali dan Proteksi 5 SSLE – 05 Instalasi Daya, Kendali dan Proteksi
6 SSLE – 06 Dasar-dasar Teknik Kelistrikan dan Mekanikal
7
SSLE – 07 Metode Pemasangan Lift dan Eskalator
8 SSLE – 08 Teknik Pemeriksaan dan Uji Coba Lift dan Eskalator 9 SSLE – 09 Riksa Uji Lift dan Eskalator
10 SSLE – 10 Proyek dan Karakteristiknya 11 SSLE – 11 Pengendalian Proyek (PDCA) 12 SSLE – 12 Teknik Pelaporan
PANDUAN INSTRUKTUR
NAMA PELATIHAN : PELATIHAN PENGAWAS LAPANGAN (SITE SUPERVISOR) PEMASANGAN INSTALASI LIFT DAN ESKALATOR (SSLE)
KODE MODUL : SSLE - 07
JUDUL MODUL : METODE PEMASANGAN LIFT DAN
ESKALATOR
DESKRIPSI : Materi ini membahas pengetahuan Pekerjaan
persiapan lapangan, Uraian kerja (job description) dan personil, Jadwal urutan kerja (bar-chart) dan network planning (NWP), Metode pemasangan rel, Perakitan komponen-komponen lift, Kereta, rangka dan pintu, Pengawatan (wiring), Percobaan jalan (test run), Keselamatan kerja untuk pelatihan Pelatihan Pengawas Lapangan (Site Supervisor) Pemasangan Instalasi Lift dan Eskalator (SSLE)
TEMPAT KEGIATAN : Ruangan Kelas lengkap dengan fasilitasnya.
RENCANA PEMBELAJARAN
KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG 1. Ceramah : Pembukaan/
Bab I, Pendahuluan
Menjelaskan tujuan
instruksional umum(TIU) dan Tujuan instruksional khusus (TIK)
Menjelaskan maksud dan tujuan metode pemasangan lift dan eskalator.
Menjelaskan pengertian metode pemasangan lift dan eskalator.
Waktu : 5 menit
Mengikuti penjelasan TIU dan TIK dengan tekun dan aktif
Mengikuti penjelasan maksud dan tujuan metode pemasangan lift dan
eskalator.
Mengikuti penjelasan pengertian metode pemasangan lift dan eskalator.
Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas.
OHT
2. Ceramah : Bab II, Pekerjaan persiapan lapangan
Memberikan penjelasan, uraian atau-pun bahasan mengenai : Pekerjaan persiapan lapangan Waktu : 10 menit
Mengikuti penjelasan, uraian atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif.
Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas.
OHT
3. Ceramah : Bab III, Uraian kerja (job description) dan personil
Memberikan penjelasan, uraian atau-pun bahasan mengenai : Uraian kerja (job description) dan personil.
Waktu : 10 menit
Mengikuti penjelasan, uraian atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif.
Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas.
OHT
4. Ceramah : Bab IV, Jadwal urutan kerja (bar chart) dan network planning (NWP)
Memberikan penjelasan, uraian atau-pun bahasan mengenai : Jadwal urutan kerja (bar chart) dan network planning (NWP)
Mengikuti penjelasan, uraian atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif.
KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG
Waktu : 10 menit
Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas.
5. Ceramah : Bab V, Metode pemasangan rel
Memberikan penjelasan, uraian atau-pun bahasan mengenai : Metode pemasangan rel Waktu : 10 menit
Mengikuti penjelasan, uraian atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif.
Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas.
OHT
6. Ceramah : Bab VI, Perakitan komponen-komponen lift
Memberikan penjelasan, uraian atau-pun bahasan mengenai : Perakitan komponen-komponen lift
Waktu : 10 menit
Mengikuti penjelasan, uraian atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif.
Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas.
OHT
7. Ceramah : Bab VII, Kereta, rangka dan pintu
Memberikan penjelasan, uraian atau-pun bahasan mengenai : Kereta, rangka dan pintu. Waktu : 10 menit
Mengikuti penjelasan, uraian atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif.
Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas.
OHT
8. Ceramah : Bab VIII, Pengawatan (wiring)
Memberikan penjelasan, uraian atau-pun bahasan mengenai : Pengawatan (wiring).
Waktu : 10 menit
Mengikuti penjelasan, uraian atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif.
Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas.
KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG 9. Ceramah : Bab IX, Percobaan
jalan (test run)
Memberikan penjelasan, uraian atau-pun bahasan mengenai : Percobaan jalan (test run). Waktu : 10 menit
Mengikuti penjelasan, uraian atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif.
Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas.
OHT
10. Ceramah : Bab X, Keselamatan kerja
Memberikan penjelasan, uraian atau-pun bahasan mengenai : Keselamatan kerja.
Waktu : 5 menit
Mengikuti penjelasan, uraian atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif.
Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas.
BAB I
PENDAHULUAN
Masa kini pekerjaan instalasi lift bukan lagi merupakan monopoli perusahaan agen merk dagang lift. Sepanjang pengalaman penulis ada beberapa pribadi yang berani memasang lift tanpa dasar pengetahuan, walaupun sebagai sub-kontraktor. Kontraktor instalasi lift harus memperoleh izin operasi dari Departemen Tenaga Kerja sebelum mulai usahanya dan telah lulus dari bimbing teknis.
Sasaran dari pemasangan lift adalah mencapai hasil kerja yang berkualitas, tepat waktu dengan biaya sesuai anggaran (budget). Banyak pihak yang terlibat dan memberi dukungan mulai dari saat penjualan, perencanaan dan fabrikasi, namun hanya beberapa orang tertentu saja yang terlibat langsung dalam kualitas pekerjaan dilapangan. Beberapa orang inilah yang bertanggung jawab atas kualitas pemasangan dan sekaligus merupakan faktor penentu kualitas seluruh sistem lift. Bagaimana pendapat orang jika lift pada awal operasi sudah terasa bergetar, berbunyi, mengejut (jerk) dan sebagainya. Banyak faktor yang sulit untuk menyelesaikan dan memperbaikinya jika lift tersebut telah terpasang kecuali dengan biaya yang sangat besar. Misalnya, pemasangan rail tidak lurus dan tidak vertikal yaitu rail yang bengkok atau terpuntir (pada waktu handling dan transportasi), sambungan rail tidak cocok, jarak DBG (distance between guides) tidak tepat, rail bracket terlalu lemah, karena jarak rentang terlalu jauh. Sebab-sebab lain buruknya hasil pemasangan, ialah static balance diabaikan, rope
tension dilupakan atau tidak diulang dan sebagainya.
Sebaliknya, jika dari awal pemasangan dilakukan dengan baik dan mengikuti prosedur dan metode yang cocok, maka sepanjang pemakaiannya akan tetap baik. Tentunya harus disertai dengan perawatan yang baik dan teratur pula. Faktor utama yang perlu diperhatikan dalam pemasangan lift, terutama untuk lift-lift berkecepatan tinggi pada gedung-gedung bertingkat (high rise), adalah pemasangan rail. Oleh karena itu disediakan jatah waktu minimal kurang lebih 20% dari seluruh jatah waktu khusus untuk pemasangan rail. Bahkan perlu
dilakukan pengecekan ulang sepanjang rail yang telah terpasang dari bawah sampai paling atas pada tahap akhir pemasangan.
BAB II
PERSIAPAN LAPANGAN
Persiapan (job site preparation) merupakan kunci dari suksesnya pemasangan lift. Dengan mempersiapkan lokasi kerja dengan baik, maka pemasanganpun akan dimulai sesuai rencana tanpa keterlambatan.
Yang perlu menjadi perhatian didalam mempersiapkan lokasi kerja adalah kejelasan lingkup kerja dari masing-masing pihak kontraktor terkait yang ditetapkan didalam kontrak kerja.
Hal ini perlu dipertegas dengan pihak kontraktor utama atau manajemen konstruksi (CM) dan dalam suatu notulen rapat resmi, meliputi :
1. Master schedule dari proyek gedung, termasuk jadwal-jadwal penting, yaitu tersedianya tenaga listrik, gudang dilokasi, saat balok beton dan hoisting
hook atau hoisting beam boleh dibebani, dan sebagainya.
2. Pemahaman gambar-gambar tata letak lift, terutama hubungannya dengan
as bangunan.
3. Jadwal tibanya barang (Material delivery schedule), yaitu dukungan positif dari bagian popular, serta kepastian acces masuk proyek.
4. Handling system dilapangan, yaitu sarana tower-crane, forklift dsb, seberapa jauh fasilitas ini dapat dimanfaatkan.
5. Perlindungan terhadap lubang-lubang pada ruang luncur (barikade), untuk
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan terjatuh.
6. Kebutuhan gudang kerja dan lokasi penyimpanan material yang terbaik / menguntungkan.
7. Jalan masuk (access) kelokasi kerja. Keamanan jalan masuk.
8. Penyelesaian ruang luncur dan kamar mesin sesuai dengan gambar layout
dan kemungkinan perbaikan-perbaikan, termasuk grouting, patching dan
9. Penyediaan tenaga listrik untuk alat-alat kerja dan tenaga listrik untuk menjalankan lift.
10. Ketegasan menggunakan air, wc, iuran kebersihan, iuran keamanan dan sebagainya.
Supervisor menyusun NWP (Net Work Planing) dan Bagan Urutan Kerja (Gantt
Barcharts) seperti contoh pada lampiran. NWP dan Barcharts tersebut perlu
disampaikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan termasuk CM dengan tanda terima. Lebih baik lagi, jika diperoleh persetujuan dari CM. Hal ini penting untuk evaluasi keterlambatan kerja pemasangan yang disebabkan oleh pihak-pihak kontraktor lain atau oleh sebab keterlambatan pemborong utama (main
BAB III
SUSUNAN PELAKSANA
3.1 Supervision
Supervisor sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan dan penyelesaian pekerjaan pemasangan lift, bertugas dan bertanggung jawab atas :
Pengelolaan Material, alat-alat kerja, dan orang-orang yang bekerja dibawah perintahnya,
Koordinasi lapangan dengan kontraktor, konsultan, pemilik dan pihak-pihak lain.
Pelaporan proses pemasangan, pekembangan proyek dan masalah
yang timbul kepada atasanya.
Pengontrolan mutu dan keselamatan ditempat kerja.
Seorang supervisor memegang 3 sampai 4 proyek sekaligus dalam waktu yang sama. Pada tiap-tiap proyek ditempatkan regu-regu pemasang yang tiap regunya terdiri dari seorang kepala regu (charge hand), seorang mechanic dan dua orang helper. Jumlah empat orang per regu. Tergantung pengalamannya dan volume pekerjaan, maka tiap proyek dapat ditempatkan satu atau lebih regu pemasang.
Regu khusus lainnya ialah tukang listrik (wireman) 2 orang yang menyusul setelah tiba waktunya memasang wiring; dan adjuster 2 orang setelah lift siap untuk dicoba, ditest dan diuji dengan disaksikan oleh construction management (CM) dan kontraktor utama.
Supervisor harus mampu menyiapkan keterampilan (skill) untuk dapat memenuhi jadwal waktu, biaya yang dianggarkan dan mutu. Dia memastikan bahwa orang-orang yang bekerja dibawah perintahnya telah mendapat material dan alat kerja yang memadai untuk pekerjaannya dan agar dapat bekerja dengan benar tanpa membuang waktu.
Koordinasi lapangan sangat penting, mengingat sebuah gedung didirikan atas usaha gabungan dari banyak pihak yang saling bersaing untuk mendapatkan ruang dan sumber daya yang terbatas, guna dapat memenuhi jadwal dan anggaran masing-masing. Untuk itu, sejak awal supervisor sudah harus mengadakan kontak secara kontinu dengan pihak lain yang secara langsung terkait dalam pelaksanaan pemasangan lift. Koordinasi adalah tanggung jawab seorang supervisor, dia mengikuti rapat-rapat proyek, dimana permasalahan dapat dibahas bersama. Dia memastikan bahwa kebutuhan-kebutuhan / persyaratan pemasangan lift telah diketahui dan sesuai dengan pihak terkait, misalnya metode pemasangan yang akan diterapkan, kebutuhan sarana kerja dan lain-lain. Keuntungan dari koordinasi awal sering kurang disadari, padahal sebenarnya waktu yang disisihkan untuk itu tidaklah terbuang sia-sia, karena hasilnya sangat efektif. Sedangkan kepala regu tidak perlu mengikuti rapat-rapat proyek karena hal ini hanya akan merusak efisiensi kerjanya sehari-hari.
3.2 Susunan Organisasi
MNG OPLAP ADM P2K3 SUP.IT* LOGISTIK ENGINEERSUP.* SUP. ADJ*
SUP. WIRE
OPLAP Operasi Lapangan (field operation) ADJ Adjuster
SUP.IT Superintendent SUP Supervisor
Pelaporan mencakup kegiatan-kegiatan administrasi rutin dari pekerjaan, agar atasan dapat mengikuti perkembangan serta masalah-masalah penting. Semua kegiatan diproyek agar dicatat dalam buku harian, penggunaan jam kerja, instruksi-instruksi kontraktor, kesalahan atau cacat material yang sekecil apapun agar dilaporkan.
Pengontrolan (pengawasan) ditempat kerja yang juga merupakan tugas utama dari seorang supervisor, meliputi : penyediaan material tepat waktu, kebersihan lingkungan dan keamanan.
Terlampir disajikan contoh uraian kerja (Job description) masing-masing bagian dari Manajer sampai Helper.
3.3 ALAT-ALAT KERJA
Sebagai panduan, dicantumkan daftar alat-alat kerja dan perkakas yang diperlukan agar hasil kerja mencapai optimum. Tergantung dari besar kecilnya proyek maka daftar tersebut mungkin terasa agak berlebih-lebihan. Semua itu kembali kepada pengalaman atasan (superintendant) atau kepala regu sendiri.
Alat kerja dibagi 3 (tiga) golongan, yaitu alat kerja khusus lift, alat kerja perkakas umum dan set pekakas pribadi.
Golongan 1
Alat kerja Umum (dapat disewa)
a. Takel (chain hoist atau chain block), 3-ton b. Mesin pengangkat (winch machine), 5-ton
c. Mesin las listrik dengan diesel agregat atau trafo d. Mesin bor portable (electric drill), macam-macam
ukuran
e. Dongkrak hidrolis (hydraulic jack)
f. Kompor (burner) minyak tanah, portable g. Gerobak dorong roda empat (platform trolley) h. Palu godam , 6 kg
i. Mesin gerenda portable (grinding machine) j. Gunting tali baja (rope cutter)
Golongan 2
Alat kerja Khusus lift
a. Gergaji kayu (carpenter saw) b. Gergaji besi (hacksaw) c. Palu 0.5 dan 0.9 kg d. Palu karet (rubber mallet) e. Pahat baja dan beton ( opular) f. Sikat kawat (wire brushes) g. Penjepit C (C-clamp) h. Penjepit B (cross B-clamp) i. Lampu center
j. Walky-talky
k. Tali sling, macam-macam jenis dan ukuran
l. Siku pengukur, sigmat, water pas dan alat-alat ukur lain
m. Bandul lood atau unting-unting (plumb-bob)
n. Clip pelurus rel
o. Alat tera untuk rel (rail gauge) p. Kikir panjang bergagang
q. Kunci pas (spanner), macam-macam jenis dan ukuran
r. Waterpas (leveling gauge)
Golongan 3
Set Alat-alat perkakas pribadi (hand tool kit)
a. Obeng + dan -, mechanical dan electrical screw
driver
b. Tang buaya ,tang listrik (snipper) tang potong dan tang kupas (stripper)
c. Tang mekanik/ tang bebek (mechanical pliar) d. Kunci inggris (adjustable wrench)
e. Kunci pas (spanner) f. Pisau saku, kombinasi
g. Meteran (measuring tape), 2 M dan 5 M
Perkakas khusus pekerjaan, field wiring dan testing :
Kikir halus, kawat jumper, test pen, lampu senter (saku), batang solder listrik, multi tester, tapset, dan tikar tatakan dari karet. Ampere tester, tachometer, pengukur tegangan tali-baja.
BAB IV
GAMBAR KERJA
Dasar tata letak dan ruang komponen-komponen lift digambar secara lengkap dan jelas dengan ukuran (dimensi) dalam mm, yaitu terdiri dari :
1. Gambar denah
Menyatakan letak dan ukuran dari rel-rel pemandu, DBG (Distance Between
Guides), luang gerak (running clearance) landas kereta (platform), bobot
pengimbang (bandul), pintu, tali, roda puli, pengindra kecepatan. Semua komponen dari tiap-tiap satuan lift, serta susunan tata letak keseluruhan lift terhadap as bangunan.
2. Gambar tata ruang kamar mesin
Menyatakan letak mesin, pengindra kecepatan (governor), alat pengendali (controller), panel distribusi tenaga, lokasi popular cable, hoisting hook,
hoisting beam, jendela ventilasi, trapped door dan pintu masuk.
3. Gambar irisan vertikal
Menyatakan dalamnya sumur dasar, tingginya kereta dan pintu, tinggi ruang atas (overhead), lintasan ruang luncur, tinggi kamar mesin, bobot pengimbang, jarak rentang braket dan jarak-jarak luang gerak.
R/L perlu disurvey untuk memastikan posisi lift dalam lubang luncur yang paling menguntungkan dan hubungannya dengan as bangunan, serta kondisi popular dari dinding-dindingnya. Jika posisi kurang menguntungkan karena dinding tidak vertikal sehingga ada daerah kritis, maka perlu dirundingkan dengan CM, mencari penyelesaian kompromis, agar posisi digeser dan agar memperlonggar ruang yang kritis. Perubahan posisi terhadap as-bangunan harus mendapat persetujuan tertulis dari CM.
Lubang R/L harus dapat menampung pada kiri kanan ruang untuk rel, bagian belakang ruang untuk bobot imbang dan bagian depan pintu-pintu lantai. Luang gerak (Running clearance) pintu (sill dengan kereta) tetap harus 31 mm. Luang gerak kereta dengan bobot imbang minimal 5 cm.
Gambar 4.1.
Tata letak lift 1150 kg @ 105 m/m.
Dimensi Kritis ialah : DBG main rail = 2165 mm, DBG CWT rail = 1000 mm, antara sumbu rail 1004 mm, antara sumbu dengan sill = 720 mm, perhatikan
Gambar 4.2.
Kamar mesin lift, 1150 kg @ 105 m/m
Perhatikan : jarak sumbu-sumbu = 1004 mm posisi supporting beam terhadap CL 410 mm dan 180 mm reaksi balok depan; D + B = 4800 kg, balok
Gambar 4.3. Irisan Vertikal
(Perhatikan : dalamnya pit = 2150 mm, tinggi overhead = 5100 mm, tinggi kamar mesin = 2200 mm
Gambar-gambar tersebut harus telah disetujui oleh perencana bangunan pada tingkat awal sebelum barang diproduksi oleh pabrikan. Kemudian gambar-gambar tersebut harus disetujui atau paling tidak, diserahkan (untuk disetujui) kepada pihak yang berwenang di Departemen Tenaga Kerja cq. Direktorat Bina K3 sebelum pekerjaan pemasangan secara fisik dimulai.
Oleh karena terlalu banyak variasi tata ruang dan letak komponen lift, maka tidak mungkin dijelaskan semuanya disini. Sebagai petunjuk umum hanya dibicarakan tata ruang yang paling popular, yaitu :
Letak mesin diatas ruang luncur, bobot pengimbang terletak dibelakang kereta, dan jumlah satuan lift 2 atau 3 buah berderet dalam satu ruang luncur. Selanjutnya akan disinggung sedikit perihal yang penting-penting atas variasi lain macam tata ruang dan letak yang umum dipakai.
Ukuran (dimensi) yang penting dan perlu diperhatikan, ialah :
1. Jarak antara sepasang rel (Distance Between Guides, DBG), yaitu : masing-masing dari rel kereta (main rail) dan rel bobot imbang (cwt rail) 2. Jarak antara as (CL) rel kereta dengan as rel bobot imbang
3. Jarak antara as rel kereta dengan sisi pinggir ambang pintu lantai (door sill) 4. Jarak antara as rel kereta dengan as (marking) bangunan yang disetujui
oleh pimpinan proyek atau construction manager (CM).
Diagram dalam lampiran menunjukkan pembagian ruang luncur satu unit lift serta jarak-jarak yang dimaksud diatas.
Gambar 4.4.
Contoh layout lift 1650 kg @ 240 m/m.
BAB V
JADWAL (TIME SCHEDULE)
1. Jadwal penyelesaian pekerjaan pemasangan tercantum dalam surat
perjanjian dengan pihak pemilik (investor, developer) atau dengan pemborong utama. Seringkali jadwal yang dituntut terlalu singkat. Oleh karena itu harus jelas tanggal patokan dimulainya, yaitu saat serah terima lapangan, dimana ruang luncur, pit dan kamar mesin telah siap dan bersih. Kemudian saat dimulainya uji coba, yaitu setelah tenaga listrik yang permanen telah tersedia pada MCB.
Contoh :
Satu unit lift 8 lantai perlu 30 hari pekerjaan fisik dan 7 hari uji-coba. Setelah pekerjaan fisik selesai dilakukan pemeriksaan bersama dengan CM, dan dibuat berita acara dengan beberapa catatan / nasehat. Setelah sumber tenaga siap tersedia dilakukan pemeriksaan bersama lagi, atas tegangan dan sebagainya. Jika memenuhi syarat, baru dimulailah jadwal uji-coba. Sementara itu dibuat janji temu untuk pemeriksaan final dengan inspektur dan petugas dari Depnaker.
2. Jika jadwal terlalu ketat, maka tahapan- tahapan pekerjaan dapat dilakukan dalam waktu bersamaan antara dua jenis pekerjaan, dengan menambah beberapa regu pelaksana.
Contoh - contoh jenis pekerjaan yang dilakukan bersamaan,ialah :
a. Pemasangan braket rel bersamaan dengan pemasangan ambang pintu lantai, dengan mengandalkan masing-masing tali lood (plumb-line kawat piano).
b. Pemasangan rel pemandu bersamaan dengan pemasangan rangka pintu (entrance frame) dan pintu lantai.
c. Pemasangan (perakitan) kereta dapat dikerjakan bersamaan dengan pemasangan pintu-pintu lantai.
d. Pentalian (roping) kereta dengan bobot imbang dapat dilakukan bersamaan dengan pemasangan penyangga (buffer) di pit.
e. Pemasangan mesin bersamaan dengan dimulainya pengawatan (wiring) dan pemasangan fixtures (tombol, dsb).
Semua pekerjaan yang dilakukan bersamaan mengandung resiko insiden atau kecelakaan, maka perlu pengawasan yang ketat oleh supervisor agar tidak ada kesalahan atau kekeliruan hubungan tahapan demi tahapan.
3. Tiap-tiap unit pekerjaan pemasangan ada jatah jumlah jam kerja, berdasarkan rata-rata angka pengalaman masa lalu.
Contoh :
Memasang door frame dan door hanger disediakan jumlah 4 jam kerja (2 jam, 2 orang). Secara teoritis dalam satu hari dapat diselesaikan 8 / 2 = 4 unit. Jika ternyata selesai cuma 3 unit, maka perlu diperhitungkan faktor efisiensi kedalam jatah jam kerja sebesar 1.33
Pada tahapan-tahapan tertentu dibutuhkan sedikit pelaksana, tetapi pada tahapan-tahapan lain perlu penambahan pelaksana. Hal ini tergantung dari tingginya bangunan. Oleh karena itu kebutuhan orang-orang pelaksana untuk menyelesaikan pekerjaan harus dianalisa oleh seorang pimpinan bersama supervisor yang berpengalaman.
Berikut ini adalah patokan/panduan jumlah jam kerja yang dijatahkan dan jumlah regu pelaksana. Satu regu terdiri dari dua orang, yaitu satu mechanic (fitter) dan satu helper (kenek) dan jam kerja = 2 x 8 = 16 jam kerja.
TABEL 5.1: Jatah jam kerja Lift duty dan
jumlah lantai
jam kerja (man hour)
jumlah regu diluar regu
wiring & testing
Satu (1) unit lift 900 kg @ 60 m/m 10 lantai
Tambahan per lantai (inclusive : blind H/W)
1000 Jam kerja 80 Jam kerja
2 regu
Satu (1) unit lift 1150 kg @ 120 m/m 10 lantai
Tambahan per lantai (inclusive : blind H/W)
1120 Jam kerja 100 Jam kerja
2 regu
Satu (1) unit lift 1600 kg @ 150 m/m 10 lantai
Tambahan per lantai (inclusive : blind H/W)
1600 Jam kerja 110 Jam kerja
2 regu
TABEL 5.2 : Jumlah regu untuk lift-lift dalam kelompok
Jumlah lift dalam kelompok
Jumlah regu Jam kerja / hari
2 - Car group 3 - Car group 4 - Car group 5 - Car group 6 - Car group 7 - Car group 8 - Car group 3 (= 6 orang) 5 (= 10 orang) 6 (= 12 orang) 8 (= 16 orang) 10 (= 20 orang) 11 (= 22 orang) 12 (= 24 orang) 48 jk / hari 80 jk / hari 96 jk / hari 128 jk / hari 160 jk / hari 176 jk / hari 192 jk / hari
BAB VI
REL PEMANDU
1. Pendahuluan
Metoda pemasangan rails ada beberapa (masing-masing ada untung ruginya), diantaranya metoda “false car” untuk high rise, metoda perancah (scaffolding, steiger) untuk medium dan low rise. Dan untuk menekan waktu serta biaya, dikembangkan cara baru yang disebut metoda NR (New
Rail methodeoleh Nippon Otis).
Urutan-urutan kerja secara tradisional akan dijelaskan lengkap dengan contoh-contoh skematik, planning diagram yang dapat dipakai sebagai alat bantu bagi supervisor (mandor) dan juga bagi pemimpin regu (charge
hand) untuk memandu proses kerja agar berkualitas dan selesai tepat
waktu. Pemasangan rail bracket tidak mungkin dilaksanakan sebelum shaft lift selesai. Namun perlu dipahami bahwa tidak semua aktifitas tersebut harus dilakukan secara berurutan. Peralatan pit misalnya, dapat dipasang kapan saja setelah rail terpasang dan sebelum car frame dirakit. Dalam situasi tertentu diterapkkan program CPM (Critical Path Method). Pemasangan pintu-pintu lantai (pintu ruang luncur) dapat dilaksanakkan hampir bersamaan dengan pemasangan rel. Hal ini perlu dikembangkan pengendalian tahap demi tahap.
2. Fungsi Rel
Fungsi rel ada empat, yaitu :
1. Sebagai pemandu jalannya kereta dan bobot imbang lurus vertikal
2. Sebagai penahan agar kereta tidak jomplang atau miring saat pemuatan dan akibat beban tidak merata.
3. Sebagai sarana tempat memasang saklar, pengungkit (cam) dan puli penegang.
4. Sebagai penahan saat kereta dihentikan oleh pesawat pengaman (safety device/gear).
Ukuran rel dan jarak rentang braket pengikat rel hanya ditentukan oleh fungsi no. 4, yaitu tegangan tekuk (buckling stress) pada saat pesawat pengaman bekerja. Tegangan tekuk terjadi pada daerah paling rawan dimana rel tidak cukup kaku diikat braket. Oleh karena itu jarak maksimal rentang braket sangat penting disamping besaran ukuran rel.
3. Ukuran Rel dan Rentang braket
Dalam BS5655 ada 3 macam “rumus-praktis” menentukan ukuran rel, masing-masing untuk 3 macam pesawat pengaman, yaitu :
1. Pesawat pengaman mendadak (instanteneous), saat mana terjadi perlambatan 40 m/s/s
T = 25 (P+Q) w /A
2. Pesawat pengaman agak luwes (captive roller), saat mana terjadi perlambatan 20 m/s/s
T = 15 (P+Q) w /A
3. Pesawat pengaman berangsur (gradual clamp), saat mana terjadi perlambatan 10 m/s/s kira-kira sama dengan gravitasi bumi.
T = 10 (P+Q) w /A
T : Tegangan tekuk maksimal 140 N/mm2 untuk baja liat (ductile), mutu 370 N/mm2
P+Q : Bobot berat kereta ditambah beban muatan maksimal, dalam kg w : Faktor tekuk (buckling factor), korelasinya dengan =l/r,
nilai kelangsingan.
Sebagai pegangan dapat diperiksa daftar penggunaan rel kereta untuk beban-beban muatan tertentu, sedangkan besaran dan ukuran rel bobot imbang yang tidak dilengkapi pesawat pengaman, lebih kecil dari pada rel kereta dan jarak rentang braketnya pun dibolehkan maksimal 4.0 m, kecuali untuk maksud ketahanan akibat getaran gempa bumi, maka jarak braket ialah 2.0 m.
PETUNJUK PEMILIHAN REL PEMANDU
Lift dengan sepasang pesawat pengaman Asumsi berat kereta kosong = 2 kali kapasitas
Kapasitas maksimal lift Berat rel nominal (kg/m) Jarak rentang Braket maks (m) * Keterangan : T dalam N/mm2
type pesawat pengaman #1 atau #2 450 8.60 8.60 2.20 2.40 #1 T = 95 #2 = 49 600 9.30 8.60 9.30 2.20 2.20 2.50 #1 140 #2 55 #2 56 750 12.30 10.65 12.30 2.60 3.00 3.30 #1 122 #2 87 #2 78 1000 9.30 12.30 12.30 9.30 12.30 2.20 2.40 2.60 2.60 3.0 #1 138 #1 102 #1 140 #2 131 #2 86 1350 17.80 17.80 22.70 3.60 3.80 4.00 #1 140 #2 62 #2 53 1600 22.70 18.0 22.70 3.80 3.80 4.00 #1 146 #2 76 #2 63
* Keterangan : mengacu pada BS 5655 part1, carbon steel st 370
#1 = Pesawat pengaman
untuk lift berkecepatan maksimal 60 m/m
Tmax = 140 N/mm2 = 25 (P+Q) / A ; atau
memakai captive roller safety, untuk berkecepatan maksimal 90 m/m.
Tmax = 140 N/mm2 = 15 (P+Q) / A
#2 = Pesawat pengaman
berangsur (gradual clamp), untuk lift berkecepatan 105 m/m keatas
Tmax = 140 N/mm2 = 10 (P+Q) / A
Catatan :
Setelah ditetapkan rentang 2 braket maksimal, umpama l = 3.50 m, maka dibuat perencanaan gambar skets posisi braket sepanjang jalur rel. Mengingat panjang tiap batang rel ialah 5.0 meter, maka perlu diperhatikan, jangan sampai terjadi 2 sambungan rel dalam jarak dua rentang berturut-turut, dimana jarak antara sambungan rel dengan braket paling luar melebihi 1/3 l (dalam hal ini 1/3 x 3.50 m = 1.16 m).
Contoh gambar 1 : tidak bermasalah, 1.0 m < 1.16 m
Contoh gambar 2 : braket A (paling luar) dipindah mendekati sambungan rel X, dari 1.50 m menjadi 1.16 m.
4. Prosedur
Braket pertama dimulai dipasang pada posisi kira-kira 0.5 m dibawah permukaan lantai terbawah (atau lobby) sebagai daerah rel paling sering
mendapat gaya tekan dan puntir saat bongkar dan muat dan saat start stop kereta. Lihat daftar petunjuk pemilihan rel pemandu.
Salah satu ujung rel “dimatikan” (diikat) dengan struktur bangunan. Biasanya ujung rel paling bawah yang dimatikan didasar pit (supported
rails). Sebaliknya untuk lift kecil dan kecepatan rendah, ujung atas rel yang
dimatikan, atau ikut di-cor beton lantai kamar mesin (suspended rails). Kedua ujung jalur rel tidak boleh dimatikan sekaligus pada struktur bangunan, agar rel tidak bengkok atau berubah bentuk jika terjadi pergeseran relative posisi bangunan (building compression) terhadap rel. Cara mematikan ujung rel pada struktur dapat dengan fixed clip pada rel dengan braket. Ujung lain dari jalur rel bebas tidak menyentuh lantai kamar mesin, yaitu pada sistim supported rails. Atau tidak menyentuh dasar (pit) pada sistim suspended rail. Biasanya berjarak kira-kira 10 cm.
a. Cara menetapkan as atau sumbu (center line) dari rel-rel titik pusat kereta dan ambang pintu dengan cara memasang bidang pola (template), satu diujung pada lantai K/M dan satu lagi dibawah pada pit. Kemudian dijatuhkan kawat-kawat lood (unting-unting) atau plumbline. Pastikan titik-titik kerja (TK) (working point) pada template, dan kawat-kawat lood yang telah vertikal dimatikan pada TK tersebut. Dalam praktek banyak cara untuk mematikan kawat-kawat lood pada papan kayu di template atas dan bawah, agar tidak bergerak. Pastikan dulu posisi satu rel yang dianggap sebagai patokan kemudian TK lain mengikutinya.
b. Jika lift yang akan dipasang ada 2 (dua) buah atau lebih dan berjejer, perhatikan garis-garis sumbu (center line) dari semua rel dalam satu garis dan harus tegak lurus dengan sumbu-sumbu kolom bangunan. Lihat gambar skema.
c. Langkah berikutnya ialah pemasangan braket dari rel kereta dan sekaligus, bersamaan pada level sama braket dari rel bobot-imbang. Bidang muka braket telah lebih dulu digores dengan kapur tulis kemudian digores dengan paku tepat ditengah-tengah antara dua lubang murnya. Usahakan kawat lood hampir bersinggung tepat dengan garis tersebut.
d. Braket pertama dipasang pada posisi kira-kira 1.0 m dibawah lantai dasar. Ikut pemasangan braket-braket lain sampai kira-kira 0.3 m dibawah lantai kamar mesin.
e. Giliran memasang rel, pindahkan dulu kawat lood (plumbline) masih digaris sumbu rail arah mendekat, yaitu pada posisi 10 mm dimuka kepala rel.
f. Pemasangan rel mulai dari bawah satu persatu disusun keatas. Gunakan slip clip dan kepingan shim pada waktu diikut dengan baut pada braket. Gunakan fish plate untuk menyambung rel satu dengan yang lain. Pilih kepingan shim berbagai ukuran ketebalan agar permukaan kepala rel tepat berjarak 10 mm dari kawat lood. Gunakan klip pelurus rail. Gunakan “rail-gauge” pada saat mengencangkan baut-baut.
Catatan :
1. Jarak rentang braket boleh lebih pendek (lebih dekat) dari pada ketentuan dalam layout drawing.
2. Ujung-ujung satuan rail-rail sebelah kiri dan kanan harus beda, jika kiri male maka yang kanan harus female menghadap keatas (lihat gambar).
3. Rel-rel yang tidak lurus dan terpintir jangan sekali-kali digunakan. Harus dikirim dulu ke bengkel untuk diperbaiki.
Gambar 6.1.
Template (pola) atau target board
Jatuhkan plumbline dari titi-titik a, b, c, d untuk memasang braket. Plumline tersebut, dimatikan diujung bawah pada template lain, dipit.
Gambar 6.2.
3 unit lift berjejer, seluruh rel dalam satu garis sumbu dan berjarak tertentu
Gambar 6.3.
1) Setelah braket terpasang, maka plumbline dipindah 2 cm dimuka posisi rel yaitu titik a, b, c, dan d yang semula ada dibelakang posisi rel
Gambar 6.4.
Posisi 3 kawat plumbline g, f, e, 30 mm dimuka sill
Gambar 6.5.
Contoh bentuk braket untuk bobot imbang (cwt rails) dibuat dari besi siku diangker, kiri dan kanan dengan 2 buah baut ke dinding beton
BAB VII
PEMASANGAN PINTU LANTAI
Pintu lantai atau landing entrances adalah komponen yang sering diklasifikasikan sebagai bagian dari ruang luncur, bukan bagian dari pesawat lift. Hal itu mungkin saja, jika pintu lantai dari jenis sederhana seperti manual swing door.
Bagaimanapun jika pintu lantai harus berfungsi sinkrun dengan operasi lift, oleh karena itu harus dipasang dengan presisi. Pintu lantai harus sama jenis dan dimensi dengan pitnu kereta yang berfungsi sebagai penggerak pintu.
Komponen pintu lantai, ialah : 1. Daun pintu (door panel) 2. Ambang pintu (door sill)
3. Rangka pintu (door frame)
4. Penggantung pintu (hanger assembly)
5. Kunci kait (interlock)
6. Kusen Pintu (jamb and header)
1. Ambang Pintu
Peletakan ambang pintu yang betul adalah kunci sukses pemasangan seluruh satuan pintu. Sill dapat dipasang bersamaan dengan memasang braket rel, dengan berpatokan pada 3 lembar kawat lood pada posisi khusus untuk itu lihat gambar. Seperti halnya rel, garis sumbu rel semua deretan lift-lift harus terletak pada satu garis, begitu pula semua sill dan deretan beberapa lift harus lurus dan sejajar, tegak lurus dengan as bangunan.
2. Selanjutnya pemasangan tiang-tiang tegak rangka pintu dan besi siku, dibaut pada ujung-ujung kiri dan kanan sill, dan diangker ke dinding. Kemudian dipasang penggantung pintu pada bagian atas rangka.
Gambar 7.1.
Toleransi yang diijinkan atas pemasangan rangka (kusen) pintu (door
entrances) yaitu side jamb : Vertical kiri-kanan = + 1.0 mm
Vertical muka-belakang = + 1.0 mm, Melengkung = + 2.0 mm
3. Penggantung pintu merupakan rakitan yang siap, terdiri dari rel (track) roda-roda penggantung, roda-roda tali penggerak, kunci kait dan excentric
roller dan bandul pemberat yang memaksa pintu selalu menutup rapat
(alternatif : menggunakan pegas).
4. Penyetelan perlu dilakukan, yaitu :
a. Excentric roller terhadap rel (track) bercelah 0,1 mm, lihat gambar.
b. Celah dasar pintu terhadap permukaan kusen (side jamb) maksimal 4 mm.
c. Celah bidang daun pintu terhadap kusen (side jamb) maksimal 4 mm. d. Pintu harus vertikal dengan penyetelan pada mur tiap-tiap roda
penggantung.
e. Pintu harus bertendensi menutup rapat. Caranya : pintu ditahan saat mau merapat pada jarak 7 cm, kemudian dilepas. Jika tidak mau rapat dengan sendirinya, maka pegas pada kunci kait perlu di setel.
5. Kusen pintu terdiri dari sepasang side jamb dan header. Keduanya harus dirakit ditempat. Mula-mula side jamb dipasang dengan baut pada sill. Kemudian gunakan mistar siku agar posisi lintang dan bujurnya benar, dan segera matikan sementara dengan klem dan pasak, selanjutnya header dipasang. Kemudian kencangkan baut-baut dan braket-braket di las pada rangka bangunan.
Catatan :
Cara paling aman pemasangan sill dan seluruh entrance ditunda sampai landas kereta terpasang, maka sill kereta dapat dipakai sebagai patokan posisi-sill lantai. Jatuhkan kawat lood (plumbline) 3 lembar tepat pada sisi pinggir sill pintu untuk patokan bagi sill lantai-lantai berikutnya yang lain, yang berjarak 30 mm (sebagai running clearance). Cara lain, tanpa menggunakan tali lood ialah menggunakan 2 batang pengukur jarak antara rel dan sill (sill distance gauge). Lihat gambar.
Kedua cara tersebut biasanya untuk instalasi sampai setinggi 10 lantai saja. Lebih dari 10 lantai, pemasangan sill tidak dapat menunggu sampai rel terpasang.
Tindakan hati-hati.
1. Mintakan nasehat kepada CM tinggi sill yang benar terhadap permukaan lantai bangunan (finished/final) dan dipertegas terhadap “level marking” pada dinding beton (dicat warna merah). Pernah kejadian sill yang telah terpasang sebanyak 4 x 10 lantai harus dibongkar semua karena posisi kurang tinggi sebesar 30 mm.
2. Perhatikan pada saat mengelas side jamb, perikan api las tidak merusak cat finish dari side jamb. Setelah jamb selesai terpasang harus segera dilindungi dengan kertas minyak atau bahan lain.
Gambar 7.2.
Atas : Contoh model door hanger 2-speed door atau telescopic “fast door” menarik “slow door” dengan tali yang diikat pada “hitch A”, melalui roda B
ujung tali lain diikat pada “hitch C”
BAB VIII
KERETA dan BOBOT IMBANG
8.1 Rangka Kereta
Rangka kereta terdiri dari :
a. Cross head channel atau disebut “car sling, yaitu rangka atas tempat tarikan oleh mesin dan dudukan sepatu luncur.
b. Bottom channel, rangka bawah, tempat benturan buffe, (disebut safety
plank).
c. Tiang tegak kiri, kanan (2 buah). (up-right channels atau stiles).
Ke empat bagian tersebut membentuk segi-empat kokoh dengan plat baja penguat pada sudut-sudutnya. Perhatikan pemasangannya tidak boleh tertukar posisi, karena telah diberi nomor kode oleh pabrik.
Bagian lain dari rangka ialah : rangka landas konstruksi besi siku merupakan bidang pendukung beban muatan. Rangka ini harus menyatu dengan rangka kereta dan batang pengencang silang (brace) muka-belakang dan kiri-kanan. Lihat gambar.
Prosedur pemasangan :
a. Pasang “meja” konstruksi kayu di lantai bawah sebagai dudukan bottom
chanel. Pasang bottom channel lurus, siku dan datar (waterpas).
Gunakan plumbob saat memasang upright channel. Kencangkan semua baut pada rangka.
b. Pasang pesawat pengaman (safety block) periksa batang tarik pasak pengaman apakah telah satu garis vertikal dengan tali governor.
c. Pasang safety plank, yakinkan datar arah muka belakang dan arah kiri kanan, serta posisi center dengan garis sumbu rel ke rel.
d. Pasang platform diatas safety plank dengan bantalan karet (4 buah) pada pojok-pojoknya. Sisa muka platform telah dilengkapi oleh pabrik dengan car-sill. Gunakan shim untuk menyetel kerataan. Kemudian matikan dengan baut.
e. Diatas platform dipasang bangunan badan kereta sesuai gambar petunjuk.
f. Lakukan statis balance badan kereta setelah motor penggerak pintu terpasang. Kemudian badan kereta perlu ditahan dengan roller karet pada ujung atas dan upright channel (stiles), seolah-olah badan kereta bersender pada rangka kereta dengan bantalan karet, lihat gambar. g. Terakhir dipasang roller guide atau pada cross head dan sepasang
dibawah pada bottom channel.
8.2 Bobot Imbang
a. Gunakan tabel untuk menggantungkan rakitan rangka dan memasukan kedalam posisinya diantara rel-rel pemandu.
b. Pasang roller guide atau sepatu luncur.
c. Rangka diisi bobot (fillerweight) hanya sampai 50% dari kebutuhan sebenarnya. Kemudian ditarik ke lantai teratas dengan takel untuk maksud penyambungan tali baja tarik antara kereta dan bobot imbang. Lihat bab 9 tali baja tarik. Alternatif lain kereta ditarik ke lantai paling atas, sedangkan bobot imbang tetap dilantai terbawah.
Gambar 8.1. Rangka (sling) kereta
(1. Crosshead channel, 2. Pendukung motor penggerak pintu (door operator) 3. Stiles (upright channel), 4. Brace (batang pengikat), 5. Tiang pendukung door
Gambar 8.2.
Atap badan kereta “bersandar” pada tiang rangka (stiles, upright channel) dengan 3 buah roller karet
BAB IX
TALI BAJA (STEEL WIRE ROPE)
1. Rangka kereta telah diangkat keatas dengan takel. Posisinya rata dengan lantai teratas. Bobot imbang ada dilantai terbawah posisinya berjarak 41 cm dari ujung atas penyangga pegas (untuk lift berkecepatan 60 m/m) lihat daftar runby pada pelajaran pemeriksaan uji coba.
Siapkan gulungan (reel) tali baja pada lantai teratas, tarik ujungnya ke roda puli, kemudian tarik turun secukupnya sampai tempat ikatan pada rangka bobot imbang. Pada ujung tali tersebut telah dipasang lebih dahulu soket (thimble rod).
Tindakan hati-hati :
a. Tali baja harus diikat dengan kawat pada dua tempatnya sebelum dipotong, untuk menghindari lilitan/pintalan terurai/terlepas.
b. Usahakan pada waktu menarik tali jangan sampai terjadi tekukan (kinking), menjadikan tali tersebut cacat.
c. Jika tali baja dalam gulungan (reel), maka pada roda gulungan dipasang balok kayu tirus dibawahnya sebagai rem, untuk menghindari berat tali yang terulur diruang luncur menyebabkan gulungan berputar tanpa kendali (lihat gambar jarak-jarak pengikatan kawat pada ujung-ujung tali dan cara pengikatannya).
2. Cara pengikatan baut (socketing)
Yang dibicarakan disini ialah cara pengikatan yang paling populer yaitu dengan thimble rod. Sifat khas thimble rod ialah bentuk pot yang tirus. a. Masukkan ujung tali yang baru dipotong kedalam pot dari lubang ujung
bawah.
b. Buka dua ikatan kawat.
c. Tekuk kedalam lilitan-lilitan yang telah terurai.
d. Tarik tali sehingga lilitan yang telah tertekuk sepenuhnya masuk ke pot, dan ikatan kawat nampak pada bagian luar pot.
e. Tuang timah hitam (babbit) panas dan cair kedalam pot dari atas. Ujung tekukan harus kelihatan (tidak tenggelam semua dalam timah) sebagai syarat pemeriksaan oleh inspektur.
Timah cair tidak boleh terlalu panas, menyebabkan struktur baja dari tali rusak, dan melemahkan kekuatannya sampai 10%.
Gambar 9.1.
Gambar 9.4. Rakitan bobot imbang
(1. Kaleng pelumas, 2. Sepatu luncur, 3. Pegas pengikat tali baja, 4. Rangka bobot imbang, 5. Filler weight, 6. Rel Pemandu, 7. Sepatu luncur, 8. Peredam pegas spiral)
BAB X
PELETAKAN MESIN TRAKSI
Pemasangan mesin traksi mencakup pemasangan batang profil baja pendukung mesin, peletakan mesin pada posisinya dan penyetelan posisi roda penyimpang, jika posisi bobot imbang berubah oleh sebab keadaan lapangan.
1. a. Batang profil baja pendukung (machine supporting beams) dapat dipasang
diatas permukaan lantai kamar mesin, jika beton lantai tersebut telah terlanjur dicor. Jika lantai beton belum dicor, batang profil dipasang lebih dulu pada posisi dibagian bawah lantai. Hanya sebagian kecil termasuk
flens atas dari profil (INP) tersebut yang ikut masuk menjadi satu dengan
beton lantai. Lihat gambar .
b. Posisi dan jarak-jarak batang profil baja harus sesuai dengan gambar tata letak peralatan kamar mesin. Prosedur pemasangan sebagai berikut:
Pasang lebih dulu satu batang sebagai patokan (king beam) bagi dua batang (batang-batang) lainnya. Pastikan dengan perhitungan, jarak-jarak as tengah batang terhadap titik berat kereta, atau garis sumbu rel kereta, sesuai gambar. Gunakan tali lood (plumbline). Cermatkan posisinya sampai tali lood tenang (tidak goyang), jatuh tepat digaris as atau titik pusat berat (central of gravity). Gunakan shim untuk menyetel kerataan, kemudian matikan (dilas) ke struktur bangunan. Ikuti pemasangan batang-batang lain merujuk pada posisi batang king beam tadi.
c. Ujung batang duduk pada balok struktur bangunan dengan dilandasi oleh plat baja (bed plates). Hal ini untuk mengurangi tekanan terhadap struktur bangunan sebelum dilakukan pengecoran beton lantai, dipasang pocket atau pipa-pipa pada posisi lubang-lubang tempat lalu, tali tarik, tali governor, selector tape dan kabel riser (raceways) yang berasal dari ruang luncur.
d. Sebagai patokan tinggi batang baja dari profil INP minimal satu per sepuluh (1/10) dari jarak bentangannya, untuk mencegah lendutan dan getaran. Contoh : Jika jarak bentangan balok dari muka ke belakang 2,0 meter, maka gunakan profil INP 20.
Tindakan hati-hati :
Saat penanganan dan penempatan batang-batang baja pendukung, senantiasa mengandung resiko batang tersebut terjatuh. Oleh karena itu ruang luncur harus dikosongkan dan hentikan semua kegiatan sementara waktu.
2. a. Penempatan Mesin (machine setting)
Setelah umur beton lantai mencapai 10 hari, dimulai pelaksanaan penempatan mesin, didudukan pada posisinya, sesuai gambar tata letak. Yang dimaksud dengan mesin disini ialah termasuk kesatuan dengan motor listrik penggerak, tabung rem, dan roda-penyimpang (deflector sheave), duduk pada satu bed-plate yang kokoh. Alignment atas poros (shaft) motor mesin sudah di set dipabrik.
b. Posisi roda penyimpangan (deflector sheave) harus disetel dilapangan, menyesuaikan posisi bobot imbang, agar tepat vertikal plumb (lood) dengan titik beratnya.
Gunakan tali lood (plumb line) untuk memastikan posisi roda puli, siku terhadap garis sumbu rel, dan ujung keluar tali baja dan puli tepat vertikal plumb dengan titik berat kereta. Jika tidak digunakan roda penyimpang, maka ujung lain dari puli harus tepat vertikal diatas titik berat bobot imbang (Diameter puli sama dengan jarak antara garis-garis sumbu kedua pasang rel).
Jika diameter puli lebih kecil dari pada jarak garis-garis sumbu kedua pasang rel (rel kereta dan rel bobot imbang), maka terjadi “off set” antara kedua titik berat beban terhadap garis tarikan tali baja. Lihat gambar 10.2.
Gambar 10.1.
Pengaturan pendukung mesin dipasang dibawah lantai beton
Gambar 10.2.
Pengaturan baja pendukung mesin dipasang diatas lantai beton
(1. Motor, 2. Bed plate mesin, 3. Kanal penguat bed plate, 4. Karet peredam, 5. Baja pendukung mesin, 6. Puli penarik, 7. Tali baja, 8. kanal penguat bed plate, 9. Roda
penyimpang, c.g. central of gravity kereta & bobot imbang (2 garis sumbu rel) dimensi ada di layout)
c. Off set diperkenankan maksimal 1 : 20. Contoh :
Diameter puli 600 mm. Jarak sumbu rel kereta ke rel bobot imbang = 800 mm, selisih 200 mm, atau masing-masing tali off set 100 mm. Saat kereta berhenti dilantai teratas, panjang tali penggantung antara roda puli dan soket di sling kereta = 4200 mm, maka off set = 100 : 4200 = 1: 42 lebih kecil dari ketentuan maksimal 1 : 20. Off set sebaiknya dihindari karena mengurangi efisiensi motor (walaupun kecil) dan terutama karena mempercepat keausan sepatu luncur dari kereta dan bobot imbang.
d. Gunakan takel (chain block) atau hoisting beam dengan troli angkat, dan dongkrak (jack) untuk meringankan pekerjaan, saat mengangkat / memindahkan mesin.
Gunakan shim pada bagian bawah bantalan karet peredam, agar mesin duduk horisontal (waterpas). Bantalan karet peredam harus dipasang minimal berjumlah 4 buah, pada sudut bedplate. Jika digunakan
deflector sheave, maka perlu dipasang satu lagi bantalan karet dengan kick-plate untuk menahan gaya reaksi horisontal. Lihat gambar
Tindakan hati-hati
Demi keselamatan, periksa alat-alat pengangkat seperti takel (chain
block), hoist, dongkrak (jack) besi kait / beam pada atap dak kamar
mesin, agar yakin berfungsi sebagaimana mestinya.
Jika ragu-ragu atas kekuatan besi kait yang disediakan oleh kontraktor utama, mintakan nasehat atau konfirmasi tertulis kepada CM, Kenyataan besi kait dapat patah saat mengangkat mesin, mengakibatkan kecelakaan.
Gambar 10.3.
Tidak digunakan roda penyimpang menyebabkan terjadi “off set” terhadap tali baja terhadap vertical off set maksimal 1 : 20
BAB XI
PENGAWATAN (FIELD WIRING)
1. Instalasi kawat / kabel listrik adalah bagian dari instalasi lift keseluruhan. Istilah “field-wiring” mempunyai arti luas, yaitu seluruh pekerjaan sistem kelistrikan yang harus dipasang oleh teknisi lapangan termasuk kanal-saluran kabel (troughing, trunking atau ductwork, konektor, pulboks,
junction boks, braket, sadel, klem, pipa-pipa dan flexible (piable) conduit.
Pekerjaan pemasangan instalasi kawat listrik dibagi menjadi sebagai berikut :
a. Pengawatan di kamar mesin
b. Pengawatan di ruang luncur (raceways) c. Instalasi kabel lari (travelling cables)
d. Pemasangan tombol-tombol sinyal dan indikator posisi (fixtures) e. Kabel tenaga dan MCB
Instalasi pengawatan tersebut bermuara pada controller, interkoneksi sesuai dengan daftar panduan dari pabrik dan gambar straight wiring
diagram. Pemasangan harus mengikuti peraturan yang berlaku termasuk
PUIL.
2. Aturan Umum
a. Pipa saluran kawat (konduit) sedapat mungkin lurus, minimal sepanjang 4,0 m. Tiap-tiap jarak tersebut dipasang kotak inspeksi.
b. Tekukan konduit sebaiknya dua kali saja, dalam satu batas jarak kotak inspeksi.
c. Tekukan siku hanya pada ujung kawat keluar, dan/atau masuk kotak saklar.
d. Saluran lemas (flexible conduit) hanya untuk ujung akhir, dimana kawat listrik disambung ke alat / aparatus atau lokasinya yang sulit dijangkau atau selalu bergetar atau perlu penyetelan.
e. Saluran kanal (trunking troughing) lebih baik digunakan untuk sejumlah kawat atau kabel dari pada menggunakan beberapa saluran pipa atau konduit. Konduit menghubungkan saluran kanal dengan bagian alat, dengan sambungan konektor khusus.
f. Konektor berupa locknut sehingga hubungan konduit dan kanal kencang.
g. Braket digunakan untuk memasang saluran kanal pada dinding. Sadel digunakan untuk memasang konduit pada jarak-jarak tertentu.
h. Kapasitas kanal dan konduit harus longgar minimal 40% (60% untuk menampung luas penampang kabel). Lihat tabel kabel PVC dengan ukuran konduit yang sesuai.
TABEL 11.1: Kapasitas Pipa saluran listrik (konduit)
Ukuran Kabel Ukuran diameter konduit (cm)
Total Jumlah kawat 2,0 2,5 3,2 3,8 5,1 penampu ng (mm2) diameter (mm)
Jumlah kabel yang diizinkan Instalasi dengan PVC 1,0 1 - 1.13 12 19 33 - - 1,5 1 - 1.38 10 17 31 - - 7 - 0.5 10 16 28 - - 2,5 1 - 1.78 8 13 24 - - 4 7 - 0.85 5 9 16 - - 6 7 - 1.04 4 7 12 - - 10 7 - 1.35 2 4 7 - - 16 7 - 1.70 - 3 5 8 15 25 7 - 2.14 - 2 3 5 10
Tindakan hati - hati
a. Yakinkan kabel-kabel dalam kanal dan konduit lurus tidak gelombang atau keriting.
b. Gunakan pelumas pada saat kawat menekuk dalam konduit siku atau
elbow.
c. Gulungan kabel panjang (reel) harus dilengkapi rem, pada waktu menarik kebutuhan kabel. Begitu kabel ditarik dari rel, langsung ditandai kode.
d. Sekrup harus menghadap keluar dari kanal, sehingga tidak mengganggu jalannya penarikan kabel.
3. Persiapan
Sebelum mulai pekerjaan, pelajari gambar yang disediakan oleh produsen, yaitu :
a. Diagram garis tunggal (straight wiring diagram).
b. Diagram susunan pengkabelan (wiring arrangement drawing).
Pelajari keadaan ruang luncur dan kamar mesin. Buat gambar ke-3 yaitu perencanaan lokasi larinya kanal sepanjang ruang luncur (raceways), juga konduit junction box, dan sebagainya. Sebaiknya persiapkan material yang diperlukan berlebih 10% sebagai cadangan.
Selama pelaksanaan pekerjaan ducting dan konduit, gantungkan kabel yang diperlukan dari lantai teratas, terurai sampai bawah untuk membebaskan kabel (juga travelling cable) dari lekukan-lekukan akibat penyimpanan terlalu lama. Berkas kabel diikat dengan cable ties dibeberapa tempat (tiap-tiap jarak + 2,5 cm) dan diikatkan agar kabel tidak tegang. Semua kawat punya nomor kode, memudahkan penyambungan pada terminal di controller.
4. Penyambungan
Kabel kontrol dari kereta bermuara di junction box (dibawah landas atau diatas atap kereta) disambung dengan travelling cable dan lari ke junction
box. Kemudian dari junction box disambung ke terminal di kontroler.
Hubungkan kabel antara kontroler dengan motor mesin tarik. Hubungkan kabel antara kontroler dengan governor. Hubungkan kabel antara kontroler dengan tombol-tombol, indikator, sinyal dan kontak-kontak pintu (raceway
connection).
Pasang kabel tenaga antara kontroler dengan panel distribusi MCB. Lihat daftar besaran arus (ampere) saat beban penuh sebagai patokan ukuran penampung kawat.
Catatan :
Kanal saluran kawat dikamar mesin sebaiknya ditanam dibawah permukaan lantai, sehingga tutup kanal sama rata dengan permukaan lantai.
Cara lain, jika lantai telah dicor, maka kanal dipasang diatas permukaan, yaitu sepanjang tepi-tepi dinding, untuk menghindari orang tersandung. Trunking arah vertikal dimulai dekat dengan aparatus sampai terminal box setinggi + 2,0 m, dan dilanjutkan dengan flexible conduit.
Daftar Besaran Sekering dan Transformotor untuk satu unit lift
Power Output Motor Lift (kW) Arus Listrik beban penuh keatas (A) Sekering Pemutus Arus (A)
Kapasitas Trafo (kVA) 3.7 4.5 5.5 7.5 9.5 11.0 13.0 15.0 18.5 22.0 13 16 20 25 33 37 44 50 54 59 30 30 30 30 50 50 50 75 75 75 7.5 9.1 11.0 13.7 15.5 17.3 21.7 22.4 23.3 27.5
Catatan : Jika jumlah unit lift lebih dari satu dalam group operation, maka besaran Ampere sekering dikalikan dengan jumlah lift kemudian dikalikan dengan angka probability berkisar 0.8 (2 unit) s/d 0.65 (8 unit).
Gambar 11.1.
Menarik Kabel keatas, kabel keluar dari bagian bawah gulungan cara lain, kabel diulur dari kamar mesin
Gambar 11.2.
Roda pengantung pintu (hanger roller) satu unit dengan roda excentric dibawah rel sebagai safety retainer, penahan pintu kemungkinan loncat ke
Gambar 11.3.
Door operator (motor penggerak pintu) satu daun pintu dilengkapi dengan tuas pengungkit (door vane atau cam) berfungsi membuka kunci kait
BAB XII
PERCOBAAN JALAN (TEST RUN)
1.
Pendahuluan
Sebelum melaksanakan langkah-langkah percobaan untuk menjalankan lift, setelah lift tersebut selesai terpasang, perlu diperiksa secara fisik oleh supervisor agar yakin bagian-bagian komponen telah terpasang dengan benar. Pemeriksaan harus dilakukan bersama kepala regu pemasang dan pertanyaan-pertanyaan yang timbul harus dijawab kepala regu secara jujur. Umumnya kebersihan pada bagian-bagian yang bergerak sangat dituntut diantaranya alur pada ambang pintu (door sill) dimana sepatu pintu bergerak, sepatu pemandu rel, teromol (tabung) rem dan motor perlu disemprot dengan blower. Lift digerakkan dengan engkol, setelah rem dibuka, untuk meyakinkan rotor bergerak bebas tanpa suara. Pada saat itu terasa perbedaan tenaga mengengkol keatas dengan mengengkol ke bawah.
Sebaiknya kereta kosong dan bobot imbang kira-kira sama berat, sehingga tidak terasa beda mengengkol keatas maupun kebawah.
Dalam praktek mula-mula pada bobot imbang tidak diisi penuh dengan “filler weight” sehingga diperoleh keseimbangan kereta kosong dengan bobot imbang.
Hendaknya alat komunikasi atau interphone telah terpasang dan berfungsi dengan baik selama melakukan testing.
2.
Prosedur Mekanisa. Static balance. Setel keseimbangan dudukan kereta diatas platform frame dengan memasang counter balance weight. Jika pekerjaan ini telah dilaksanakan pada saat memasang atau merakit bangunan kereta dan motor penggerak pintu, maka tinggal mengencangkan steadying