• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PENGETAHUAN GURU SEKOLAH DASAR MENGENAI TAHAPAN PERKEMBANGAN ANAK DALAM ASPEK FISIK, KOGNITIF, PSIKOSOSIAL, DAN SEKSUAL DI SD X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN PENGETAHUAN GURU SEKOLAH DASAR MENGENAI TAHAPAN PERKEMBANGAN ANAK DALAM ASPEK FISIK, KOGNITIF, PSIKOSOSIAL, DAN SEKSUAL DI SD X"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

20 GAMBARAN PENGETAHUAN GURU SEKOLAH DASAR MENGENAI

TAHAPAN PERKEMBANGAN ANAK DALAM ASPEK FISIK, KOGNITIF, PSIKOSOSIAL, DAN SEKSUAL DI SD X

Hernilen dan Margaretha Purwanti

Magister Psikologi Profesi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya hernilen@yahoo.com; marg.purwanti@atmajaya.ac.id

Abstrak

Saat ini, pendidikan seksual jarang diberikan di sekolah-sekolah. Salah satu sekolah yang tidak cukup konsisten dengan pemberian pendidikan seksual untuk siswanya adalah SD Swasta X. Keluhan guru di SD Swasta X tidak mengetahui materi yang tepat untuk disampaikan dan belum diatur dalam kurikulum mata pelajaran, padahal guru memiliki peran yang penting dalam perencanaan dan penyampaian program pendidikan seksual bagi siswa. Guru merupakan pihak yang paling mengenal siswa, usia dan tahapan perkembangannya, latar belakang keluarga, dan kebutuhan pembelajaran mereka. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan gambaran pengetahuan guru di sekolah swasta tersebut mengenai tahapan perkembangan anak pada aspek fisik, kognitif, psikososial, dan seksual. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dan wawancara berkelompok kepada guru wali kelas dan mata pelajaran. Hasil penelitian diketahui tingkat pengetahuan guru saat ini berada pada taraf cukup memadai, namun belum merata pada keempat aspek yang diukur. Oleh karenanya guru perlu diberi pembekalan mengenai tahapan perkembangan anak usia sekolah dasar serta mengenai pendidikan seksual yang tepat bagi siswa sekolah dasar.

Kata kunci: pengetahuan guru, tahapan perkembangan anak, usia sekolah dasar, pendidikan seksual

Abstract

Nowadays, just a few elementary schools have sexual education program for their students. One of school that had not a consistent sexual education for their students is SD X. Teachers have difficulties determining the appropriate material, as it is not regulated in the curriculum, whereas teachers have a central role in planning and delivering sexual education program. Teachers, amongst the others in school, know their student best, their age and stage of developments, their families and their learning needs. The purpose of this study is to gain a descriptive review of SD X teachers’ knowledge about children stage of development in physical, cognitive, psychosocial, and sexual aspects. Instrument tools used in this study is questionnaires and group interviews to homeroom and subject teachers. Result from this study is teachers’ knowledge about the children developmental stages currently at quite adequate level, but not been evenly distributed in the four aspects measured. Therefore, teachers need to be given a short training about school age developmental stages and the appropriate sexual education program for elementary school.

(2)

21 Keywords: teachers’ knowledge, children stage of development, primary school

age, sexual education.

KPAI menetapkan tahun 2013 merupakan tahun darurat kekerasan seksual anak. Berdasarkan pernyataan yang dikeluarkan Erlinda selaku Sekretaris Komisi Perlindungan Anak dalam sebuah artikel yang dipublikasikan dalam website KPAI (Setyawan, 2014), disebutkan bahwa kasus pelecehan seksual terhadap anak semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kasus kekerasan seksual pada anak, seringkali anak menjadi korban, namun tidak jarang anak juga dapat menjadi pelaku kekerasan. Muhammad Ihsan selaku Ketua Divisi Pengawasan KPAI, menyatakan faktor yang menyebabkan tingginya angka kejadian kekerasan seksual pada anak, perilaku seks bebas dan kepemilikian video pornografi pada anak adalah lemahnya pengawasan dari keluarga dan lembaga pendidikan serta kurangnya informasi yang tepat bagi anak mengenai seks (“Pornografi di Kalangan Pelajar”, 2013). Dengan menonton video porno serta kurangnya informasi yang diperoleh, maka anak akan berusaha untuk mencari tahu sendiri. Tidak jarang mereka pun mencoba melakukan tindakan yang dilihat dalam video porno tersebut. Hal ini yang menyebabkan anak menjadi pelaku kekerasan seksual (“KPAI: 2013”, 2013). Sebaliknya, anak yang kurang mendapatkan pendampingan dan informasi yang tepat dapat pula menjadi korban kekerasan seksual. Mereka tidak mendapatkan pendampingan dan pengarahan yang tepat mengenai batasan area privasi dan cara menjaga diri dari perilaku kekerasan seksual yang mengancam.

Pendampingan atau pemberian informasi yang tepat pada anak mengenai seks saat ini masih cenderung kurang. Fentahun, Assefa, Alemseged, dan Ambaw (2012) dalam penelitiannya menemukan adanya kebutuhan untuk memulai pendidikan seksual sejak di sekolah dasar. Dari penelitian yang dilakukan Walker dan Milton (2006) dalam membandingkan peran guru dan orangtua dalam memberikan pendidikan seksual bagi siswa SD di Leeds, Amerika dan Sydney, Australia ditemukan bahwa masih terdapat kendala yang menghambat pelaksanaan pendidikan seksual di sekolah. Berdasarkan temuan dari penelitian tersebut, diketahui faktor penyebabnya antara lain:

1. Faktor budaya dan penerimaan lingkungan sosial

2. Ketidaktahuan mengenai materi pendidikan seksual dan menganggap topik tersebut sebagai hal yang memalukan untuk dibahas

3. Kurangnya kesadaran dan kesulitan melakukan pendekatan yang tepat dalam interaksi antara orang dewasa dan anak

4. Masih dianggap sebagai hal yang tabu dan dikaitkan dengan mitos budaya setempat

5. Belum adanya kerjasama dan integrasi antara orangtua dan pihak sekolah dalam penyampaian dan pengarahan mengenai pendidikan seksual kepada anak

6. Kurangnya pengetahuan dan kapasitas tenaga pengajar atau orangtua dalam menyampaikan hal tersebut kepada anak

(3)

22 Sarlito (dalam Safita, 2013) mendefinisikan pendidikan seksual sebagai sebuah informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar. Persoalan seksualitas ini meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, dan tingkah laku seksual yang sepatutnya dilakukan menurut aturan dan norma yang berlaku di masyarakat. Definisi pendidikan seksual dalam penelitian ini adalah pendidikan yang memberikan informasi mengenai seksualitas secara tepat dan sesuai pada anak yang mencakup pengenalan mengenai anatomi dan fisiologi tubuh, kehamilan dan reproduksi mencakup kesehatan reproduksi serta tanggung jawab dalam reproduksi, serta pubertas dan perkembangan remaja (Fentahun, Assefa, Alemseged & Ambaw, 2012).

Dalam modul yang diterbitkan oleh Department of Education and Early Childhood Development (2011) dijelaskan bahwa pendidikan seksual merupakan materi yang penting disampaikan pada anak usia sekolah dasar. Tujuan dari pendidikan seksual antara lain memberi pengetahuan dan pemahaman yang tepat kepada anak mengenai perkembangan dan masalah seksualitas. Pendidikan seksual juga dapat menjadi salah satu upaya untuk melindungi anak dari bahaya kekerasan seksual. Standar sexual education untuk Eropa yang diterbitkan oleh WHO dan Federal Centre for Health Education (2010), menyebutkan bahwa pendidikan seksual merupakan bagian umum dari sebuah pendidikan dan dapat membawa efek terhadap perkembangan kepribadian seorang anak.

Di Indonesia, materi pendidikan seksual belum banyak diberikan di sekolah, salah satunya adalah SD X. Kendala yang dialami oleh guru di sekolah tersebut adalah ketidaktahuan materi yang sesuai untuk disampaikan pada setiap jenjang. Pendampingan yang dilakukan oleh guru selama ini apabila menghadapi permasalahan siswa, baik secara akademis ataupun perilaku termasuk perilaku seksual, adalah pendampingan secara personal. Guru diharapkan dapat memberikan pendampingan dan pengarahan yang tepat dan sesuai bagi siswa berkaitan dengan pendidikan seksual ataupun persiapan siswa menuju pubertas. Hal ini terkait dengan tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga pengajar yang perlu memiliki sejumlah kompetensi pedagogik seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 mengenai standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru (Republik Indonesia, 2007).

Pendidikan seksual bagi siswa sekolah dasar seringkali muncul dalam percakapan dengan anak mengenai bagian dan fungsi tubuh, bagaimana cara mengajarkan anak untuk merawat, menghormati dan menjaga tubuh mereka, dan ketika orangtua mempersiapkan anak untuk pubertas (“Sex Education”, t. th.). Boonstra (2011) membagi dalam dua kelompok besar pendekatan materi pendidikan seksual yang lebih sesuai disampaikan bagi anak dan remaja. Bagi anak-anak, pendidikan seksual sebaiknya lebih menekankan pada hubungan relasi yang baik antar teman sebaya, terkait aturan norma sosial ataupun kesehatan reproduksi. Pada remaja atau dewasa, pendidikan seksual lebih menekankan pada mendorong mereka untuk dapat mengambil keputusan yang tepat terkait hubungan relasi ataupun pernikahan yang menyangkut hubungan seksual antar pasangan. Oleh karenanya, penting bagi guru untuk memiliki pengetahuan yang tepat mengenai tahapan perkembangan anak agar dapat memberikan

(4)

23 pendampingan yang tepat sesuai dengan kebutuhan perkembangan yang dialami oleh siswa.

Dengan permasalahan yang ada tersebut, maka dilakukanlah penelitian ini yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran pengetahuan guru SD X terhadap ciri perkembangan anak usia 6-9 tahun dan 10-12 tahun dalam aspek fisik, kognitif, psikososial, dan seksual. Ciri perkembangan dalam aspek seksual digunakan secara khusus karena tujuan dari penelitian berkaitan dengan pendidikan seksual. Dasar teori perkembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan tahapan perkembangan yang terjadi pada masa middle childhood dan pra remaja dalam aspek fisik, kognitif, psikososial, dan seksual seperti yang dipaparkan dalam Papalia, Olds, dan Feldman (2004) dan Davies (2011).

Tabel 1: Tahapan Perkembangan Usia 6-9 Tahun dan 10-12 Tahun

Aspek Usia 6-9 tahun Usia 10-12 tahun

Fisik  Pertumbuhan menjadi lebih lambat dibanding usia sebelumnya

 Fisik menjadi lebih kuat

 Kemampuan motorik kasar dan halus berkembang lebih baik

 Mampu mengikuti permainan dengan aturan dan senang melakukan aktivitas yang berkaitan dengan hobi untuk meningkatkan kemampuan

 Pertumbuhan fisik dan perubahan lainnya terjadi sangat cepat dan besar

 Terjadi kematangan reproduksi dan memasuki masa pubertas

 Memiliki ketertarikan pada permainan yang menuntut kemampuan strategi atau taktik

Kognitif  Pemahaman egosentrisme menjadi berkurang.

 Anak mulai untuk berpikir secara konkrit, mendalam dan menyeluruh  Terjadi peningkatan memori dan

kemampuan bahasa

 Dengan peningkatan kemampuan

kognitifnya, anak mulai masuk sekolah formal

 Beberapa anak mulai menunjukkan bakat dan kebutuhan untuk pendidikan khusus

 Mampu memahami sudut pandang orang lain dan menerima perbedaan pendapat

 Kemampuan bahasa dan memori meningkat

 Mampu berpikir secara abstrak dan

penggunaan penalaran ilmiah mulai

semakin berkembang

 Mampu melihat sudut pandang yang berbeda pada situasi yang sama

 Tampak lebih kompeten dan matang dalam berpikir dan bertindak. Pemahaman moral sudah lebih berkembang

Psikososial  Konsep diri mulai berkembang dengan kompleks dan berpengaruh pada self esteem

 Terjadi pergeseran kontrol dari orangtua terhadap anak

 Teman sebaya menjadi bagian penting bagi anak

 Hubungan pertemanan dengan teman sebaya seringkali didasari atas dasar

kesamaan hobi atau kesenangan

aktivitas bersama yang nyata

 Pencarian identitas, termasuk pencarian identitas seksual menjadi hal yang utama  Hubungan dengan orangtua secara umum

terjalin dengan baik

 Nampak lebih mandiri dalam berperilaku, orangtua berperan untuk mengawasi  Kelompok teman sebaya dapat mendorong

perkembangan dan pembentukan konsep diri seorang individu

 Mampu memahami emosi dan perasaan orang lain dan diri sendiri serta melakukan kontrol emosi yang tepat

(5)

24 Selain dari aspek fisik, kognitif, dan psikososial berikut ini akan dibahas pula mengenai tahapan perkembangan seksual yang dialami oleh anak. Perkembangan seksualitas sebenarnya mencakup pula perubahan pada aspek fisik, kognitif, dan psikososial yang secara khusus dikaitkan dengan seksualitas. Perkembangan seksual merupakan suatu hal yang alami dan dapat terjadi pada segala usia termasuk anak-anak (Department of Education and Early Childhood Development, 2011). Dalam modul yang dikeluarkan oleh Department of Education and Early Childhood Development (2011) di Melbourne yang berjudul ‘Catching on Early’ dijelaskan mengenai tahapan perkembangan seksual pada anak.

Tabel 2: Tahapan Perkembangan Seksual Usia 5-8 Tahun dan 9-12 Tahun

Usia Ciri Perkembangan

6-8 tahun  Pada usia 6 tahun, sebagian besar anak akan menunjukkan ketertarikan mengenai proses pembentukan bayi.

 Memiliki rasa ingin tahu bagaimana sel telur dan sperma dapat bersatu.  Memiliki ketertarikan mengenai kehamilan dan kelahiran.

 Beberapa anak dalam usia ini memiliki kesadaran mengenai hubungan proses pembentukan bayi dan kenikmatan seksual.

 Mulai mengetahui sexuality content dalam media.

 Anak memiliki kesadaran mengenai area privasi tubuh mereka dan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan di area umum.

 Kesadaran akan peran dan aturan gender mulai berkembang

 Beberapa anak perempuan, pada usia 8 tahun menunjukkan tanda pubertas dan beberapa di antaranya akan mulai mengalami menstruasi.

 Pada usia 8 tahun, anak mulai memiliki pemahaman dasar mengenai proses reproduksi manusia termasuk peran hubungan seksual.

9-12 tahun  Anak mengalami perkembangan tubuh dan perubahan saat berada di sekolah dasar. Seluruh siswa memiliki kebutuhan akan informasi mengenai pubertas sebelum hal tersebut terjadi.

 Beberapa anak akan merasa cemas terhadap pubertas. Diperlukan adanya informasi yang sederhana bahwa hal tersebut normal terjadi.

 Ketertarikan anak pada seks semakin meningkat. Mereka akan mencari informasi tersebut melalui buku atau berbicara kepada teman mengenai seks.  Mereka akan lebih tertarik dan ingin tahu mengenai seksualitas seperti yang

ditayangkan melalui media, seperti informasi mengenai apa itu ketertarikan seksual, bagaimana seorang pria dan wanita dapat berhubungan satu sama lain dan bagaimana yang disebut sebagai hubungan yang normal.

 Anak akan mulai menunjukkan ketertarikan untuk memiliki pacar

 Beberapa anak merasa senang dengan status sosial memiliki pacar dan penting untuk mempertimbangkan hubungan relasi yang baik.

 Beberapa anak akan memiliki ketertarikan untuk menunjukkan sisi feminim dalam berpakaian.

 Hubungan pertemanan menjadi hal yang sangat penting dan anak membutuhkan kemampuan untuk mempertahankan suatu hubungan pertemanan.

METODE

Penelitian ini bersifat deskriptif untuk mendapatkan gambaran pengetahuan guru SD X mengenai tahapan perkembangan anak usia sekolah dasar

(6)

25 dalam aspek fisik, kognitif, psikososial, dan seksual. Penelitian dilakukan dengan metode pengumpulan data secara kuantitatif dan kualitatif.

a. Pengumpulan data kuantitatif

Partisipan dalam penelitian ini adalah guru wali kelas SD X mulai dari kelas 1 sampai kelas 6 serta guru mata pelajaran Olah Raga dan Agama. Teknik pemilihan responden dalam penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu berdasarkan pertimbangan keterkaitan guru tersebut dalam mengajarkan atau memberikan pendampingan pada siswa dalam materi pendidikan seksual. Jumlah partisipan yang terlibat dalam pengisian kuesioner sebanyak 16 orang, yang terdiri dari 14 orang guru wali kelas 1-6, 1 orang guru mata pelajaran Agama, dan 1 orang guru mata pelajaran Olah Raga.

Instrumen kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang disusun berdasarkan teori perkembangan anak pada tahap middle childhood dan early adolescence dalam aspek fisik, kognitif dan psikososial (Papalia, Olds, & Feldman, 2004 ; Davies, 2011) serta tahapan perkembangan seksual yang diadaptasi oleh Department of Education and Early Childhood Development dari Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada (2011). Kuesioner terbagi dalam dua bagian. Bagian pertama berisi pernyataan terkait ciri tahapan perkembangan anak usia 6-9 tahun dan 10-12 tahun. Terdapat masing-masing 10 pernyataan ciri tahap perkembangan yang mencakup aspek fisik, kognitif dan psikososial untuk kedua kategori usia tersebut. Skor total yang dapat diperoleh dari masing-masing kategori usia adalah 10. Setiap nomor soal terdiri dari sepasang pernyataan. Guru diminta untuk memberi tanda centang (V) pada pernyataan yang sesuai menggambarkan tahapan perkembangan pada anak usia tersebut.

Bagian kedua kuesioner berisi pernyataan-pernyataan mengenai tahapan perkembangan anak usia 6-8 tahun dan 9-12 tahun pada aspek seksual. Pada bagian ini, terdapat 5 pernyataan benar ciri tahap perkembangan anak dalam aspek seksual dan 5 pernyataan yang salah untuk setiap kategori usia. Skor total yang dapat diperoleh dari masing-masing kategori usia adalah 5. Guru diminta untuk memberikan tanda centang (V) pada pernyataan-pernyataan yang menurut mereka sesuai menggambarkan perkembangan anak pada usia pada aspek seksual.

Skor yang diperoleh dari kuesioner tersebut akan dihitung dengan metode statistik deskriptif. Setelah itu, skor yang diperoleh oleh masing-masing guru akan dikategorikan dalam tiga kategori yaitu belum memadai, cukup memadai, dan memadai. Pengkategorian ini dilakukan berdasarkan skor rata-rata kelompok (mean) +/- 1 SD.

b. Pengumpulan data kualitatif

Pemilihan partisipan dalam wawancara kelompok dilakukan secara purposive sampling yaitu dengan mempertimbangkan skor yang diperoleh dalam kuesioner, lama mengajar, dan variasi jenis kelamin. Alasan penggunaan metode ini adalah untuk mendapatkan data yang paling sesuai dengan tujuan penelitian (Kumar, 1999). Partisipan wawancara kelompok dibagi ke dalam dua kelompok berdasarkan pembagian kelas 1-3 dan 4-6 yang masing-masing berjumlah 5 orang guru. Alat ukur kualitatif yang digunakan

(7)

26 dalam penelitian ini berupa panduan wawancara. Pertanyaan yang diajukan dalam wawancara adalah menggali pengetahuan guru mengenai ciri tahapan perkembangan anak usia 6-9 tahun dan 10-12 tahun dalam aspek fisik, kognitif, dan psikososial serta ciri perkembangan anak usia 6-8 tahun dan 9-12 tahun dalam aspek seksual.

Data kualitatif yang diperoleh dari proses wawancara kelompok dianalisa dengan menggunakan metode coding. Kedua data yang diperoleh tersebut digunakan untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai tingkat pengetahuan guru.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil perhitungan statistik deskriptif yang diperoleh dari kuesioner dengan jumlah partisipan sebanyak 16 orang diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3: Hasil Kuesioner

Ciri Perkembangan Usia 6-9 tahun Ciri Perkembangan Usia 10-12 tahun Ciri perkembangan aspek seksual Mean 5.50 5.94 5.06 Standar Deviasi 1.592 2.081 1.526

Kurang Memadai 3 orang (19%) 3 orang (19%) 6 orang (38%)

Memadai 8 orang (50%) 8 orang (50%) 8 orang (50%)

Baik / Memadai 5 orang (31%) 5 orang (31%) 2 orang (13%) Dari hasil wawancara yang dilakukan bersama dengan 2 kelompok, ditemukan bahwa pengetahuan guru yang paling memadai adalah pada ciri perkembangan aspek fisik anak usia 10-12 tahun dan aspek kognitif di kedua kategori usia. Hasil ini diperkirakan muncul karena sebagai guru yang memiliki tugas mengajar pada siswa setiap harinya, tampak lebih memahami perkembangan siswa dalam aspek kognitif untuk membantu proses pembelajaran yang terjadi. Selain itu, pengamatan (observasi) yang dilakukan juga membuat guru lebih mengenali perkembangan pada siswa yang terjadi pada aspek fisik karena perkembangan fisik pada anak usia 10-12 tahun tampak begitu mencolok sehingga lebih mudah diketahui. Pengetahuan yang dimiliki guru saat ini dalam aspek psikososial dan seksual saat ini nampak belum optimal, terlihat dari jawaban yang diberikan cenderung terbatas pada hubungan relasi.

Kesimpulan lain yang diperoleh adalah mayoritas guru menggunakan pengalaman mengajar dan interaksi langsung sehari-hari dengan siswa sebagai cara untuk mengetahui dan memahami karakteristik perkembangan anak. Hal ini muncul dari pernyataan sebagian besar guru yaitu mereka lebih banyak belajar dari praktik langsung dibandingkan dari teori yang dipelajari saat kuliah. Perbedaan latar belakang pendidikan dan lama mengajar tidak menjadi faktor penentu tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh guru tersebut.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan juga wawancara kelompok, ditemukan hasil yang cukup konsisten, yaitu tingkat pengetahuan yang dimiliki guru mengenai ciri tahapan perkembangan anak usia 6-9 tahun dan 10-12 tahun saat ini cukup memadai. Pengetahuan yang dimiliki guru

(8)

27 saat ini belum optimal pada setiap aspek dan belum semua guru memiliki tingkat pengetahuan yang sama. Pengetahuan yang dimiliki guru masih cenderung terbatas adalah pada aspek seksual. Hal ini nampak dari skor yang diperoleh dalam kuesioner yang paling rendah dan jawaban dalam diskusi yang cenderung terbatas.

Pembahasan

Hasil penelitian ini menjawab permasalahan yang ditemukan di SD X mengenai keluhan dan kendala guru saat ini dalam memberikan pendampingan dan pengarahan kepada siswa terkait pendidikan seksual. Guru merasa kesulitan dalam menyampaikan dan menentukan materi pendidikan seksual yang tepat, karena pengetahuan mereka mengenai tahapan perkembangan anak dalam setiap aspek masih cenderung terbatas. Keterbatasan pengetahuan ini bisa disebabkan karena memang tidak dipelajari atau diperoleh secara spesifik oleh setiap guru dari pendidikan yang dijalani sebelumnya. Hasil penelitian yang ditemui ini nampak serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Walker dan Milton (2006) di Leeds, Amerika dan Sydney, Australia. Dalam penelitian tersebut ditemukan pula salah satu faktor yang menyebabkan pendidikan seksual belum banyak dilakukan di kedua daerah tersebut antara lain karena orangtua dan guru di kedua negara tersebut memiliki ketidaktahuan yang sama dalam pendidikan seksual bagi anak, apa yang harus disampaikan, bagaimana cara menyampaikan, bagaimana pendekatan yang tepat. Selain itu pengalaman menangani permasalahan siswa yang berkaitan dengan seksualitas nampaknya belum banyak ditemui oleh para guru. Dengan demikian, mereka pun kesulitan untuk memberikan pengajaran yang tepat. Sebaliknya ketika pengetahuan yang dimiliki sudah memadai, seperti pada aspek kognitif, maka guru pun mengetahui cara pengajaran dan pendampingan yang tepat diberikan pada anak sesuai rentang usianya.

Pengetahuan yang dimiliki guru ini mengenai ciri perkembangan aspek fisik dan kognitif, perlu juga ditunjang dengan pengetahuan yang memadai dalam aspek psikososial dan seksual yang saat ini masih cenderung terbatas. Mengacu pada materi pendidikan seksual yang diterbitkan oleh National Sexuality Education Standard Core Content and Skills, K-12 (Future of Sex, 2012), salah satunya terdapat materi mengenai identitas diri dan hubungan relasi yang sehat. Oleh karenanya, guru juga perlu memiliki pengetahuan yang memadai mengenai tahapan perkembangan anak pada aspek psikososial agar dapat memahami kebutuhan yang mereka alami dalam tingkatan usianya. Dengan memiliki pengetahuan yang baik, maka diharapkan guru pun dapat mengarahkan siswa dengan lebih tepat dan mendukung pembelajaran pendidikan seksual secara lebih optimal.

Dilihat dari latar belakang pendidikan yang dimiliki, sebagian guru di SD X memiliki latar belakang pendidikan S1 Kependidikan. Menurut Kepala Sekolah, guru dengan latar belakang S1 Kependidikan kurang mendapatkan materi mengenai perkembangan anak usia sekolah dasar pada saat kuliah dibandingkan dengan guru dengan latar belakang S1 PGSD, yang sudah secara khusus disiapkan menjadi pengajar di tingkat SD (komunikasi pribadi, 5 Februari

(9)

28 2015). Oleh karenanya, mereka lebih banyak belajar dari pengalaman menghadapi siswa secara langsung sehingga pengetahuan yang dimiliki belum sepenuhnya optimal. Meski demikian, tidak semua guru dengan latar belakang S1 PGSD juga menunjukkan memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan guru dengan latar belakang S1 Kependidikan. Diakui guru bahwa pengetahuan teoritis saja tidak cukup namun diperlukan juga keterampilan secara praktik dalam mengajar.

Salah satu kekurangan dalam penelitian ini yang disadari adalah penggunaan bahasa teoritis dalam pertanyaan pada kuesioner wawancara cenderung menyulitkan guru dalam menjawab dibanding ketika pengambilan data dilakukan dengan wawancara. Keterbatasan lainnya adalah penggunaan metode wawancara kelompok yang berisiko menimbulkan bias dalam mengukur tingkat pengetahuan guru secara individual. Wawancara kelompok yang dilakukan kurang dapat menggambarkan secara detail tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing guru.

SIMPULAN DAN SARAN

Terdapat dua kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu:

1. Gambaran tingkat pengetahuan mengenai ciri tahapan perkembangan aspek fisik, kognitif, psikososial, dan seksual anak usia 6-12 tahun yang dimiliki oleh guru SD X saat ini berada pada taraf cukup memadai.

2. Pengetahuan yang dimiliki guru masih belum merata pada semua aspek, yaitu sebagai berikut:

a. Pengetahuan guru pada perkembangan anak usia 6-12 tahun pada aspek psikososial dan seksual masih cenderung terbatas.

b. Pengetahuan guru yang paling memadai adalah pada aspek fisik dan kognitif.

Menyadari bahwa penelitian ini masih terdapat beberapa keterbatasan, maka berikut adalah saran yang dapat menjadi pertimbangan untuk penelitian selanjutnya terkait dengan pendidikan seksual antara lain:

1. Dalam penelitian berikutnya, apabila menggunakan pendekatan kuantitatif sebaiknya dapat dibuat alat ukur yang baku sehingga hasilnya dapat lebih diyakini tanpa perlu menggunakan tambahan data kualitatif.

2. Penelitian evaluasi program pendidikan seksual yang sudah dijalani di SD X ataupun apabila belum dijalani dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melakukan evaluasi terhadap kendala dan permasalahan yang dialami oleh pihak sekolah atau guru.

Saran praktis yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah dan guru berdasarkan hasil penelitian ini, antara lain:

1. Pihak sekolah dapat mengadakan pelatihan atau pembekalan kepada para guru secara rutin ataupun bergiliran untuk meningkatkan pengetahuan mereka mengenai tahapan perkembangan anak usia 6-12 tahun serta mengenai pendidikan seksual yang tepat bagi siswa sekolah dasar.

2. Mengundang narasumber atau pakar yang dapat memberikan pengarahan mengenai cara penyampaian pendidikan seksual yang tepat bagi siswa usia sekolah dasar.

(10)

29 3. Guru secara bersama menyusun sebuah modul program pendidikan seksual

yang sesuai untuk diterapkan di SD Tarakanita 4.

DAFTAR PUSTAKA

Boonstra, H. D. (2011). Advancing sexuality education in developing countries: Evidence and implications. [Versi elektronik]. Guttmacher Policy Review, 14(3), 17-23.

Davies, D. (2011). Child development: A practitioner’s guide (3rd edition). London: The Guilford Press.

Department of Education and Early Childhood Development. (2011). Catching on early – Sexuality education for Victorian Primary Schools. Diunduh dari https://www.eduweb.vic.gov.au/edulibrary/public/teachlearn/student/catch ingonearlyres.pdf

Federal Centre for Health Education. (2010). Standards for sexuality education in

Europe. Diunduh dari

http://www.oif.ac.at/fileadmin/OEIF/andere_Publikationen/WHO_BZgA_ Standards.pdf

Fentahun, N., Assefa, T., Alemseged, F., & Ambaw, F. (2012). Parents’ perception, students’ and teachers’ attitude towards school sex education. [Versi elektronik]. Ethiopian Journal of Health Science, 22, 99-106. Future of Sex Education Initiative. (2012). National sexuality education

standards: Core content and skills, K-12 [a special publication of the Journal of School Health]. Diunduh dari http://www.futureofsexeducation.org/documents/josh-fose-standards-web.pdf

Kumar, R. (1999). Research methodology: A step-by-step guide for beginners. London : Sage Publications.

KPAI: 2013, Tahun Darurat Kekerasan Seksual Anak. (2012, 12 Desember). Diunduh dari http://www.voaindonesia.com/content/kpai-tahun-2013-tahun-darurat-kekerasan-seksual-anak/1808764.html

Papalia, D. E., Olds, S. W. & Feldman, R. D. (2004). Human development (9th edition). New York: McGraw-Hill Inc.

Pornografi Di Kalangan Pelajar Mengerikan. (2013, 14 November). Diunduh dari http://www.suarapembaruan.com/home/pornografi-di-kalangan-pelajar-mengerikan/44891

Republik Indonesia. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Safita, R. (2013). Peranan orang tua dalam memberikan pendidikan seksual pada

anak. Edu-Bio, 4, 32-40.

Setyawan, D. (2014, 28 April). Cegah pelecehan seksual anak, KPAI libatkan sekolah. Diunduh dari http://www.kpai.go.id/berita/cegah-pelecehan-seksual-anak-kpai-libatkan-sekolah/

Sex education – primary school children. (t. th.). Diunduh dari www.betterhealth.vic.gov.au

Walker, J. & Milton, J. (2006). Teachers’ and parents’ roles in the sexuality education of primary school children: A comparison of experiences in

(11)

30 Leeds, UK and in Sydney, Australia. [Versi elektronik]. Sex Education, 6, 415-428.

Gambar

Tabel 1: Tahapan Perkembangan Usia 6-9 Tahun dan 10-12 Tahun
Tabel 3: Hasil Kuesioner

Referensi

Dokumen terkait

Proses perpindahan kalor yang sama dengan proses perpindahan kalor pada siklus Carnot dapat dicapai pada daerah uap basah dimana perubahan entalpi fluida kerja akan menghasilkan

Dari penyebaran kuesioner bahwa pada variabel pengetahuan produk, tanggapan responden tertinggi terdapat pada indikator Kp1 yang menyatakan tentang “ Saya merasa

Pada gambar 1 untuk parameter diameter krop setelah dilakukan analisis statistik, menunjukkan bahwa ada pengaruh interaksi antara dosis biofertilizer dan jenis media tanam

Komplikasi yang paling sering terjadi pada kasus herpes zoster adalah timbulnya neuralgia paska herpetika sehingga neuralgia paska herpetika bukan

Masalah pada Toko Bangunan Yudian Majalengka adalah pada sistem pengolahan data penjualan dan pembelian yang masih belum terkomputerisasi atau masih atau masih manual

kepatuhan wajib pajak atas pajak rumah kos. Hal tersebut disebabkan karena pajak rumah kos masih kategori pajak baru, yang mulai diterapkan pada akhir tahun 2013 dan

Pada tugas akhir ini telah dirancang dan direalisasikan sebuah sistem pembangkit listrik mini tenaga sampah yang berfungsi untuk menghasilkan arus listrik yang efisien yang

Dengan metode penghitungan nilai deplesi sumber daya hutan dan nilai degradasi hutan atas dasar nilai pungutan di sektor kehutanan yang dikenakan, terlihat bahwa