BUDAYA PAMER AURAT
Mustofa W Hasyim
Barangsiapa pernah membaca tuntas kumpulan puisi Lautan Jilbab karya penyair Emha Ainun Nadjib yang diterbitkan mengiringi pentas besar dengan judul yang sama akan mengetahui bagaimana sesungguhnya perintah Tuhan menutup aurat itu adalah dalam rangka perlindungan. Perlindungan atas kemanusiaan manusia itu sendiri. Secara utuh, adil dan fair.
Betapa tidak, dengan adanya perintah menutup aurat itu, orang lain akan
terlindungi dari berbagai macam godaan, meluapnya hasrat yang berlebihan dan tanpa hak, juga terlindungi dari berbagai prasangka negatif. Sedang bagi yang menutup aurat maka ia akan terlindungi kemanusiaannya. Nilai utama bahwa kualitas, posisi dan martabat manusia itu jauh di atas binatang akan betul-betul dapat dipegang dan difungsikan secara optimal.
Dengan demikian perintah menutup aurat pada hakikatnya bukanlah pemberian belenggu kepada perempuan. Tetapi justru merupakan pembebas dan penyelamat kemanusiaan mereka. Sebab dalam praktik, sebatas telah menurup aurat maka dalam berbagai komunitas Muslim dunia justru kemudian lahir energi kreatif yang tidak terhingga dalam bentuk ekspresi mode busana Muslimah yang semua dapat merupakan kekayaan kehidupan. Ini berbeda misalnya dengan yang terjadi di dunia mode pamer aurat yang justru kemudian memunculkan penyeragaman kemacetan kreativitas dan hegemoni nilai yang tidak sehat dan penuh bias. Energi kreatif komunitas Muslim yang muncul dalam ekspresi mode selalu bisa diperbarui dan mampu menyesuaikan kebutuhan estetik dan kebutuhan etik manusia di segala zaman. Maksudnya, akan selalu muncul karya-karya mode Muslim baru dari berbagai pelosok dunia, yang semuanya menutup aurat yang semuanya mengandung keindahan, kesegaran, kejernihan dan keutamaan sekaligus. Berbagai kombinasi warna, bentuk, pernik-pernik aksesori etnik dan berbagai kemungkinan lintas aspirasi dapat ditumbuhkan dan dipadukan secara kreatif.
Dalam konteks ini maka kebutuhan syariat dan kebutuhan ekspresi budaya manusia dapat berjalan secara parallel. Bahkan dalam tahap selanjutnya, selain memunculkan energi kreatif maka dari penerapan perintah untuk menutup aurat ini akan muncul energi ekonomi yang luar biasa dahsyatnya, karena sekaligus akan mampu melahirkan apa yang disebut kemandirian ekonomi bagi komunitas-komuitas Muslim yang menerapkan syariat menutup aurat ini. Pasar mode, pasar busana, pasar ide, jaringan produksi dan distribusi yang terbentuk dan bergerak ditengah proses penerapan perintah menutup aurat ini akan menyebabkan terjadinya sirkulasi dana triliunan rupiah bahkan suatu ketika nanti akan terjadi sirkulasi dana dan modal triliunan dolar yang semua itu tentu saja akan membawa manfaat dan kesejahteraan bagi komunitas Muslim itu, dan mampu menghasilkan hujan rahmat bagi komunitas lain yang mau terlibat dalam proses-prosesnya. Masalahnya, kenapa sekarang ini budaya pamer aurat sepertinya makin
pusar dan wilayah aurat yang sensitif sekitarnya dipamerkan dan digerakkan secara sensual), lewat media cetak, dan media internet, juga lewat aksi langsung para pendukung budaya pamer aurat ini di jalan-jalan, di kampus, dan tempat-tempat lain yang sesungguhnya sangat mengganggu ketenteraman publik yang bermoral dan berkemanusiaan? Sebab, itulah yang namanya hidup. Di satu pihak ada kekuatan dan kelompok yang ingin melindungi kemanusiaannya lewat syariat, ada pihak lain,lewat kampanye budaya pamer aurat justru sedang merapuhkan kemanusiaan mereka sendiri, untuk pelan-pelan kemudian merosot masuk ke maqom kebinatangan. Tempat jiwa tiada dan hanya nafsu yang berkuasa. Dalam konteks ini budaya pamer aurat adalah identik dengan budaya untuk membinatangkan manusia, sebab seorang wanita, seorang perempuan yang luhur harkat dan hakikatnya kemudian dilucuti kualitasnya hanya sampai pada posisi sebagai betina. Keutuhan manusia juga dijerumuskan ke bawah hanya menjadi sebentuk tubuh, daging, dimana energi kebinatangannya yang liar dibiarkan menguasai. Al Qur’an menginformasikan, makhluk-makhluk manusia yang telah melucuti kemanusiaannya, antara lain dengan membuka auratnya ini telah jatuh pada posisi asfala safilin. Sedang komunitas Muslim yang mengkampanyekan upaya menutup aurat masih tergolong pada kelompok yang senantiasa ingin mempertahankan posisi ahsani taqwim. Pilih mana?
Sumber: