• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN CBDP (COMMUNITY BASED DISASTER PREPARADNESS) DALAM MENGANTISIPASI BENCANA TANAH LONGSOR DI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN CBDP (COMMUNITY BASED DISASTER PREPARADNESS) DALAM MENGANTISIPASI BENCANA TANAH LONGSOR DI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN CBDP (COMMUNITY BASED DISASTER

PREPARADNESS) DALAM MENGANTISIPASI BENCANA TANAH

LONGSOR DI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

Rudatin Windraswara, Evi Widowati

Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang

Abstract. Dukuh Deliksari RW 6, Sukorejo, Gunungpati, Semarang City has landslide susceptible characteristic. CBDP (Community Based Disaster Preparadness) is one of community based method to reduce disaster risk. Community involvement is a must to reduce vulnerabilities and to increase community capacities on facing disaster risk. CBDP processes include selecting the community, rapport building and understanding the community, participatory disaster risk assessment (PDRA), participatory disaster risk management planning, building and training a community disaster risk management organization (CDRMO), community-managed implementation, and participatory monitoring and evaluation. Informal meeting, focus group discussion (FGD) and participatory rural appraisal (PRA) methods were chosen as this program approach.. As the result from CBDP process implementation, an analysis of vulnerabilities and capacities are drawn. Some vulnerabilities are landslide prone neighbourhood, inadequate water supply, lack of sanitation and low degree of education. Community capacities include number of productive age 64.8%, high motivation to involve in teamwork, and there are some social group (religious and social group). There is need to further study to get comprehensive environment risk mapping and community planning management.

Abstrak. Dukuh Deliksari RW 6, Sukorejo, Gunungpati Kota Semarang memiliki karakteristik daerah rawan longsor. Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) dengan metode CBDP (Community Based Disaster Preparadness) merupakan metode alternatif mengelola resiko bencana secara mandiri. Untuk mengurangi kerawanan dan untuk meningkatkan kapasitas komunitas dalam menghadapi risiko bencana diperlukan pelibatan komunitas. Proses CBDP (Community Based Disaster Preparadness) mengikuti proses sebagai berikut: memilih komunitas, membangun kepercayaan, penilaian risiko bencana, manajemen perencanaan, membangun organisasi, implementasi, monitoring evaluasi. Instrumen yang dipilih yaitu pertemuan informal, diskusi group terfokus (FGD) dan PRA (Participatory Rural Appraisal). Dari hasil penerapan CBDP, didapatkan hasil kerawanan masyarakat yang utama meliputi kondisi lingkungan yang rawan longsor, fasilitas air bersih dan saluran pembuangan yang kurang, dan tingkat pendidikan yang rendah. Kapasitas masyarakat meliputi jumlah kelompok usia produktif sebesar 64,8%, motivasi bergotong-royong yang tinggi dan adanya kelompok-kelompok (arisan/ pengajian) penggerak. Dibutuhkan kajian lebih lanjut untuk melakukan pemetaan dan pembuatan rencana aksi komunitas (RAK).

Kata kunci: Community Based Disaster Preparadness, Deliksari, kapasitas, kerentanan

PENDAHULUAN

Pengesahan Undang-undang No 24 tentang Penanggulangan Bencana oleh Pemerintah RI tanggal 26 April 2007 telah membawa dimensi baru dalam pengelolaan bencana di Indonesia. Paradigma yang yang dulu lebih bersifat responsif dalam menangani bencana sekarang diubah menjadi suatu kegiatan yang bersifat preventif, sehingga bencana dapat dicegah atau diminimalkan (mitigasi) sehingga risikonya dapat dikurangi.

Undang-undang tentang Penanggulangan Bencana tersebut juga mensyaratkan penanggulangan bencana harus dilakukan secara

terdesentralisasi dengan melibatkan partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya baik mulai sejak tahap awal program (identifikasi, analisis, penerapan rencana kerja, monitor dan evaluasi) sampai ke tahap akhir dimana program akan diserahterimakan sepenuhnya kepada masyarakat lokal.

Kota Semarang merupakan salah satu kota besar yang unik. Karena kota ini terbagi dalam dua alam yang kontras dengan jarak sangat berdekatan. Kawasan kota bawah berbatasan langsung dengan pantai. Sementara kawasan perbukitan jaraknya sangat pendek. Kawasan kota yang berada di bawah tentu rawan banjir dan rob.Sementara daerah perbukitan rawan longsor. Tujuh dari 16

(2)

kecamatan di Kota Semarang memiliki titik-titik rawan longsor. Ketujuh kecamatan tersebut adalah Manyaran, Gunungpati, Gajahmungkur, Tembalang, Ngaliyan, Mijen, dan Tugu. Kontur tanah di kecamatan-kecamatan tersebut sebagian adalah perbukitan dan daerah patahan dengan struktur tanah yang labil.

Kampung Deliksari di RW 6, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati Kota Semarang memperlihatkan kawasan tersebut memiliki karakteristik daerah rawan longsor, antara lain: jalan aspal yang bergelombang, agregat tanah yang tidak stabil dan banyak terjadi peristiwa tanah longsor. Masalah yang terangkat dalam kegiatan pengabdian ini adalah dengan metode bagaimana masyarakat Kampung Deliksari RW 6 Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang dapat diberdayakan sehingga dapat melaksanakan mitigasi (pengurangan risiko) bencana?

Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) dengan metode CBDP (Community Based Disaster Preparadness) dipandang sebagai metode yang sesuai untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengelola resiko bencana yang ada di wilayahnya sendiri. Tujuan dari kegiatan penerapan CBDP ini antara lain sebagai berikut. Mengurangi kerentanan masyarakat terhadap kondisi lingkungan sekitar. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan komunitas masyarakat dalam mengatasi dan mengurangi risiko bencana yang ada di sekitar mereka. Mengurangi dan meminimalkan kerugian apabila suatu saat terjadi bencana. Untuk tujuan dalam Penanganan Bencana yang Berbasis Komunitas (CBDM), sebuah komunitas dapat ditentukan sebagai group yang memiliki kesamaan dalam satu atau lebih kebersamaan seperti hidup pada lingkungan yang sama, menghadapi paparan risiko bencana yang sama, atau sedang mengalami pengaruh dari sebuah bencana yang sama. Masalah yang sama, kepedulian dan harapan yang berhubungan dengan risiko bencana dapat juga dibagikan. Walaupun demikian, orang yang hidup dalam sebuah komunitas memiliki tingkat kerawanan dan kapasitas yang berbeda, contohnya untuk laki-laki dan perempuan. Beberapa mungkin dapat lebih rawan atau lebih kapabel dibanding yang lainnya. 1. Menurut Vanaspongse (2007), suatu bahaya

adalah ancaman atau risiko yang disebabkan oleh manusia maupun alam sehingga mengakibatkan kerusakan. Contoh bahaya yang disebabkan oleh alam adalah banjir, taifun (atau angin ribut) dan gempa bumi. Contoh bahaya

yang disebabkan oleh manusia adalah tumpahan zat kimia, ranjau darat dan polusi beracun dari industri. Bencana adalah bahaya yang menyebabkan kerugian dan kehancuran besar yang berimbas pada masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk menghadapinya. Kerentanan berarti potensi untuk lebih mudah terluka, tersakiti atau terkena dampak bencana. Sedangkan kapasitas adalah semacam kemampuan untuk mengatasi suatu situasi sulit. Hal itu berarti memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk memberikan tanggapan dan melakukan persiapan terhadap suatu risiko. 2. Menurut Abarquez dan Murshed (2004),

komunitas adalah sebuah istilah yang secara luas dipergunakan, yang meliputi beberapa pengertian. Komunitas dapat ditentukan secara geografis: seperti cluster rumah-rumah, sebuah desa kecil atau linkungan warga di perkotaan. Komunitas dapat ditentukan oleh pengalaman yang sama, seperti grup dengan kepentingan tertentu, grup etnis, grup profesional, grup bahasa, grup yang secara khusus menghadapi bahaya tertentu, dan lain-lain. Komunitas dapat ditentukan oleh sektor, seperti petani, nelayan, sektor bisnis dan lain sebagainya. Komunitas dapat digunakan mengacu kepada grup baik yang terpengaruh oleh dan dapat membantu dalam melakukan mitigasi bencana dan mengurangi tingkat kerawanan.

METODE

Pada proses CBDP, penilaian yang teliti dan menyeluruh dari bahaya yang dihadapi komunitas dan analisis atas kerentanan serta kapasitas adalah dasar bagi seluruh aktivitas, proyek dan program untuk mengurangi resiko bencana. Komunitas harus dilibatkan sejak proses penilaian, perencanaan dan penerapan. Pendekatan ini akan menjamin bahwa kebutuhan nyata komunitas dan sumber daya benar-benar dilibatkan. Proses CBDP memiliki 7 tahapan yang berurutan, yang dapat dilakukan sebelum terjadinya sebuah bencana, atau setelah bencana terjadi untuk mengurangi risiko bencana di masa yang akan datang. Setiap tahap tumbuh berdasar tahap sebelumnya dan akan mendukung tahap selanjutnya (Abarquez dan Murshed, 2004).

Belajar dari panduan untuk menilai masyarakat rawan dan pedoman pengurangan risiko bencana banjir pada tingkat masyarakat, maka proses CBDP (Community Based Disaster Preparadness) akan mengikuti alur atau proses sebagai berikut:

(3)

Gambar 1. Alur Proses Community Based Disaster Preparadness. Sumber: Abarquez dan Murshed (2004)

Pelaksanaan di lapangan dimulai dengan beberapa kali pertemuan informal dengan beberapa perangkat atau pengurus warga setempat. Metode yang dipergunakan dalam pertemuan informal adalah wawancara. Setelah pertemuan informal, kemudian dilakukan diskusi grup terfokus dan PRA (Participatory Rural Appraisal) yang dilakukan secara teknis dengan membagi perwakilan warga RW 6 menjadi 5 kelompok. Masing-masing kelompok berdiskusi untuk membahas kerentanan dan kapasitas yang ada sesuai dengan persepsi masyarakat. Jumlah warga yang menghadiri acara ini sebanyak 26 orang.

Gambar 2. Salah Satu Warga Menyajikan Hasil Diskusi Kerentanan dan Kapasitas Masyarakat

Pelaksanaan di lapangan dilakukan oleh Tim Pengabdi yang dibantu oleh mahasiswa IKM Unnes dan bekerja sama dengan relawan PMI Kota Semarang.

Instrumen (tools) kerangka pemecahan masalah yang dipergunakan dalam menganalisa/ mengkaji kelompok di daerah Deliksari adalah dipilih berdasarkan kemudahan pelaksanaannya di lapangan yaitu:

1. Pertemuan informal dan diskusi group terfokus (FGD)

2. PRA (Participatory Rural Appraisal). Direncanakan pada tahap selanjutnya, PRA ini akan dilakukan dalam bentuk pemetaan kapasitas dan kerawanan Deliksari.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses CBDP dilakukan secara langsung

(direct observation) pada saat

simulasi/implementasi dilaksanakan, proses pelaporan dilakukan setelah proses pemantauan selesai dilaksanakan sebagai suatu sarana untuk melihat hasil dari simulasi/implementasi dan membantu proses evaluasi, evaluasi dilakukan melalui laporan yang dihasilkan yaitu dengan cara membandingkan antara implementasi yang riil dilaksanakan saat simulasi/implementai dengan

Manajemen Perencanaan Bencana

secara partisipatoris

• Tahap ini mengikuti setelah analisis dan penilaian risiko. Penilaian ini kemudian diterjemahkan menjadi rencana pengelolaan bencana Membangun dan Melatih Organisasi Komunitas

• Organisasi ini sangat dibutuhkan untuk menerapkan rencana pengelolaan bencana Implementasi • Penerapan rencana pengelolaan bencana oleh organisasi komunitas harus bisa memotivasi seluruh anggota yang ada di komunitas tersebut

Monitoring dan Evaluasi

• Tahap ini adalah sistem komunikasi yang terjadi antara komunitas, staf pelaksana lapangan, badan, instansi pemerintah, donor dll Memilih Komunitas •Proses ini melibatkan pemilihan komunitas untuk mengurangi kemungkinan bencana Membangun Kepercayaan dan Pengertian •Membangun kepercayaan sehingga tercipta pengertian dengan komunitas di bidang sosial, ekonomi, dan politik

Penilaian Resiko Bencana secara partisipatoris

•Tahap ini adalah proses penilaian resiko dengan mengidentifikasi dan kemudian cara mengatasinya

(4)

standar program yang seharusnya diimplementasikan saat simulasi/implementasi dilaksanakan, sehingga dapat diperoleh gap diantara keduanya untuk kepentingan pembuatan rekomendasi untuk proses perbaikan di simulasi/implementasi selanjutnya.

Secara administrasi Dukuh Deliksari termasuk dalam wilayah Desa Sukorejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Letak Dukuh Deliksari berada di bagian selatan dari Desa Sukorejo Kecamatan Gunungpati. Menurut data monografis statis Desa Sukorejo bulan Januari 2005, luas Desa Sukorejo secara keseluruhan adalah 288,063 ha. Sedangkan luas Dukuh Deliksari secara keseluruhan adalah 2,43 ha. Dukuh Deliksari merupakan dukuh yang terletak di bagian selatan dari Desa Sukorejo Kecamatan Gunungpati dan secara administratif batas-batas dari dukuh ini adalah:

1. sebelah utara berbatasan dengan Perum IKIP Semarang

2. sebelah timur berbatasan dengan Dukuh Kalialang

3. sebelah selatan berbatasan dengan Trangkil 4. sebelah barat berbatasan dengan Dukuh

Tinjomoyo

Tabel 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber: Data Monografis Dinamis Dukuh Deliksari Per Keadaan Januari (2005) dalam Puji Lestari (2005)

Tabel 2. Kelompok Umur Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber: Data Monografis Dinamis Dukuh Deliksari Per Keadaan Januari (2005) dalam Puji Lestari (2005)

Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2, dapat diketahui bahwa masyarakat Deliksari sebagian besar terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 62% dan sisanya 38% adalah perempuan. Distribusi tingkat umur sebagian besar pada kelompok usia

produktif, atau sebanyak 64,8%. Banyaknya usia produktif ini dapat menjadi salah satu kekuatan atau modal kapasitas untuk dapat digerakkan dalam upaya mitigasi pengurangan risiko bencana.

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Dukuh Deliksari

Sumber: Data Monografis Dinamis Dukuh Deliksari Per Keadaan Januari (2005) dalam Puji Lestari (2005)

Tabel 3 menunjukkan tingkat pendidikan Dukuh Deliksari. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu perangkat Dukuh Deliksari RW 6 dan data monografis, didapatkan informasi bahwa tingkat pendidikan di Deliksari dapat dikatakan rendah karena sebagian besar masyarakat berpendidikan di bawah SMA dengan prosentase paling banyak hanya lulusan SD yaitu sebesar 32%. Kondisi ini berdampak kepada tingkat kesejahteraan yang kurang baik karena sebagian besar bekerja di sektor informal dengan pendapatan yang tidak menentu, seperti pemulung, tukang kayu, penjaga rumah, tukang ojek dan sejenisnya.

Pengamatan secara visual di Kampung Deliksari khususnya di RW 6, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati Kota Semarang memperlihatkan kawasan tersebut memiliki karakteristik daerah rawan longsor, antara lain: jalan aspal yang bergelombang, agregat tanah yang tidak stabil dan banyak terjadi peristiwa tanah longsor.

Gambar 3. Pemetaan Kerawanan oleh

Masyarakat Deliksari Jumlah Persentase Laki-laki 245 62 Perempuan 153 38 Total 398 100 0 - 14 15 - 64 65+ Laki-laki 73 156 16 Perempuan 42 102 9 Total 115 258 25 Persentase 28,9 64,8 6,3 Jumlah Persentase

Tidak/belum pernah sekolah 59 15

Tidak/belum tamat SD 74 19

Tamat SD 129 32

Tamat/belum tamat SMP 86 22

Tamat/belum tamat SMA 48 12

Belum tamat PT 2 1

(5)

Tabel 4. Kerawanan dan kapasitas berdasarkan Rapat Desa

ASPEK KERAWANAN KAPASITAS

Fisik/Material

Potensi Bahaya Agregat tanah yang tidak stabil dan kemiringan yang curam sehingga rawan longsor

Pernah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Terakhir adalah bantuan untuk penghijauan berupa beberapa ribu pohon kapulaga dari Unnes

Sumber Daya Produktif Akses jalan yang tidak memadai karena sempit dan bergelombang

Sebagaian masyarakat dalam usia yang produktif

Skill(Kemampuan) Sumber air bersih adalah sendang gayam, pada musim kemarau debitnya tidak memenuhi kebutuhan

Program PNPM Mandiri telah menyelesaiakan beberapa masalah air bersih

Tingkat pendidikan yang rendah berhubungan dengan kemampuan kerja yang menyangkut fisik dan ketrampilan Tidak adanya saluran air

DPU, Pemkot dan Kodim pernah bermusyawarah bersama untuk memberikan bantuan yang paling tepat untuk kampong Deliksari, tetapi belum terealisasi sampai saat ini. DPU beralasan pembangunan jalan sebesar Rp 350juta juga akan sia-sia karena kondisi tanahnya yang labil

Lingkungan rumah yang tidak stabil

Sosial/Organisasi

Hubungan antar masyarakat Kepengurusan RW masih baru dan dianggap kurang koordinasi dengan pengurus setempat

Motivasi untuk hidup lebih baik termasuk tinggi

Motivasi Terdapat kelompok pengajian rutin

dan arisan warga

Terdapat sekolah mengaji untuk anak-anak

Masyarakat mau untuk diajak bergotong royong

Kapasitas, Kerawanan dan Rencana Pengurangan Risiko

Penilaian kapasitas, kerawanan dilakukan oleh komunitas sendiri dengan dibantu fasilitator yang berasal dari relawan PMI Kota Semarang dan mahasiswa IKM Universitas Negeri Semarang.

Rencana Aksi Komunitas (RAK) saat ini masih dalam proses penyusunan karena masyarakat Deliksari masih membutuhkan beberapa tahapan seperti pemetaan lapangan dan pembentukan organisasi mitigasi bencana. Walaupun demikian, terdapat beberapa draft RAK yang dapat dipertimbangkan sesuai dengan kondisi di Deliksari sebagai berikut:

1. Mengurangi resiko bencana tanah longsor dengan teknik-teknik tertentu seperti:

a. Menyumbat atau menimbun retakan tanah ataupun retakan jalan tersebut dengan sesuatu yang kedap air (misalnya lempung yang dipadatkan). Tujuan penimbunan retakan adalah untuk mencegah agar air (misalnya air hujan) tidak akan meresap masuk ke dalam retakan tersebut, yang akhirnya akan mendorong lereng untuk bergerak longsor. Apabila retakan pada jalan, diusahakan kendaraan besar dan berat

yang dapat memicu longsoran dilarang masuk dengan memasang rambu-rambu. b. Mengatur drainase lereng sehingga tingkat

kejenuhan air dalam lereng setelah hujan turun dapat dikurangi. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan membuat parit yang berfungsi untuk menyalurkan air limpasan hujan ke arah menjauhi lereng yang rawan longsor.

c. Membuat saluran drainase dalam lereng dengan cara menusukkan pipa-pipa bambu yang dilubangi kedua ujungnya. Pipa ini ditusukkan pada bagian bawah lereng kurang lebih 1 m di atas titik-titik rembesan air yang keluar dari lereng. Panjang pipa minimal 2 meter. Untuk menghindari penyumbatan oleh butir-butir tanah yang ikut terbawa air, di dalam pila dapat diberi filter berselang-seling berupa ijuk dan pasir. Cara ini efektif pada tumpukan tanah yang tebal.

d. Mengurangi tebal tanah atau merubah geometri kemiringan lereng yang rentan longsor dengan cara yang ditunjukkan pada gambar 35 dan gambar 36.

e. Melakukan rekayasa vegetatif.

2. Mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan air bersih secara permanen dan saluran pembuangan drainase serta air kotor.

(6)

Meningkatkan kapasitas masyarakat dengan mengadakan sosialisasi dan pelatihan yang berkaitan dengan mitigasi bencana, peningkatan sumber daya ekonomi maupun pendidikan.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Penerapan Community Based Disaster Preparedness (CBDP) di Dukuh Deliksari RW 6 sangat tepat karena selama ini masyarakat hanya pasif menerima bantuan dan kurang dilibatkan dalam menentukan keputusan.

Dari hasil penerapan CBDP, didapatkan kesimpulan kerawanan masyarakat yang utama meliputi kondisi lingkungan yang rawan longsor, fasilitas air bersih dan saluran pembuangan yang kurang, dan tingkat pendidikan yang rendah. Kapasitas masyarakat yang utama antara lain adalah prosentase masyarakat dengan kelompok usia produktif yang tinggi 64,8%, motivasi masyarakat untuk bergotong-royong yang tinggi dan adanya kelompok-kelompok seperti arisan dan pengajian yang dapat digerakkan untuk dapat mendukung mitigasi bencana.

Saran

Penerapan CBDP membutuhkan bantuan dari semua pihak. Pada tingkat lokal masyarakat Deliksari dapat diberdayakan untuk mengatasi permasalahannya sendiri, tetapi dibutuhkan koordinasi dari pemerintah dan pihak terkait untuk dapat membantu menyelesaikan permasalahan

secara permanen, terutama yang berkaitan dengan bantuan teknis dan pendanaan.

DAFTAR PUSTAKA

Arief Mustofa Nur. 2009. Bencana Geologi Dan Manajemen Pengelolaannya. Modul Pelatihan. Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung LIPI.

Chitraporn Vanaspongse, et al. Alih bahasa oleh Astri Arini Waluyo. 2007. Pedoman Pelatihan: Pengurangan Risiko Bencana yang Dimotori oleh Anak-anak di Sekolah dan Komunitas. Save The Children Swedia, Bangkok.

Imelda Abarquez dan Zubair Murshed. 2004. Community Based Disaster Management Field Practitioner’s Handbook. Pathumthani, Thailand: Asian Disaster Preparadness Center (ADPC).

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas dan Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana. 2006. Rencana Aksi Nasional (RAN) Pengurangan Resiko Bencana 2006 – 2009. Jakarta: Perum Percetakan Negara RI.

Puji Lestari. 2005. Profil Pemulung Di Desa Sukorejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang Dan Partisipasinya Dalam Menciptakan Kebersihan Lingkungan. Skripsi. Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Gambar

Gambar 1. Alur Proses Community Based Disaster Preparadness. Sumber: Abarquez dan Murshed  (2004)
Tabel 3. Tingkat Pendidikan Dukuh Deliksari

Referensi

Dokumen terkait

Metode dalam penelitian ini adalah menggunakan metode pengembangan berbasis penelitian ( research-based development ) oleh Brog dan Gall dengan urutan sebagai

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemampuan masyarakat dalam upaya melaksanakan program Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) di Desa Wonolelo dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemampuan masyarakat dalam upaya melaksanakan program Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) di Desa Wonolelo dengan

Akhir yang berjudul “ Pemetaan Risiko Bencana Tanah Longsor Kota Semarang" dapat terselesaikan dengan baik sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana

dan pengurangan risiko bencana. Pelatihan serta pendidikan mengenai kebencanaan sangatlah membantu masyarakat terlebih dapat mengurangi korban yang terjadi, peran

Selain untuk menekan atau mengurangi jumlah korban jiwa, harta dan dampak psikologis akibat bencana, pengurangan risiko bencana dengan membangun kesiapsiagaan juga

Untuk itu model pengembangan pariwisata yang patut diupayakan di Desa Lamalera B adalah pariwisata yang berbasis komunitas Lamalera (Community Based Tourism) atau

Kelurahan Jomblang sendiri terdapat 12 warga yang ikut berpartisipasi dalam peningkatan SDM KSB di tahun 2015 (BPBD 2016). Bencana yang terjadi tidak hanya merusak