• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sistem

Sistem adalah “Suatu sistem terdiri atas objek - objek atau unsur-unsur atau komponen – komponen yang berkaitan dan berhubungan satu sama lain sedemikian rupa sehingga unsur-unsur tersebut merupakan suatu kesatuan pemrosesan atau pengolahan yang tertentu. (Parajudi Atmosudirdjo, 2005)

Sistem adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Suatu sistem baru bisa terbentuk bila di dalamnya terdapat beberapa prosedur yang mengikutinya. (Mulyadi, 2010)

2.2 Dokumen Kontrak Konstruksi

Membicarakan mengenai dokumen kontrak konstruksi, kita dapat membaginya dalam beberapa pembahasan seperti yang dijabarkan dibawah ini.

2.2.1 Pengertian Kontrak

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, (1) Kontrak adalah perjanjian (secara tertulis) antara dua pihak dalam perdagangan, sewa-menyewa, dll. (2) persetujuan yang bersanksi hukum antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan.

Kontrak adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih mengenai hal tertentu yang disetujui oleh mereka. (Edwin W, 2012)

Dalam bidang hukum, dikenal pengertian kontrak yang valid (sah) sebagai a binding agreement between two or more parties which creates legal rights and obligations which the

(2)

law will enforce (suatu perjanjian antara dua atau lebih pihak-pihak dimana hak dan kewajiban mengikat secara hukum). Sehingga, dari pengertian tersebut lahir pula rumusan hal-hal yang esensial harus ada dalam suatu kontrak, sebagai berikut:

1. Harus ada penawaran (offer) dari pihak Penyedia Jasa dan penerimaan (acceptance) dari Pengguna Jasa.

2. Harus ada keinginan (intention) dari kedua pihak untuk terikat dalam hubungan kontrak secara legal.

3. Harus ada imbalan (consideration) yang sesuai bagi kedua belah pihak dari perjanjian ini. 4. Klausul-klausul dalam kontrak harus secara memadai bersifat jelas dan pasti (certain). 5. Kedua pihak haruslah orang-orang yang memiliki kapasitas secara hukum (legal capacity) untuk terikat dalam kontrak.

6. Harus ada niat baik (genuine consent) dari kedua pihak, tanpa paksaan.

7. Kontrak yang dihasilkan harus memiliki kekuatan hukum (lawful) dan tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan lainnya.

Dengan kata lain, Kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

2.2.2 Kontrak Konstruksi di Indonesia

Di Indonesia khususnya, perundangan terbaru yang mengatur mengenai jasa konstruksi telah disahkan sebagai Undang-Undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, yang didalamnya menyatakan defenisi dari Kontrak Konstruksi sebagai: keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara penyedia jasa (orang perorang atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi) dengan pengguna jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Sebelumnya, yang menjadi acuan dalam

(3)

kontrak konstruksi di Indonesia adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) pasal 1320 mengenai asas “kebebasan berkontrak”. (Nurul Huda, 2006)

Gambaran kondisi kontrak konstruksi di Indonesia ini masih sangat didominasi kenyataan dimasa lalu bahwa posisi tawar Penyedia Jasa adalah sangat lemah terhadap aturan apapun yang ditentukan dan dikehendaki oleh Pengguna Jasa, sehingga sampai sekarang kita masih berada dalam tantangan yang berat untuk menciptakan iklim relasi yang adil dan setara (fair and equal).

KUHPerdata BAB II mengenai Perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan pada Bagian 2 Pasal 1320, seperti yang disebut diatas berbunyi, “Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat: 1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; (KUHPerd. 28, 1312 dst.) 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; (KUHPerd. 1329 dst.) 3. suatu pokok persoalan tertentu; (KUHPerd. 1332 dst.) 4. suatu sebab yang tidak terlarang. (KUHPerd. 1335 dst.)”

2.2.3 Model Kontrak Konstruksi

Undang-Undang No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi baru diundangkan tahun 1999 dan baru mulai berlaku tahun 2000, maka sesuai asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam KUHPer Pasal 1320, banyak sekali model Kontrak Konstruksi. (Nazarkhan Yasin, 2009)

Kontrak-kontrak tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu: a. Versi Pemerintah

Biasanya tiap Departemen memilik “standar” sendiri. Standar yang biasanya dipakai adalah standar Departemen Pekerjaan Umum (Sekarang Departemen KIMPRASWIL). Bahkan Pekerjaan Umum memiliki lebih dari satu standar karena masing-masing Direktorat Jendral (ada 3 buah) mempunyai standar sendiri-sendiri.

(4)

b. Versi Swasta Nasional

Versi ini beraneka ragam sesuai selera Pengguna Jasa/Pemilik Proyek. Kadang-kadang mengutip standar Departemen atau yang sudah lebih maju mengutip (sebagian) sistem Kontrak Luar Negeri seperti FIDIC (Federation Internationale des Ingenieurs Counsels), JCT (Joint Contract Tribunals) atau AIA (American Institute of Architects). Namun karena diambil setengah-setengah, maka wajah kontrak versi ini menjadi tidak karuan dan sangat rawan sengketa.

c. Versi/Standar Swasta/Asing

Umumnya para Pengguna Jasa/Pemilik Proyek Asing menggunakan Kontrak dengan sistem FIDIC atau JCT.

2.2.4 Bentuk-bentuk Kontrak Konstruksi

Aspek kontrak konstruksi dapat ditinjau melalui 4 (empat) aspek atau sudut pandang, yakni sebagai berikut :

1. Aspek Perhitungan Biaya a. Fixed Lump Sum Price

PP No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Pasal 21 ayat 1, “Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan Lump Sum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a angka 1 merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah harga yang pasti dan tetap serta semua risiko yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan yang sepenuhnya ditanggung oleh penyedia jasa sepanjang gambar dan spesifikasi tidak berubah.”

Hal ini ditegaskan oleh Gilbreath, “Lump Sum : harga tetap selama tidak ada perintah perubahan.

(5)

Fixed Lump Sum Price adalah suatu harga kontrak yang sudah pasti dan tetap selama berlakunya kontrak tersebut dengan volume yang telah disepakati bersama, sesuai gambar-gambar dan spesifikasi yang disyaratkan; kecuali jika ada perintah perubahan tertulis pekerjaan dari pemberi tugas akan diperhitungkan sebagai pekerjaan tambah atau kurang dengan harga satuan yang telah ada pada kontrak. Tetapi jika harga satuan tidak terdapat dalam kontrak, maka harga baru dapat disepakati dengan cara negosiasi.

b. Fixed Unit price (Kontrak Harga Satuan)

PP No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Pasal 21 ayat 2 selanjutnya menyebutkan, “Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan Harga Satuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a angka 2 merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu, yang volume pekerjaannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh penyedia jasa.”

Gilbreath menyatakan, “Unit Price : harga satuan x volume yang sesungguhnya dilaksanakan – tidak ada resiko kelebihan membayar bagi pengguna jasa, tapi juga tidak ada windfall profit bagi penyedia jasa. Perlu pengawasan seksama.

Fixed Unit Price adalah suatu cara perhitungan biaya kontrak pekerjaan konstruksi dengan menetapkan harga satuan pekerjaan setiap item pekerjaan yang akan dilaksanakan, sesuai dengan dokumen-dokumen yang telah diberikan sebagai acuan dan berlaku selama kontrak berlangsung. Jumlah biaya kontrak seluruhnya dapat dihitung dengan mengalikan volume pakerjaan yang hanya dilaksanakan saja dan dihitung secara bersama antara pihak pengguna jasa dengan penyedia jasa.

(6)

c. Fixed Lump Sum Price with Escalation

Pengertiannya sama dengan Fixed Lump Sum Price. Bedanya hanya pada eskalasi, maksudnya jika terjadi kenaikan harga upah dan atau material, penyedia jasa akan diberikan tambahan harga.

Disini terlihat bahwa risiko penyedia jasa sedikit berkurang tetapi pihak pengguna jasa risikonya dapat bertambah karena masih perlu mengestimasikan biaya tambahan yang akan diberikan kepada penyedia jasa jika terjadi kenaikan harga upah dan atau material. (Agus Widodo, 2012)

2. Aspek Perhitungan Jasa

a. Cost without Fee (Biaya tanpa Jasa)

Merupakan cara pembayaran yang hanya memperhitungkan biaya upah, material dan sarana penunjang yang diperlukan saja. Pihak penyedia jasa hanya kerja bakti, tidak mendapatkan fee. Biasanya hal ini terjadi pada proyek-proyek sosial.

b. Cost plus Fee (Biaya tambah Jasa)

Merupakan suatu cara perhitungan biaya suatu pekerjaan konstruksi yang memperhitungkan berapa biaya upah, material, sarana penunjang (cost) yang diperlukan dan tambahan sejumlah keuntungan (fee) penyedia jasa yang besarnya biasanya berdasarkan persentase terhadap biaya total pekerjaan.

c. Cost Plus Fixed Fee (Biaya ditambah Jasa Pasti)

Pembayaran seperti ini sama dengan Cost Plus Fee, hanya saja fee yang diberikan kepada penyedia jasa sudah ditentukan dalam jumlah tertentu. Sehingga walaupun biaya total pekerjaan tersebut kemungkinan bertambah, pihak penyedia jasa hanya menerima fee yang telah ditentukan saja. (Agus Widodo, 2012)

3. Aspek Cara Pembayaran

(7)

Setiap prestasi diukur pada akhir bulan, lalu dibayar. Kelemahannya adalah sekecil apapun prestasi harus dibayar, namun dimodifikasi dengan syarat prestasi minimum per bulan.

b. Stage Payment (Pembayaran atas Prestasi)

Pembayaran atas dasar prosentase kemajuan fisik yang telah dicapai. Biasanya dengan memperhitungkan uang muka dan uang jaminan atas cacat.

c. Contractor’s Full Prefinanced (Pra-pendanaan penuh dari Penyedia Jasa)

Pekerjaan didanai penuh terlebih dahulu oleh penyedia jasa sampai selesai. Setelah pekerjaan selesai dan diterima baik oleh pengguna jasa baru mendapatkan pembayaran dari pengguna jasa. Sering dirancukan dengan Design Build/Turnkey. Dari pembayaran memang sama, tapi penyedia jasa tidak ditugasi pekerjaan perencanaan. Dalam sistem ini, penyedia jasa menanggung biaya uang (cost of money) dalam bentuk Interest During Construction (IDC). (Teguh Ungsiadi, 2011) 4. Aspek Pembagian Tugas

a. Kontrak Konvensional/biasa

Dimana pengguna jasa menugaskan penyedia jasa untuk melaksanakan salah satu aspek pembangunan saja. Setiap aspek satu penyedia jasa; perencanaan, pengawasan, pelaksanaan dilakukan oleh penyedia jasa berbeda.

b. Kontrak Spesialis

Dimana pekerjaan dibagi berdasarkan spesialisasi masing-masing penyedia jasa, tidak ada penyedia jasa utama/umum. Masing-masing penyedia jasa menutup kontrak dengan pengguna jasa. Adapun keuntungan-keuntungan kontrak ini adalah mutu lebih handal, hemat waktu, hemat biaya, dan mudah mengganti penyedia jasa yang bermasalah.

(8)

Pekerjaan perencanaan dan pelaksanaan diborongkan kepada satu penyedia jasa. Penyedia jasa mendapatkan imbalan jasa perencanaan dan biaya pelaksanaan. Penyedia jasa; perencanaan, menerima tugas dari penyedia jasa yang biasa disebut Turn Key Builder (bukan dari pengguna jasa). Perlu jaminan pembayaran dari pengguna jasa, bila proyek didanai sepenuhnya lebih dulu oleh penyedia jasa (Turn Key). Pengguna jasa perlu sangat berhati-hati memilih penyedia jasa, bila ada masalah baik perencanaan maupun pelaksanaan sulit mengganti penyedia jasa. d. Kontrak Engineering, Procurement, Construction (EPC)

Bentuk ini mirip dengan Design-Build, bedanya bentuk ini biasanya dipakai untuk industri (minyak, gas, petro kimia). Tahapan pekerjaan terdiri dari: perencanaa (Engineering), pengadaan bahan & peralatan (Procurement), konstruksi/pembangunan (Construction). Pembayaran dilaksanakan sesuai tahapan pekerjaan yang telah disediakan. Yang dinilai bukan saja pekerjaan selesai, tapi untuk kerja yang harus sesuai TOR (Term of Reference) yang diminta oleh pengguna jasa. Bentuk kontrak ini banyak dipakai di Indonesia dalam dunia perminyakan dan gas bumi (PERTAMINA).

e. Kontrak BOT/BLT (Build, Operation, Transfer/Build, Lease, Transfer)

Pola kerjasama antara Pemilik lahan dan Investor yang punya modal/dana. Setelah fasilitas dibangun (Build), investor mendapatkan konsesi untuk mengoperasikan dan memungut hasil (Operate) dalam kurun waktu tertentu. Setelah konsesi selesai, fasilias dikembalikan ke Pemilik (Transfer). Mirip dengan Rancang Bangun, bedanya terletak pada masa mengembalikan fasilitas yang biasa disebut kontrak BOT atau Kontrak Konsesi. Dalam kontrak Konsesi biasanya lebih disukai termasuk masa membangun agar ada rangsangan mempercepat pembangunan, karena masa konsesi yang lebih lama akan menambah keuntungan. Selain itu perlu

(9)

kontrak operasi & pemeliharaan untuk menjamin fasilitas dikembalikan kepada pemilik dalam kondisi yang masih memiliki nilai. Build, Lease & Transfer (BLT) beda sedikit dengan BOT dimana pemilik seolah-olah menyewa kepada Investor (Lease) untuk mengembalikan dana Investor secara bertahap.

f. Kontrak Swakelola (Force Account)

Sesungguhnya bukan kontrak. Pekerjaan dilakukan sendiri, dibayar sendiri. Ada banyak kendala dalam melaksanakan kontrak ini seperti; reaksi pihak luar, keterbatasan SDM, biaya pelatihan pegawai, kesulitan pekerjaan konstruksi, dan resiko kenaikan biaya, transport, logistik, dsbg. (Teguh Ungsiadi, 2011)

2.2.5 Istilah-istilah dalam Kontrak

Dengan mempelajari sejumlah kontrak yang pernah dilaksanakan oleh kontraktor yang telah berpengalaman, ada beberapa istilah yang sering muncul dalam kontrak, antara lain:

1. Provisional sum, adalah sejumlah biaya yang disediakan oleh pemilik proyek dan termasuk dalam nilai kontrak, untuk mencakup pekerjaan-pekerjaan yang sudah tercantum dalam dokumen kontrak namun dapat dihitung dengan pasti volumenya. Besarnya pembayaran kepada Kontraktor adalah sesuai realisasi volume yang dikerjakan.

2. Prime cost, adalah sejumlah biaya yang disediakan oleh pemilik proyek dan termasuk dalam nilai kontrak, untuk mencakup pekerjaan-pekerjaan yang sudah ditentukan jenis dan harganya, biasanya dikerjakan oleh kontraktor tertentu.

3. Nominated sub contractor (NSC), adalah sub-kontraktor yang telah ditetapkan oleh pemilik proyek untuk melaksanakan pekerjaan tertentu, dengan:

a. Spesifikasi dan negosiasi disepakati antara pemilik proyek dan NSC b. Pembayaran kepada NSC dilakukan melalui kontraktor utama

(10)

c. Kontraktor utama mendapatkan fee koordinasi (coordination fee) untuk melaksanakan koordinasi waktu dan pelaksanaanya. Biasanya besar coordination fee adalah berkisar antara 3-4 persen

d. Kontraktor utama tidak bertanggung jawab atas mutu pekerjaan NSC.

4. Direct Contractor (DC), adalah sub-kontraktor yang ditunjuk langsung oleh pemilik proyek untuk melaksanakan pekerjaan tertentu.

5. Defect liability period, atau masa pemeliharaan dalam suatu kurun waktu terhitung sejak dilakukannya Penyerahan Pertama Pekerjaan, untuk menyelesaikan cacat-cacat yang ditemukan pada saat Penyerahan Pertama serta kerusakan-kerusakan yang terjadi selama masa pemeliharaan. Biasanya masa pemeliharaan ditetapkan selama 3 bulan, 6 bulan atau 12 bulan.

6. Escalation Price, adalah perubahan harga bahan, upah dan alat sesuai dengan kondisi pasar, yang dapat mengakibatkan perubahan harga kontrak. Pada kontrak-kontrak tertentu, kontraktor diperkenankan untuk mendapatkan penyesuaian harga akibat eskalasi, yang diatur dalam pasal Penyesuaian Harga.(Feydey Bonenehu, 2008)

2.2.6 Kendala Isi Kontrak (Kerancuan, Salah Pengertian, Benturan)

Tidak jarang berbagai kontrak konstruksi seperti tersebut dalam Paragraf Model Kontrak mengandung hal-hal rancu, salah pengertian, benturan pengertian dan sebagainya.

a. Hal-hal yang rancu:

i. Kontrak dengan sistem pembayaran pra pendanaan penuh dari Kontraktor (Contractor’s full prefinance) dianggap Kontrak Rancang Bangun (Design Build/Turn Key).

ii. Penyelesaian Sengketa: pengadilan atau Arbitrase (dalam kontrak keduanya disebut secara jelas).

(11)

b. Salah Pengertian

Salah satu salah pengertian yang sering terjadi dalam suatu kontrak konstruksi adalah Kontrak Fixed Lump Sum Price. Karena ada kata-kata “fixed”, sering diartikan bahwa nilai kontrak tidak boleh berubah. Ini salah besar, sebab bila nilai kontrak tetap, bagaimana dengan perubahan pekerjaan.

c. Kesetaraan Kontrak

Umumnya Kontrak Konstruksi sampai saat ini belum mencapai predikat “adil dan setara” (fail and equal) layaknya suatu kontrak sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi dan PP No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

Sebagai contoh”

i. Apabila Penyedia Jasa lalai, pihaknya akan terkena sanksi berat, namun apabila Pengguna Jasa yang lalai, sanksinya ringan atau tidak ada sama sekali.

ii. Keterlambatan penyelesaian pekerjaan akan dikenakan sanksi (denda) tetapi keterlambatan pembayaran tidak mendapat ganti rugi (interest bank). (Nazharkan Yasin, 2009)

2.2.7 Aspek-aspek yang terkandung dalam Kontrak Konstruksi

Bidang konstruksi memang sangat didominasi aspek teknik, namun ketika kita bicara kontrak konstruksi, tampaklah bahwa sesungguhnya bidang konstruksi melingkupi banyak aspek selain teknis, seperti: keuangan, administrasi, perpajakan, sosial ekonomi, dan yang tidak kalah penting adalah aspek hukum. (Nurul Huda 2006)

Kenyataan bahwa aspek selain teknis kurang mendapat perhatian dari Penyedia Jasa, sering menimbulkan masalah dibelakang hari, ketika para Penyedia Jasa ini dihadapkan pada kondisi yang pelik secara hukum maupun keuangan.

(12)

Untuk itu, perlu dicermati aspek-aspek yang terkandung di Kontrak Konstruksi sebagai satu kesatuan yang harus mendapat perhatian secara memadai, sebagai berikut:

A. Aspek Teknis

Aspek ini memang merupakan aspek dominan, karena aspek teknislah yang sebenarnya mendasari nilai suatu proyek. Sebagai contoh, proyek yang direncanakan secara matang aspek teknisnya, dapat menekan biaya operasional, dan meminimalisir kemungkinan permasalahan di bidang hukum, sosial ekonomi maupun administrasinya.

Contoh aspek teknis adalah: Lingkup pekerjaan, waktu pelaksanaan, metode pelaksanaan, jadwal pelaksanaan, metode pengukuran.

B. Aspek Hukum

Sebenarnya semua dokumen kontrak adalah perangkat hukum bagi para pihak yang terikat didalamnya, tetapi yang akan disebutkan disini adalah aspek hukum yang paling dominan dan sering menimbulkan dampak hukum yang serius dan cukup luas, seperti: penghentian sementara pekerjaan (Suspension of work), pengakhiran perjanjian/pemutusan kontrak, ganti rugi keterlambatan (liquidity damages), penyelesaian perselisihan (settlement of dispute), keadaan memaksa (force majeure), hukum yang berlaku (governing law), bahasa kontrak (contract language), dan domisili.

C. Aspek Keuangan/Perbankan

Aspek keuangan/perbankan yang penting dalam suatu kontrak konstruksi antara lain adalah: Nilai Kontrak/harga borongan, cara pembayaran, jaminan-jaminan. Adapun macam jaminan yang umum diperlukan dalam kontrak konstruksi adalah : jaminan uang muka (advance payment bond), jaminan pelaksanaan (performance bond), jaminan pemeliharaan (defect liability bond), jaminan pembayaran (payment

(13)

guarantee). Yang terakhir disebutkan adalah jaminan yang diberikan oleh Pengguna Jasa, sebagai jaminan kemampuannya membayar Penyedia Jasa.

Jaminannya sendiri bisa berupa garansi bank, standby letter of credit, dan surety bond. Adapula bentuk jaminan lain, tetapi daya jaminnya diragukan atau bahkan tidak ada menurut hukum Indonesia, seperti Idemnity, Letter of comfort, dan warranty.

D. Aspek Perpajakan

Dalam suatu kontrak konstruksi terkandung aspek perpajakan, terutama berkaitan dengan nilai kontrak sebagai pendapatan dari Penyedia Jasa, baik pajak pertambahan nilai (PPN) maupun pajak penghasilan (PPh). Dalam kontrak konstruksi kadang-kadang PPN ini dicantumkan secara eksplisit, namun tidak jarang sudah termasuk dalam kontrak/harga borongan. Sehubungan dengan PPN ini, sering kali timbul masalah, bahkan sampai terjadi sengketa yang disebut sengketa pajak, karena kadang-kadang Penyedia Jasa tidak menyetorkan PPN yang dipungut dari Pengguna Jasa ke kas Negara.

2.2.8 Asas-asas dalam Hukum Perjanjian/Kontrak

Didalam hukum perjanjian/kontrak terkandung adanya asas-asas yang berlaku yaitu: 1. Asas kebebasan berkontrak

Dengan adanya kebebasan berkontrak dimungkinkan berkembang dan munculnya berbagai bentuk perjanjian karena para pihak berdasarkan kesepakatan dapat membuat perjanjian ataupun bentuk kontrak sesuai dengan yang dikehendaki. 2. Asas Konsensualitas

Para pihak sebelum mengikatkan diri perlu terlebih dahulu secara bersama-sama membangun consensus dengan cara kesamaan cara pandang tentang segala sesuatu yang diperjanjikan.

(14)

Para pihak mengikatkan diri dengan mengadakan Perjanjian berarti adanya kepercayaan diantara mereka untuk memegang janjinya. Sehingga dengan demikian mempunyai kekuatan mengikat sebagai Undang-undang, tanpa kepercayaan tidak akan ada Perjanjian diantara mereka.

4. Asas persamaan hukum

Adanya kesederajatan antara para pihak yaitu kedudukan yang sama bagi para pihak dalam perjanjian.

5. Asas keseimbangan

Asas ini menimbulkan hak dan kewajiban para pihak dengan hak dan kewajiban yang sama seimbang dengan demikian berarti adanya Bargaining Power antara debitur dan kreditur (para pihak).(Agus Widodo, 2012)

Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Pasal 3, “Pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk,

a. Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas;

b. Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi. 6. Asas kepastian Hukum

Perjanjian sebagai suatu bentuk dan figur hukum harus ada kepastian hukum yang terlihat pada “kekuatan mengikat” perjanjian tersebut bagi para pihak.

(15)

“Suatu Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang tegas-tegas dinyatakan dalamnya, tetapi juga semua yang menurut sifat perjanjian didasarkan pada kepatutan, kebiasaan dan Undang-undang”

Setiap perjanjian dilakukan dengan itikad baik ini melandasi sikap moral dalam membuat perjanjian. (Nurul Huda, 2006)

8. Asas kebiasaan

Selain itu juga terdapat asas: “Hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjian, dianggap secara diam-diam dimasukkan didalam persetujuan meskipun tidak dinyatakan dengan tegas” (merupakan bagian dari perjanjian).

Adapun isi kontrak kerja konstruksi Menurut Undang-Undang Jasa Konstruksi No. 18/1999 Pasal 22 ayat 2 yakni,

“Kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup uraian mengenai: a. Para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak;

b. Rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan;

c. Masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan, yang memuat tentang jangka waktu pertangguhan dan/atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa; d. Tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga

ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi;

e. Hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan konstruksi;

(16)

f. Cara pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi;

g. Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;

h. Penyelesaian perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan;

i. Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat terpenuhinya kewajiban salah satu pihak;

j. Keadaan memaksa (force majeure), yang memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;

k. Kegagalan bangunan, yang memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa dan/atau pengguna jasa atas kegagalan bangunan;

l. Perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;

m. Aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan.”

Mengenai penyesuaian harga, disebutkan dalam Perpres 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pasal 92 ayat 1 dan 2, yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Penyesuaian Harga dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Penyesuaian harga diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Jamak berbentuk Kontrak Harga Satuan berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang telah tercantum dalam Dokumen Pengadaan dan/atau perubahan Dokumen Pengadaan;

(17)

b. Tata cara perhitungan penyesuaian harga harus dicantumkan dengan jelas dalam Dokumen Pengadaan;

c. Penyesuaian harga tidak diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Tunggal dan Kontrak Lump Sum serta pekerjaan dengan Harga Satuan timpang.

(2) Persyaratan penggunaan rumusan penyesuaian harga adalah sebagai berikut:

a. Penyesuaian harga diberlakukan pada Kontrak Tahun Jamak yang masa pelaksanaannya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan diberlakukan mulai bulan ke-13 (tiga belas) sejak pelaksanaan pekerjaan;

b. Penyesuaian Harga Satuan berlaku bagi seluruh kegiatan/mata pembayaran, kecuali komponen keuntungan dan Biaya Operasional sebagaimana tercantum dalam penawaran;

c. Penyesuaian Harga Satuan diberlakukan sesuai dengana jadwal pelaksanaan yang tercantum dalam Kontrak awal/addendum Kontrak;

d. Penyesuaian Harga Satuan bagi komponen pekerjaan yang berasal dari luar negri, menggunakan indeks penyesuaian harga dari negara asal barang tersebut;

e. Jenis pekerjaan baru dengan Harga Satuan baru sebagai akibat adanya addendum Kontrak dapat diberikan penyesuaian harga mulai bulan ke-13 (tiga belas) sejak addendum Kontrak tersebut ditandatangani; dan

Kontrak yang terlambat pelaksanaannya disebabkan oleh kesalahan Penyedia Barang/Jasa diberlakukan penyesuaian harga berdasarkan indeks harga terendah antara jadwal awal dengan jadwal realisasi pekerjaan.”

2.2.9 Dasar Hukum dalam Penyusunan Kontrak Konstruksi

Dalam penyusunan kontrak konstruksi, beberapa peraturan yang biasanya menjadi dasar hukum adalah sebagai berikut:

(18)

2. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi.

3. Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

4. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi.

5. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

6. Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa pemerintah.

2.3 Penelitian Sebelumnya

Jurnal penelitian terdahulu selama 10 tahun terakhir yang relevan terhadap penelitian penulis dapat dilihat pada tabel 2.2

(19)
(20)

(Sumber: Hasil Olahan oleh Penulis, 2017)

Dari penelitian – penelitian di atas dapat disimpulkan belum ada penelitian tentang analisis kontrak lump sump dengan kontrak harga satuan terhadap waktu dan biaya dan penerapan kontrak dari kontrak lump sump ke kontrak harga satuan.

2.4 Kerangka Berpikir

Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui penyebab terjadinya kontrak, penerapan kontrak, dan perbadingan kontrak berdasarkan data-data yang sudah dikumpulkan. Adapun variabel dalam penelitian ini yaitu penyebab terjadinya kontrak, penerapan kontrak, dan perbadingan kontrak sebagai variabel X dan identifikasi serta analisis perbandingannya sebagai variabel Y.

Variabel Y adalah identifikasi penyebab dan analisis, yang dalam proses analisisnya akan menggunakan analisis data dengan Microsoft Excel. Pengumpulan data berupa data primer yang berupa data observasi dan wawancara serta data sekunder berupa data yang didapat dari proyek seperti SPK, dokumen kontrak, bill of quantity dan sebagainya. Kerangka pemikiran disajikan dalam tabel sebagai berikut:

(21)

Tabel 2.2 Kerangka Berpikir

(Sumber: Hasil Olahan oleh Penulis, 2017)

Variabel X Proses Variabel Y

Penyebab kontrak, Kontrak yang digunakan Pengumpulan data sekunder, analisis Identifikasi penyebab kontrak, perbandingan kontrak

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya
Tabel 2.2 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

mengoptimalkan hal tersebut, pemerintah Jateng dapat mengawinkan tren pariwisata syari’ah dengan basis pariwisata religi.. Namun realitasnya, walaupun kuantitas okupasi

Memasukan potongan hati yang sudah direndam kedalam tabung reaksi yang sudah diberi label panas, normal dan dingin7. Untuk tabung panas memasukan potongan hati yang telah direbus

Berdasarkan hasil analisis bilangan iodium pada variasi penambahan konsentrasi starter diperoleh bahwa didalam VCO ini terdapat banyak terkandung ikatan tak jenuh yang

Colors and Reflectances in: Reading on Colors, Volume 1: The Philosophy of Color, ed.. Byrne

Ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dilaksanakan di luar jam pelajaran guna memperluas wawasan serta peningkatan dan penerapan nilai-nilai pengetahuan dan kemampuan

Dalam acara yang dibuka oleh Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) KGPAA Paku Alam X itu, Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) hadir dan

Kawasan resapan air adalah daerah yang memiliki kemampuan tinggi meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuiver) yang berguna

Usaha tersebut terlihat dari berbagai penyelidikan yang dilakukan terkait penuntasan kasus-kasus berdimensi pelanggaran hak-hak kebebasan sipil dan politik, antara lain yang