• Tidak ada hasil yang ditemukan

Facebook

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Facebook"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa karena atas izin dan rahmat-Nya Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012 dapat diselesaikan.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 merupakan laporan pertanggungjawaban kinerja instansi pemerintah kepada instansi yang lebih tinggi dan kepada masyarakat. Dokumen ini juga merupakan dokumen penting dalam siklus perencanaan sebagai umpan balik unt uk masukan tahun berikutnya. Diharapkan dapat membantu penyusunan rencana strategik dan rencana kinerja serta pelaksanaan pengukuran kinerja. Dokumen ini menjadi penting karena merupakan data terpadu antara kinerja anggaran yang mendukungnya, antara sasaran dan keluaran yang dicapai, sehingga dapat menjadi instrumen untuk menilai efektifitas dan efisiensi, dan produktifitas instansi.

LAK ini telah disusun dengan cermat, tepat dan terukur melibatkan semua unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan serta selalu berkoordinasi dengan Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan. Penyusunan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat sebagai penunjang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketent uan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Melalui LAK Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2011, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melaporkan kinerjanya yang diukur dari pencapaian kinerja misi, sasaran, program, dan kegiatan yang dilakukan pada tahun 2012, sesuai yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 dan Penetapan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehat an Tahun 2012.

(3)

Kiranya laporan ini bermanfaat sebagai bahan evaluasi bagi para pelaksana program/ kegiatan untuk menjadi lebih baik dalam merealisasikan seluruh program/ kegiatan pada tahun berikutnya.

Demikian laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Tahun 2012, mudah-mudahan dapat bermanfaat dalam perkembangan pembangunan kesehatan di I ndonesia.

Jakarta, 8 Februari 2013 DI REKTUR JENDERAL,

Dra. Maura Linda Sitanggang Ph.d

(4)

DAFTAR I SI

Kata Pengantar i

I khtisar Eksekutif iii

Daftar I si iv

Daftar Tabel vi

Daftar Grafik vii

Daftar Gambar viii

Daftar Lampiran ix

BAB I PENDAHULUAN 1

A Latar Belakang 1

B Tujuan 2

C Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi 2

D Sistematika 3

BAB I I PERENCANAAN DAN PERJANJI AN KI NERJA 4

A Perencanaan Kinerja 4

1. Visi 4

2. Misi 4

3. Tujuan 4

4. Nilai-Nilai 5

5. Sasaran, Program, I ndikator dan Luaran 5

6. Kebijakan dan Strategi 8

B Perjanjian Kinerja 9

BAB I I I AKUNTABI LI TAS KI NERJA 11

A Pengukuran Kinerja 11

B Analisis Akuntabilitas Kinerja 12

C Sumber Daya 42

1. Sumber Daya Manusia 42

2. Sumber Daya Anggaran 43

(5)

I KHTI SAR EKSEKUTI F

Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 merupakan wujud akuntabilitas pencapaian kinerja dari pelaksanaan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 dan Rencana Kinerja Tahunan 2012 yang telah ditetapkan melalui Penetapan Kinerja Tahun 2012. Penyusunan LAK Direkt orat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 ini pada hakekatnya merupakan kewajiban dan upaya unt uk memberikan penjelasan mengenai akuntabilitas terhadap kinerja yang telah dilakukan selama tahun 2012.

Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pembangunan kesehatan, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik I ndonesia Nomor 021/ Menkes/ SK/ I / 2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014, Direkt orat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melaksanakan 1 (satu) program dari 9 (sembilan) program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 yaitu Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Program kefarmasian dan alat kesehatan mempunyai sasaran hasil program meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat dengan I ndikator KinerjaUt amaPersentase Ketersediaan Obat dan Vaksin.

Pencapaian kinerja ”Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin” tahun 2012 telah terealisasi 92,85% dari target yang telah ditetapkan sebesar 90% , atau tercapai sebesar 103,17% . Obat dan vaksin yang dipantau adalah obat dan vaksin yang digunakan untuk pelayanan kesehatan dasar termasuk obat program kesehatan sesuai dengan pola penyakit di pelayanan kesehatan dasar. Data ketersediaan obat dan vaksin di I nstalasi Farmasi Kabupaten/ Kota diambil sebagai gambaran ketersediaan obat di pelayanan kesehatan dasar. Berbagai upaya yang telah dilakukan dalam memenuhi ketersediaan obat dan vaksin:

- Penyediaan alokasi dana obat dan vaksin baik di Pusat maupun Daerah

- Penyediaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan

- Advokasi kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota untuk peningkatan alokasi anggaran obat.

- Monitoring dan evaluasi ket ersediaan obat serta harga obat melalui e-logistic - Bimbingan teknis pengelolaan obat

(6)

Untuk mencapai indikator t ersebut diatas, alokasi yang dibutuhkan sebesar Rp 1.694.527.216.000 (satu triliyun enam ratus sembilan puluh empat juta lima ratus dua puluh t ujuh ribu dua ratus enam belas ribu rupiah) dengan realisasi sebesar Rp 1.538.272.479.940 (satu triliyun lima ratus tiga puluh delapan juta dua ratus tujuh puluh dua juta empat ratus tujuh puluh sembilan ribu sembilan ratus empat puluh rupiah) dengan persentase sebesar 90,78% . Adapun kegiatan yang mendukung pencapaian indikator kinerja tersebut diatas adalah:

1. Peningkatan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

2. Peningkatan Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)

3. Peningkatan Pelayanan Kefarmasian

4. Peningkatan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Sasaran, I ndikator Kinerja dan Target Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2010-2014

6

Tabel 2 Target Perjanjian Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012

10

Tabel 3 Target dan Realisasi I ndikator Kinerja Utama Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012

12

Tabel 4 Capaian I ndikator Kinerja Persentase Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tahun 2012

16

Tabel 5 Capaian I ndikator Kinerja Persentase I nstalasi Farmasi Kab/ Kota Sesuai Standar Tahun 2012

18

Tabel 6 Capaian I ndikator Kinerja Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar Memenuhi Persyaratan Keamanan, Mut u dan Manfaat Tahun 2012

20

Tabel 7 Capaian I ndikator Kinerja Persentase Sarana Produksi Alkes dan PKRT yang Memenuhi Persyaratan cara Produksi yang Baik Tahun 2012

22

Tabel 8 Capaian I ndikator Kinerja Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Memenuhi Persyaratan Dist ribusi Tahun 2012

24

Tabel 9 Capaian I ndikator Kinerja Persentase I nstalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2012

26

Tabel 10 Capaian I ndikator Kinerja Persentase Puskesmas Perawatan yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2012

29

Tabel 11 Capaian I ndikator Kinerja Persentase Penggunaan Obat Rasional di sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah Tahun 2012

31

Tabel 12 Capaian I ndikator Kinerja Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional yang di Produksi di dalam Negeri Tahun 2012

33

Tabel 13 Capaian I ndikator Kinerja Jumlah Standar Produk Kefarmasian yang disusun Dalam Rangka Pembinaan Produksi dan Distribusi Tahun 2012

35

Tabel 14 Capaian I ndikator Persentase Dokumen Anggaran yang diselesaikan Tahun 2012

36

Tabel 15 Capaian I ndikator Persentase Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Program Kefarmasian di daerah dalam rangka Dekonsentrasi

Tahun 2012

38

Tabel 16 Capaian I ndikator Kinerja Jumlah Rancangan Regulasi yang disusun Tahun 2012

40

Tabel 17 Jumlah Pegawai Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012

41

Tabel 18 Laporan Realisasi Anggaran Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012

43

Tabel 19 Laporan Realisasi Anggaran Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012

(8)

DAFTAR GRAFI K

Grafik 1 Persentase Ketersediaan Obat dan vaksin Tahun 2012 13 Grafik 2 Perbandingan Target dan Realisasi Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin

Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

14

Grafik 3 Perbandingan Persentase Penggunaan Obat Generik di fasilitas Pelayanan Kesehatan Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

17

Grafik 4 Perbandingan Persentase I nstalasi Farmasi Kab/ Kota Sesuai Standar Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

19

Grafik 5 Perbandingan Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar Memenuhi Persyaratan Kemanan, Mut u dan Manfaat Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

21

Grafik 6 Perbandingan Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar

Memenuhi Persyaratan Kemanan, Mut u dan Manfaat Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

23

Grafik 7 Perbandingan Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Memenuhi Persyaratan Distribusi Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

25

Grafik 8 Perbandingan I nstalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerint ah yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

27

Grafik 9 Perbandingan Puskesmas Perawatan yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

29

Grafik 10 Perbandingan Penggunaan Obat Rasional di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah Tahun 2010-2012 dan Target Renst ra

31

Grafik 11 Perbandingan Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisonal Produksi di Dalam Negeri Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

33

Grafik 12 Perbandingan Jumlah Standar Produk Kefarmasian yang disusun Dalam Rangka Pembinaan Produksi dan Distribusi Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

35

Grafik 13 Perbandingan Persentase Dokumen Anggaran yang diselesaikan Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

37

Grafik 14 Perbandingan Persentase Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Program Kefarmasian di daerah dalam rangka Dekonsentrasi

Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

39

Grafik 15 Perbandingan Jumlah Rancangan Regulasi yang disusun Tahun 2011-2012 dan Target Renstra

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Penandatangangan Penetapan Kinerja Eselon I I dengan Eselon I di Lingkungan Dit jen Binfar dan Alkes Tahun 2012

10

Gambar 2 I nstalasi Farmasi Kabupaten Toraja Utara 18 Gambar 3 Launching e-regalkes (syst em registrasi online alat kesehatan & PKRT) dan

SSO (Single Sign On)

21

(10)

DAFTAR LAMPI RAN

Lampiran I Formulir Rencana Kinerja Tahunan 48

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemerintahan dapat berjalan dengan baik apabila menjalankan sistem manajemen organisasi yang baik yaitu meliputi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan kinerja. Sistem manajemen ini telah diatur sebagai satu kesatuan dari sub-sub sistem yang saling mendukung dan mempengaruhi. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) akan mendorong dan mengatur tata kelola seluruh unit kerja yang ada sehingga secara koordinatif dan sinergis bergerak menuju pencapaian visi dan misi organisasi. Muara dari sistem ini adalah pelaporan akuntabilitas kinerja yang menguraikan seluruh perjalanan sub-sub sistem secara berkesinambungan.

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Salah satu upaya dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, yaitu dengan tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan yang terjamin aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu; dan khusus untuk obat dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya.

Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, mewajibkan setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaan sumberdaya, pelaksanaan kebijakan, dan program dengan menyusun laporan akuntabilitas melalui proses penyusunan rencana stratejik, rencana kinerja, dan pengukuran kinerja. Laporan Akuntabilitas Kinerja disusun dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pernerintahan yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggungjawab, untuk mengetahui kemampuannya dalam pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi.

(12)

Sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam pelaksanaan tugas, maka Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan pada setiap tahunnya menyampaikan Laporan Akuntabilitas Kinerja kepada Menteri Kesehatan. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tersebut merujuk pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 dan Penetapan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012.

B. TUJUAN

Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban dalam menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan program/kegiatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 dan Dokumen Penetapan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012.

C. TUGAS POKOK, FUNGSI DAN SUSUNAN ORGANISASI

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.

Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi :

a. perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; b. pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;

c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;

d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan

e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Susunan Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas : a. Sekretariat Direktorat Jenderal

b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

(13)

D.

SISTEMATIKA

Pada dasarnya laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012 ini menjelaskan pencapaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan selama tahun 2012. Pencapaian kinerja tersebut dibandingkan dengan perjanjian kinerja (penetapan kinerja) sebagai tolak ukur keberhasilan organisasi. Sistematika penyajian Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah sebagai berikut:

Ikhtisar Eksekutif

Bab I – Pendahuluan, menjelaskan gambaran umum Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dan sekilas pengantar lainnya.

Bab II – Perencanaan dan Perjanjian Kinerja, menjelaskan beberapa hal penting dalam perencanaan dan perjanjian kinerja (dokumen penetapan kinerja).

Bab III – Akuntabilitas Kinerja, menjelaskan pencapaian sasaran-sasaran Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan pengungkapan dan penyajian dari hasil pengukuran kinerja.

Bab IV – Penutup, menjelaskan kesimpulan atas laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012.

(14)

BAB II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

A. PERENCANAAN KINERJA

Perencanaan kinerja merupakan proses penjabaran lebih lanjut dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam rencana strategis (renstra) yang mencakup periode tahunan. Rencana kinerja menggambarkan kegiatan tahunan yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan indikator kinerja beserta target-targetnya berdasarkan program, kebijakan, dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana strategis. Perencanaan Kinerja disusun sebagai pedoman bagi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi secara sistematis, terarah dan terpadu.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, sebagai salah satu pelaku pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan telah menyusun Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014, yaitu dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 021/Menkes/SK/I/2011.

1. VISI

Visi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengacu pada Visi Kementerian Kesehatan 2010-2014, yaitu:

“MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN”

2. MISI

Misi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengacu pada Misi Kementerian Kesehatan 2010-2014, yaitu:

a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.

b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.

c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

3. TUJUAN

(15)

4. NILAI-NILAI

Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menganut dan menjunjung nilai-nilai yang telah dirumuskan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 yaitu:

a. Pro Rakyat b. Inklusif c. Responsif d. Efektif e. Bersih

5. SASARAN, PROGRAM, INDIKATOR DAN LUARAN

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 021/Menkes/SK/I/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melaksanakan 1 (satu) program dari 9 (sembilan) program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010 – 2014 yaitu :

Sasaran merupakan hasil yang akan dicapai secara nyata oleh Sasaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam rumusan yang lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu 1 (satu) tahun. Dalam rangka mencapai sasaran, perlu ditinjau indikator Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah ditetapkan. Sasaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah sebagai berikut:

Sesuai dengan dokumen Rencana Strategis Kementerian Kesehatan dan Penetapan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, telah ditetapkan satu indikator kinerja utama dalam mencapai sasaran hasil program, yaitu:

Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin

(16)

Tabel 1

Sasaran, Indikator Kinerja dan Target Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2010-2014

a.Pengertian

1) Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sisitem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasespsi untuk manusia.

2) Vaksin adalah sediaan yang mengandung zat antigenik yang mampu menimbulkan kekebalan aktif dan khas pada manusia.

b.Definisi Operasional

Persentase tersedianya obat dan vaksin selama 18 bulan (12 bulan kebutuhan, 3 bulan cadangan/buffer stock, 3 bulan lead time pengadaan) bagi pelayanan kesehatan dasar di sarana pelayanan kesehatan pemerintah.

c.Cara perhitungan/rumus

1) Rumus

Catatan :

Jumlah obat dan vaksin yang tersedia adalah : Sisa stok + total penggunaan selama periode tertentu

Sisa stok adalah jumlah fisik obat dan vaksin di akhir periode tertentu Total penggunaan dihitung kumulatif dari Januari tahun tersebut

Kebutuhan adalah persediaan ideal selama satu tahun dengan perhitungan pemakaian rata-rata per bulan tahun sebelumnya x 18 bulan (12 bulan kebutuhan 1 tahun, 3 bulan cadangan/buffer stock mengantisipasi kenaikan penggunaan, 3 bulan lead time

(17)

2) Pembilang

Jumlah obat dan vaksin yang tersedia

3) Penyebut

Kebutuhan

4) Ukuran

Persentase (%)

5) Contoh Perhitungan

Misal:

Pemakaian rata-rata per bulan parasetamol tablet 500 mg tahun 2011 Kabupaten A 100 (maka kebutuhan selama tahun 2012 adalah 18 x 100 = 1.800)

Pemakaian selama TW I = 300, TW II= 270, TW III = 315 dan TW = IV 350. Pada akhir TW I, II,III dan IV berturut-turut sisa stok 250, 90, 200 dan 400

a) Tingkat ketersedian Parasetamol dihitung dengan menggunakan rumus berikut : A = TW I

B = TW II

C = TW III

D = TW IV

(18)

d.Sumber data

1) Laporan Ketersediaan Obat dan Vaksin dari Kab/Kota/Provinsi, yang dikirimkan ke Pusat setiap triwulan

2) Hasil monitoring/bimbingan teknis

e.Langkah kegiatan

1) Pengumpulan data kebutuhan, stok terakhir, dan pemakaian rata-rata obat perbulan di provinsi/kabupaten/kota;

2) Penyusunana rencana kebutuhan obat nasional dengan melibatkan penanggung jawab Program Pusat, Seksi Farmasi/Seksi yang bertanggung jawab di bidang kefarmasian, dan penanggung jawab program di dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota;

3) Pengadaan obat dan vaksin sesuai dengan perencanaan kebutuhan masing-masing provinsi/kabupaten/kota dan mempertimbangkan sisa stok obat dan vaksin yang masih dapat dipakai;

4) Evaluasi persentase ketersediaan obat dan vaksin.

Dalam mencapai indikator tersebut di atas, didukung oleh beberapa kegiatan dengan menghasilkan luaran sebagai berikut:

1. Meningkatnya ketersediaan Obat Esensial Generik di Sarana Pelayanan Kesehatan

2. Meningkatnya mutu dan keamanan alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT).

3. Meningkatnya penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian yang berkualitas untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal.

4. Meningkatnya produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu sarana produksi dan distribusi kefarmasian.

5. Meningkatnya kualitas produksi dan distribusi kefarmasian.

6. Meningkatnya produksi bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri.

7. Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

6. KEBIJAKAN DAN STRATEGI

(19)

ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta

menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan makanan”, yaitu dengan menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dilakukan melalui peningkatan akses obat bagi masyarakat luas serta pemberian dukungan untuk pengembangan industri farmasi di dalam negeri sebagai upaya kemandirian di bidang kefarmasian; penggunaan obat yang rasional dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu; menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET), utamanya pada Obat Esensial Generik untuk pengendalian harga obat; meningkatkan pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk mengembangkan industri obat herbal Indonesia; memantapkan kelembagaan dan meningkatkan koordinasi dalam pengawasan terhadap sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan untuk menjamin keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu dalam rangka perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat.

Fokus:

a. Mendorong upaya pembuatan obat dan produk farmasi lain yang terjangkau dengan tanpa mengabaikan masalah kualitas dan keamanan obat.

b. Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial generik. c. Meningkatkan penggunaan obat rasional.

d. Meningkatkan keamanan, khasiat dan mutu obat, obat tradisional, kosmetika, makanan, alat kesehatan dan PKRT yang beredar.

e. Mengembangkan peraturan dalam upaya harmonisasi standar termasuk dalam mengantisipasi pasar bebas.

f. Meningkatkan kualitas sarana produksi, distribusi dan sarana pelayanan kefarmasian. g. Meningkatkan pelayanan kefarmasian yang bermutu.

h. Meningkatkan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan obat tradisional Indonesia. i. Meningkatkan penelitian di bidang obat, kemandirian di bidang produksi bahan baku

obat, obat tradisional, kosmetika dan alat kesehatan.

B. PERJANJIAN KINERJA

(20)

sasaran organisasi; menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerja aparatur dan sebagai dasar pemberian pengharaan (reward) dan sanksi.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah menyusun penetapan kinerja tahun 2012 secara berjenjang sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsi yang ada. Indikator kinerja dan target tahunan yang digunakan dalam penetapan kinerja ini adalah indikator kinerja utama yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1099/Menkes/SK/VI/2011 tentang Indikator Kinerja Utama Tingkat Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 diintegrasikan dalam Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014. Target kinerja ini akan menjadi komitmen bagi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk mencapainya dalam tahun 2012.

Target perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 adalah sebagai berikut :

Tabel 2

Target Perjanjian Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012

SASARAN INDIKATOR KINERJA TARGET

Meningkatnya sediaan farmasi dan alat

kesehatan yang memenuhi standar dan

terjangkau oleh masyarakat

Persentase ketersediaan

obat dan vaksin

90% Gambar 1. Penandatangangan Penetapan Kinerja

(21)

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. PENGUKURAN KINERJA

Pengukuran kinerja adalah kegiatan manajemen khususnya membandingkan tingkat kinerja yang dicapai dengan standar, rencana, atau target dengan menggunakan indikator kinerja yang telah ditetapkan.

Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Pengukuran dimaksud merupakan hasil dari suatu penilaian (assessment) yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak. Pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and objectives) dengan elemen kunci sebagai berikut:

1. Perencanaan dan penetapan tujuan 2. Pengembangan ukuran yang relevan 3. Pelaporan formal atas hasil

4. Penggunaan informasi

Tahun 2012 merupakan tahun ketiga pelaksanaan dari Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010–2014. Pengukuran kinerja yang dilakukan adalah dengan membandingkan realisasi capaian dengan rencana tingkat capaian (target) pada setiap indikator, sehingga diperoleh gambaran tingkat keberhasilan pencapaian masing-masing indikator. Berdasarkan pengukuran kinerja tersebut diperoleh informasi masing-masing indikator, sehingga dapat ditindaklanjuti dalam perencanaan program/kegiatan di masa yang akan datang agar setiap program/kegiatan yang direncanakan dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna. Manfaat pengukuran kinerja antara lain untuk memberikan gambaran kepada pihak-pihak internal dan eksternal tentang pelaksanaan misi organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

(22)

Tabel 3

Target dan Realisasi Indikator Kinerja Utama Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012

yang memenuhi standar

dan terjangkau oleh

masyarakat

Persentase

ketersediaan obat dan

vaksin

90 92.85 103.17

B. ANALISIS AKUNTABILITAS KINERJA

Sasaran program merupakan hasil yang akan dicapai secara nyata oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam kurun waktu 1 (satu) tahun, yang diukur dengan indikator yang telah ditetapkan.

Sasaran hasil Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatknya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat.

Indikator tercapainya sasaran hasil program kefarmasian dan alat kesehatan pada tahun 2012 adalah Persentase Ketersediaan obat dan vaksin sebesar 90%, dengan analisis capaian kinerja sebagai berikut:

Kondisi yang dicapai:

Tabel dibawah ini memperlihatkan bahwa pada tahun 2012 pencapaian indikator kinerja “persentase ketersediaan obat dan vaksin” terealisasi sebesar 92,85% dari target yang ditetapkan sebesar 90%. Dengan demikian, ketersediaan obat dan vaksin telah tercapai sebesar 103,17%.

INDIKATOR KINERJA TARGET 2012 REALISASI 2012 CAPAIAN

Persentase ketersediaan obat dan vaksin

90% 92.85% 103.17%

(23)

Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota diambil sebagai gambaran ketersediaan obat di pelayanan kesehatan dasar. Data yang dilaporkan adalah data per tanggal 30 November 2012, diantara 33 Provinsi yang melapor sebanyak 26 Provinsi sedangkan 7 Provinsi tidak melaporkan data ketersediaan obat dan vaksin pada periode pelaporan akhir tahun 2012. Gambaran ketersediaan obat dan vaksin masing – masing provinsi dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Grafik 1

Persentase Ketersediaan Obat dan vaksin Tahun 2012

Dari grafik diatas, dapat dilihat persentase ketersediaan obat di tiap provinsi bervariasi antara 65,50% s.d. 129,45%. Dari 26 Provinsi yang melaporkan ketersediaan obat dan vaksin paling rendah adalah Maluku (65,50%) dan paling tinggi adalah Kalimantan Barat (129,45%). Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Provinsi Maluku 65,50% menunjukkan obat dan vaksin tersedia untuk 11,79 bulan. Jika terjadi kekosongan karena keterlambatan pengadaan tahun berikutnya, kebutuhan obat dan vaksin dipenuhi dari buffer stock provinsi dan nasional. Jika dibandingkan dari target awal renstra, realisasi indikator kinerja selalu memenuhi target, sebagaimana terlihat pada grafik dibawah ini:

0

PERSENTASE KETERSEDIAAN OBAT DAN VAKSIN

(24)

Grafik 2

Perbandingan Target dan Realisasi Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

Dalam rangka menjamin ketersediaan obat dan vaksin, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak menyusun paket pengadaan obat dan vaksin termasuk perbekalan kesehatan. Pengadaan tersebut meliputi pengadaan/penyediaan vaksin haji/umroh (vaksin meningitis dan influenza), obat buffer stok bencana/KLB, filariasis, obat AIDS dan Penyakit Menular Seksual (PMS), obat malaria, obat/vaksin flu burung, reagen skrining darah, obat TB/Paru, obat dan perbekalan kesehatan haji, obat dan perbekalan kesehatan emergensi, obat program kesehatan ibu dan anak, obat gizi, vaksin reguler, obat Operasi Surya Baskara Jaya / Sail Morotai 2012, dan obat Poliklinik Kementerian Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertanggung jawab pada pelaksanaan pengadaan obat dan vaksin tersebut sampai dengan pendistribusiannya ke Dinas Kesehatan Provinsi.

Capaian kinerja dari indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin tersebut berkat upaya yang dilakukan, yaitu :

- Tersedianya alokasi dana obat dan vaksin baik di Pusat maupun Daerah

- Tersedianya Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan

- Advokasi kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk peningkatan alokasi

anggaran obat.

- Monitoring dan evaluasi ketersediaan obat serta harga obat melalui e-logistic - Bimbingan teknis pengelolaan obat

0% 20% 40% 60% 80% 100%

2010 2011 2012 2014

80% 85%

90%

100%

82% 87%

92.85%

KETERSEDIAAN OBAT DAN VAKSIN

Target

(25)

Permasalahan:

Meskipun secara nasional capaian kinerja dari indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin adalah sebesar 103,17%, masih ditemukan beberapa permasalahan antara lain:

a. Belum optimalnya komitmen Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam mengalokasikan anggaran bagi:

- penyediaan obat dan vaksin

- dukungan sarana prasarana pengelolaan obat dan vaksin

- biaya distribusi obat dan vaksin untuk mendorong ketersediaan obat dan vaksin di

Kabupaten/Kota.

- biaya operasional instalasi farmasi

sehingga biaya untuk pengadaan obat dan vaksin masih mengandalkan dari DAK bidang kefarmasian.

b. Kurangnya Komitmen beberapa daerah untuk menyampaikan laporan ketersediaan obat dan vaksin ke pusat

c. Mutasi tenaga kefarmasian yang bertugas di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota

Usul Pemecahan Masalah:

a. Meningkatkan komitmen Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam hal penyediaan anggaran bidang kesehatan termasuk obat, vaksin, perbekalan kesehatan dan sarana prasarana pengelolaan obat agar ditetapkan dalam bentuk nilai persentase dari APBN, APBD dan DAK Bidang Kefarmasian yang besarannya dapat menjamin ketersediaan obat, vaksin dan perbekalan kesehatan.

b. Menyusun petunjuk teknis pelaksanaan DAK Bidang Kefarmasian untuk Kabupaten/Kota. c. Mengembangkan strategi implementasi dalam rangka meningkatkan pengelolaan obat di

Kabupaten/Kota yaitu one gate policy, perencanaan obat terpadu dan electronic logistic system (e-logistic).

d. Mengintensifkan advokasi dan sosialisasi kepada Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pengelolaan SDM sebagai penanggung jawab Instalasi Farmasi

Upaya pemecahan masalah ini dilakukan secara bersama dan berkesinambungan.

Capaian kinerja dari indikator utama program kefarmasian dan alat kesehatan didukung oleh beberapa kegiatan dengan indikator pencapaian sebagai berikut:

1. Persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan 2. Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota sesuai standar

(26)

4. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik

5. Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi

6. Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar

7. Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar 8. Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah 9. Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri

10.Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi

11.Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan

12.Persentase dukungan manajemen dan pelaksanaan program kefarmasian di daerah dalam rangka dekonsentrasi

13.Jumlah rancangan regulasi yang disusun

Pencapaian kinerja masing-masing Indikator diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Persentase Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Kondisi yang dicapai:

Target indikator “Persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan” 70% terrealisasi sebesar 82.80% dengan capaian indikator sebesar 118.29%.

Tabel 4

Capaian Indikator Kinerja Persentase Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tahun 2012

Penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan diambil dari Puskesmas dan Rumah Sakit. Persentase penggunaan obat generik di Rumah Sakit masih rendah (70,61%), sedangkan penggunaan di Puskesmas sudah mencapai 95%.

Dari grafik dibawah ini dapat dilihat bahwa capaian indikator dari target awal renstra, realisasi penggunaan obat obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan selalu memenuhi target, bahkan sejak tahun 2011 capaiannya telah memenuhi target akhir renstra sebesar 80%.

INDIKATOR KINERJA TARGET 2012

REALISASI

2012 CAPAIAN

Persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan

(27)

Grafik 3

Perbandingan Persentase Penggunaan Obat Generik di fasilitas Pelayanan Kesehatan Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

Permasalahan:

a. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK. 03.01/Menkes/I/159/2010 tentang Pengawasan dan Pembinaan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah karena jenis obat generik yang tersedia belum mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan Pemerintah terutama Rumah Sakit.

b. Data penggunaan obat generik di Rumah Sakit belum dapat diakses secara optimal karena belum terbentuknya sistem pelaporan secara berkala penggunaan obat generik dari RS Pemerintah ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Kab/Kota.

c. Kurangnya koordinasi antara petugas puskesmas dan instalasi farmasi kabupaten/kota menyebabkan kekosongan obat di puskesmas tidak terinformasi ke instalasi farmasi kabupaten/kota, sehingga puskesmas menyediakan obat generik bernama dagang menggunakan dana APBD (Jamkesda).

Usul Pemecahan Masalah:

a. Koordinasi dengan unit terkait yang bertanggung jawab dengan Rumah Sakit (Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan).

b. Membangun sistem peresepan elektronik yang dapat diakses oleh pemegang kebijakan. c. Menertibkan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dari puskesmas

ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota

0%

PENGGUNAAN OBAT GENERIK DI FASILITAS PELAYANAN

KESEHATAN

Target

(28)

2. Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai standar

Kondisi yang dicapai :

Tabel dibawah ini menunjukkan realisasi Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota sesuai standar sebesar 71,63% telah memenuhi target sebesar 70%, dengan capaian kinerja sebesar 102,33%.

Tabel 5

Capaian Indikator Kinerja Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota Sesuai Standar Tahun 2012

Jumlah Instalasi Farmasi

Kabupaten/Kota sesuai standar diperoleh dengan melakukan penilaian terhadap Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang dilihat dari 3 (tiga) aspek, yaitu: Sumber daya manusia pengelola obat dengan bobot 20%, sarana dan prasarana bobot 40% serta biaya operasional bobot 20%. Instalasi

Farmasi Kabupaten/Kota dikatakan memenuhi standar jika memiliki penilaian diatas 60%. Data Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang mencakup ketiga aspek tersebut diperoleh dari kegiatan bimbingan teknis ke instalasi farmasi kabupaten/kota dan hasil laporan Dinas Kesehatan Provinsi.

Dari 497 Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, yang memenuhi standar berjumlah 356 atau sebesar 71,63%.

Pada tahun 2010, Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai standar baru mencapai 32,80% dari 60% jumlah yang ditargetkan. Pada Tahun 2011, realisasinya meningkat siginifikan dan mencapai target yang telah ditetapkan dan tercapai juga di Tahun 2012. Gambaran capaian instalasi farmasi Kabupaten/Kota sesuai standar dari Tahun 2010 sampai 2012 dibandingkan dengan akhir renstra dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

INDIKATOR KINERJA TARGET

2012 REALISASI 2012 CAPAIAN

Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota sesuai standar

70% 71.63% 102.33%

(29)

Grafik 4

Perbandingan Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota Sesuai Standar Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

Permasalahan:

a. Daerah belum mampu untuk menyiapkan sarana prasarana pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan Puskesmas yang memadai karena masalah keterbatasan anggaran.

b. Penempatan penanggung jawab pengelola obat di beberapa daerah tidak sesuai dengan kompetensi.

c. Advokasi tidak didukung oleh SDM yang handal dalam menyiapkan data dan informasi sehingga stakeholder terkait tidak menyetujui penyediaan anggaran untuk hal tersebut diatas.

d. Rendahnya komitmen pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam mengalokasikan anggaran bagi penyediaan obat di pelayanan kesehatan pemerintah, serta kurangnya alokasi dana untuk biaya operasional Instalasi Farmasi Kab/Kota.

Usul Pemecahan Masalah:

a. Advokasi oleh Dinas Kesehatan kepada pemegang kebijakan perlu diintensifkan, agar penyediaan dana yang diinginkan dapat berkelanjutan.

b. Perlu diupayakan alokasi anggaran untuk pemenuhan sarana prasarana Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota baik dari APBN maupun dari sponsor (dana hibah)

c. Melakukan peningkatan kemampuan SDM dalam pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota

d. Melakukan sosialisasi pedoman-pedoman yang ada terkait pengelolaan obat.

0% 20% 40% 60% 80%

2010 2011 2012 2014

60% 65%

70%

80%

32.80%

71% 71.63%

INSTALASI FARMASI KABUPATEN/KOTA SESUAI STANDAR

Target

(30)

3. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat.

Kondisi yang dicapai:

Sampling alat kesehatan dan PKRT adalah salah satu langkah yang ditempuh dalam rangka pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap keamanan, mutu dan manfaat alat kesehatan dan PKRT yang telah memiliki izin edar. Sampling alat kesehatan dan PKRT dimaksud diatas dilakukan di 32 Provinsi dengan jumlah sampel sebanyak 1099 sampel. Seluruh sampel ini dilakukan pengujian di beberapa laboratorium yang terakreditasi. Jumlah sampel yang telah diperoleh hasil uji adalah 876 sampel, terdiri dari 752 sampel yang memenuhi syarat dan 124 sampel tidak memenuhi syarat. Sedangkan 223 sampel belum memperoleh hasil uji. Pengambilan sampel produk alat kesehatan dilakukan berdasarkan Pedoman Teknis Pelaksanaan Sampling dan Pengujian Alat Kesehatan.

Definisi operasional yang digunakan adalah persentase sampel produk alat kesehatan dan PKRT yang telah diuji dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat. Cara perhitungan yang digunakan adalah jumlah sampel produk alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat pengujian dibandingkan dengan jumlah sampel alat kesehatan dan PKRT yang sudah diperoleh hasil ujinya.

Tabel 6

Capaian Indikator Kinerja Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar Memenuhi Persyaratan Keamanan, Mutu dan Manfaat Tahun 2012

INDIKATOR KINERJA TARGET 2012

REALISASI

2012 CAPAIAN

Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi

persyaratan keamanan, mutu dan manfaat

85% 85,84% 100,98%

(31)

Grafik 5

Perbandingan Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar Memenuhi Persyaratan Kemanan, Mutu dan Manfaat Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

Gambar 3. Launching e-regalkes (system registrasi online alat kesehatan & PKRT) dan SSO (Single

Sign On)

Permasalahan:

Walaupun secara nasional target indikator produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar telah tercapai 100,99%, masih terdapat kendala dalam indikator tersebut, yaitu:

a. Keterbatasan laboratorium penguji alat kesehatan dan PKRT yang terakreditasi.

b. Lamanya hasil uji yang dikeluarkan oleh laboratorium, sehingga tidak dapat segera ditindaklanjuti.

c. Belum optimalnya penggunaan sumber daya untuk post market surveilance terhadap produk alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat.

d. Belum ada pembagian peran yang jelas dalam melakukan sampling alat kesehatan dan PKRT antara pusat dan daerah.

0% 50% 100%

2010 2011 2012 2014

70% 80%

85% 95%

70%

84.93% 85.84%

PRODUK ALKES DAN PKRT YANG BEREDAR MEMENUHI

PERSYARATAN KEMANAN, MUTU DAN MANFAAT

Target

(32)

Usul Pemecahan Masalah

Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam pencapaian indikator produk alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat adalah sebagai berikut:

a. Pemetaan kemampuan laboratorium pengujian alat kesehatan. b. Perluasan kerjasama laboratorium uji yang terakreditasi.

c. Mendidik tenaga PPNS, melakukan pelatihan dalam pelaksanaan post market dan menyediakan sistem e-monitoring post market surveilance dalam rangka pengawasan alat kesehatan dan PKRT.

d. Perlu adanya pembagian prioritas sampling antara pusat dan daerah, pusat melakukan sampling investigasi sedangkan daerah melakukan sampling regular.

4. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik

Kondisi yang dicapai:

Monitoring dan evaluasi sarana produksi alat kesehatan dan PKRT telah dilaksanakan di 34 sarana produksi alat kesehatan dan PKRT, diperoleh hasil 22 sarana produksi alat kesehatan dan PKRT telah memenuhi syarat Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB).

Definisi operasional yang digunakan adalah persentase sampel sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang dimonitor dan memenuhi syarat Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB). Cara perhitungan yang digunakan adalah jumlah sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang melaksanakan CPAKB dibandingkan dengan jumlah sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang di monitor.

Dari hasil monitoring dan evaluasi diperoleh data 64,71% sarana produksi alat kesehatan dan PKRT telah memenuhi syarat CPAKB, dengan demikian target yang ditetapkan untuk tahun 2012 sebesar 50% telah tercapai sebesar 129,42%.

Tabel 7

Capaian Indikator Kinerja Persentase Sarana Produksi Alkes dan PKRT yang Memenuhi Persyaratan cara Produksi yang Baik Tahun 2012

INDIKATOR KINERJA TARGET 2012

REALISASI

2012 CAPAIAN

Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik

(33)

Grafik 6

Perbandingan Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar Memenuhi Persyaratan Kemanan, Mutu dan Manfaat Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

Permasalahan:

Permasalahan dalam pencapaian indikator sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik:

a. Belum optimalnya sosialisasi Pedoman Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) pada industri alat kesehatan dan CPPKRTB pada industri PKRT.

b. Keterbatasan kemampuan SDM dalam pelaksanaan audit sarana produksi alat kesehatan dan PKRT.

c. Penggabungan kegiatan monitoring sarana distribusi dengan sarana produksi menimbulkan kesulitan dalam pengaturan jumlah sarana yang akan dimonitor, karena penyebaran dan proporsi yang tidak sama tiap propinsi.

Usul Pemecahan Masalah:

Upaya pemecahan terhadap permasalahan dalam mencapai sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat:

a. Meningkatkan sosialisasi Pedoman Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) pada industri alat kesehatan dan CPPKRTB pada industri PKRT.

b. Meningkatkan kemampuan SDM Pusat dan Daerah dalam CPAKB dan CPPKRTB.

c. Kegiatan monitoring sarana produksi alat kesehatan dan PKRT dibuat terpisah dengan monitoring sarana distribusi alat kesehatan.

0% 20% 40% 60% 80%

2010 2011 2012 2014

60%

45% 50%

60% 60% 65.91% 64.71%

SARANA PRODUKSI ALKES DAN PKRT YANG MEMENUHI

CARA PRODUKSI YANG BAIK

Target

(34)

5. Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi

Kondisi yang dicapai:

Pada tahun 2012, indikator persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi ditargetkan 60% dan terealisasi 64,44%. Dengan demikian pencapaian kinerjanya sebesar 107,40%.

Tabel 8

Capaian Indikator Kinerja Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Memenuhi Persyaratan Distribusi Tahun 2012

Indikator tersebut dicapai melalui pelaksanaan monitoring dan evaluasi di 45 sarana distribusi alat kesehatan, terdapat 29 sarana distribusi yang memenuhi syarat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB).

Definisi Operasional yang digunakan adalah persentase sampel sarana distribusi alat kesehatan yang dimonitor dan memenuhi syarat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). Cara perhitungan yang digunakan adalah jumlah sarana distribusi alat kesehatan yang melaksanakan CDAKB dibandingkan dengan jumlah sarana distribusi alat kesehatan yang dimonitor.

Jika dibandingkan dari tahun 2010, realisasi indikator sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi mengalami peningkatan rata-rata 5,25%. Kondisi tersebut tergambar dalam grafik berikut:

INDIKATOR KINERJA TARGET 2012

REALISASI

2012 CAPAIAN

Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi

(35)

Grafik 7

Perbandingan Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Memenuhi Persyaratan Distribusi Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

Permasalahan :

Kendala yang dialami dalam pencapaian indikator sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi:

a. Belum optimalnya sosialisasi Pedoman Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) pada Penyalur Alat Kesehatan (PAK).

b. Tidak seimbangnya jumlah SDM yang tersedia baik dalam kuantitas maupun kualitas dengan jumlah PAK untuk melakukan monitoring sarana distribusi alat kesehatan (beban kerja terlalu berat).

c. Penggabungan kegiatan monitoring sarana distribusi dengan sarana produksi menimbulkan kesulitan dalam pengaturan jumlah sarana yang akan dimonitor, karena penyebaran dan proporsi yang tidak sama tiap provinsi.

Usul Pemecahan Masalah:

Upaya pemecahan terhadap permasalahan dalam mencapai sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi syarat:

a. Meningkatkan sosialisasi Pedoman Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) pada PAK.

b. Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM baik dipenuhi sendiri atau melalui kerjasama dengan pihak ketiga

c. Kegiatan monitoring sarana produksi alat kesehatan dan PKRT dibuat terpisah dengan monitoring sarana distribusi alat kesehatan.

0% 20% 40% 60% 80%

2010 2011 2012 2014

50% 55%

60%

70%

50%

58.95% 64.44%

SARANA DISTRIBUSI ALKES YANG MEMENUHI PERSYARATAN DISTRIBUSI

Target

(36)

6. Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian sesuai standar.

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) yang telah melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar adalah IFRS Pemerintah yang telah melaksanakan pelayanan informasi obat dan konseling.

Kondisi yang dicapai:

Jumlah Rumah Sakit yang melaksanakan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit sesuai standar untuk triwulan I sebanyak 168 RS dengan indikator capaian 21,5%, triwulan II sebanyak 191 RS dengan capaian indikator 24,46%, triwulan III sebanyak 206 RS dengan capaian indikator 26,4% dan triwulan IV sebanyak 276 RS dengan capaian indikator 35,33%. [Perhitungan berdasarkan jumlah RS milik Pemerintah seluruh Indonesia sebanyak 781 RS (SIRS tahun 2011)].

Tabel dibawah ini memperlihatkan bahwa “persentase instalasi farmasi rumah sakit yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar” dapat terealisasi dengan baik yaitu 35,33% atau mencapai 100,9% dari target yang ditetapkan sebesar 35%.

Tabel 9

Capaian Indikator Kinerja Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2012

Pelayanan kefarmasian di rumah sakit pemerintah sejak tahun 2010 secara bertahap mengalami peningkatan, karena tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi yang

mengharuskan adanya perubahan

pelayanan dari paradigm lama drug

oriented ke paradigma baru patient

oriented dengan filosofi Pharmaceutical

Care (pelayanan kefarmasian).

Peningkatan capaian target tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

INDIKATOR KINERJA TARGET 2012 REALISASI

2012 CAPAIAN

Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar

35% 35.33% 100.9%

(37)

Grafik 8

Perbandingan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

Permasalahan:

Pelaksanaan pelayanan kefarmasian sesuai standar di Rumah sakit pada prinsipnya dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:

a. Kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM)

Jumlah apoteker di beberapa rumah sakit tidak sesuai dengan rasio jumlah apoteker terhadap tempat tidur (1:30). Hal ini berdampak pada kurang optimalnya pelayanan farmasi klinik, karena apoteker lebih fokus terhadap pengelolaan sediaan farmasi di rumah sakit, sehingga perlu dipikirkan untuk menempatkan tenaga apoteker sesuai dengan kebutuhan.

b. Kualitas beberapa SDM belum melaksanakan tugas sesuai kompetensinya

Apoteker di rumah sakit belum dapat melaksanakan pelayanan farmasi klinik, karena masih banyak belum diberi kesempatan untuk melaksanakan kompetensinya. Ketidaktahuan tenaga kesehatan lain dapat menghambat tugas apoteker dalam melaksanakan pengetahuannya.

c. Dukungan manajemen rumah sakit

Dukungan manajemen rumah sakit dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit sangat diperlukan agar tenaga kesehatan dirumah sakit dapat bekerja secara profesional. Dukungan dalam pelayanan kefarmasian dalam pelaksanaan konseling, visite dan PIO yang merupakan amanat dari Keputusan Menteri Kesehatan untuk dapat dilaksanakan di seluruh rumah sakit.

INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT PEMERINTAH YANG MELAKSANAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN SESUAI STANDAR

Target

(38)

Usul Pemecahan Masalah:

Usul pemecahan masalah terhadap pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah:

a. Penambahan Apoteker di rumah sakit sesuai dengan rasio jumlah tempat tidur dan rawat jalan.

b. Pemberian motivasi dan Role Model pelayanan kefarmasian di rumah sakit

Apoteker yang belum melaksanakan pelayanan kefarmasian dapat dimotivasi dengan memberikan support bahwa peran Apoteker sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Selain itu, bagi Apoteker yang berhasil memberikan pelayanan kefarmasian sesuai standar dijadikan sebagai role model bagi apoteker lain agar dapat termotivasi. c. Advokasi terhadap manajemen rumah sakit

Dengan advokasi kepada manajemen rumah sakit diharapkan pihak manajemen dapat mendukung pelaksanaan kefarmasian di rumah sakit sesuai standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Advokasi terhadap manajemen rumah sakit berupa tugas dan peran apoteker sesuai standar. Bagi rumah sakit yang berhasil, pengalaman Direktur rumah sakit yang IFRSnya telah melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standard dan kebijakan pelayanan kefarmasian terkait pelayanan farmasi klinik dapat dijadikan role model untuk rumah sakit lain.

7. Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar

Kondisi yang dicapai:

Berdasarkan Profil Data Kesehatan Tahun 2011, Indonesia memiliki 9.321 Puskesmas yang terdiri dari 3.019 Puskesmas Perawatan dan 6.302 Puskesmas Non Perawatan. Tahun 2012, jumlah Puskesmas Perawatan yang telah melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebanyak 755 Puskesmas (25,01%).

(39)

Tabel 10

Capaian Indikator Kinerja Persentase Puskesmas Perawatan yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2012

Dari data tersebut dapat terlihat target tahun 2012 telah tercapai, namun jika dilihat dari jumlah Puskesmas yang ada di Indonesia, pelayanan kefarmasian di Puskesmas Perawatan belum optimal dilaksanakan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian, setiap pelayanan kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian. Namun pada kenyataannya jumlah tenaga kefarmasian di Puskesmas masih sangat terbatas.

Pada Laporan Sebaran Jumlah Tenaga Kefarmasian di Puskesmas per Provinsi (Badan PPSDM, 31 Desember 2011), jumlah Apoteker di Puskesmas sebanyak 1561 orang (rata-rata rasio 18,86%) dan jumlah Tenaga Teknis Kefarmasian sebanyak 8326 orang (rata-rata rasio 91%). Data Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian ini mencakup PNS dan Tenaga Honorer.

Perbandingan realisasi target indikator tahun 2010 sampai dengan target renstra tergambar pada grafik dibawah ini:

Grafik 9

Perbandingan Puskesmas Perawatan yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

0%

PUSKESMAS PERAWATAN YANG MELAKSANAKAN

PELAYANAN KEFARMASIAN SESUAI STANDAR

Target

Realisasi INDIKATOR KINERJA TARGET

(40)

Permasalahan

Beberapa permasalahan yang dialami dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas Perawatan adalah sebagai berikut:

a. Jumlah tenaga kefarmasian (Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian) yang terbatas kurang mencukupi Puskesmas Perawatan yang jumlahnya cukup banyak.

b. Puskesmas yang telah memiliki apoteker baru sebatas melakukan pengelolaan obat, belum melakukan pelayanan kefarmasian.

c. Kesulitan dalam mendapatkan data dari Provinsi karena belum terlaksananya system pelaporan yang rutin, sehingga sulit memperoleh data based yang akurat.

Usul Pemecahan Masalah

Usul pemecahan masalah terhadap pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas Perawatan:

a. Advokasi kepada pemangku kepentingan (Ditjen Dikti Depdiknas, Perguruan Tinggi, APTFI, Organisasi Profesi dan Pemda) terkait kebutuhan Apoteker secara kualitas maupun kuantitas dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian.

b. Meningkatkan peran tenaga kefarmasian di Puskesmas melalui pelatihan mengenai cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik.

c. Melakukan koordinasi secara berjenjang antara Pemerintah Pusat, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas dalam hal pelaporan pelaksanaan pelayanan kefarmasian.

7. Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah Penggunaan obat dikatakan rasional (WHO 1985) bila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga yang paling murah untuk pasien dan masyarakat. Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kritera Tepat (Diagnosis, Indikasi, Jenis Obat, Dosis-Cara-Lama Pemberian, Informasi dan Penilaian Kondisi Pasien).

Kondisi yang dicapai:

(41)

Tabel 11

Capaian Indikator Kinerja Persentase Penggunaan Obat Rasional di sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah Tahun 2012

Penetapan persentase POR di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah dilakukan melalui pemantauan indicator peresepan untuk Penggunaan injeksi pada myalgia, penggunaan antibiotik pada ISPA non Pneumonia dan penggunaan antibiotika pada diare non spesifik dan jumlah re rata resep.

Jika dibandingkan dari target awal rensta, realisasi Penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah telah tercapai, bahkan sejak tahun 2011 realisasinya telah melebihi target akhir renstra. Kondisi tersebut tergambar pada grafik dibawah ini:

Grafik 10

Perbandingan Penggunaan Obat Rasional di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

0%

PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DI SARANA PELAYANAN

KESEHATAN DASAR PEMERINTAH

Target

Realisasi INDIKATOR KINERJA TARGET

2012

REALISASI

2012 CAPAIAN

Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah

(42)

Permasalahan:

Permasalahan dalam pelaksanaan penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah adalah sebagai berikut:

a. Belum optimalnya pelaksanaan penggerakan POR di 33 Provinsi sehingga identifikasi dan evaluasi permasalahan dalam pelaksanaan penggerakan POR belum merata.

b. Belum semua Dinas Kesehatan Provinsi / Kabupaten / Kota memiliki Tim Penggerak POR untuk memantau penggunaan obat rasional di wilayah masing-masing

c. Belum sepenuhnya pelayanan kefarmasian terlaksana dan juga tenaga kesehatan lain belum sepenuhnya mendapat informasi tentang penggunaan obat rasional.

d. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang penggunaan obat secara swa medikasi (pengobatan sendiri).

Usul Pemecahan Masalah:

Usul pemecahan masalah terhadap pelaksanaan Penggunaan Obat Rasional di sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah:

a. Dilaksanakan pelaksanaan penggerakan POR di 33 Provinsi melalui dana dekonsentrasi sehingga penggerakan POR dapat dilakukan secara optimal.

b. Meningkatkan advokasi pada Dinas Kesehatan Provinsi / Kabupaten / Kota agar membentuk Tim Penggerak POR Provinsi / Kabupaten / Kota.

c. Penempatan tenaga kefarmasian yang sesuai dengan kompetensinya dan perlunya pelatihan secara kontinu pada tenaga kesehatan lain (dokter, perawat, apoteker, bidan) tentang penggunaan obat rasional.

d. Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui metode Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) dalam peningkatan POR untuk swamedikasi di masyarakat serta meningkatkan advokasi dan jejaring kerja sama dengan organisasi masyarakat.

(43)

8. Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri

Kondisi yang dicapai:

Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional yang siap diproduksi di dalam negeri berjumlah 15 jenis dari target yang telah ditetapkan sebesar 25, dengan demikian capaian kinerja indikator tersebut mencapai 60%.

Tabel 12

Capaian Indikator Kinerja Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional yang di Produksi di dalam Negeri Tahun 2012

INDIKATOR KINERJA TARGET 2012

REALISASI

2012 CAPAIAN

Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri

25 15 60%

Pencapaian 15 bahan baku obat dan obat tradisional yang diproduksi di dalam negeri telah disesuaikan dengan definisi operasional (DO) bahan baku obat dan obat tradisional yang diproduksi di dalam negeri yaitu “bahan awal penyusun sediaan farmasi (obat dan obat tradisional) dapat berupa bahan berkhasiat maupun bahan tambahan, yang merupakan hasil penerapan teknologi maupun bahan alam yang siap diproduksi”.

Dari grafik dibawah ini, terlihat bahwa indikator “ jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri” dari awal tahun renstra belum memenuhi target (kumulatif) yang ditetapkan. Dengan demikian hingga tahun 2014, terdapat 30 bahan baku obat dan obat tradisional yang siap diproduksi di dalam negeri. Target ini diupayakan dapat dicapai hingga akhir renstra (Tahun 2014).

Grafik 11

Perbandingan Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisonal Produksi di Dalam Negeri Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

5

BAHAN BAKU OBAT DAN OBAT TRADISIONAL

PRODUKSI DI DALAM NEGERI

Target

(44)

Upaya yang dilakukan adalah dengan memperkuat koordinasi dengan satuan kerja lintas sektor terkait seperti Industri Farmasi BUMN dan swasta, BPPT, LIPI, lembaga-lembaga penelitian serta universitas dalam memenuhi kebutuhan pengembangan produksi obat dan obat tradisional serta melengkapi sarana dan prasarana kebutuhan bahan baku obat dan obat tradisional produksi dalam negeri, melakukan perencanaan berbasis bukti.

Gambar 7. Pertemuan Peningkatan Kemampuan Industri Obat di Indonesia

Permasalahan:

Dalam mencapai kinerja indikator “jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri” masih menghadapi berbagai permasalahan sebagai berikut:

a. Belum optimalnya koordinasi dengan pihak terkait dalam memenuhi penyediaan bahan awal penyusun sediaan farmasi (obat dan obat tradisional) produksi dalam negeri

b. Belum optimalnya koordinasi dengan Kementerian terkait untuk mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada pengembangan Bahan Baku Obat (BBO) dan Bahan Baku Obat Tradisional (BBOT) dalam Negeri

c. Belum optimalnya sinergitas Akademisi, Bussiness dan Government (ABG) dalam menunjang produksi bahan baku obat dan obat tradisonal dalam negeri.

Usul Pemecahan Masalah:

(45)

a. Mengoptimalkan koordinasi dengan pihak terkait dalam memenuhi penyediaan bahan awal penyusun sediaan farmasi (obat dan obat tradisional) produksi dalam negeri

b. Mengoptimalkan koordinasi dengan Kementerian terkait untuk mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada pengembangan Bahan Baku Obat (BBO) dan Bahan Baku Obat Tradisional (BBOT) dalam Negeri

c. Mengoptimalkan aliansi strategis antara Akademisi, Bussiness dan Government (ABG) dalam menunjang produksi bahan baku obat dan obat tradisonal dalam negeri.

9. Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi

Kondisi yang dicapai

Tahun 2012, indikator jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi terealisasi sebesar 6 standar dari 6 standar yang ditargetkan. Dengan demikian, pencapaian kinerjanya sebesar 100%. Capaian indikator kinerja diperoleh kumulatif sejak tahun 2011 sejumlah 4 standar dan pada tahun 2012 sejumlah 2 standar.

Tabel 13

Capaian Indikator Kinerja Jumlah Standar Produk Kefarmasian yang disusun Dalam Rangka Pembinaan Produksi dan Distribusi Tahun 2012

INDIKATOR KINERJA TARGET 2012

REALISASI

2012 CAPAIAN

Jumlah standar produk kefarmasian

yang disusun dalam rangka

pembinaan produksi dan distribusi

6 6 100%

Grafik 12

Perbandingan Jumlah Standar Produk Kefarmasian yang disusun Dalam Rangka Pembinaan Produksi dan Distribusi Tahun 2010-2012 dan Target Renstra

0

STANDAR PRODUK KEFARMASIAN YANG DISUSUN DALAM RANGKA PEMBINAAN PRODUKSI DAN DISTRIBUSI

(46)

Permasalahan

a. Perbedaan kandungan setiap zat aktif dalam tanaman obat yang sama dari tiap daerah asal menyebabkan kesulitan dalam menetapkan kadar standar.

b. Penetapan monografi sebagai komponen standar terkait dengan pihak lain.

Usul Pemecahan Masalah

a. Koordinasi dengan semua pihak terkait dalam penyediaan tanaman obat dengan kandungan zat aktif yang memenuhi standar.

b. Meningkatkan koordinasi dalam menetapkan monografi.

10. Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan

Kondisi yang dicapai:

Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan menunjukkan kinerja kegiatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya di Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dokumen anggaran merupakan salah satu fasilitasi yang diberikan kepada satker di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam menunjukkan kinerjanya,

sekaligus menjaga satker tersebut memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang perencanaan dan keuangan Negara. Kinerja pada indikator ini dilihat dengan tingkat penyelesaian dokumen anggaran bagi tahun berjalan (2012), dibandingkan dengan jumlah dokumen penganggaran dan diukur dalam satuan persentase.

Tabel 14

Capaian Indikator Persentase Dokumen Anggaran yang diselesaikan Tahun 2012

Pada tahun 2012, kinerja dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada indikator ini telah dapat melampaui target ditetapkan. Capaian kinerja indikator

INDIKATOR KINERJA TARGET 2012

REALISASI

2012 CAPAIAN

Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan

90% 92,68% 102,9%

Gambar

Tabel 1 Sasaran, Indikator Kinerja dan Target Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2010-2014
Gambar 1. Penandatangangan Penetapan Kinerja
Tabel dibawah ini memperlihatkan bahwa pada tahun 2012 pencapaian indikator kinerja
Grafik 1 Persentase Ketersediaan Obat dan vaksin Tahun 2012
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berdasarkan pemaparan di atas, dibutuhkan pembuktian lebih lanjut dengan melakukan eksperimen mengenai ³ Pengaruh Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Namun standar deviasi biasa ini sangat rentan terhadap nilai-nilai yang ekstrim, karena Hartigan (1975) dalam Kaufman dan Rousseeuw (1990) mengingatkan bahwa analist

Asam mefenamat jika digunakan bersamaan dengan Ramipril (3 kasus) dapat mengurangi efek antihipertensi dari Ramipril, dengan mekanisme menghambat sintesis

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka simpulan yang dapat disampaikan adalah availability of money memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap

Sehubungan dengan kesimpulan penelitian diatas, maka penulis mengajukan saran sebagai berikut: (1) Guru hendaknya menerapkan pembelajaran menggunakan metode SAS dengan

Nilai probabilitas kegagalan handover pada daerah rural memiliki nilai minimum pada rentang 1 dB sampai dengan 4 dB dan berlaku untuk semua nilai kecepatan UE seperti

KESIMPULAN, KETERBATASAN, SARAN Penelitian ini mencoba menganalisis pengaruh debt to equity rasio, ukuran perusahaan, big bath, dan income smoothing terhadap perilaku manajemen

Persamaan regresi nilai prediksi fungsi paru dari rentang tangan belum bisa dikatakan akurat untuk diaplikasikan pada anak- anak di Indonesia dengan riwayat asma