DIVERSIFIKASI PATI SAGU (METROXYLON SP) SEBAGAI
BAHAN BAKU MIE DAN MAKARONI SAGU
Sago Starch (Metroxylon sp) Diversification
as a Raw Material for Noodles and Macaroni
Dian Anggraeni, Ade Saepudin, Budiyanto dan Lully N. Prasetyani Pusat Teknologi Agroindustri, TAB - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (Agro-industrial Technology Center, Agro-industrial Technology and Biotechnology – Agency forAssessment and Application of Technology) Jl. M.H. Thamrin No.8 Jakarta Pusat 10340 E-mail: dian.anggraeni@bppt.go.id, dhianggra@yahoo.co.id
ABSTRACT
Sago starch is one of local food materials that can be used in food diversification by making it into popular products, such as noodle and macaroni. Sago starch is used in hope to reduce dependency on imported wheat flour. This research included optimum formulation in making sago noodles and macaroni, processing technology implemented in making sago noodles and macaroni and, products characterization. The method of this study concluded characterization of raw materials, optimum formulation of sago noodles and macaroni, processing technology and, characterization of final products. The results showed that the best noodle sago was the one made from 100 percent sago starch (Metroxylon sp) with starch pre-gelatinization treatment and processed using extruder technology (capacity of 25 kg/day, operated 8 hours/day). The final products had 10 – 14 percent of cooking loss and 8 – 10 minutes of cooking time. The sensory test showed that the textures of both sago noodles and macaroni were already “favored”. However, from color, it was only “a bit favored”.
Keywords: sago noodles and macaroni, extrusion, cooking loss, cooking time
ABSTRAK
Salah satu diversifikasi pangan dari bahan lokal yang dapat dijadikan sebagai produk yang populer dikonsumsi masyarakat seperti mie dan makaroni adalah pati sagu. Penggunaan pati sagu ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor terigu. Kegiatan ini meliputi formulasi optimum pembuatan mie dan makaroni sagu, teknologi proses yang digunakan pada pembuatan mie dan makaroni sagu, serta karakterisasi produk mie dan makaroni sagu. Metode penelitian ini mencakup karakterisasi bahan baku yang digunakan, formulasi optimum mie dan makaroni sagu, teknologi proses pembuatan mie dan makaroni sagu, serta karakterisasi produknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mie sagu yang dihasilkan dari bahan baku pati sagu (Metroxylon sp) 100 persen, dengan perlakuan awal pragelatinisasi pati, dengan teknologi ekstruder (Kapasitar 25 kg/hari, dengan 8 jam kerja/hari). Karakter produk yang dihasilkan berupa cooking loss antara 10-14 persen dan cooking time 8-10 menit. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa tekstur mie dan makaroni sagu sudah disukai namun warna mie dan makaroni sagu masih sebatas agak suka.
Kata kunci: mie dan makaroni sagu, ekstrusi, cooking loss, cooking time
PENDAHULUAN
Permasalahan pangan dalam negeri tidak lepas dari persoalan beras dan terigu. Meski di beberapa wilayah, penduduk masih mengkonsumsi pangan alternatif gaplek, beras jagung, sagu dah ubi jalar, tetapi fakta menunjukkan bahwa terigu lebih adatif dan adoptif dari pada pangan domestik tersebut. Gejala ini bukan saja dari golongan menengah ke atas, tetapi kalangan bawah sudah terbiasa menyantap mie, jajanan, roti atau kue yang berbasis terigu (Sadjad, 2000).
Melalui Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2008 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Sumber Daya Lokal, pemerintah berusaha mengurangi ketergantungan beras melalui program diversifikasi pangan. Di lingkup Kementerian Pertanian, upaya diversifikasi pangan juga sudah dipayungi dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.43 Tahun 2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Daya Lokal.
Diversifikasi atau penganekaragaman pangan tidak saja menguntungkan dari segi gizi, namun juga esensial untuk mewujudkan swasembada dan ketahanan pangan rumah tangga (Suhardjo, 1998). Dengan konsumsi pangan yang beranekaragam dan populer dimasyarakat seperti mie dan makaroni merupakan salah satu cara mengurangi ketergantungan terhadap satu jenis pangan tertentu seperti beras, dapat dicegah dan situasi kerawanan pangan atau kekurangan pangan seperti yang sering dialami saat ini dapat dihindarkan. Untuk itu, perlunya pengembangan potensi lokal seperti sagu (potensi dari Indonesia Timur) sebagai salah satu sumber karbohidrat yang cukup potensial. Namun, penggunaannya secara umum di Indonesia hanya sebatas sebagai bahan baku makanan kudapan (siap santap), yang pemasyarakatannya kurang meluas hanya didaerah tertentu saja.
Komposisi kimia pati sagu sebagian besar terdiri dari karbohidrat, sama halnya dengan tepung terigu, tepung tapioka, dan tepung beras, sehingga tepung sagu memungkinkan digunakan sebagai bahan baku mie dan makaroni, yang dapat diterima dan dikenal masyarakat luas serta bersifat komersil. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mendapatkan formulasi dan proses teknologi mie dan makaroni dari sagu dimulai dari karakter bahan baku sampai dengan karakter produknya.
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan baku utama yang digunakan pada kegiatan ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) dari Riau dan Pandeglang. Alat yang dibutuhkan pada kegiatan ini meliputi steamer, ekstruder, wadah-wadah, dan sebagainya. Serta alat-alat untuk analisa bahan baku (seperti moisture analyzer, brabender unit), analisa cooking properties (cooking time dan cooking loss), dan uji organoleptik.
Kegiatan pengembangan mie dan makaroni sagu meliputi : - Persiapan pati sagu
- Pengujian karakterisasi kimia dan fisik pati sagu (proksimat dan amilografi) - Formulasi pengembangan mie dan makaroni sagu
- Optimalisasi produk mie dan makaroni sagu
- Pengujian produk mie dan makaroni sagu (proksimat dan cooking properties) Untuk lebih jelasnya, desain pengembangan mie sagu digambarkan dengan alur sebagai berikut :
Pembuatan mie dan makaroni dari bahan baku selain gandum (terigu), perlu adanya perlakuan awal yang dapat membantu dalam pencetakan yaitu tahapan pragelatinisasi pati. Tahapan pragelatinisasi pati inilah yang membuat tekstur agak lengket serta membantu dalam pencetakan mie dan makaroni dengan ekstruder. Adapun tahapannya dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Proses Pembuatan Mie/Makaroni Non-Terigu
BAHAN BAKU TEKNOLOGI
PROSES
PRODUK (MIE DAN MAKARONI SAGU) - Pemilihan bahan baku - Karakterisasi bahan baku - Waktu pengukusan - Tahapan lanjut setelah
pencetakan (pengukusan lanjut )
- Waktu pengukusan lanjut - Penghentian pemasakan
- Karakterisasi (cooking loss, cooking time)
- Uji organoleptik - Pengemasan dan saran
penyajian - Analisis finansial
PATI SAGU
Pencampuran Bahan dan Penambahan air
Pragelatinisasi pati
Ekstrusi (Pencetakan mie/makaroni)
Pengeringan/diangin-anginkan
MIE/MAKARONI
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan Baku
Perlu dilakukan analisa bahan baku sebagai acuan dalam formulasi dan proses pengolahan sagu sebagai bahan baku mie dan makaroni. Analisa bahan baku ini meliputi kadar air, dan amilograf.
Tabel 1. Hasil Analisa Kadar Air dengan Moisture Analyzer Ulangan Sampel Berat Sampel
(g) Waktu Pengeringan (menit) Kadar Air (%) Kadar Air rata-rata (%) 1 Pati sagu Pandeglang 5,005 6,8 12,54 12,58 2 5,002 7,1 12,63 1 Pati sagu Riau 5,006 6,9 12,47 12,44 2 5,005 7,3 12,41
Dari tabel diatas, terlihat bahwa kadar air sagu Riau lebih kecil dibandingkan dengan sagu dari Pandeglang. Hal tersebut dikarenakan perbedaan agroklimat yang menyebabkan perbedaan karakternya. Kedua jenis sagu memiliki kadar air dibawah SNI yaitu 13 persen. Semakin kecil kadar air pati sagu, semakin mudah cara penyimpanannya dan lebih tahan lama.
Tabel 2. Parameter Pengukuran Amilograf
Parameter Pati sagu Riau Pati sagu Pandeglang
Berat sampel (g) 80 80
Kec.pemanasan (0C/min) 1.5 1.5
Suhu awal (0C) 30.0 30.0
Suhu akhir (0C) 7.0 9.0
Temperatur awal gelatinisasi (0C) 70.8 70.8
Viskositas awal gelatinisasi(BU) 13 16
Temperatur gelatinisasi maksimum (0C) 75.9 76
Viskositas gelatinisasi maksimum (BU) 4144 4114
Kurva amilograf sagu Riau dan sagu Pandeglang memiliki bentuk kurva yang sama, yang artinya bahwa tidak ada perbedaan sifat gelatinisasi pati sagu Riau ataupun Pandeglang.
Gambar 2. Kurva Amilograf Sagu Riau dan Pandeglang
Teknologi Proses
Pada penelitian pendahuluan, proses pembuatan mie sagu yang terbaik dari segi hasilnya produkya, bisa dibentuk menjadi untaian mie dengan tidak ada bercak putih dan tidak saling menempel. Yaitu dengan proses penambahan air 20 persen, pada proses itu pembuatan masih menggunakan metode rebus dan adonan dibuat bola-bola. Dari hasil tersebut masih dihasilkan cooking loss yang sangat tinggi yaitu diatas 20 persen, sedangkan jenis-jenis mie yang sudah ada dipasaran saat ini nilai cooking loss yang tertinggi 7 persen.
Pada kegiatan ini akan dilakukan merubah proses pragelatinisasi dari perebusan menjadi pengukusan untuk mengefisiensi pekerjaan. Pati yang tergelatinisasi akan berperan pada proses pembentukan untaian mie. Karena proses kegiatan yang lalu masih menghasilkan mie dengan cooking loss tinggi maka dilakukan proses pengukusan lanjut guna menurunkan nilai cooking loss mendekati nilai yang di punya mie konvensional. Pengukusan lanjut adalan proses penyempurnaan gelatinisasi pati sagu yang diharapkan dapat menurunkan nilai cooking loss.
Produk Mie dan Makaroni Sagu
Produk mie dan makaroni dilakukan karakter produk agar diketahui kandungan gizi produk tersebut dari hasil analisa proksimatnya serta perlu dilakukan analisa cooking properties untuk mengetahui waktu pemasakan yang tepat serta seberapa banyak padatan yang lepas saat pemasakan.
Hasil analisa proksimat diatas menunjukkan bahwa kadar air mie sagu sudah rendah (dibawah 15%), artinya daya simpan mie ini akan lama. Selain itu, dengan kandungan lemak dan protein yang rendah pula sehingga umur simpan produk lama, tidak perlu khawatir akan berkutu ataupun tengik.
Tabel 3. Data Analisa Proksimat Mie Sagu
Parameter Satuan Hasil Metoda Uji/Teknik
Air % 11,0 SNI.01-2891-1992, butir 5.1
Abu % 1,29 SNI.01-2891-1992, butir 6.1
Protein (N x 6,25) % 0,08 SNI.01-2891-1992, butir 7.1
Lemak % 0,64 SNI.01-2891-1992, butir 8.2
Karbohidrat % 87,0 Pengurangan
Energy Kal/100gram 354 Perhitungan
Tabel 4. Data Cooking Loss Produk Mie Sagu Tanpa Kukus Lanjut dan Dengan Kukus Lanjut
Kode sampel cooking
time Ulangan berat sampel berat wadah berat wadah +sampel kadar air cooking loss rataan Tanpa KL 9 1 10,1143 125,3039 127,2487 10,84 21,56 21,07 2 10,0252 93,0885 94,928 10,84 20,57 KL 15 menit 9 1 10,0582 93,164 94,5126 11,38 15,12 11,38 2 10,0444 107,5043 108,5042 11,38 11,23 KL 20 menit 10 1 10,0535 125,3708 126,1585 11,92 8,89 11,92 2 10,0265 93,1089 94,5058 11,92 15,81 KL 25 menit 10 1 10,0456 92,8937 93,8767 10,81 10,97 10,81 2 10,01 107,2419 108,1337 10,81 9,98
Proses kukus lanjut meningkatkan gelatinisasi pati sehingga mampu mengurangi nilai cooking loss (kehilangan padatan akibat pemasakan). Semakin kecil nilai cooking loss semakin efisien saat pemasakan. Nilai Cooking Loss (CL) mie dengan perlakuan pendinginan diangin-anginkan lebih rendah daripada perlakuan direndam air. Hal tersebut dikarenakan pendinginan yang bertahap mampu menyempurnakan struktur gel dalam mie menjadi sempurna sehingga mengurangi cooking loss. Nilai cooking loss mie sagu sudah memenuhi kadar cooking loss mie yang ada di pasaran (Indomie) yaitu sekitar 5,56 persen. Hasil cooking loss ini sudah baik, karena komposisi mie nya tidak menggunakan bahan kimia.
Uji Organoleptik
Tabel 5. Hasil Uji Organoleptik
Sampel Warna Texture Kekenyalan Rata-rata
A 3,64 3,50 3,79 3,64
B 3,50 3,57 4,21 3,76
C 3,86 3,86 4,00 3,90
D 3,57 3,38 3,57 3,51
Data orlep yang diperoleh panelis lebih menyukai proses mie yang dikukus lanjut 25 menit dengan perlakuan lanjut direndam air, dan warna yang lebih enak dilihat, tektur dan kekenyalannya juga lebih bisa diterima dari sampel yang lain.
Gambar 3. Foto mie dan makaroni sagu
KESIMPULAN
Kegiatan ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
Mie dan makaroni sagu merupakan hasil diversifikasi produk pati sagu yang perlu dikembangkan sebagai pangan lokal (terutama Indonesia Timur). Mie dan makaroni sagu juga baik dikonsumsi karena memiliki resistant starch (RS) 3-4 kali dibandingkan mie terigu, sehingga baik untuk kesehatan terutama usus. Karakter produknya dengan cooking loss 10-14 persen dan cooking time 8-10 menit. Hasil uji organoleptik produk, bahwa tekstur mie dan makaroni sagu sudah disukai panelis, namun warna mie dan makaroni sagu hanya sebatas agak suka.
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. SNI 01-2891-1992 Cara Uji Makanan dan Minuman. 1992.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. SNI 3729-2008 Tepung Sagu. 2008.
AACC. Approved Methods of the American Association of Cereal Chemists. AACC. St Paul. 1995. dalam Yalcin S, Basman A. Quality Characteristics of Corn Noodles Containing Gelatinized Starch, Transglutaminase, and Gum. J. Food Quality 31 (2008): 465-479. Andarwulan, N., F. Kusnandar, dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat,
Jakarta.
Astawan, Made. 2002. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta. Buku Instruksi Alat Uji Amilograf Brabender OHG.
Haryanto, B. Dan P. Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius, Yogyakarta. Instruksi Manual Alat Moisture Analyzer. A&D Company.
Kartika, B., P. Hastuti, dan W. Suapartono. 1998. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Sadjad, S. 2000. Kasus Bahan Pangan Sumber Karbohidrat. Kompas, 28 Juni 2000. Jakarta.
Suhardjo. 1998. Diversifikasi Sebagai Startegis. Harian Kompas, Jumat 23 Oktober, hal.4. Jakarta.
SNI Tepung Sagu no: 01-3729-1995. ICS 67.080.01
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta.
Wurzburg, O.B. 1989. Modified Starches : Properties and Uses. CRC Press. Inc., Boca raton, Florida.