Produksi Sapi Perah… 84 TAMPILAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH AKIBAT SUBTITUSI
RUMPUT GAJAH DENGAN JERAMI PADI+NaOH SUHARDI
Fakultas Peternakan Universitas Boyolali
ABSTRACT
The research objective was to determine the effect of replacing grass with rice straw+NaOH in lactation dairy cows on milk production and quality. The material used is a four lactating dairy cows aged 2.5 to 3 years. The cows are then used as two groups in a limited number of fine bran 2.58 kg, 1.29 kg and 1.29 kg cake flour leadtree leaves, while forage feed for the treatment group were given rice straw+NaOH control group was given the napiergrass and provision for each group on an ad libitum. This study uses a method Cross Over. The results showed that the average milk yield, protein content, fat content, lactose content, and specific of milk treatment and control groups were not significantly different (P≤0,05).
PENDAHULUAN
Salah satu masalah yang sering dihadapi dalam usaha peternakan
adalah penyediaan bahan pakan
hijauan. Di negara agraris seperti
Indonesia, usaha-usaha pertanian
sangat membantu berhasil tidaknya usaha peternakan terutama dalam hal penanggulangan penyediaan bahan pakan dengan pemanfaatan hasil sisa pertanian dalam bentuk hijauan atau yang lain. Pada musim penghujan kuantitas hijauan pakan melebihi kebutuhan ternak sebaliknya pada musim kemarau kuantitasnya sangat terbatas (Utomo, 2003), oleh karena itu maka perlu dicari upaya alternatif lain untuk mengganti rumput gajah dengan bahan pakan berserat lainnya
dengan memanfaatkan hasil sisa pertanian.
Jerami padi adalah hasil ikutan dari panenan padi, dimana biji atau butir padinya telah dituai. Banyak
ditemukan di daerah pertanian
terutama pada musim menuai padi yang kadang-kadang hanya ditimbun begitu saja di tengah-tengah sawah atau di tepi jalan. Jerami padi (Orysa sativa) merupakan hasil sisa pertanian yang berpotensi untuk mengatasi kekurangan pakan hijauan. Produksi jerami padi sekitar 40 juta ton bahan kering per tahun, yang diestimasi berdasarkan luas area panen di Indonesia sekitar 10,5 juta ha (Utomo, 1998). Sayangnya hanya sekitar 31-38% yang digunakan sebagai pakan atau sekitar 62% dari jumlah yang
Produksi Sapi Perah… 85 tersedia belum digunakan dan masih
dapat dimanfaatkan (Soejono, 1988). Walaupun jerami padi pada umumnya rendah nilai gisinya tetapi hal ini bukan merupakan suatu halangan untuk bahan pakan ternak, karena bahan tersebut dapat diolah lebih lanjut sehingga dapat menaikkan nilai gisinya yaitu dengan perlakuan jerami tersebut dengan NaOH pada konsentrasi tertentu dalam ransum
ternak sapi. Utomo (1999)
menyatakan bahwa perlakuan NaOH dapat menaikkan kecernaan 100% atau dua kali lipat.
Dari gambaran tersebut di atas,
maka perlu penelitian mengenai
jerami padi ini sampai sejauh mana dapat dimanfaatkan sebagai pengganti rumput gajah untuk pakan ternak dalam ransum sapi perah laktasi.
TINJAUAN PUSTAKA
Jerami padi mempunyai
potensi yang sangat baik untuk dimanfaatkan sebagai makanan ternak ruminansia agar dapat meningkatkan produktivitasnya. Penggunaan jerami padi sebagai pakan ternak kerap kali dilakukan di daerah tropik, terutama pada musim kemarau. Penggunaannya
mengalami kendala berupa nilai
nutrisi yang rendah. Sutrisno (2002) menyatakan bahwa kandungan protein kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen jerami padi sawah sebesar 3,96; 27,65 dan 43,85%. Jika jerami padi langsung diberikan pada ternak, maka daya cernanya rendah dan proses pencernaannya lambat,
sehingga yang dimakan per satuan waktunya menjadi sedikit.
Tillman dkk (1991)
menyatakan bahwa jerami padi yang diperlakukan dengan penyemprotan larutan NaOH encer nilai nutrisi pakan
bertambah banyak. Selanjutnya
dinyatakan juga bahwa suasana basa akan meningkatkan aktifitas protozoa.
Meningkatnya aktifitas protozoa
menyebabkan fermentabilitas dan
kecernaan terhadap bahan pakan meningkat. Sedangkan Utomo (1999) menyatakan bahwa perlakuan NaOH dapat menaikkan kecernaan dengan
baik karena dapat menaikkan
kecernaan sampai 100 persen atau dua kali lipat, dari 30-40 persen menjadi 70-80 persen. Hal ini dapat terjadi
karena a) terjadi pembengkakan
(swelling) lignoselulosa, b)
lignoselulosa pecah, ikatan silang sobek, c) pemisahan silika, d) sedikit penurunan lignin.
Wikantadi (1978) menyatakan bahwa air susu mengandung tiga komponen karakteristik yaitu laktosa, protein dan lemak susu, disamping
mengandung bahan-bahan lain
misalnya air, mineral, vitamin dan lain-lainnya. Sedangkan Ensminger (1991) menyatakan komponen utama susu adalah air, lemak, solid non fat (SNF) yang tersusun dari protein, laktosa, mineral dan vitamin.
Arora (1995) menyatakan
bahwa semua senyawa protein yang masuk ke rumen mengalami hidrolisis menjadi oligopeptida dan mengalami pencernaan lebih lanjut menjadi asam amino. Wikantadi (1978) menyatakan
Produksi Sapi Perah… 86 asam-asam amino bebas yang diserap
oleh kelenjar susu dari darah
merupakan sumber nitrogen utama
untuk sintesis protein susu.
Selanjutnya glukosa dan galaktosa dalam sintesis laktosa berasal dari glukosa. Glukosa merupakan bahan utama pembentuk laktosa dan karena susu harus dipertahankan tekanan osmosenya agar isotonis dengan darah, maka bila terjadi kekurangan produksi laktosa akan menyebabkan kekurangan sekresi air ke dalam susu, sehingga hal ini akan mengakibatkan
berkurangnya produksi susu. Le
Jaoven yang disitasi oleh sukarini (2006) menyatakan bahwa variasi kadar protein adalah lebih kecil jika dibandingkan dengan kadar lemak susu, karena protein susu lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik dari pada faktor lingkungan termasuk pakan.
Wikantadi (1978) menyatakan bahwa lemak terdiri atas trigliserida yang terbentuk dari 3 molekul asam lemak dengan 1 molekul gliserol. Lemak susu berasal dari 25% lemak pakan yang dikonsumsi dan 50% berasal dari lipida plasma yang berupa asam lemak berantai panjang. Atom karbon lemak susu 30% berasal dari asetat. Chaiyaburt et al. (2002)
menyatakan bahwa selama sapi
laktasi, pengambilan asetat oleh
kelenjar ambing untuk biosintesis asam lemak rantai pendek sebagian besar tergantung pada laju aliran darah dari ambing.
Sutardi (1981) menyatakan bahwa peningkatan produksi susu
yang tidak seimbang dengan
peningkatan pakan yang dikonsumsi oleh ternak akan mengakibatkan pembongkaran nutrisi yang ada di dalam tubuh ternak. Hal ini akan
menyebabkan ternak tersebut
mengalami penurunan bobot badan. Sudono (1985) menyatakan bahwa produksi susu sapi perah dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain umur, kondisi sapi pada waktu beranak, banyaknya ransum yang diberikan, besarnya hewan, birahi, hereditas, saat
kawin, tukang perah, jadual
pemerahan, dan kesehatan sapi.
MATERI DAN METODE Materi
Empat ekor sapi perah laktasi Friesian Holstein dengan umur dua setengah sampai tiga tahun. Bahan
pakan yang digunakan dalam
penelitian adalah jerami padi kering matahari dengan perlakuan NaOH selama 24 jam, rumput gajah serta pakan konsentrat yang terdiri dari dedak padi halus, bungkil kelapa, tepung daun lamtoro, garam dapur dan mineral. Jerami padi dipotong dengan alat pencacah (Chopper). Susunan ransum (bahan kering) tertera pada tabel 1.
Peralatan yang digunakan
adalah sebuah alat pencacah
(Chopper), alat timbangan berat
badan, alat timbangan ransum,
thermometer badan, thermometer
lingkungan, thermometer maksimum dan minimum, sebuah gembor (alat
Produksi Sapi Perah… 87 penyemprot berisi NaOH), satu unit
kandang berserta tempat makan dan minum. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2008.
Metode
Perlakuan terhadap jerami padi adalah jerami padi kering matahari yang diperlakukan dengan NaOH dicacah dengan alat pencacah lebih dahulu dengan ukuran 2-3 cm. NaOH yang digunakan sebanyak 20 gram
dilarutkan dalam lima liter air
kemudian larutan disemprotkan pada 1 kg jerami padi sampai homogen dan dibiarkan selama 24 jam dalam temperatur ruang sebelum diberikan pada sapi.
Pada penelitian ini dilakukan
pengelompokan menjadi dua
kelompok, setiap kelompok terdiri dari dua ekor sapi perah laktasi. Penelitian dilakukan dalam dua periode :
Periode pertama : kelompok I adalah kelompok perlakuan dan kelompok II adalah kelompok kontrol. Kelompok I diberi pakan jerami padi yang telah diperlakukan dengan NaOH sebagai pengganti rumput gajah sedangkan
kelompok II diberi rumput gajah sebagai kontrol.
Periode kedua : kelompok I sebagai kontrol dan kelompok II diberi jerami padi yang telah diperlakukan dengan NaOH. Jerami padi yang telah diperlakukan dengan NaOH dan rumput gajah diberikan pada masing-masing kelompok secara ad libitum, konsentrat diberikan sebanyak 5,16 kg bahan kering(BK) dalam ransum yang terdiri dari tepung daun lamtoro 1,29 kg, bungkil kelapa 1,29 kg dan dedak halus 2,58 kg untuk masing-masing kelompok dan air diberikan secara ad
libitum.
Sebelum penelitian ini
dilakukan diadakan periode
penyesuaian ransum selama 20 hari. Pembersihan kandang dilakukan dua kali yaitu pagi dan sore hari. Selain itu juga diambil data konsumsi pakan dari tiap-tiap kelompok baik hijauan,
jerami padi+NaOH maupun
konsentrat. Kadar protein, lemak, laktosa dan berat jenis susu dianalisis
di Balai Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Veteriner Laboratorium
KESMAVET Boyolali sebanyak
empat kali.
Metode pengambilan sampel : Konsumsi bahan kering ransum
(BK) diketahui dengan
menghitung bahan kering pakan yang diberikan dikurangi dengan bahan kering pakan yang tersisa. Produksi susu harian, diperoleh
dengan menjumlahkan hasil
pemerahan pagi dan sore hari. Sampel susu yang akan dianalisis kadar protein, lemak, laktosa dan
berat jenisnya per ekor merupakan campuran hasil pemerahan sore
dan pagi hari berdasarkan
imbangan produksinya.
Susu hasil pemerahan pagi hari sebelum dicampur dengan susu
hasil pemerahan sore hari,
diawetkan dalam refrigerator. Pemeriksaan kadar protein, lemak, laktosa dan berat jenis susu
Produksi Sapi Perah… 88 dilakukan empat kali selama dua
periode, tiap periode dua kali. Gross Energi jerami padi+NaOH
dianalisis menggunakan Bomb
kalorimeter. Kemudian Gross Energi jerami padi+NaOH yang didapat digunakan untuk menghitung Total Digestble Nutrients (TDN) jerami
padi+NaOH menggunakan persamaan regresi.
Analisa Data
Data yang diperoleh selama penelitian, dianalisis dengan metode Cross Over menurut Maria-Astuti (1981).
Tabel 1. Susunan Ransum yang Digunakan selama Penelitian (ekor/hari)
Bahan Pakan Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
Dedak Padi Halus (kg) 2,58 2,58
Tepung Daun Lamtoro (kg) 1,29 1,29
Bungkil Kelapa (kg) 1,29 1,29
Jerami Padi+NaOH (kg) Ad libitum -
Rumput Gajah (kg) - At libitum
Garam Dapur (gr) 30,00 30,00
Mineral (gr) 40,00 40,00
Tabel 2. Komposisi Bahan Pakan Dalam Bahan Kering (%)
Nama Bahan Abu PK SK LK BETN TDN Ca P
Dedak Halusa 11,7 13,8 11,6 14,1 48,7 81 0,12 1,51
Bungkil Kelapaa 6,4 21,6 12,1 10,2 49,7 73 0,21 0,65
Rumput Gajaha 15,4 9,1 33,1 2,3 40,0 51 0,51 0,51
Tepung Daun Lamtoroa 6,3 23,7 18,0 5,8 46,2 71 1,40 0,21
Jerami Padi+NaOHb 23,4 3,7 34,7 1,3 36,8 37 0,30 1,50
a
Hari-Hartadi, 1997
b
Hasil analisis proksimat
BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen TDN = Total Digestible Nutrients PK = Protein Kasar
SK = Serat Kasar LK = Lemak Kasar
Produksi Sapi Perah… 89 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis kimia jerami padi+NaOH yang telah
dilakukan maka didapat kadar
protein kasar dalam bahan kering seperti tertera pada tebel 2.
Dari hasil pengamatan
terhadap produksi susu, kadar
protein, lemak, laktosa, berat jenis dan konsumsi pakan (feed intake)
bahan kering pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol dengan rata-rata produksi susu 5,59 liter dan 6,31 liter, kadar protein 3,08 persen dan 2,95 persen, kadar lemak 3,58 persen dan 3,60 persen, kadar laktosa 4,46 persen dan 4,73 persen,
berat jenis 1,0261 da 1,0262
sedangkan konsumsi pakan adalah
10,17 kg/ekor/hari dan 10,49
kg/ekor/hari. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa rata-rata kadar protein, lemak, laktosa, berat jenis susu dan konsumsi pakan untuk kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol tidak berbeda nyata.
Sedangkan dari hasil analisis tersebut diatas maka dapat dihitung rata-rata
konsumsi protein kasar dalam
ransum masing-masing kelompok, untuk kelompok perlakuan sebesar 1,15 kg/ekor/hari dan kelompok
kontrol 1,43 kg/ekor/hari.
Berdasarkan perhitungan statistik
konsumsi protein kelompok
perlakuan lebih rendah dari pada kelompok kontrol, dengan P≤0,05.
Tabel 3. Rata-rata konsumsi bahan kering, protein kasar dan Total Digestible Nutrients (TDN)
Parameter Perlakuan NaOH Kontrol
Konsumsi bahan kering 10,17 10,49
Konsumsi protein kasar 1,15 1,43
Konsumsi TDN 5,79a 6,67b
Keterangan : Superskrip dengan huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P≤0,05)
Tabel 4. Pengaruh Subtitusi Rumput Gajah dengan Jerami Padi+NaOH terhadap Kuantitas dan Kualitas Susu
Peubah Perlakuan NaOH Kontrol
Produksi susu (liter) 5,59 6,31
Protein susu (%) 3,08 2,95
Lemak susu (%) 3,58 3,60
Laktosa susu (%) 4,46 4,73
Produksi Sapi Perah… 90 konsumsi bahan kering pakan dari
kelompok perlakuan rata-rata sebesar 10,17 kg/ekor/hari adalah lebih rendah bila dibandingkan dengan kelompok
kontrol yaitu sebesar 10,49
kg/ekor/hari. Namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P≤0,05). Perbedaan rata-rata
konsumsi bahan kering antara
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol ini diduga disebabkan karena palatabilitas dari jerami padi+NaOH tidak sebaik rumput gajah. Sanh et al. (2002) menyatakan bahwa semakin tinggi aras protein kasar ransum maka palatabilitas dan kecernaan ransum
meningkat. Sedangkan Parakasi
(1999) menyatakan bahwa tingkat konsumsi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor hewan seperti bobot badan atau ukuran tubuh, jenis kelamin, umur, genetik dan tipe bangsa, pakan yang diberikan, lingkungan tempat ternak tersebut dipelihara dan palatabilitas.
Rendahnya total digestible
nutrients bahan pakan ada pada jerami padi, hal ini dapat kita lihat pada tabel 3 dimana TDN kelompok perlakuan yakni sebesar 5,79 kg/ekor/hari dan kelompok kontrol 6,67 kg/ekor/hari. Hasil analisis statistik menunjukkan
perbedaan yang nyata (P≤0,05).
Rendahnya rata-rata TDN pada
kelompok perlakuan, disebabkan
karena rendahnya TDN dari jerami padi+NaOH, yaitu sebesar 37,08% sedangkan TDN rumput gajah sebesar 51,00%.
Dengan lebih rendahnya
konsumsi bahan kering dan rendahnya
TDN pada kelompok perlakuan,
menyebabkan produksi susu dari kelompok perlakuan menjadi lebih kecil daripada kelompok kontrol yaitu sebesar 5,57 liter/ekor/hari dan 6,33
liter/ekor/hari. Menurut Lampert
(1970) bahwa produksi susu dan komposisinya dipengaruhi oleh jumlah dan macam pakan yang diberikan pada
sapi. Pemberian pakan yang
berlebihan tidak akan menambah jumlah produksi susu yang dihasilkan namun pemberian yang kurang akan berakibat negatif terhadap produksi. Anggorodi (1994) menyatakan bahwa pemberian makanan yang tidak cukup
akan sedikit menurunkan kadar
protein dan solid non fat (SNF), tetapi terutama menurunkan produksi susu. Pemberian protein yang banyak dapat menaikkan kadar protein. Lebih lanjut menyatakan bahwa laju sintesis dan difusi dari berbagai komposisi susu tergantung “prekursor” susu dalam darah. Penyediaan zat makanan yang tidak cukup akan membatasi sekresi susu sapi perah.
Sutardi (1981) menyatakan bahwa Kekurangan konsumsi energi maupun protein pakan pada ternak
yang sedang laktasi umumnya
merupakan penyebab utama
rendahnya produksi susu . Sedangkan Collier (1985) menyatakan bahwa pakan yang diberikan pada ternak selama bunting dan laktasi akan
Produksi Sapi Perah… 91 berpengaruh terhadap produksi susu
yang dihasilkannya.
Ditinjau dari kebutuhan akan zat-zat makanan sapi perah laktasi dengan berat badan 400 kg, produksi susu 10 liter per ekor per hari dan kadar lemak empat persen, (NRC,
1997) konsumsi pakan menurut
perhitungan ransum kelompok
perlakuan belum memenuhi kebutuhan yaitu sebesar 0,11 kg sedangkan kelompok kontrol sudah memenuhi kebutuhan. Demikian juga mengenai kebutuhan protein kasar kelompok perlakuan belum memenuhi kebutuhan yaitu sebesar 0,09 kg sedangkan kelompok kontrol sudah memenuhi
kebutuhan. Walaupun demikian
ternyata respon yang dihasilkan yaitu rata-rata protein susu untuk kelompok perlakuan 3,08 persen dan kelompok kontrol 2,95 persen, rata-rata kadar lemak susu untuk kelompok perlakuan 3,58 persen dan kelompok kontrol 3,60 persen, rata-rata kadar laktosa susu untuk kelompok perlakuan 4,46 persen dan kelompok kontrol 4,73 persen, rata-rata berat jenis susu untuk kelompok perlakuan 1,0261 dan kelompok kontrol 1,0262 kesemuanya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P≤0,05). Van Soest (1994) menyatakan bahwa percobaan dengan ternak (percobaan in vivo) sangat penting karena komposisi kimia dari pakan saja tidak akan memberikan penaksiran yang layak mengenai nilai nutrisi dari pakan, karena nilai pakan selain dipengaruhi komposisi kimia juga tergantung pada jumlah nutrien yang dapat dicerna dan dimanfaatkan
oleh ternak. Sedangkan Umiyasih (1997) menyatakan bahwa perbaikan kualitas pakan dapat meningkatkan produksi riil, sedangkan kualitas susu (lemak, kasein, keasaman dan berat jenis) tidak berbeda nyata.
Eckles et al. Yang disitasi oleh Sukarini (2006) menyatakan bahwa berat jenis susu sangat dipengaruhi oleh berat jenis dari komponen-komponen penyusun susu seperti
protein, laktosa dan mineral.
Sedangkan Anggorodi (1994)
menyatakan bahwa kenaikan
konsumsi pakan akan menyebabkan naiknya solid non fat, dan setiap kenaikan kandungan solid non fat akan diikuti dengan kenaikan berat jenis susu.
Ditinjau dari hasil analisis statistik mengenai konsumsi protein kasar dari kelompok perlakuan lebih rendah daripada kelompok kontrol, yaitu sebesar 1,15 kg dan 1,43 kg dengan P≤0,05. Perbedaan konsumsi
protein kasar antara kelompok
perlakuan dengan kelompok kontrol disebabkan karena kandungan protein jerami padi+NaOH dari hasil analisis kimia jauh lebih rendah daripada kandungan protein kasar rumput gajah seperti tertera pada koposisi bahan pakan pada tabel 2. Anggorodi (1994) menyatakan bahwa pemberian protein yang banyak dalam ransum dapat menaikkan kadar protein dalam air susu. Sedangkan dari hasil penelitian didapat bahwa konsumsi protein intake kelompok perlakuan lebih rendah daripada kelompok kontrol tetapi kadar protein dalam air susu
Produksi Sapi Perah… 92 tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata (P≤0,05).
Tillman dkk (1991)
menyatakan bahwa jerami padi yang diperlakukan dengan penyemprotan larutan NaOH encer nilai nutrisi pakan
bertambah banyak. Selanjutnya
Tillman juga menyatakan bahwa suasana basa akan meningkatkan
aktifitas protozoa. Meningkatnya
aktifitas protozoa menyebabkan
fermentabilitas dan kecernaan
terhadap bahan pakan meningkat. Dari perhitungan mengenai rata-rata konsumsi Total Digestible
Nutrient (TDN) bahan kering
kelompok perlakuan lebih rendah daripada kelompok kontrol, yaitu sebesar 5,78 kg dan 6,67 kg dengan P≤0,05. Meskipun rata-rata konsumsi
TDN yang didapat kelompok
perlakuan lebih besar daripada
kelompok kontrol tetapi kadar protein, lemak, laktosa dan berat jenis susu
tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata. Sudjatmogo (1998)
menyatakan bahwa kualitas produksi susu yang dihasilkan oleh kelenjar ambing sangat ditentukan oleh jumlah dan kinerja sel epitel yang mensintesis susu.
Jackson (1978) menyatakan bahwa hasil penelitian di Mesir, India
dan Malaysia dengan memperlakukan jerami padi NaOH dapat menaikkan nilai cerna jerami padi. Sedangkan Utomo (1999) menyatakan bahwa perlakuan NaOH dapat menaikkan kecernaan dengan baik karena dapat menaikkan kecernaan sampai 100 persen atau dua kali lipat, dari 30-40 persen menjadi 70-80 persen. Hal ini
dapat terjadi karena a) terjadi
pembengkakan (swelling)
lignoselulosa, b) lignoselulosa pecah, ikatan silang sobek, c) pemisahan silika, d) sedikit penurunan lignin.
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (P≤0,05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa jerami padi+NaOH dapat digunakan untuk menggantikan rumput gajah dalam ransum sapi perah laktasi.
Berdasarkan hasil penelitian masih perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai persentase jerami padi+NaOH dalam ransum sapi perah laktasi. Penggantian rumput gajah dengan jerami padi+NaOH disarankan pemakaiannya pada kondisi sulit hijauan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan
Ternak Umum. Cetakan
kelima. PT. Gramedia,
Jakarta.
Arora, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Cetakan
kedua. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
(Diterjemahkan oleh R.
Murwani)
Collier, R.J. 1985. Nutritional,
Metabolic and Envirenmental Aspects of Lactation. Dalam :
Produksi Sapi Perah… 93 B.L. Larson : Lactation. Iowa
State University Press.
Amess.
Ensminger, M.E. 1991. Dairy Catle Science. 3nd Ed. Interstate Published Inc. Angelwood Cliffs, New Jersey.
Jackson, M.G. 1978. Treating Straw For Animal Feeding. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. National Research Council (NRC).
1997. Nutrient Requirements of Dairy Cattle. National
Academy of Sciences,
Washington, DC.
Parakasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta.
Sanh, M.V. , H. Wiktorson and L.V. Ly. 2002. Effects of natural grass forage to concentrate ratio and feeding principles on milk production and performance of cross bred lactating cows. J. Anim. Sci.
15: 650-657.
Soejono, M., R. Utomo, dan
Widyantoro. 1988.
Peningkatan Nilaii Nutrisi Jerami Padi Dengan Berbagai
Perlakuan. Dalam : M.
Soejono, A. Musofie, R. Utomo, N. K. Wardhani, dan J.B. Schiere (Ed). Limbah Pertanian Sebagai Pakan dan
Manfaat lainnya.
Bioconversion Project
Second Workshop on Crop Residues for feed and other
Purposes Grati 16-17
Nopember 1987. Hal. 21-35.
Sudjatmogo. 1998. Pengaruh
superovulasi dan Kualitas Pakan terhadap Pertumbuhan dalam Upaya Meningkatkan Produksi Susu dan Daya Tahan Hidup Anak Domba sampai Umur Sapih. Program
Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
(Disertasi Doktor)
Sukarini, I.A.M. 2006. Peningkatan Kinerja Laktasi Sapi Bali
Beranak Pertama Melalui
Perbaikan Mutu Pakan.
Program Pasca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor,
Bogor. (Disertasi Doktor). Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan
Pemberian Makanannya.
Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternaka
Institut Pertanian Bogor,
Bogor. (Tidak
dipublikasikan)
Sutrisno, C.I. 2002. Peran Teknologi Pengolahan Limbah Pertanian
Dalam Pengembangan
Ternak Ruminansia. Pidato
Pengukuhan Guru Besar
Fakultas Peternakan
Universitas Diponegoro,
Semarang.
Tillman, AD., H. Hartadi, S.
Reksohadiprodjo, S. dan
Lebdosoekojo. 1991. Ilmu
Makanan Ternak Dasar.
Cetakan ke-5 Gadjah Mada
Produksi Sapi Perah… 94
Peternakan Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. Umiyasih, U., Mariyono dan L.
Affandhy. 1997. Perbaikan
Pakan Pada Sapi Perah
Produksi Tinggi Dalam
Sistem Usahatani Ternak
Rakyat, Pengaruhnya
Terhadap Produktivitas.
Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor 18-19 Nopember 1997.
Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan,
Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian,
Bogor. Hal. 511-517.
Utomo, R., S. Reksohadiprojo, B. Prasetyo, Z. Bachrudin, dan
B. Suhartanto. 1998.
Determination of nutrient
digestibility, rumen
fermentation parameter, and
protein concentration on
ongole crossbred cattle fed rice straw. Bull. Of Anim. Sci. (Supplement Edition).
Faculty of Animal Science,
Gadjah Mada University,
Yogyakarta. Hal. 82-88. Utomo, R. 1999. Teknologi Pakan
Hijauan. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. Utomo, R. 2003. Penyediaan Pakan di
Daerah Tropik :
Problematika, Kontinuitas
dan Kualitas. Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru
Besar pada Fakultas
Peternakan Universitas
Gadjah Mada, Rabu, 14 Mei 2003, Yogyakarta.
Van Soest, P.J. 1994. Nutritional Ecology of the Ruminant
Metabolism. Comstock
Publshing Associates a
Division Cornell University Press, Ithaca.
Wikantadi, B. 1978. Biologi Laktasi.
Bagian Ternak Perah
Fakultas Peternakan