• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN SOUND LEVEL METER BERBASIS MIKROKONTROLER AT89S51 UNTUK MEDIA PRAKTEK PEMBELAJARAN FISIKA EKSPERIMEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBUATAN SOUND LEVEL METER BERBASIS MIKROKONTROLER AT89S51 UNTUK MEDIA PRAKTEK PEMBELAJARAN FISIKA EKSPERIMEN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN SOUND LEVEL METER BERBASIS

MIKROKONTROLER AT89S51 UNTUK MEDIA PRAKTEK

PEMBELAJARAN FISIKA EKSPERIMEN

Rahmi Putri Wirman, S.Si., M.Si

Program Studi Pendidikan Fisika IAIN STS Jambi

Abstrak

Alat eksprimen sederhana yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan yang diukur dalam skala desibel (dB) bisa digunakan sebagai media praktek pembelajaran fisika eksperimen. Sound level meter berbasis mikrokontroler merupakan salah satu bentuk aplikasi mikrokontroler AT89S51. Sinyal suara yang dihasilkan oleh mikrofon dikuatkan oleh penguat operasional (operational amplifier, op-amp) sebesar 471 kali. Sinyal analog ini kemudian dikonversikan dengan menggunakan ADC0804 menjadi sinyal digital. Sinyal tegangan digital merupakan masukan bagi mikrokontroller. Intensitas bunyi yang diperoleh ditampilkan pada seven-segment. Program sistem pengukuran ini ditulis dalam bahasa Assembly dan dibuat dengan menggunakan Mide-51. Untuk memasukkan program ke mikrokontroler AT89S51 digunakan AEC-ISP. Dari hasil pengujian alat yang telah dilakukan, diperoleh kesalahan relatif maksimum pengukuran sebesar 2,4 %. Rentang intensitas bunyi yang dapat diukur alat ini antara 35 dB hingga 105 dB.

A. Pendahuluan

Dalam perkembangan sains, peran eksperimen sangatlah penting. Pada banyak hal, kebenaran ilmiah diterima setelah terbukti secara eksperimen. Dengan demikian, kemampuan melakukan eksperimen haruslah dikembangkan. Sangat penting artinya bagi siswa/mahasiswa untuk mengerti kedudukan eksperimen di dalam sains dan melakukan eksperimen secara benar. Saat ini berbagai demonstrasi diperkenalkan di dunia pendidikan fisika sehingga menjadikan belajar fisika itu menjadi mudah. Dalam tulisan ini telah dibuat alat sound level meter berbasis mikrokontroler AT89S51 yang bisa digunakan sebagai media praktek pembelajaran fisika eksperimen.

B. Teori 1. Bunyi

Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal yang terjadi karena kerapatan dan peregangan dalam medium gas, cair, atau padat.

(2)

Gelombang itu dihasilkan ketika sebuah benda, seperti garpu tala atau senar biola, yang digetarkan dan menyebabkan gangguan kerapatan medium. Gangguan dijalarkan di dalam medium melalui interaksi molekul-molekulnya. Getaran molekul tersebut berlangsung sepanjang arah penjalaran gelombang (Tipler, 1991).

2. Laju Gelombang Bunyi

Laju gelombang bunyi bergantung pada sifat medium. Laju bunyi berbeda untuk materi yang berbeda. Untuk gelombang bunyi dalam fluida seperti udara atau air, laju ν diberikan oleh

B

dengan ρ adalah rapat kesetimbangan medium dan B adalah modulus limbak (bulk modulus). Untuk gelombang bunyi pada suatu batang padat dan panjang, modulus limbak sama dengan modulus Young (Y).

Y Untuk gelombang bunyi dalam gas seperti udara, modulus limbak berbanding lurus dengan tekanan, yang sebanding dengan kerapatan ρ dan temperatur mutlak T.

M

RT

Ada dua aspek dari setiap bunyi yang dirasakan oleh pendengaran manusia. Aspek ini adalah “kenyaringan” dan “ketinggian”. Kenyaringan (loudness) berhubungan dengan energi pada gelombang bunyi. Ketinggian (pitch) bunyi menyatakan apakah bunyi tersebut tinggi, seperti bunyi suling atau biola, atau bunyi rendah, seperti bunyi bass drum atau senar bass. Besaran fisika yang menentukan ketinggian adalah frekuensi, sebagaimana ditemukan untuk pertama kali oleh Galileo. Makin rendah frekuensi, makin rendah ketinggian, dan makin tinggi frekuensi, makin tinggi ketinggian. Telinga manusia dapat mendengar frekuensi dalam jangkauan 20 Hz sampai 20.000 Hz. Jangkauan ini disebut jangkauan pendengaran. Jangkauan ini berbeda dari orang ke orang. Gelombang bunyi yang frekuensinya di atas 20.000 Hz disebut ultrasonik (di luar jangkauan pendengaran manusia). Gelombang bunyi yang frekuensinya di bawah jangkauan yang dapat terdengar (yaitu, lebih kecil dari 20 Hz) disebut infrasonik (Giancoli, 1998).

3. Intensitas Bunyi

Intensitas didefinisikan sebagai energi yang dibawa sebuah gelombang per satuan waktu melalui satuan luas dan sebanding dengan kuadrat amplitudo gelombang. Karena energi per satuan waktu adalah

(3)

daya, intensitas memiliki satuan daya per satuan luas, atau watt/meter2 (W/m2) (Giancoli, 1998).

Karena rentang intensitas yang dapat ditangkap telinga demikian luas dan karena rangsangan psikologis kenyaringan tidak berubah-ubah secara langsung terhadap intensitas, tetapi lebih mendekati logaritmik, maka suatu skala logaritmik digunakan untuk menyatakan tingkat intensitas gelombang bunyi. Tingkat intensitas β yang diukur dalam desibel (dB) didefinisikan oleh : 0

log

10

I

I

dengan I adalah intensitas bunyi dan I0 adalah intensitas acuan, yang

akan digunakan sebagai ambang pendengaran:

I0 = 10-12 W/m2

Pada skala ini, ambang pendengaran adalah

dB

I

I

0

log

10

0 0

dan ambang sakit adalah

dB

120

10

log

10

10

1

log

10

12 12

Jadi, rentang intensitas bunyi dari 10-12 W/m2 hingga 1 W/m2. Intensitas dan tingkat intensitas untuk sejumlah bunyi yang umum dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1: Intensitas berbagai macam bunyi (Giancoli, 1998).

Sumber Bunyi Tingkat

Intensitas Bunyi (dB)

Intensit as (W/m2) Pesawat jet pada jarak 30 m

Ambang rasa sakit

Konser rock yang keras dalam ruangan Sirine pada jarak 30 m

Interior mobil, yang melaju pada 90 km/jam

Lalu lintas jalan raya yang sibuk Percakapan biasa, dengan jarak 50 cm Radio yang pelan

Bisikan Gemerisik daun Batas pendengaran 140 120 120 100 75 70 65 40 20 10 0 100 1 1 1 x 10-2 3 x 10-5 1 x 10-5 3 x 10-6 1 x 10-8 1 x 10-10 1 x 10-11 1 x 1012

(4)

4. Mikrokontroler AT89S51

Secara umum mikrokontroler memiliki kesamaan dengan mikroprosesor yaitu sebuah chip yang dapat melakukan pemprosesan data secara digital sesesuai dengan perintah bahasa assembly yang diberikan. Tetapi ada perbedaan mendasar pada keduannya. Mikroprosesor memerlukan perangkat pendukung (RAM, harddisk, VGA, card, monitor, keyboard, floppy disk, dll) dalam melakukan instruksi. Kesatuan dari mikroprosesor dan perangkat pendukung tersebut yang kemudian disebut mikrokomputer atau komputer. Mikrokontroler merupakan chip tunggal yang dapat menjalankan instruksi tertentu. Memang mikrokontroler tidak secerdas mikroprosesor ditinjau dari banyaknya aplikasi yang dijalankan.

Akan tetapi jika tingkat kepandaian yang dimiliki telah cukup untuk menjalankan bagian dari instrumen, maka mikrokontroler adalah pilihan pertama karena memiliki kelebihan dalam hal harga yang relatif lebih murah, kerumitan rangkaian tereduksi, dan dimensi instrumen menjadi lebih kecil. Akhirnya pada masa sekarang pengunaan mikrokontroler telah menjadi tren pada desain teknologi elektronika.

Perkembangan terakhir mikrokontroler MCS-51 adalah tipe-S yaitu jenis ISP (in system programeable) dimana EEPROM di dalamnya berteknologi flash yang dapat diisi dengan pulsa 5 volt, sehingga pemogramannya dapat dilakukan secara on-line dari komputer pada obyek berbasis mikrokontroler yang sedang dikerjakan. Tentu saja hal ini akan memberikan banyak kemudahan dalam perancangan sistem elektronik.

Mikrokontroler tipe-S, antara lain : AT89S51, AT89S52, AT89S53 dan AT89S8252 adalah produk istimewa dari ATMEL karena memiliki flash yang dapat deprogram pada logik 5V dan dilengkapi ISP (In-System Programmable) sehingga mikrokontroler jenis ini dapat diprogram dan dihapus melaui port-port yang yang tersedia pada komputer tanpa rangkaiaan tambahan sama sekali .

Dengan jenis ISP ini maka pengguna tidak perlu mencabut IC mikrokontroler dari proyek rangkaian., mengisi pada suatu alat dan menancapkan kembali rangkaiaan tersebut, sehingga tidak menambah alur kerja dalam disain sistem. Jika mengunakan mikrokontroler tipe-C, maka apabila pemograman mengalami seratus kali kesalahan berarti sebanyak itu pula harus dilakukan pencabutan dan pemasangan kembali IC mikrokontroler jenis ISP.

C. Bahan dan Komponen

1. Rangkaian Catu Daya +5 V, ±12 V.

Catu daya berfungsi sebagai sumber arus dc untuk menjalankan rangkaian. Skematik rangkaian catu daya dapat dilihat pada Gambar 1.

(5)

Gambar 1 : Skematik rangkaian catu daya +5 V, ±12 V.

Komponen yang digunakan untuk catu daya ini adalah: 1. Transformator step down 220 V, 3 A : 1 buah

2. Dioda tipe 1N4002 : 4 buah

3. Kapasitor 1000 µF, 25 V : 2 buah

4. Resistor 1 KΩ : 1 buah

5. LED 3MM : 1 buah

6. Header 2 pin (JP1,JP2) : 2 buah

7. IC LM7805 : 1 buah

8. IC LM7812 : 1 buah

9. IC LM7912 : 1 buah

2. Rangkaian Penguat Mikrofon dan Detektor Puncak Aktif

Tegangaan Keluaran mikrofon dikuatkan penguat operasional (operational amplifier, op-amp) sebesar 470 kali. Sinyal keluaran sensor yang telah dikuatkan menggunakan rangkaian penguat non-inverting kemudian diteruskan dengan menggunakan Detektor puncak aktif guna mendeteksi puncak sinyal-sinyal yang kecil. Skematik rangkaian penguat Mikrofon dan Detektor puncak aktif dapat dilihat pada Gambar 2.

(6)

Komponen yang digunakan untuk rangkaian ini adalah: 1. Dioda tipe 1N4004 : 1 buah

2. IC LM741C : 2 buah

3. Kapasitor 10 µF, 25 V : 1 buah 4. Kapasitor 100 µF, 25 V : 1 buah

5. Header 2 pin (JP1,JP2) : 2 buah 6. Header 3 pin (JP3) : 1 buah

7. Resistor 100  : 2 buah

8. Resistor 1 k : 1 buah

9. Resistor 47 k : 1 buah

3. Rangkaian ADC0804

. Gambar 3: Skematik rangkaian ADC0804 Komponen yang digunakan:

1. IC ADC0804 : 1 buah

2. Resistor 10 k : 2 buah

3. Kapasitor 150 pF : 1 buah

4. Kapasitor 100

F : 1 buah

4. Rangkaian Sistim minimum Mikrokontroler AT89S51

(7)

Komponen yang digunakan : 1. Chip IC mikrokontroler AT89S51 2. Kristal (maks 24 MHz)

3. Kapasitor (33 pF 2 buah, 10 µF/16 V 1 buah) 4. Ressistor 10 kΩ

5. Rangkaian Display seven-segment

Komponen yang digunakan :

1. Seven-segment tipe common anoda sebagai peraga : 3 buah

2. Transistor BC559 : 3 buah

3. Resistor 1 k Ω : 3 buah

4. Resistor 330 k Ω : 8 buah

Gambar 5: Rangkaian display seven-segment

6. Perangkat Lunak

Bahasa pemograman yang telah ditulis dikompilasi dengan cara mengklik icon build current file pada tampilan software Mide-51. Jika program yang dituliskan telah benar maka akan muncul pesan sukses berupa no error pada kotak field teks pada bagian bawah dari menu editor. Namun jika program salah maka akan keluar pesan kesalahan dan baris tempat kesalahan tersebut

(8)

.

Gambar 6: Tampilan software Mide-51 dengan pesan sukses D. Percobaan dan Perhitungan Data

1. Kesalahan Relatif Sistem Pengukuran

Untuk mengetahui kesalahan relatif sistem pengukuran ini digunakan persamaan ; (%) 100% min     SLM SLM SLM elatif Kesalahanr maks Kesalahan relatif alat ukur berbasis Mikrokontroler AT89S51 maksimumnya adalah 2,4 % tampak pada Gambar 7.

KESALAHAN RELATIF SISTEM PENGUKURAN -3 -2 -1 0 1 2 3 0 50 100 150 SLM acuan (dB) K es al ah an R el at if (% ) percobaan

Gambar 7: Kesalahan relatif sistem pengukuran. 2. Uji Reprodusibilitas Pengukuran

Uji reprodusibilitas dilakukan untuk melihat kemampuan sistem pengukuran ini menghasilkan output yang (relatif) sama ketika diberi stimulus

(9)

(input) yang sama dan dalam kondisi yang sama. Hasilnya seperti tampak pada Gambar 8.

Gambar 8: Uji Reprodusibilitas sistem pengukuran. E. Kesimpulan

Telah dibuat sound level meter berbasis mikrokontroler AT89S51. Rentang intensitas bunyi yang dapat diukur alat ini antara 35 dB hingga 105 dB. Sinyal keluaran sensor dikuatkan menggunakan rangkaian penguat non-inverting sebesar 471 kali. Rentang tegangan keluaran mikrofon sebesar 0,024 V hingga 4,980 V dengan sinyal masukan ADC0804 sebesar 0 V hingga 4,970 V. Kesalahan relatif maksimum Sound Level Meter berbasis Mikrokontroler AT89S51 ini adalah 2,4 %. Alat ini telah dimanfaatkan untuk mengukur intensitas bunyi.

F. Daftar Pustaka

Coughlin, R.F., dan Driscoll, F.F., 1994, Penguat Operasional dan Rangkaian Terpadu Linier, Erlangga, Jakarta.

David C.W., 1994, Instrumentasi Elektronika dan Teknik Pengukuran, Erlangga, Jakarta.

Fraden, J., 1996, HandBook of Modern Sensor: Physics, Designs and Applications, Spring Vering, New York.

Giancoli, Douglas C., 1998, Fisika Edisi 5, Jilid 2, Erlangga, Jakarta. Haliday, D., Resnick, R., 1995, Fisika Jilid 1, Edisi ke-3, Erlangga, Jakarta. Indarto Bachtera, 2003, Intrumentasi I, ITS, Surabaya.

UJI REPRODUSIBILITAS

0 50 100 150 0 5 10 15 SLM acuan (dB) S L M a la t (d B ) SLM acuan SLM alat 1 SLM alat 2 SLM alat 3 SLM alat 4 SLM alat 5

(10)

Malcom, P., dan Jan, S., 1985, Pengantar Ilmu Teknik Instrumentasi, Gramedia, Jakarta.

Malvino, A.P., 1985, Prinsip-prinsip Elektronika, Jilid 2, Erlangga, Jakarta. Sutrisno, 1986, Elektronika Teori dan Penerapannya, Jilid 1, ITB, Bandung. Tipler, 1991, Fisika Untuk Sains dan Teknik, Jilid 1, Erlangga, Jakarta.

Turner, RP., 1995, 133 Rangkaian Elektronika, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Gambar

Tabel 1: Intensitas berbagai macam bunyi (Giancoli, 1998).
Gambar 1 :  Skematik  rangkaian catu daya +5 V, ±12 V.
Gambar 4: Sistem minimum Mikrokontroler AT89S51
Gambar 5: Rangkaian display seven-segment
+3

Referensi

Dokumen terkait