PENDIDIKAN KARAKTER KEWIRAUSAHAAN MASYARAKAT PENDALUNGAN
Oleh: Nanis Hairunisya
Fakultas Ekonomi Universitas Panca Marga Probolinggo
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan merekonstrusi nilai dan perilaku Masyarakat Pendalungan yang bisa dijadikan karakter pendidikan kewirausahaan. Metode penelitian yang digunakan adalah grounded research, dengan tiga tahap pengumpulan data yaitu untuk pendidikan karakter kewirausahaan. Pemaknaan penerapan budaya Pendalungan oleh pedagang ditunjukkan dengan sikap dan perilaku yang positif dan negative. Nilai dan perilaku positive yang ditemukan merupakan nilai asli budaya Indonesia yang bisa digunakan dalam pendidikan karakter kewirausahaan.
This study aims to exploration and got out from under the values, and behavior society Pendalungan that is to be entrepreneur character education. Research method that the use be grounded research. Data analysisis method that the uses be open, axial and selective coding. This research find meaning Pendalugan Culture for entrepreneur character education. The maning of application Pendalungan culture by merchantmen pointed out in attitude and behavior be positive and negative. The value and positive behavior be find it is a original value Indonesia culture that can the use in entrepreneur character education.
Kata-kata Kunci: Budaya Pendalungan, Perilaku, Pendidikan Karakter Kewirausahaan.
PENDAHULUAN
Kesenjangan antara dunia pendidikan dan dunia kerja yang terjadi selama ini salah satu
penyebabnya adalah karena pelaksanaan pendidikan mengabaikan eksistensi nilai. Pengabaian
terhadap eksistensi nilai ini menyebabkan pelaksanaan pendidikan menjadi tidak efektif dan
kurang memberikan dampak yang signifikan terhadap hasil yang diinginkan. Hal ini terlihat pada
kebiasaan, perilaku, nilai yang ada di dunia sekolah tidak sama dengan kebiasaan, perilaku, dan
nilai yang ada di dunia kerja sehingga siswa/mahasiswa yang baru lulus merasa asing dengan
nilai-nilai yang ada di dunia kerja. Salah satu bukti kesenjangan ini adalah masih dibutuhkan tiga
bekerja tidak sesuai bidangnya. Untuk itu diperlukan penelitian dasar untuk menggali potensi
nilai-nilai, sikap dan perilaku dari budaya asli yang dimiliki dan dipraktikkan oleh masyarakat
Indonesia untuk diadopsi dalam dunia pendidikan . Lebih jauh peneliti menganggap ada
persoalan nilai-nilai yang dipilih dan ada persoalan proses internalisasi nilai dalam pendidikan
kewirausahaan di sekolah. Peneliti melihat bahwa pendidikan kewirausahaan yang ada sekarang
kurang/tidak memperhatikan nilai-nilai budaya setempat sebagai akar dari budaya nasional.
Hasil temuan penelitian ini diharapkan dapat digunakan (a) Sebagai bahan masukan
untuk menyusun kurikulum, khususnya terkait dengan nilai-nilai atau culture apa yang patut
ditanamkan kepada siswa atau mahasiswa untuk menjadi seorang wiraswasta yang sukses
dengan bercermin atau mengadopsi sikap dan perilaku pengusaha yang sukses. (b) Hasil
penelitian yang terkait dengan nilai-nilai, sikap dan perilaku budaya Pendalungan ini bisa
dijadikan suatu nilai asli Indonesia yang bisa digunakan sebagai landasan berperilaku pada
semua bidang profesi dan juga bisa dijadikan pertahanan nilai untuk menghadapi dampak
negative dari budaya global. (c) Memberikan inspirasi pada praktisi pendidikan dalam
menerapkan konsep pendidikan karakter pada program riil yang harus dilaksanakan di sekolah,
keluarga maupun di masyarakat.
Nilai merupakan apa yang dihargai seseorang dan dengan menghargai itu akan
mengendalikan perilaku seseorang. Dalam kebudayaan ada sebuah sistim keyakinan, kebiasaan
hidup, karya, dan lain-lain. Nilai bisa hadir dalam dunia simbolik, empiric, estetik, etik, sinoetik,
synopsis dan lain-lain. Demikian pula nilai-nilai kewirausahaan dapat hadir dalam dunia
simbolik, yang bisa berupa ritual-ritual keagamaan dan bahasa sehari-hari. Bisa juga hadir dalam
dunia empiric yang bisa berupa pengalaman hidup dan peristiwa yang ada di sekeliling kita.
Dalam dunia etik (moral) nilai-nilai kewirausahaan bisa berupa moral atau etika yang
berkembang di masyarakat, dan dari dunia sinopsis nilai-nilai kewirausahaan bisa berupa sistim
kepercayaan dan agama.
Terdapat nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Pendalungan yang
menjadi spirit dalam kewirausahaan para pedagang mikro/tradisional, yang potensial dapat
dieksplorasi dan dikonstruksi sebagai nilai-nilai yang diyakini menentukan keberwirausahaan
seseorang. Nilai-nilai ini diyakini bisa menentukan perilaku keberhasilan seseorang dalam
Inti dari budaya Pandalungan ini merupakan bagian dari kebudayaan nasional yang
perlu tetap dipelihara dan dikembangkan untuk membangun peradaban bangsa Indonesia yang
bermartabat yang berdampak pada kehidupan bangsa yang cerdas, yang memiliki kemampuan
(intelektual, vokasional, dan professional) dan berkarakter (berkepribadian mantap, mandiri, dan
memiliki rasa tanggung jawab). Karakter yang dibangun dan digali dari akar budaya asli bangsa
akan memberikan landasan yang kokoh dalam membangun peradaban bangsa melalui
pendidikan. Oleh karena itu pendidikan harus diletakan pada posisi yang tepat, apalagi ketika
menghadapi konflik yang berbasis pada ras, suku dan keagamaan. Pendidikan karakter bukan
hanya sekedar wacana tetapi perlu diimplementasikan, dan bukan hanya sekedar kata-kata tetapi
harus merupakan suatu tindakan serta bukan hanya sekedar simbol atau slogan, tetapi
keberpihakan yang cerdas untuk membangun keberadaban bangsa Indonesia.
Penelitian ini menggali suatu proses pendidikan kewirausahaan di masyarakat
Pendalungan yang bermakna pada proses pembudayaan kemampuan, nilai dan sikap.
Kebudayaan yang akan diteliti adalah kebudayaan yang menunjuk pada berbagai aspek
kehidupan.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif grounded research. Lokasi
Penelitian ada di lima pasar tradisional di Kabupaten Probolinggo. Kegiatan pengumpulan data
berlangsung secara bertahap dan dalam rentang waktu yang relatif lama, yaitu mulai tahun 2001
s/d 2008. Berdasarkan paparan tentang prinsip penyampelan pada grounded research, maka
dalam penelitian inipun proses pengambilan sampel dilakukan secara terus-menerus sehingga
tidak ada lagi informasi yang bisa memunculkan fenomena baru. Dengan demikian pengambilan
kesimpulan dalam penelitian ini tidak didasarkan pada generalisasi, melainkan pada spesifikasi.
Bertolak dari pola penalaran ini, penelitian ini bermaksud membuat
spesifikasi-spesifikasi terhadap (a) kondisi yang menjadi sebab munculnya fenomena, (b) tindakan/interaksi
yang merupakan respon terhadap kondisi itu, (c) serta konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari
tindakan/interaksi itu.
Tiga pola penyampelan teoritik yang digunakan adalah (a) Penyampelan terbuka, (b).
Penyampelan relasional dan variasional, (c) Penyampelan pembeda
Pada pengkodean terbuka peneliti mengadakan pemetaan hasil pengamatan yang
fenomena yang terjadi. Pada penyampelan ini ada tiga tahap pemetaan data, yaitu (a) Pelabelan
fenomena, (b) Penamaan kategori,( c). Penyusunan kategori. Tehnik pengumpulan data, yang
digunakan adalah observasi partisipatif dan wawancara secara mendalam (in dept interview)
Analisis data dilakukan dengan open coding, axial coding dan selective coding.
(gambar 1). Selain tiga tahapan analisis tersebut, dilakukan juga analisa data perbandingan
konstan (constan comparative prosedure). Hal-hal yang diperbandingkan adalah; (a) relevansi
fenomena atau data yang ditemukan dengan permasalahan pokok penelitian yaitu budaya
masyarakat Pendalungan, perilaku bisnis masyarakat Pendalungan dan konsekuensi usaha
masyarakat pedagang Pendalungan (b) posisi dari setiap fenomena dilihat dari sifat-sifat dan
ukurannya. Analisis data dan keseluruhan proses yang dilakukan selama penelitian nampak pada
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.
Pada fase penyampelan terbuka ditemukan budaya Jawa-Islam yang digunakan oleh
pedagang masyarakat Pendalungan dalam menunjang keberhasilan usaha dagangnya.
Selanjutnya pada fase penyampelan relasional dan variasional peneliti memilih fenomena yang
bisa mengungkapkan kebermaknaan budaya Pendalungan dalam proses pendidikan
baik dan memaknai implikasi budaya Pendalungan untuk pendidikan kewirausahaan. Salah satu
budaya yang sering dilakukan adalah pengajian yang dimaknai untuk mendapat barokah
kiai/guru utama. Keyakinan pada barokah guru utama membuat dorongan instrinsik dalam diri
pedagang, sehingga dengan keyakinan yang kuat ini pedagang sudah membawa bekal semangat
dan kepercayaan diri yang tinggi dalam pekerjaannya. Ada pula yang memaknai pengajian dalam
praktek hidup sehari-hari, seperti praktek kebersihan.Pedagang yang selalu menjaga kebersihan
barang dagangannya, menjaga kebersihan pakaiannya, akan berdampak pada konsumen yang
senang dan tidak ragu lagi untuk mengkonsumsi barang, makanan atau menggunakan jasa
pedagang. Ketidakraguan konsumen akan menimbulkan rasa kepercayaan konsumen yang pada
akhirnya akan membawa kemajuan pada pedagang.
Ada sekelompok masyarakat yang mempunyai Guru Utama dan masyarakat ini
memaknai pengajian dengan mengevaluasi perkembangan wiritan yang dilakukan dengan
perubahan perilaku dan perkembangan usaha dagangnya. Guru utama merupakan satu-satunya
guru spiritual yang dipercaya kelompok pedagang ini bisa mengayomi para pedagang dan
benar-benar memikirkan serta ikut terlibat langsung memecahkan masalah yang dialami
murid-muridnya.
Budaya lain yang sering ditemukan adalah membakar kemenyan pada saat hendak
melakukan aktivitas perdagangan. Kemenyan dianggap sebagai pengantar sinyal ke atas pada
saat berdoa (seperti kegunaan handphone) yang mengantarkan pesan bahwa kita membutuhkan
pertolongan atau ada sesuatu yang ingin disampaikan. Bagi pedagang membakar kemenyan pada
saat mau membuka toko atau memulai usahanya merupakan suatu usaha dalam rangka
meyakinkan diri bahwa usahanya telah dimulai dengan berdoa kepada Allah dengan sarana
(pengantar sinyal) membakar kemenyan.
Kemenyan dianggap sebagai pendorong doa karena di dalam kemenyan sudah berisi
doa dari orang yang dipercaya ilmunya lebih tinggi. Kemenyan dimaknai seperti ”kendaraan” yang mempunyai mesin pendorong . Aroma kemenyan dijadikan schok terapy untuk menggugah
semangat pada saat akan berangkat bekerja. Kondisi kemenyan (kering, atau lembab seperti
mengkristal) dimaknai sebagai simbol situasi dan kondisi yang akan dihadapi. Kalau kemenyan
kering berarti rejeki hari ini juga akan kering, sepi, mungkin sedikit. Kalau lembab cenderung
Kebiasaan masyarakat pedagang Pendalungan berikutnya adalah mengadakan
selamatan atau ritual khusus terkait dengan peristiwa yang dianggap penting dalam
kehidupannya. Pedagang berusaha meminimalkan situasi dan kondisi yang tidak pasti dalam
dunia perdagangan dengan selamatan dan ritual khusus ini. Selamatan atau ritual khusus yang
dilaksanakan oleh pedagang akan berpengaruh pada keyakinan diri pedagang untuk
melaksanakan usaha yang telah direncanakan. Hal ini sebenarnya merupakan suatu temuan yang
menjawab pertanyaan bagaimana pedagang tradisional menghadapi ketidakpastian situasi dan
kondisi perekonomian yang secara teroritis para pedagang ini jauh dari analisis teroritis.
Selamatan pada malam jum’at, selamatan hari kelahiran/tretanan, makna yang diyakini adalah
bahwa pada malam jum at manis para malaikat atau mahluk yang diutus Allah untuk urusan
rezeki dan keselamatan di dunia sedang turun ke bumi. Selamatan dudusan dimaknai sebagai
ilmu kekebalan tubuh.
Ritual-ritual lain yang pelaksanaannya lebih sederhana dari selamatan, disesuikan
dengan tujuannya seperti ritual membuang daun “kelor” yang bertujuan untuk bisa membeli
tanah atau toko atau benda tak bergerak lainnya, yang pada awalnya tanah dan toko tersebut
tidak dijual. Membuang tanah “khusus” di tempat pedagang pesaing untuk mematikan usaha pesaing. Membuang kumis kucing dan kumis anjing di tempat usaha pesaing dengan tujuan
pesaing selalu bertengkar dengan suami atau istri atau dengan para pelanggan.Menyiram
halaman toko setiap pagi sebelum toko dibuka dengan air cucian beras, dengan tujuan
membersihkan benda-benda seperti tanah kuburan atau kemenyan yang ditaburkan (berfungsi
sebagai tolak balak)
Ilmu Penemoh yang ditemukan adalah sihir, letrek dan pengasihan. Sebagian
pedagang menggunakan jasa tukang sihir/letrek untuk mencapai tujuannya, diantaranya untuk
menghilangkan persaingan antara sesama pedagang dan pengasihan untuk mendatangkan
konsumen supaya dagangannya laris. Implementasi dari ilmu penemoh ini sebetulnya juga
mengeliminasi ketidakpastian situasi dan kondisi dalam dunia perdagangan. Sebagian pedagang
menggunakan ilmu ini untuk jangka pendek dengan tujuan mereka mempunyai gambaran
peristiwa yang akan terjadi. Namun ilmu penemoh ini tidak bisa digunakan dalam jangka
panjang.
Para pedagang yang berkepribadian baik dan sukses hanya sekedar mengetahui saja
mengobatinya dengan ilmu yang sama dengan minta tolong tukang letrek atau sihir. Penggunaan
dari ilmu penemoh ini akan berdampak secara ekonomi pada para pedagang, yaitu keluarnya
uang untuk membayar jasa penggunaan ilmu penemoh ini.
Pada tahap pengkodean terporos (Axial Coding), peneliti menetapkan kategori
sebagai berikut: (1) Kategori inti adalah: perilaku pedagang Masyarakat Pendalungan, perilaku
yang ditemukan dibagi dua yaitu perilaku Positif/yang mendukung dan perilaku negatif/yang
menghambat. (2) Kategori pendukung yang ditetapkan adalah budaya masyarakat pedagang
Pendalungan, yang dibagi menjadi (a) Kegiatan keagamaan dan kebiasaan ritual, (b) Ilmu
Penemoh,(c). Aspek keluarga dan lingkungan. (3) Kategori Konsekuensi Usaha, yang dibagi menjadi dua yaitu kondisi usaha baik dan kondisi usaha buruk. Berikut ini hubungan ketiga
kategori penelitian.
Gambar 3: Hubungan Kategori Penelitian
Pada saat dilakukan penyampelan terporos, diperoleh data bahwa sebagian besar
pedagang tidak bisa memaknai kegiatan pengajian, selamatan, ritual khusus dan ilmu penemoh.
Sebagian besar mereka hanya sekedar menjalankan budaya ini. Melalui pengamatan pada 30
orang pedagang di masing-masing pasar, peneliti menemukan bahwa pedagang yang tidak bisa
memaknai arti pentingnya acara selamatan, omzet penjualan cenderung tidak mengalami
perubahan dalam aktivitas dagangnya.
Pada fase ini ditemukan faktor pendukung adan faktor penghambat yang membentuk
perilaku pedagang. Seberapa besar kualitas perilaku menuju arah dan menghambat usaha dagang,
tergantung pada bagaimana ketiga faktor tersebut berinteraksi dalam mempengaruhi perilaku
Tindakan yang diambil oleh masyarakat pedagang yang berperilaku baik dan yang
bisa memaknai budaya adalah setiap kegiatan dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan penuh
keyakinan. Menurut peneliti kesungguhan dan keyakinan inilah yang menjadi pemicu/pendorong
golongan pedagang ini lebih sukses dari golongan yang lain.
Golongan pedagang ini biasanya selalu sibuk memperbaiki kekurangan diri dengan
selalu berfikir kritis mengenai situasi dan kondisi yang dihadapi. Segala sesuatu difikir dengan
matang untuk mengambil keputusan. Semua factor pendukung, penghambat dan peluang yang
tersedia selalu diperhitungkan.
Factor-faktor situasional umum atau khusus yang mempengaruhi tindakan pedagang
yang berperilaku baik dan bisa memaknai adalah faktor pendukung dan faktor penghambat.
Faktor pendukung meliputi: (1) Adanya guru utama yang bersedia membimbing, (2) Adanya
orang tua yang mau membimbing, (3) Tingkat kesadaran dan kepatuhan kepada perintah guru
dan orang tua, (4) Adanya sifat pribadi yang mau menerima kritik dan berusaha terus belajar
untuk memperbaiki diri, (5) Adanya factor rejeki dan hoki. Adapun faktor penghambat meliputi:
(1) Ada juga factor lingkungan yang menghambat yaitu penilaian masyarakat yang tidak seide
dan sefaham selalu mencemooh karena tidak ikut aktif dalam pengajian, (2) Adanya penilaian
negative terhadap selamatan-selamatan yang dilakukan, yang berasal dari kelompok-kelompok
agama yang tidak menyetujui adanya selamatan dan membakar kemenyan, (3) Dimusuhi oleh
orang yang berprofesi sebagai tukang santet dan pellet, karena golongan pedagang yang bisa
memaknai ini jarang mungkin tidak pernah menggunakan jasa mereka. Biasanya golongan
pedagang ini bisa mengimbangi/menyembuhkan akibat sihir dan letrek.
Factor-faktor situasional umum atau khusus yang mempengaruhi tindakan pedagang
yang berkepribadian negative dan tidak bisa memaknai adalah (1) Adanya
penyimpangan-penyimpangan dan penyelewengan terhadap pelaksanaan nilai-nilai Islam dan nilai-nilai budaya
Jawa, (2) Karakter masyarakat Pendalungan yang susah diberi pemahaman mengenai suatu hal
yang tidak biasa/tidak umum dilakukan, (3) Banyaknya penceramah yang memang belum
mempraktekkan materi yang diceramahkan sehingga tidak bisa menjiwai ayat-ayat yang
disampaikan, (4) Adanya anggapan sirik pada sebagian masyarakat bila mengadakan selamatan
dan membakar kemenyan, (5) Adanya segolongan masyarakat yang merasa golongannya yang
paling benar dan paling alim, (6) Faktor ketidakberuntungan karena tidak mendapat petunjuk
Berdasar analisis contan comparative terungkap bahwa pedagang yang bisa
memaknai kegiatan keagamaan dan kegiatan ritual adalah pedagang yang mempunyai perilaku
yang cenderung baik, bisa mengatasi permasalahan yang ada dengan bijaksana. Sedang
pedagang yang hanya sekedar menjalankan kegiatan keagamaan dan kegiatan ritual merupakan
pedagang yang lebih beragam perilakunya, namun lebih banyak menunjukkan perilaku yang
cenderung menghambat usaha, dalam menghadapi permasalahan lebih mengandalkan emosi dan
ternyata kurang sukses atau usahanya cenderung turun. Berikut Model Paradigma Hasil
Penelitian.
Gambar 5: Model Paradigma Grounded Research untuk Usaha yang Sukses
Tahapan kerja pada proses pengkodean terpilih yang kedua adalah mengidentifikasi
data dengan menulis beberapa kalimat pendek yang berisi inti cerita atau data. Inti cerita/data
dalam penelitian ini adalah ”Pedagang yang dapat memaknai semua kegiatan keagamaan, ritual-ritual, selamatan, merupakan kelompok pedagang yang sukses dalam perdagangan. Pedagang
yang bisa memaknai semua kegiatan tersebut akan mempunyai kepribadian, sikap dan perilaku
yang positif/mendukung dan usaha dagangnya selalu mengalami kemajuan/sukses. Hal ini bisa
juga bermakna bahwa keberhasilan para pedagang ini karena pedagang tersebut mempunyai
karakter kepribadian yang menunjang.
Kategori Inti (konseptualisasi) dalam penelitian ini adalah „Kematangan dan kedewasaan kepribadian dalam memaknai budaya untuk diimplementasikan pada bidang
Makna keterkaitan kategori penunjang (1) dengan kategori Inti (2) adalah: (a) Pedagang
yang bisa memaknai budaya Pendalungan, bisa bersikap bijaksana dalam menghadapi godaan
dan cobaan, biasanya mempunyai sikap dan perilaku kewirausahaan yang baik yang ditunjukkan
dengan kepribadian yang baik. (makna keterkaitan kategori 1 dan kategori 2). (b) Pedagang yang
hanya sekedar menjalankan saja tanpa mengetahui makna yang dilakukan dan menuruti
emosional dalam menghadapi godaan dan cobaan, biasanya mempunyai sikap dan perilaku
kewirausahaan yang kurang baik yang ditunjukkan dengan kepribadian yang tidak baik. (makna
keterkaitan kategori 1 dan kategori 2). (c) Pedagang yang berkepribadian baik biasanya
mempunyai kondisi usaha yang sukses. (makna keterkaitan kategori 2 dan kategori 3). (d)
Pedagang yang berkepribadian negatif biasanya mempunyai kondisi usaha yang tidak sukses.
(makna keterkiatan kategori 2 dan kategori 3).
Dengan demikian dapat ditarik pola hubungan sebagai berikut: (1) Pedagang yang dapat
memaknai budaya Pendalungan dan bersikap bijaksana terhadap cobaaan dan godaan akan
menjadi pedagang yang sukses. (2) Pedagang yang hanya sekedar menjalankan budaya
Pendalungan dan bersikap emosional dalam menghadapi godaan dan cobaan, maka akan menjadi
pedagang yang gagal.
Proposisi dalam penelitian ini adalah „Kematangan dan kecerdasan beragama dan spiritual yang bermakna pada kepribadian dan perilaku pedagang yang pada akhirnya akan
bermakna pada keberhasilan usaha dagang.“, atau „Kematangan dan kedewasaan kepribadian
dalam memaknai kegiatan keagamaan dan spiritual untuk diimplementasikan pada bidang
kewirausahaan.“
Hasil temuan dalam penelitian ini berupa nilai-nilai yang bisa dijadikan pedoman
berperilaku yang dimiliki oleh masyarakat pedagang Pendalungan juga mendukung konsep
pendidikan karakter sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Dengan demikian hasil penelitian ini juga memperkuat visi
„Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan Nasional“ untuk membentuk Insan Indonesia cerdas komprehensif. Yang dimaksud dengan Insan Indonesia cerdas komprehensif adalah insan
yang cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual dan cerdas kinestetis.
Berdasar pengertian pendidikan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara implisit terkandung nilai-nilai
pendidikan bagi individu, masyarakat dan bangsa. Adapun nilai-nilai tersebut antara lain:
(1) Membentuk pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki kepercayaan diri, disiplin dan tanggung jawab, mampu mengungkapkan dirinya melalui
media yang ada, mampu melakukan hubungan manusiawi, dan menjadi warga negara yang baik.
Temuan yang senada dengan nilai diatas adalah nilai pertama, ”Para pedagang Pendalungan yang sukses berprinsip bahwa pada siang hari mereka harus bekerja giat dan pada malam hari
mereka harus berdoa mohon petunjuk pada Alah”.
(2) Membentuk tenaga pembangunan yang ahli dan terampil serta dapat
meningkatkan produktivitas, kualitas, dan efisiensi kerja. Temuan yang senada dengan nilai
diatas adalah nilai kedua yaitu ”Dalam menghadapi masalah apapun harus dapat teratasi. Pekerjaan harus disenangi, tidak patah semangat dan ketabahan abadi”. Yang dimaksud dengan
ketabahan abadi adalah bahwa pedagang tidak boleh iri dan dengki pada pesaing, barulah
pedagang akan kekal abadi. Berdasarkan penemuan itu maka seorang wirausahawan muslim
memiliki mental yang tangguh dalam menghadapi segala tantangan (QS at Taubah: 9), dan
memiliki keyakinan yang tinggi bahwa ia dapat mengatasi segala tantangan dan kegagalan yang
ada (QS.Al Zumar; 53). Tasmara (2009) juga memberikan suatu penjelasan tentang ciri dari etos
kerja muslim yang tampak dalam sikap dan tingkah lakunya yang dilandasi pada keyakinan
bahwa bekerja merupakan bagian bentuk dari ibadah.
(3) Melestarikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, bangsa dan
negara,
Temuan yang senada dengan nilai diatas adalah:
Nilai keempat, yaitu ” kita harus tabah (grit, tenacity) yang berarti tekun, dan sabar. Tekun dan sabar menurut Abrahamso (dalam Sanjoyo,2004) termasuk ciri wirausahawan yang
mempunyai drive yang kuat.
Nilai kelima, ”kita harus mawas diri (instrospection) dengan menjiwai lingkungan didalam dan diluar lingkungan supaya mengetahui penderitaan orang kecil (ekonomi lemah dan
(ekonomi yang kuat)”. Temuan ini menurut Abrahamso (dalam Sanjoyo,2004) merupakan salah
satu ciri wirausaha yang mempunyai nilai communication ability dan human relation ability.
Nilai kedelapan, ”kalau orang itu baik maka kita harus lebih dari orang itu tapi sebaliknya kalau orang itu iri dan dengki maka orang itu kita doakan supaya orang itu mendapat
petunjuk yang benar”. Temuan ini sama maknanya dengan pepatah Jawa yang berbunyi ”sing
sopo gelem gawe seneng marang liyan,iku bakal oleh wales kang luwih gedhe katimbang apa kang wis ditindakake”(Barang siapa suka membuat senang orang lain, ia akan mendapat balasan
yang lebih banyak daripada yang ia lakukan) dalam bahasa ilmiah adalah ”Whoever is prepared to satisfy others, will be gien a bigger reward”.
Nilai kesembilan, ”iri dan dengki akan menimbulkan kerugian yang fatal.bagi usaha apapun juga”. Jika dilihat dari sisi ‘takdir’orang yang iri berarti sedang menentang takdir Tuhan. Alasannya ialah pertama, membenci nikmatNya yang diberikan kepada orang lain. Kedua,
merasa bahwa Allah tidak adil dalam membagi karunia. Ketiga, menganggap bahwa Allah bakhil
terhadap dirinya. Keempat, menganggap hina hamba Allah dan menyanjung dirinya sendiri dan
kelima, lebih menuruti bisikan iblis daripada perintah Allah. Rasa iri dengki tersebut muncul
karena melihat orang lain memiliki kelebihan yang tidak dia miliki. Bisa jadi berupa harta, bakat
atau keahlian tertentu. Kebencian ini menjadi lebih besar bila orang yang didengkinya lebih
rendah kedudukannya. Dalam butir-butir budaya jawa dinyatakan ojo drengki atau dalam bahasa
ilmiah you shall not be envious.
Nilai kesepuluh,”dalam kerjasama (cooperative) kita harus jujur (honest) dan baik serta
bijaksana (elimas/baryesus) pasti Tuhan akan memberkahi”.
(4) Mengembangkan nilai-nilai baru yang dipandang serasi oleh masyarakat dalam
menghadapi tantangan ilmu, teknologi dan dunia modern. Nilai ini sejalan dengan nilai keenam,
”bagi usaha kecil dan besar harus tahu keluar masuknya uang, termasuk bisa membagi modal menjadi tiga bagian”. Dalam ilmu akuntansi temuan ini termasuk pengelolaan cash flow dan
Nilai ketujuh, ”pintar belum tentu mengerti. Supaya mengerti harus mempunyai pandangan yang baik, penglihatan yang baik, pendengaran yang baik, pembicaraan yang baik,
pekerjaan yang baik, agama yang baik,. Kalau keenam pengertian ini dilaksanakan barulah
manusia lepas sengsara, kemudian akan muncul kedamaian”. Temuan penelitian ini terkait
dengan keluaran pendidikan yang harus menghasilkan lulusan dengan kepribadian yang matang,
baik pada sisi intelektual (akademis), spiritual, emosional maupun ketrampilan tertentu, dan
kemampuan inilah yang akan memberikan efek berantai pada kemampuan seseorang untuk
belajar secara terus menerus melalui berbagai tantangan di lingkungannya sehingga mereka
dapat menolong dirinya sendiri termasuk memberikan manfaat bagi yang lain. Komponen
esensial dari suatu kepribadian manusia menurut Mulyana (2004) adalah nilai (value) dan
kebajikan (virtues). Terkait dengan hal ini UNESCO (1991) mengingatkan pentingnya martabat
manusia (human dignity) sebagai nilai tertinggi.
Pendidikan karakter memang harus mulai dibangun di rumah (home), dan
dikembangkan di lembaga pendidikan sekolah (school), serta diterapkan secara nyata di dalam
masyarakat (community) termasuk di dalamnya adalah dunia usaha dan dunia industri
(bussiness). Demikian juga hasil temuan menunjukkan bahwa pedagang yang berhasil adalah
pedagang yang mampu melakukan proses pendidikan langsung dari masyarakat yang pada
akhirnya akan terlihat pada kepribadian dan perilaku positif yang mendukung keberhasilan
usaha.
SIMPULAN
Secara garis besar temuan penelitian adalah menemukan nilai-nilai budaya Jawa-Islam
yang dipunyai oleh masyarakat Pendalungan untuk proses pembelajaran kewirausahaan dan
praktik kewirausahaan. Kesepuluh nilai tersebut bisa dijadikan nilai dasar dalam pendidikan
karakter kewirauhaan.
Keterkaitan kategori penunjang dengan kategori Inti adalah sebagai berikut: (a)
Pedagang yang bisa memaknai budaya Pendalungan, bisa bersikap bijaksana dalam menghadapi
godaan dan cobaan, biasanya mempunyai sikap dan perilaku kewirausahaan yang baik yang
ditunjukkan dengan kepribadian yang tidak baik (c) Pedagang yang berkepribadian baik biasanya
mempunyai kondisi usaha yang sukses (d) Pedagang yang berkepribadian negatif biasanya
mempunyai kondisi usaha yang tidak sukses.
Manfaat praktis dari hasil penelitian ini adalah nilai-nilai yang ditemukan bisa
digunakan untuk membentuk perilaku positif yang akan berdampak pada kesuksesan seseorang
dalam bidang apapun. Hal ini bisa dijadikan bahan masukan untuk pendidikan karakter
kewirauhaan.
SARAN
Hendaknya temuan nilai yang positif yang dimiliki oleh masyarakat pedagang
Pendalungan ini bisa menjadi acuan untuk mengembangkan nilai pendidikan karakter
kewirausahaan baik di sekolah maupun di masyarakat (non formal).
Pendidikan karakter Kewirausahaan dalam program pendidikan nonformal harus mulai
dikembangkan baik saat ini maupun di masa yang akan datang, mulai dari tingkat SD sampai
perguruan tinggi, mengingat pendidikan karakter kewirausahaan tersebut saat ini sangat
dibutuhkan dalam pemberdayaan masyarakat yang sudah mulai kehilangan semangat dalam
mengembangkan potensi dirinya dikarenakan berkembangnya kemajuan teknologi dan akulturasi
kebudayaan asing yang masuk ke negeri ini.
Kemajuan yang harus dinilai dalam pendidikan karakter adalah (1) Karakter sekolah:
sampai sejauh mana sekolah menjadi komunitas yang lebih peduli dan saling menghargai (2)
Pertumbuhan staf sekolah sebagai pendidik karakter: sampai sejauh mana staf sekolah
mengembangkan pemahaman tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk mendorong
pengembangan karakter (3) Karakter siswa: sejauh mana siswa memanifestasikan pemahaman,
komitmen, dan tindakan atas nilai-nilai etika inti.
Daftar Rujukan
Glaser, BG 2002. Conceptualization: On theory and theorizing using grounded theory.
International Journal of Qualitative Methods, 1(2). [viewed 1 )ct 2004] http://www.ualberta.ca/~iiqm/backissues/1_2Final/html/glaser.html
Glaser, BG 2002. Constructivist Grounded Theory? Forum: Qualitative Social Research, 3(3).
Retrieved October 01, 2004 from
http://www.qualitative-research.net/fqs-texte/3-02/3-02glaser-e.htm
Goede, R. & Villiers, CD 2003. The applicability of grounded theory as research methodology in
studies on the use of methodologies in IS practices. Proceedings of SAICSIT 2003, 208-217.
Jones, M. & Alony, I. 2011.Guiding the Use of Grounded Theory in Doctoral Studies-An
Example from the Australian Film Industry, International Journal of doctoral Studies. Volume6.2011.mjones@uow.edu.au iritalony@gmail.com.
Jalal M, Reza K, & Innes. J, 2009, Management Accounting Information In Micro Enterprises In
Gaza, Journal of Accounting & Organizational Change. Vol. % No. !.pp.81-107. Emerald Group Publishing Limited.
Larossa, R. 2005. Grounded Theory Methode and Qualitative Family Reseach, Departemen of
Sociology, Georgia State University, University Plaza, Atlanta,GA 30303. Journal of
marriage and Family 67.:837-857
Maryadi. 2005. Pemberdayaan Potensi Masyarakat Melalui Pendidikan Kecakapan Hidup.
Diklus: Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, Edisi 6, Th X, September 2005. Jurusan
Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Mulyana, A. Usman, S. & Nasikun , 2000..Etika Kesundaan dan Perilaku Ekonomi Pengusaha
Kerupuk Muslim Asal Ciamis di Kabupaten Sleman, Yogyakarta (The Sundanese Ethic and The Economic Behaviour of Muslim Kerupuk Entrepreneurs from Ciamis in Sleman District of Yogyakarta), Jurnal :Sosiohumanika 2000, XIII(3)
Siregar, L. 2002, Antropologi Dan Konsep Kebudayaan, Papua Journal Of social and Culture
Antropology,Volume 1. No. 1, Agustus 2002
Soedijarto, 2004. Kurikulum, Sistim Evaluasi, dan Tenaga Pendidikan Sebagai Unsur Strategis
Sutarto, A. Peneliti Tradisi Universitas Jember Jawa Timur, Sekilas Tentang Masyarakat
Pandalungan, Makalah disampaikan pada acara pembekalan Jelajah Budaya 2006 yang diselenggarakan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, tanggal 7
–10 Agustus 2006.
Suharto & Hardiyanti, R. 1993, Butir-butir Budaya Jawa, Anggayuh Kasampurnaning Urip
Berbudi Bawa Leksana Ngudi Sajatining Becik–Mencapai Kesempurnaan Hidup Berjiwa Besar Mengusahakan Kebajikan Sejati–In Search Of Perfect Life Noble And Generous Mind In Quest Of The Essence Of Goodness, Penerbit : Yayasan Purna Bhakti Pertiwi, Pencetak: PT. Citra Lamtoro Gung Persada.
IDENTITAS PENULIS
Nama : : Dr. Nanis Hairunisya, M.M.
Nomor Peserta :
NIP/NIK :19660816 0199203 2001
Tempat dan Tanggal Lahir :Probolinggo, 16 Agustus 1966
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Golongan / Pangkat : III C / Penata Jabatan Akademik :Lektor
Perguruan Tinggi : Universitas Panca Marga Probolinggo
Alamat :Jl. Yos Sudarso Pabean Dringu Probolinggo 67271 Telp./Faks. :(0335) 422715 / (0335) 427923
Alamat Rumah :Jl. Letjen Suprapto Gg.Merdeka Utara 8 Rt.1 Rw.7 Bulu Kraksaan
Probolinggo 67282
Telp./Faks. :085334503098