KEWIRAUSAHAAN SANTRI
SKRIPSI
Oleh: MUFA’IZAH NIM: C74213127
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
SURABAYA
v ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Strategi Pondok Pesantren Sunan Drajat dalam
Mengimplementasikan branding Sebagai Pondok Kewirausahaan dan Implikasinya
Terhadap Jiwa Kewirausahaan Santri Pondok Pesantren Sunan Drajat ” ini
merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan menjawab pertanyaan tentang apa dan bagaimana strategi Pondok Pesantren Sunan dalam mengimplementasikan branding sebagai pondok kewirausahaan dan bagaimana implikasinya terhadap santri serta faktor apa yang menjadi penghambat dna pendukung dalam pengimpleementasian branding sebagai pondok kewirausahaan.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dan dianalisis secara sistematis. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara secara langsung dengan informan dalam penelitian ini, yaitu Kepala perekonomian Pondok Pesantren Sunan Drajat beserta staff dan santri Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi yang dilakukan oleh Pondok
Pesantren Sunan drajat dalam mengimplementasikan branding sebagai pondok
kewirausahaan dilakukan dengan cara sebagai berikut : Pengitegrasian ke dalam lembaga formal (kurikulum), Pengintegrasian ke dalam Lembaga non Formal (Pengajian), Pelatihan dan Praktik Lapangan. Dari kelima strategi yang paling berpenggaruh dalam jiwa kewirausaahaan santri adalah pengajian yang dilakukan oleh kiai, hal tersebut dapat dibuktikan dari 10 Informan yang telah dikumpulkan oleh peneliti 7 diantaranya termotivasi untuk membuka usaha dari nasehat, motivasi yang diberikan oleh kiai. Faktor yang membuat pengajian yang dilakukan oleh kiai menjadi sangat berpengaruh dikarenakan keberadaan kiai yang menjadi sentral pondok pesantren dan juga seringnya pengajian yang dilakukan oleh kiai berbeda
dengan strategi yang lain. Faktor pendukung pengimplementasian branding sebagai
pondok kewirausahaan adalah terdapatnya berbagai macam usaha dengan berbagai bidang yang berbeda dalam pondok pesantren, terlibatnya santri dalam unit usaha pondok pesantren, dukungan yang penuh dari pengasuh pondok pesantren. Sedangkan faktor penghambatnya anatara lain : Kurangnya kesadaran santri
mengenai enterpreuner, padatnya jadwal kegiatan santri, dan Minimnya SDM.
viii DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 14
C. Rumusan Masalah ... 14
D. Kajian Pustaka ... 15
E. Tujuan Penelitian ... 20
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 21
G. Definisi Operasional ... 22
H. Metode Penelitian ... 24
I. Sistematika Pembahasan ... 31
BAB II Pondok Pesantren, Kewirausahaan dan Branding……. ... 33
A. Sejarah Pondok Pesantren ... 33
ix
C. Elemen-elemen Sebuah Pesantren ... 38
D. Fungsi Pesantren ... 43
E. Pengertian Kewirausahaan ... 44
F. Jiwa Kewirausahaan ... 46
G. Kewirausahaan dalam Islan ... 48
H. Pengertian Branding ... 51
I. Keputusan Pemberian Branding ... 53
J. Tahapan Branding ... 56
K. Metode Branding ... 57
L. Manfaat Branding ... 57
BAB III Strategi Pondok Pesantren Sunan Drajat Dalam Mengimplementasikan Branding Sebagai Pondok Kewirausahaan dan Implikasinya Terhadap Jiwa Kewirausahaan Santri ... 59
A. Profil Pondok Pesantren Sunan Drajat ... 59
B. Biografi Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat ... 64
C. Unit Pendidikan Pondok Pesantren Sunan Drajat ... 70
D. Pesantren Wirausaha ... 78
E. Latar Belakang Pesantren Wirausaha ... 78
F. Unit Bisnis Pondok Pesantren Sunan Drajat ... 81
x
H. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengimplementasian
Branding Sebagai Pondok Wirausaha……….. 100
BAB IV Analisis Strategi Pondok Pesantren Sunan Drajat Dalam Mengimplementasikan Branding Sebagai Pondok Kewirausahaan dan Implikasinya Terhadap Jiwa Kewirausahaan Santri ... 103
A. Analisis dan Pembahasan Strategi Pondok Pesantren Sunan Drajat dalam Mengimplementasikan Branding Sebagai Pondok Kewirausahaan dan Implikasinya terhadap Jiwa Kewirausahaan Santri………. 103
B. Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pengimplementasian branding sebagai Pondok Kewirausahaan 113 BAB V PENUTUP ... 112
A. Kesimpulan ... 118
B. Saran-saran ... 119
DAFTAR PUSTAKA ... 120
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah penganguran dan kemiskinan merupakan masalah besar yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia, seiring dengan bertambahnya sumber daya
manusia justru mengakibatkan bertambah banyak pula penganguran. Hal itu
dikarenakan tidak semua tenaga kerja baru bisa tertampung dalam dunia
kerja.
Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin mengatakan, tingkat penganguran
terbuka pada Februari 2016 mencapai 7,02 juta orang atau 5,5 persen. Lebih
lanjut Suryamin berujar, ditinjau berdasarkan taraf pendidikannya persentase
lulusan sekolah dasar ke bawah yang menganggur menurun, yakni 3,61%
menjadi 3,44%. Tingkat pengangguran tertinggi adalah lulusan sekolah
menengah kejuruan dengan persentase 9,84% meningkat dari 9,05%, “
ujarnya”. Adapun persentase penduduk berpendidikan diploma I,II, dan III
yang menganggur juga menurun. Namun tingkat pengangguraan lulusan
universitas malah meningkat dari 5,34% menjadi 6,22%.1
Padahal mereka inilah yang mendapatkan predikat sebagai agent of
change yang diharapkan bisa mengubah keadaan negara ini untuk menjadi
lebih baik lagi. Pola pikir yang masih mengakar bahwa menjadi pegawai lebih
1Tempo, “Penganguran Terbuka di Indonesia Capai 7,2 Juta Orang, dalam
tinggi derajatnya daripada menjadi pengusaha, hal itu terbukti pada setiap
pelaksanaan penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS). Antusias
masyarakat cukup besar untuk mengikutinya, merekapun rela untuk
mengeluarkan uang yang sangat banyak demi menjadi PNS. Alasan dari
mereka untuk menjadi seorang PNS adalah memperoleh gaji yang lebih tinggi
dan relatif tetap. Beban kerja sebagai PNS juga tidak terlalu besar
dibandingkan bekerja di perusahaan swasta. Selain itu, dengan menjadi PNS
mereka bisa mendapat dana pensiun di masa mendatang.
Hal ini juga didukung oleh lingkungan budaya masyarakat dan keluarga
yang dari dulu selalu ingin anaknya menjadi orang gajian alias pegawai.
Orang tua cenderung mendorong anak-anak mereka mencari pekerjaan atau
menjadi karyawan. Disisi lain para orang tua kebanyakan tidak memiliki
pengalaman dan pengentahuan untuk berwirausaha.2
Wirausaha merupakan salah satu solusi yang dapat memecahkan
persoalan penganguran. Selain dapat menghindarkan dirinya sendiri dari
penganguran, wirausaha juga dapat membuka lapangan pekerjaan bagi orang
lain. Hal ini juga sesuai dengan keinginan Kantor Menteri Koperasi dan
UKM untuk menciptakan 20 juta usaha kecil menengah baru tahun 2020.
Keinginan ini direspon positif oleh Ir. Aburizal Bakri bahwa membangun
UKM sama dengan membangun ekonomi Indonesia. Katakanlah satu UKM
memperkerjakan 5 orang, maka 20 juta UKM akan menyerap lebih dari 100
juta tenaga kerja.
2
3
Sebenarnya banyak sekali potensi alam di sekitar tempat tinggal kita
yang bisa dimanfaatkan menjadi peluang usaha, apalagi dengan adanya
teknologi yang canggih yaitu internet. Dalam al-Quran sendiri dijelaskan
bahwa Allah menciptakan bumi sebagai sumber kehidupan dan agar manusia
bisa memanfaatkan sumber daya yang ada.3”Firman Allah
Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan, Akan tetapi amat sedikit kamu bersyukur. (Al-A’raf :10)4
Menumbuhkan jiwa kewirausahaan merupakan pintu gerbang dalam
membentuk dan menumbuhkan pribadi ulet, tanggungjawab dan berkualitas
yang bermuara pada terwujudnya kompetensi kerja. Peran lembaga
pendidikan dituntut untuk bisa menciptakan ruang yang kondusif bagi
tumbuhnya spirit entrepreneurship dengan memperkuat mental dan
mempertajam minat melalui proses pembelajaran.5
Salah satu lembaga yang concern terhadap kewirausahaan adalah pondok
pesantren. Pesantren sudah sangat membumi terutama bagi masyarakat Jawa,
disamping itu, pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang paling sah
sebagai pewaris khazanah intelektual Islam di tanah air Indonesia.
3Ismail Nawawi, Ekonomi Islam - Perspektif Teori, Sistem dan Aspek Hukum (Surabaya: CV. PutraMedia Nusantara, 2009), 174-175.
4
Departemen Agama Ri, Al-Qur’an dan Terjemah(Bandung: CV Penerbit J-ART, 2004), 151.
Dibandingkan masa penjajahan, orientasi pesantren sudah mengalami
pergeseran. Jika dulu pesantren mengiringi perjuanganpolitik dalam upaya
merebut kemerdekaan dan membebaskan masyarakat dari penjajahan, maka
pada saat pembangunan ini hal tersebut sudah bergeser menuju orientasi
ekonomi.
Pesantren bertransformasi menjadi lembaga pendidikan nonformal yang
mengembangkan ilmu Islam. Hal ini sesuai dengan Pasal 26 Undang –
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Selain
itu, pesantren juga merupakan lembaga yang berperan aktif memberdayakan
masyarakat, khususnya umat Islam di Indonesia yang juga turut serta
memperjuangkan kemerdekaan.6
Menurut pengertiannya, kata pondok pesantren atau pesantren atau yang
disingkat dengan ponpes adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk
mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, serta mengamalkan ajaran
Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman
perilaku sehari-hari.7
Pesantren merupakan pendidikan informal yang keberadaannya tidak
asing lagi bagi umat Islam. Pondok pesantren telah dikenal oleh masyarakat
Indonesia, disebabkan suksesnya lembaga tersebut dalam menghasilkan
ulama>-ulama> yang berkualitas tinggi, yang dijiwai oleh semangat untuk
menyebarkan Islam dan menetapkan keimanan orang-orang Islam.
6
Arie Eko Cahyono, “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper--IKIP PGRI Jember, 2016).
5
Banyak sejarawan berpendapat tentang asal-usul pondok pesantren, di
antaranya Zamakhsyari Dhafier yang mengatakan bahwa “Pesantren adalah
suatu lembaga pendidikan Islam dan para siswa atau yang disebut dengan
santri tinggal dan belajar bersama di bawah bimbingan seorang atau
beberapa guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai, pada umumnya
lembaga pendidikan tersebut bersifat tradisional”8
Di Indonesia istilah ku>>tta>b lebih dikenal dengan istilah “pondok
pesantren” yaitu, suatu lembaga pendidikan Islam yang didalamnya terdapat
seorang kiai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (peserta
didik) dengan sarana masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan
pendidikan terebut, serta didukung adanya pemondokan atau asrama sebagai
tempat tinggal para santri.9
Santri berasal dari kata sastri, sebuah kata dari bahasa India yang berarti
orang yang tahu buku-buku suci agama, atau secara umum dapat diartikan
buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan. Namun ada
juga yang berpendapat bahwa, perkataan santri sesungguhnya berasal dari
bahasa Jawa dari kata cantri, serta ada yang menghubungkan dengan kata
satriya atau ksatrya yang berkaitan dengan hakekat keutamaan dan keluhuran
8 Ita Runti Wulandari, “ Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran Lamongan Jawatimur :Pesantren Wirausaha” (Skripsi—IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011), 20.
kepribadian seseorang.10 Selanjutnya yang dimaksud santri dalam studi ini
yaitu orang yang belajar di pondok pesantren.
Sistem pembelajaran dalam pesantren menggunakan pendekatan holistic,
artinya para pengasuh pesantren memandang bahwa kegiatan
belajar-mengajar merupakan kesatupaduan atau lebur dalam totalitas hidup
sehari-hari. Bagi warga pesantren belajar di pesantren tidak mengenal hitungan
waktu, kapan harus mulai dan kapan harus selesai, serta target apa yang harus
dicapai.
Tipologi pesantren menurutDhofier, secara garis besar terbagi menjadi
dua kelompok. Pertama, pesantren salafî yang tetap mempertahankan
pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan di pesantren
tradisional. Sistem madrasah diterapkan untuk memudahkan sistem sorogan
yangdipakai dalam lembaga-lembaga pengajianbentuk lama, tanpa
mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Kedua, pesantren modern yang
telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah-madrasah yang
dikembangkannya,atau membuka tipe-tipe sekolah umum dalam lingkungan
pesantren. Pengelompokan di atas tampaknya perlu diurai lagi, hal ini
mengingat perkembangan pesantren yang akhir-akhir ini sudah sangat pesat.
Secara garis besar, karakter utama pesantren adalah: (1) pesantren
didirikansebagai bagian dan atas dukungan masyarakatnyasendiri, (2)
pesantren dalam penyelenggaraan pendidikannya menerapkankesetaraan dan
kesederhanaansantrinya, tidak membedakan status dantingkat kekayaan
7
orang tuanya, (3)pesantren mengembangkan misi menghilangkankebodohan,
terutama ta>fa>qqu>hfi al- di>yn dalam mensyiarkan agama Islam.11
Pondok pesantren dengan berbagai predikat yang melekat sesungguhnya
mempunyai tiga fungsi utama yang diemban, yaitu: Pertama, sebagai pusat
pengkaderan pemikir-pemikir agama (center of excellence). Kedua, sebagai
lembaga yang mencetak sumber daya manusia (human resource). Ketiga,
sebagai lembaga yang mempunyai kekuatan melakukan pemberdayaan pada
masyarakat (agent of development).12
Pengembangan ekonomi masyarakat pesantren mempunyai andil besar
dalam menggalakan kewirausahaan. Di lingkungan pesantren para santri
dididik untuk menjadi manusia yang bersikap mandiri dan berjiwa
entrepreneur. Pesantren giat berusaha dan bekerja secara independen tanpa
menggantungkan nasib pada orang lain atau lembaga pemerintah dan swasta.
Secara kelembagaan pesantren telah memberikan tauladan dengan
mengaktualisasikan semangat kemandirian melalui usaha-usaha yang
konkret, dengan didirikannya beberapa unit usaha ekonomi mandiri
pesantren. Secara umum pengembangan berbagai usaha ekonomi di pesantren
dimaksudkan untuk memperkuat pendanaan pesantren, latihan bagi para
santri, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.13
11
Muhammad Hasan, Inovasi dan Modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren, Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman, No 2, Vol. 23 (Desember 2015), 302.
12 Qohar Mujamil, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi,
(Jakarta: Erlangga, 2009), 23.
13Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren Pendidikan Alternatif Masa Depan (Jakarta: Gema
Saat ini banyak pondok pesantren yang mulai membuka diri dan
menerapkan program entrepreneur diantaranya adalah pondok pesantren
Mukmin Mandiri Sidoarjo, Pondok Pesantren Asy-Syifa’ Cumedak Jember,
pondok pesantren Nurul Hidayah Bandung, pondok pesantren Daarul
Muttaqiin Malang, pondok pesantren Al-ittifaq Ciwidey, pondok pesantren
Sidogiri Pasuruan serta pondok pesantren Sunan Drajat Lamongan.
Pondok Pesantren Sunan Drajat merupakan satu – satunya pesantren
peninggalan wali di tanah Jawa yang masih tersisa. Sedangkan delapan wali
lainya hanya menyisakan makam. Dianggap satu – satunya peninggalan wali
karena pondok pesantren Sunan Drajat memiliki ikatan historis, psikologis,
dan filosofi dengan Sunan Drajat. Ikatan historis yang dimaksud dalah
pondok pesantren Sunan Drajat merupakan tempat dimana Sunan Drajat
pernah berdakwah dan menyebarkan Islam, sedangkan yang dimaksud dengan
ikatan psikologi karena pendiri pondok pesantren Sunan Drajat secara silsilah
masih ada keturunan keluarga dari Sunan Drajat, dan ikatan filosofis yang
dimaksud adalah semboyan Sunan Drajat terhadap empat perkara yang
menjadi pegangan yang telah melekat pada masyarakat di sekitar pondok
pesantren Sunan Drajat. Adapun filosofi Sunan Drajat yang terkenal dengan
empat hal tersebut adalah sebagai berikut :
1. Menehono teken marang wong kang wuto (Berilah ilmu agar orang
menjadi pandai)
2. Menehono mangan marang wong kang luwe (Sejahterakanlah kehidupan
9
3. Menehono busono marang wong kang wudo (Ajarilah kesusilaan pada
orang yang tidak punya malu)
4. Menehono ngiyup marang wongkang kudanan (Serta berilah perlindungan
orang yang menderita).14
Pada awal pendirian pondok pesantren, sistem pendidikan dan pola
pengajaran kitab di pondok pesantren Sunan Drajat amat kental diwarnai oleh
dua macam metode pesantren salaf yaitu bandongan dan sorogan. Namun
pada perkembangan selanjutnya pondok Sunan Drajat mengangap perlu
bahkan harus berbenah diri dan mengubah sistem pendidikan pola
pengajarannya dengan mencoba menggabungkan antara kebutuhan dunia dan
kepentingan akhirat. Pondok pesantren menjaga tradisi salaf, bandongan,
sorogan serta upaya pengembangan Madrasah Diniyah, Mu’alimin
Mu’alimat, Ma’had Aly juga Musyawirin khusus santri senior. Sebagai hasil
dari perubahan yang terjadi pada pondok pesantren Sunan Drajat, maka
lahirlah berbagai jenjang pendidikan formal, mulai dari Taman Kanak-Kanak,
Madrasah Ibtidaiyah, SMP, MTS, MA, SMK dengan berbagai jurusan serta
Universitas Islam. Selain itu pesantren juga membekali santrinya ketrampilan
(kewirausahaan) dan penguasaan teknologi kapada santrinya.15
Strategi yang dilakukan oleh pondok pesantren Sunan Drajat dalam upaya
menanamkan jiwa kewirausahaan santri, salah satunya dengan diadakannya
pelatihan keterampilan dan pengelolaan unit usaha bersamaantara santri
14
Aguk Irawan, Sang Pendidik Novel Biografi KH. Abdul Ghofur, ( Yogyakarta : Qalam Nusantara, 2015), 243-271.
dengan pihak pondok pesantren, disegala usaha yang dimiliki oleh pondok
pesantren Sunan Drajat. Dalam membangun pondok wirausaha langkah yang
dilakukan oleh KH. Abdul Ghofur adalah dengan cara mendirikan usaha
mandiri dan kemitraan.
Diantara usaha yang dimiliki oleh pondok pesantren Sunan Drajat
adalah: PT SDL, Aidrat (Air Minum Sunan Drajat), Persada Radio FM,
Persada TV, Persada Rihlah, Sari Mengkudu Sunan, Garam Samudra, BMT
Sunan Drajat, Kemiri Sunan, Koppontren, Usaha Budidaya Lele, Usaha
pengrajin Kayu, Peternakan sapi dan kambing, Toserba Sunan Drajat,
Percetakan dan Fotocopy Sunan Drajat, Usaha Penyewaan Alat Transportasi,
Sunan Drajat Press, Usaha Bordir dan Konveksi dan lain sebagainya.16
Dengan banyaknya unit usaha yang dimiliki oleh pondok pesantren Sunan
Drajat hal itu membuktikan bahwa KH. Abdul Ghofur selaku pengasuh
sudah berhasil membangun pondok pesantren Sunan Drajat menjadi pondok
wirausaha, yang mana pondok pesantren tersebut tidak hanya mahir dalam
bidang pendidikan agama saja tetapi juga dalam pertanian, industri, dan
perikanan.17
Pengakuan keberhasilan perjuangan beliau bukan hanya dari dalam negeri
tapi juga dari lembaga pendidikan International. Hal itu terbukti dengan
banyaknya penghargaan yang dimiliki oleh pondok pesantren Sunan Drajat.
Diantaranya adalah :
16
Dokumentasi Pondok Pesantren Sunan Drajat.
11
1. Pada tanggal 12 Juni 2006, K.H Abdul Ghofur menjadi tamu kehormatan
di istana negara untuk menerima “Piala Kalpataru” sebagai pembina
lingkungan terbaik yang diberikan langsung oleh Bapak presiden Susilo
Bambang Yudhoyono.
2. Pada tahun 2007, mendapat penghargaan dari Harian Bisnis Indonesia
sebagai pengusaha UKM terbaik.
3. Pada tanggal 30 Juni 2007, beliau mendapat gelar Doktor Honoris Causa
dari Amerika Institut Of Management Hawai di Amerika. Yang kemudian
beliau merubah nama lengkapnya menjadi Prof. Dr. K.H Abdul Ghofur.
4. Sebagai kepala komunikasi pondok pesantren Argobisnis se – Indonesia
sejak tahun 2001.18
5. Pada tahun 2004 mendapatkan brand sebagai pondok wirausaha oleh
menteri pertanian.19
6. Penerima penghargaan Nahnu Ansorulloh dari GP Ansor yang
bekerjasama dengan BNI dalam rangka memperluas dan mengembangkan
inklusi financial, yaitu Termasuk dalam 3 kategori pondok pesantren
terbaik dalam mengembangkan usaha.20
7. Dipilih Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra)
sebagai partner dalam acara Rakornas 1 Pemberdayaan Ekonomi Umat
Melalui Pesantren. Alasan pemilihan Rakornas 1 di Pondok Pesantren
18MQ PP Sunan Drajat, “Sejarah kemajuan Pondok Pesantren sunan Drajat”, dalam
http://www.mqppsunandrajat.blogspot.co.id, diakses pada 29 September 2016. 19
Ir. Hilal Sularso (ketua LM3 Pondok Pesantren Sunan Drajat), wawancara, Lamongan 12 Januari 2107.
20BNI, “BNI gandeng Komunitas Pesantren Untuk Bantu Financial Inclusion” , dalam
Sunan Drajat karena, agar pondok pesantren lain bisa belajar terkait
pemberian bekal kewiraausahaan yang sudah dilakukan oleh pondok
pesantren Sunan Drajat.
8. Pada tanggal 12 Oktober 2016 Grand Launching Inkubator Bisnis
Pesantren, bekerjasama antara BI dengan Pondok Pesantren Sunan
Drajat21.
Dari sekian banyaknya prestasi dan keberhasilan yang telah diraih oleh
pondok pesantren Sunan Drajat dibidang kewirausahaan, tentu membutuhkan
banyak strategi dan pendekatan yang dapat dijadikan sebagai bahan
pembelajaran untuk dapat diterapkan kepada para santri yang berada dalam
lingkup pondok pesantren Sunan Drajat.
Pada umumnya, kemandirian dan kegiatan kewirausahaan pesantren dapat
berjalan dengan lancar dan maju, karena adanya beberapa faktor, antara lain:
1. Pada umumnya lokasi pesantren berada didaerah pedesaan, sehingga
banyak memiliki lahan, baik milik sendiri maupun dari wakaf umat.
2. Banyak tersedia SDM, yaitu para santri, ustadz, keluarga besar
pesantren.
3. Tersedia waktu yang cukup banyak.
4. Adanya tokoh pesantren (Kyai/Ajengan/Tuan Guru/Buya) yang
memiliki kharisma dan menjadi panutan masyarakat.
5. Tumbuhnya jiwa dan sikap kemandirian, keikhlasan, dan
kesederhanaan di kalangan keluarga besar pesantren.
21
13
6. Jumlah santri yang cukup banyak serta masyarakat Islam sekitarnya
yang biasanya menjadi jamaah ta’lim di pesantren merupakan pasar
yang cukup potensial.
7. Didalam lingkungan pondok pesantren terutama para santrinya adalah
merupakan potensi konsumen, dan juga potensi produsen.22
Beberapa faktor tersebut merupakan potensi/ kekuatan yang bisa
dimanfaatkan untuk mendorong serta memajukan kegiatan usaha pesantren,
sekaligus sebagai media berlatih ketrampilan berwirausaha bagi para santri.
Namun tidak semua faktor tesebut dapat diterapkan dengan baik oleh pondok
pesantren Sunan Drajat. Hal tersebut dikarenakan padatnya jadwal kegiatan
yang harus dijalani oleh santri. Melihat hal tersebut diperlukan strategi yang
tepat agar pondok pesantren Sunan Drajat dapat menumbuhkan jiwa
kewirausahaan santrinya dengan efektif dan efisien.
Dari latar belakang yang diuraikan, kiranya perlu untuk dikaji lebih
ilmiah dengan mengunakan metode penelitian yang relevan dengan masalah
diatas. Oleh sebab itu peneliti mengangkat masalah strategi pondok
pesantren Sunan Drajat dan implikasinya terhadap jiwa kewirausahaan santri
dengan judul “ Strategi Pondok pesantren Sunan Drajat dalam
Mengimplementasikan Branding sebagai Pondok Kewirausahaan dan
Implikasinya terhadap Jiwa Kewirausahaan Santri “
22Sudrajat Rasyid, et al.,
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat di
identifikasi adanya beberapa masalah sebagai berikut:
1. Angka Penganguran terdidik semakin meningkat.
2. Kondisi lapangan kerja yang semakin kompetitif.
3. Pentingnya Kewirausahaan bagi santri Pondok Pesantren Sunan Drajat.
4. Menciptakan entrepreneur muslim yang kompeten.
5. Strategi Pondok Pesantren Sunan Drajat dalam mengimplementasikan
branding sebagai pondok kewirausahaan.
Berdasarkan identifikasi masalah dan kemampuan penulis dalam
mengidentifikasi masalah, maka dalam penelitian ini akan dilakukan
pembatasan masalah sebagai berikut
1. Strategi dan langkah- langkah yang dilakukan oleh pondok pesantren
Sunan Drajat dalam mengimplementasikan branding sebagai pondok
kewirausahaan.
2.Implementasi branding sebagai pondok kewirausahaan dan implikasinya
terhadap jiwa kewirausahaan santri.
3.Faktor pendukung dan penghambat pengimplementasian branding sebagai
pondok wirausaha.
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, agar lebih praktis dan sistematis
15
berikut:
1. Apa strategi dan langkah-langkah pondok pesantren Sunan Drajat dalam
mengimplementasikan branding sebagai pondok kewirausahaan ?
2. Bagaimana implementasi branding pondok pesantren Sunan Drajat sebagai
pondok kewirausahaan dan implikasinya terhadap jiwa kewirausahaan
santri?
3. Faktor apa yang mendukung dan menghambat pengimplementasian
branding sebagai pondok kewirausahaan ?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.
Dalam pengamatan penulis, penelitian yang membahas tentang pondok
pesantren dan kewirausahaan sangat banyak dan bervariatif. Namun, berbeda
dengan penelitian pada pondok pesantren pada umumnya. Penelitian ini
memiliki ketidaksamaan dengan penelitian pondok pesantren yang telah ada
sebelumnya. Penelitian yang membahas pondok pesantren dan
kewirausahaan diantaranya adalah :
1. Skripsi berjudul “ Implementasi Mata Kuliah Kewirausahaan dan Etika
Bisnis Islam Dalam Meningkatkan Jiwa Enterpereneur Bagi Mahasiswa
Sunan Ampel Surabaya”, penelitian oleh saudari Rofiqotun Ni’mah
tahun 2014.23 Penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran mata
kuliah Kewirausahaan dan Etika Bisnis Islam telah berhasil mewujudkan
mahasiswa yang berwirausaha dengan cara implementasi dari mata
kuliah Kewirausahaan dan Etika Bisnis Islam yang telah dipelajari yang
kemudian dijalankan, hal itu terbukti banyak mahasiswa yang
mendirikan usaha sendiri atau mengembangkan usaha yang dimiliki
sebelumnya sesuai dengan nilai- nilai Islam. Persamaan penilitian ini
dengan penilitian yang akan diteliti oleh peniliti terletak pada variabel
kewirausahaan, yang mana disini peneliti sama sama meneliti bagaimana
suatu lembaga pendidikan bisa memberikan pengaruh terhadap jiwa
kewirausahaan anak didik dengan strategi yang telah diterapkan oleh
suatu lembaga pendidikan. Perbedaan penelitian ini terletak pada subjek
penelitian, yang mana penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
subjek penelitiannya adalah orang – orang di pondok pesantren Sunan
Drajat yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam penelitian,
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh saudari Rofiqotun Ni’mah
subjek penelitiannnya adalah mahasiwa Ekonomi Syariah UIN Sunan
Ampel Surabaya.
2. Skripsi berjudul “Strategi Koppontren Dalam Membentuk Jiwa
Kewirausahaan Mahasantri Ponpes Nurul Jadid Paiton Probolinggo”,
23Rofiqotun Ni’mah, “Implemen
17
penelitian oleh Nuri Hidayati tahun 2016. Penelitian ini menunjukkan bahwa strategi yang digunakan dalam membentuk jiwa kewirausahaan mahasantri yaitu menggunakan pelatihan pendidikan atau binaan tentang berwirausaha yang dilaksanakan setiap satu minggu sekali tepatnya di hari Selasa pagi.24 Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terletak pada variabel kewirausahaan, sedangkan yang menjadi perbedaan dalam penelitian ini adalah subjek yang akan dijadikan penelitian dan strategi yang digunakan dalam membentuk jiwa kewirausahaan. Dimana penelitian yang dilakukan oleh Nuri Hidayati strategi yang digunakan terpusat pada satu unit bisnis atau dilakukan oleh unit bisnis yang ada di pondok pesantren sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terletak pada strategi yang dilakukan oleh pondok pesantren itu sendiri.
3. Skripsi berjudul “ Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran Lamongan
Jawa Timur : Pesantren Wirausaha”. Penelitian ini dilakukan oleh Ita
Runti Wulandari tahun 2011. Penelitian ini menunujukkan bahwa
langkah- langkah yang dilakukan pondok pesantren Sunan Drajat dalam
membangun pesantren wirausaha melalui dua tahap, yakni usaha mandiri
dan kemitraan.25 Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah tempat penelitian yakni, sama- sama
dipondok pesantren Sunan Drajat. Sedangkan letak perbedaan penelitian
24
Nuril Hidayati, Strategi Koppontren... 25Ita Runti Wulandari,
ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ita Runti ini hanya sekadar
membahas sejarah pondok pesantren Sunan Drajat dan bagaimana cara
yang dilakukan oleh pondok pesantren dalam membangun pesantren
wirausaha tidak menguraikan bagaimana strategi pondok pesantren Sunan
Drajat dalam mengimplementasikan branding sebagai pondok wirausaha
dan bagaimana pengaruhnya terhadap jiwa kewirausahaan santri.
4. Skripsi berjudul “ Perencanaan Strategis Sistem Informasi Pondok
Pesantren Sunan Drajat Dalam Rangka Pengendalian Internal
Organisasi”. Penelitian oleh Biyati Ahwarumi tahun 2011.26 Skripsi ini
membahas tentang analisis strategi yang perlu dikembangkan dalam
rangka membangun sistem informasi di pondok pesantren Sunan Drajat
dan untuk membangun sistem informasi pondok pesantren Sunan Drajat
dalam rangka pengendalian organisasi. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang akan diteliti oleh peneliti adalah kesamaan tempat
penelitian yakni sama- sama berada di pondok pesantren Sunan Drajat.
Perbedaan penelitian ini adalah, pada penelitian ini sama sekali tidak
membahas tentang kewirausahaan. Penelitian ini lebih mengarah kepada
manajemen strategi yang dilakukan oleh pondok pesantren Sunan Drajat.
5. Skripsi berjudul “Pemberdayaan Kewirausahaan Terhadap Santri di
Pondok Pesantren (Studi Kasus Pondok Pesantren Al- Ashriyyah Nurul
Iman Parung, Bogor)”. Penelitian oleh Deden Fajar Badruzzaman tahun
19
2009. 27 penelitian ini menunjukkan bahwa untuk dapat mewujudkan pemberdayaan kewirausahaan santri di pondok pesantren maka diperlukan
peran pondok pesantren Al- Ashriyyah Nurul Iman dalam menumbuhkan
kemandirian santri dengan cara memenuhi aspek kognitif ( mampu
mengenal, dan memahami diri sendiri dengan cara memenuhi aspek
(mampu mengenal, dan memahami diri sendiri dan lingkungannya), aspek
afektif (keberanian, mampu mengambil keputusan untuk dan oleh diri
sendiri, bertanggung jawab, percaya diri, optimis, sabar tawakkal dan
ikhlas), aspek konatif (mampu menerima diri sendiri dan lingkungan
secara positif dan dinamis, mampu mengenadalikan/ mengarahkan diri
sendiri sesuai dengan keputusan, aspek psikomotorik (mampu
mewujudkan diri sendiri (aktualisasi diri) secara optimal sesuai dengan
potensi, minat, dan kemampuan- kemampuan yang dimiliki). Persamaan
penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti pada
variabel kewirausahaan dan subjek penelitiannya adalah santri pondok
pesantren, sedangkan perbedaannya adalah tempat yang digunakan
penelitian, serta dalam penelitian yang dilakukan oleh saudara Deden
tidak membahas bagaimana hasil usaha yang telah dilakukan oleh pondok
pesantren terhadap jiwa kewirausahaan santri.
Senada dengan penelitian yang telah ada sebelumnya, yakni tentang
pondok pesantren Sunan Drajat, Penulis juga akan memaparkan
tentangbagaimana strategi dan langkah langkah pondok pesantren Sunan
Drajad dalam mengimplementasikan branding sebagai pondok wirausaha dan
bagaimana implikasinya terhadap jiwa kewirausahaan santri pondok
pesantren Sunan DrajatBanjaranyar Paciran Lamongan, sehingga fokus
pembahasan dan penyajiannya nanti tidak sekedar memaparkan langkah –
langkah yang dilakukan oleh pondok pesantren Sunan Drajat tetapi penulis
akan berupaya untuk menyajikan tentang sejarah pondok pesantren Sunan
Drajat, strategi yang dilakukan oleh pondok pesantren Sunan Drajat dalam
membangun pesantren wirausaha, bagaimana pengaruh implementasi
branding terhadap jiwa kewirausahaan santri pondok pesantren Sunan Drajat
serta faktor apa yang mendukung dan menghambat dalam
pengimplementasian branding.Dengan kata lain penelitian ini merupakan
penelitian yang masih belum pernah disajikan sebelumnya.
E. Tujuan Penelitian
Adapun penelitian ini memiliki tujuan yang ingin dicapai sebagaimana
berikut:
1. Untuk mengetahui strategi dan langkah-langkah Pondok Pesantren Sunan
Drajat dalam mengimplementasikan branding sebagai pondok
kewirausahaan.
2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi Pondok Pesantren Sunan
Drajat sebagai pondok kewirausahaan dan implikasinya terhadap jiwa
21
3. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mendukung dan menghambat
beserta implikasinya terhadap jiwa kewirausahaan santri.
F. Kegunaan Hasil penelitian
Dari hasil penelitian dan penulisan diharapkan untuk dapat memberikan
manfaat tersendiri. Untuk itu penulis berharap, mudah-mudahan bermanfaat
dan berguna bagi penulis maupun pembaca yaitu antara lain:
1. Aspek teoritis (keilmuan)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan tentang pemahaman dunia usaha di dalam sudut pandang dunia
pesantren dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pada kajian
penelitian yang akan datang.
2. Aspek Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan dan
perbaikan di berbagai pesantren dalam membentuk program-program
kewirausahaan, khususnya diPondok Pesantren Sunan Drajat.
G. Kegunaan Hasil penelitian
Dari hasil penelitian dan penulisan diharapkan untuk dapat memberikan
manfaat tersendiri. Untuk itu penulis berharap, mudah-mudahan bermanfaat
1. Aspek teoritis (keilmuan)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan tentang pemahaman dunia usaha di dalam sudut pandang dunia
pesantren dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pada kajian
penelitian yang akan datang.
2. Aspek Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan dan
perbaikan di berbagai pesantren dalam membentuk program-program
kewirausahaan, khususnya diPondok Pesantren Sunan Drajat.
H. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu
variable atau konstrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan
kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk
mengukur konstrak atau variable tersebut memperoleh gambaran yang jelas
dan konkrit tentang arah dan tujuan yang terkandung dalam konsep
penelitian, maka perlu dijelaskan terlebih dahulu beberapa istilah kunci yang
23
1. Strategi
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan
pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam
kurun waktu tertentu. 28 strategi yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah apa cara – cara yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Sunan
Drajat dalam mengimplementasikan branding sebagai pondok
kewirausahaan.
2. ImplementasiBranding
Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah
rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci, atau secara
sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan dan
penerapan.29Branding merupakan proses pemasaran untuk menciptakan
sebuah nama, simbol atau desain yang dapat diidentifikasi dan dibedakan
antara satu produk dengan produk lainnya.30Implementasi branding yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah penerapan dari sebuah nama atau
gelar pondok kewirausahaan yang telah di raih oleh pondok pesantren
Sunan Drajat dengan beberapa program yang sudah terstruktur dan
terencana.
28
Wikipedia, Strategi, dalam http://wikipedia.org, diakses pada tanggal 07 Februari 2017 29KBBI, “Implementassi”, dalam
http://kbbi.web.id/implementtasi , diakses pada 23 Septemeber 2016.
30Saafitri Rahayu, “Branding”, dalam
3. Jiwa Kewirausahaan
Kewirausahaan berasal dari kata-kata wira yang artinya berani atau
berjiwa kepahlawanan, swa artinya sendiri, usaha artinya cara yang
dilakukan. Jadi seorang berjiwa wirausaha adalah mereka yang memiliki
keberanian, berjiwa pahlawan dan mengembangkan cara-cara kerja yang
mandiri. John J. Kao mendefinisikan kewirausahaan adalah usaha untuk
menciptakan nilai melalui pengenalan kesempatan bisnis, manajemen
pengambilan resiko yang tepat, dan melalui keterampilan berkomunikasi
dan manajemen untuk memobilisasi manusia, uang dan bahan baku atau
sumber daya lain yang diperlukan untuk menghasilkan proyek supaya
terlaksana dengan baik.31 Dalam penelitian ini yang menjadi fokus
penelitian adalah jiwa kewirausahaan yang dimiliki oleh santri pondok
pesantren Sunan Drajat.
I. Metode Penelitan
Metode diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam
proses penelitian, sedangkan penelitian adalah upaya dalam ilmu
pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh faktor-faktor dan
prinsip-prinsip dengan sabar dan hati-hati serta sistematis untuk mewujudkan suatu
kebenaran.32
31 Leonardus Saimab, Kewirausahaan (Teori Praktek, kasus-kasus), (Jakarta: Salemba Empat, 2009), 41-43.
25
1. Data yang Dikumpulkan
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif, dimana
penelitian ini mendasarkan dari pada usaha mengungkapkan dan
memformalisasikan data lapangan dalam bentuk narasi verbal (kata-kata),
yang semaksimal mungkin utuh dan menggambarkan relitas aslinya.
Pada umumnya jenis penelitian kualitatif disajikan dalam bentuk
narasi verbal yang menggambarkan realitas objek yang diteliti. Namun,
penggunaan data yang berwujud angka juga dimungkinkan terjadi bahkan
dimunculkan dalam bentuk tabel atau grafik statistik.
Penggunaan angka-angka dalam model penelitian kualitatif bersifat
deskriptif, tidak seperti dalam penelitian kuantitaif yang bersifat
Inferensial (dapat disimpulkan) dan cenderung menggunakan analisis
dengan pendekatan induktif. Pendekatan induktif adalah cara analisis dari
kesimpulan umum atau generalisasi yang diuraikan menjadi
contoh-contoh kongkrit atau fakta-fakta untuk menjelaskan kesimpulan atau
generalisasi tersebut. 33
Data- data yang kumpulkan dalam penelitian ini adalah hal-hal yang
berkaitan dengan sejarah pondok pesantren Sunan Drajat dalam
membangun pondok wirausaha, bagaimana pondok pesantren Sunan
Drajat mengimplementasikan branding sebagai pondok kewirausahaan
dan implikasinya terhadap jiwa kewirausahaan santri pondok pesantren
Sunan Drajat, serta faktor apa yang mendukung dan menghambat
pengimplementasian branding sebagai pondok kewirausahaan.
2. Sumber Data
Data adalah semua keterangan seseorang yang dijadikan resonden
maupun yang berasal dari dokumen-dokumen baik dalam bentuk statistik
atau dalam bentuk lainnya guna keperluan penelitian.34 Adapun dalam
penelitian ini jenis data yang akan disajikan meliputi data tentang sejarah
pondok pesantren Sunan Drajat sebagai pondok Wirausaha, strategi
pondok pesantren Sunan Drajat dalam mengimplementasikan branding,
pengaruh implementasi branding terhadap jiwa kewirausahaan santri,
faktor – faktor yang mendukung dan menghambat pengimplementasian
branding.
a. Sumber Data
Dilihat dari segi sumber perolehan data, atau darimana data tersebut
berasal secara umum dalam penelitian dikenal dengan 2 jenis data,
yaitu data sekunder dan data primer.
a) Data Primer
Data primer merupakan jenis data yang diperoleh dan digali
dari sumber utamanya (sumber asli), baik berupa data kualitatif
maupun data kuantitatif. Sesuai dengaan asalnya darimana data
27
tersebut diperoleh, maka jenis data ini sering disebut dengan
istilah data mentah (raw data). 35
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah orang yang
dianggap sangat mengetahui tentang strategi pengimplementasian
branding sebagai pondok wirausaha yang ada di Pondok Pesantren
Sunan Drajat. Informan tersebut adalah : KH. Abdul Ghofur
selaku pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat Ir. Hilal Sulars
selaku ketua Litbang Yayasan Pondok Pesantren Sunan Drajat,
Biyati Ahwarumi, S.E selaku kepala bidang perekonomian
Yayasan Pondok Pesantren Sunan Drajat, Moh. Hasan selaku
ketua Pondok Pesantren Sunan Drajat.
b) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang
telah ada baik dari perpustakaan atau dari laporan-laporan peneliti
terdahulu. Data sekunder disebut juga data tersedia.36
Data sekunder biasanya terwujud dari data dokumentasi atau
data laporan yang tersedia. Dalam penelitian ini dokumentasi
merupakan sumber data sekunder dan disamping itu dari literatur
– literatur yang membahas tentang pondok pesantren dan
kewirausahaan yang relevan dengan fokus penelitian. Diantaranya:
35Muhammad, Teguh,Metodologi Penelitian EkonomiTeori Dan Aplikasi, ( Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada: 1999), 122.
Sang pendidik, novel ini menceritakan tentang sejarah K.H Abdul
Ghafur pengasuh pondok pesantren Sunan Drajat. Bilik – Bilik
Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, buku ini membahas tentang
masalah – masalah dunia pesantren. Kewirausahaan (Teori,
Praktek, Kasus – Kasus ) buku ini mengupas tentang
kewirausahaa. Kewirausahaan Santri Bimbingan Santri Mandiri,
buku ini membahas tentang kewirausahaan dalam Islam dan
bagaimana cara membangun kemndirian bagi dan lain sebagainya.
3. Teknik Penggumpulan Data
Untuk memperoleh data-data yang akurat, maka diperlukan beberapa
metode untuk mengumpulkan data, agar data yang diperoleh berfungsi
sebagai data yang valid dan obyektif serta tidak menyimpang, maka
metode yang digunakan adalah
a. Observasi
Observasi adalah observasi adalah pengamatan dan pencatatan
secara sistematik terhadap gejala yang nampak pada obyek
penelitian.Metode observasi ini digunakan untuk mencari data tentang
sjarah pondok pesantren Sunan Drajat sebagai podok wirausaha,
strategi yang diterapkan oleh pondok pesantren Sunan Drajat dan
implikasinya terhadap jiwa kewirausahaan santri.
b. Interview / Wawancara
Wawancara adalah merupakan bentuk pertemuan antara dua orang
29
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.jenis wawancara
yang digunakan adalah wawancara berstruktur, yaitu semua
pertanyaan telah dirumuskan dengan cermatdan bertanya secara
langsung kepada responden. Teknik ini dugunakan untuk
mendapatkan keterangan mengenai hal-hak yang berkaitan dengan
topik penelitian.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah kegiatan mencari data mengenai catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen ini bisa berbentuk tulisan
maupun gambar seperti transkrip, buku, film, video, surat kabar,
majalah prasasti, notulenrapat, agenda, dan sebagainya.Metode
dokumentasi digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data
mengenai jumlah keseluruhan peserta didik, guru, dan tenaga
kependidikan yang ada di ponpes Sunan Drajat, sarana prasarana ,
program-program pendidikan disamping juga mengenai letak
geografis, peta-peta, foto-foto kegiatan, dan datainventaris pondok
pesantren Sunan Drajat serta wujud lain yang diperlukan untuk
menunjang kejelasan obyek penelitian.
d. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang digunakan peneliti adalah :
a) Editing, yaitu pemeriksaan kembali dari semua data yang
diperoleh terutama dari segi kelengkapannya, kejelasan makna,
b) Organizing, yaitu menyusun kembali data yang telah didapat
dalam penelitian yang diperlukan dalam kerangka paparan yang
sudah direncanakan dengan rumusan masalah secara sistematis.
c) Penemuan Hasil, yaitu dengan menganalisis data yang telah
diperoleh dari penelitian untuk memperoleh kesimpulan mengenai
kebenaran fakta yang ditemukan, yang akhirnya merupakan sebuah
jawaban dari rumusan masalah.37
e. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke
dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh
diri sendiri maupun orang lain.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
data deskriptif kualitatif yaitu cara analisis yang cenderung
menggunakan kata-kata untuk menjelaskan fenomena atau data yang
diperoleh.dan cenderung menggunakan analisis. Penlilitian ini
menggunakan pendekatan induktif, dimana induktif adalah cara
analisis dari kesimpulan umum atau generalisasi yang diuraikan
31
menjadi contoh-contoh kongkrit atau fakta-fakta untuk menjelaskan
kesimpulan atau generalisasi tersebut. 38
J. Sistematika Pembahasan
BAB Pertama adalah Pendahuluan. Bab ini terdiri dari latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian dan sistematika bahasan.
BAB Kedua adalah kerangka teoritis atau kerangka konseptual yang
membahas dasar-dasar kajian untuk menjawab permasalahan yang ada pada
penelitian. Dalam hal ini peneliti menggunakan teori tentang pondok
pesantren, branding, kewirausahaan dan jiwa kewirausahaan.
BAB Ketiga adalah data penelitian yang memuat deskripsi data yang
berkenaan dengan variabel yang diteliti secara objektif dalam arti tidak
dicampur dengan opini peneliti. Dalam bab ini memuat deskripsi umum
tentang pondok pesantren Sunan Drajat, sejarah pondok pesantren Sunan
Drajat sebagai pondok wirausaha, strategi yang dilakukan oleh pondok
pesantren Sunan Drajat dalam membangun pondok wirausaha, strategi yang
digunakan oleh pondok pesantren Sunan Drajat dalam mengimplementasikan
branding sebagi pondok wirausaha dan implikasinya terhadap jiwa
kewirausahaan santri dan faktor pendukung dan penghambat dalam
pengimplementasian branding sebagai pondok kewirausahaan.
BAB Keempat berisi tentang analisis strategi yang digunakan oleh pondok
pesantren Sunan Drajat dalam mengimplementasikan branding sebagi
pondok wirausaha dan implikasinya terhadap jiwa kewirausahaan santri dan
analisis faktor pendukung dan penghambat dalam pengimplementasian
branding sebagai pondok kewirausahaan.
BAB Kelima merupakan bab akhir dari laporan penelitian yang berisi
33 BAB II
PONDOK PESANTREN, KEWIRAUSAHAAN DAN BRANDING
A. Pondok Pesantren
1. Sejarah Pondok Pesantren
Menelusuri tumbuh dan berkembangnya lembaga - lembaga
pendidikan keagamaan Islam di Indonesia termasuk awal berdirinya
pondok pesantren, tidak terlepas hubungannya dengan sejarah masuknya
Islam di Indonesia. Salah satu pendapat mengemukakan, ketika para
pedagang Islam dari Gujarat sampai ke negeri kita, mereka menjumpai
lembaga- lembaga keagamaan mengajarkan agama Hindu. Kemudian
setelah Islam tersebar luas di Indonesia, bentuk lembaga pendidikan
keagamaan tersebut berkembang dan isinya diubah dengan pengajaran
agama Islam, yang kemudian disebut pesantren.1
Nurcholis Majid dalam bukunya menegaskan, pesantren adalah
artefak peradaban Indonesia yang dibangun sebagai institusi pendidikan
keagamaan bercorak tradisional, unik dan indigenous. Sebagai artefak
peradaban, pesantren tidak hanya identik dengan keIslaman, tetapi juga
mengandung makna keaslian Indonesia. Keberadaan pesantren memiliki
keterkaitan yang kuat dengan sejarah dan budaya yang berkembang pada
awal berdirinya. Selain itu, lembaga Islam memiliki ikatan historis
dengan lembaga pra-Islam yang sudah ada semenjak kekuasan Hindu-
1
Budha, sehingga Islam tinggal meneruskan dan mengIslamkan lembaga
pendidikan yang sudah ada dengan segala bentuk penyesuaian dan
perubahannya.2
Sejarah pendidikan di Indonesia mencatat, bahwa pondok
pesantren adalah bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia.
Ada dua pendapat mengenai awal berdirinya pondok pesantren di
Indonesia, pendapat pertama menyebutkan bahwa pondok pesantren
berakar pada tradisi Islam sendiri dan pendapat kedua, mengatakan
bahwa sistem pendidikan model pondok pesantren adalah asli Indonesia.
Dalam pendapat pertama ada dua versi, ada yang berpendapat
bahwa pondok pesantren berawal sejak zaman Nabi masih hidup. Dalam
awal- awal dakwahnya, Nabi melakukannya dengan sembunyi- sembunyi
dengan peserta kelompok orang, dilakukan di rumah- rumah, seperti yang
tercatat dalam sejarah, salah satunya adalah rumah Arqam bin Abu
Arqam. Sekelompok orang yang tergolong dalam AsShabiqunal
Awwalun inilah yang kelak menjadi perintis dan pembuka jalan
penyebaran agama Islam di Arab, Afrika dan akhirnya menyebar
keseluruh dunia.
Versi kedua menyebutkan bahwa pondok pesantren mempunyai
kaitan yang erat dengan tempat pendidikan khas bagi kaum sufi.
Pendapat ini berdasarkan fakta bahwa penyiaran Islam di Indonesia pada
awalnya lebih banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat yang
2 Nurcholis Majid, Bilik- Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997),
35
melaksanakan amalan- amalan dzikir dan wirid tertentu. Pemimpin
tarekat itu disebut kiai, yang mewajibkan pengikutnya melaksanakan
suluk selama 40 hari dalam satu tahun dengan cara tinggal bersama
sesama anggota tarekat dalam sebuah masjid untuk melakukan ibadah-
ibadah di bawah bimbingan kiai. Untuk keperluan suluk ini, para kiai
menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan tempat memasak
yang terdapat di kiri- kanan masjid.
Pendapat kedua mengatakan, pondok pesantren yang kita kenal
sekarang ini pada mulanya merupakan peengambilalihan dari sistem
pondok pesantren yang diadakan orang- orang Hindu di Nusantara. Hal
ini didasarkan pada fakta bahwa jauh sebelum datangnya Islam ke
Indonesia, lembaga pondok pesantren pada masa itu dimaksudkan
sebagai tempat mengajarkan bahwa pondok pesantren bukan berasal dari
tradisi Islam adalah tidak ditemukannya lembaga pondok pesantren di
negara – negara Islam lainnya.3
Lembaga pendidikan yang kini tersebar hampir di seluruh wilayah
tanah air ini, memiliki latar belakang sejarah yang cukup panjang.
Walaupun sukar diketahui secara persis kemunculannya pertama kali,
namun banyak dugaan yang menyatakan lembaga pendidikan biara dan
asrama digunakan bagi pendidikan Islam, dan namanya pun berganti
menjadi pondok pesantren.
3Departemen agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah,Pertumbuhan dan
Di pulau Jawa, pesantren pertama kali berdiri di zaman
Walisongo. Syeikh Malik Ibrahim atau Syeikh Maulana Maghribi
dianggap sebagai pendiri pertama pesantren di pulau Jawa. Pada masa
sebelumnya sudah ada perguruan Hindu dan Buddha dengan sistem biara
dan asrama sebagai tempat pendeta dan bikhu mengajar dan belajar,
hingga ketika Islam berkembang, sistem pendidikan biara dan asrama
digunakan bagi pendidikan Islam. Isinya dirubah dari ajaran Hindu dan
Buddha menjadi ajaran Islam, dan namanya pun berganti menjadi pondok
pesantren.
Pada permulaan berdirinya, bentuk pondok pesantren sangat
sederhana. Kegiatannya hanya diselenggarakan dalam masjid dengan
beberapa orang santri. Seperti pondok pesantren yang didirikan oleh
Sunan Ampel di daerah Kembang Kuning (Surabaya), pada mulanya
hanya memiliki tiga orang santri. Namun, para santri Sunan Ampel
setelah kembali ke desanya mendirikan pesantren baru. Diantara mereka
ialah Raden Paku yang kemudian terkenal dengan sebutan Sunan Giri.
Beliau pun mendirikan pesantren baru di Sidomukti yang cepat
berkembang dan termasyhur. Orang datang dari berbagai penjuru untuk
menuntut ilmu kepesantren Sidomukti, mereka tidak hanya datang daru
pulau Jawa dan Madura, diantara mereka juga ada yang datang dari
37
2. Pengertian Pondok Pesantren
Kata “pesantren” berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari
dua kata yaitu “sa” dan “tra”. “sa” berarti orang yang yang berperilaku
yang baik, dan “tra” berarti suka menolong. Selanjutnya kata pesantren
berasal dari kata dasar “santri” yang mendapat awalan pe dan akhiran an
yang berarti tempat tinggal santri.4
Pesantren dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti asrama,
tempat santri atau murid - murid belajar mengaji dan sebagainya. M.
Arifin yang dikutip oleh Mujammil Qohar menyatakan pesantren adalah
suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui
masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) dimana santri –
santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau
madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan leadership
seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri khas yang bersifat
kharismatik serta independen dalam segala hal.5
Menurut H. Rohadi Abdul Fatah yang dikutip oleh Abdullah,
pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri.
Kata santri berasal dari kata Cantrik ( Bahasa Sansekerta) yang berarti
orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh
Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yaitu disebut Pawiyatan.
Istilah santri juga ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji.
4
Abdullah, Epistimologi Pendidikan Kaum Santri (Telaah atas Pemikiran K.H Abdurrahman Wahid tentang Kurikulum Pesantren ), (Tesis—UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014),24.
5 Mujamil Qomar, Pesantren (Dari Transformasi Menuju Demokrasi Institusi), (Jakarta :
Sedang C.C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah
Shastri, yang dalam bahasa India berarti orang ynag tahu buku - buku
suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu.
Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik)
dengan suku kata tra (suku menolong), sehingga kata pesantren dapat
berarti tempat pendidikan manusia baik - baik.6
M. Ridlwan Nasir mengatakan, pondok pesantren adalah gabungan
dari pondok dan pesantren. Istilah pondok, berasal dari kata funduk yang
berarti rumah penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam pesantren
Indonesia, khususnya pulau Jawa lebih mirip dengan pemondokan
ddalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana yang
dipetak-petak dalam bentuk kamar - kamar yang merupakan asrama bagi santri.
Sedangkan istilah pesantren secara epistimologi asalnya pe-santri-an
yang berarti tempat santri. Santri atau murid mempelajari agama dari
kyai atau syaikh di pondok pesantren. Pondok pesantren adalah lembaga
keagamaan, yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta
mengembangkan dan menyebarkan ilmu dan agama Islam.7
Menurut Didin Hafidhuddin, pondok pesantren adalah salah satu
lembaga di antara lembaga – lembaga iqa>matu>ddin lainnya yang
memiliki dua fungsi utama, yaitu kegaiatan tafa>qqu>h fi- al-din
(pengajaran, pemahaman, dan pendalaman ajaran agama islam), serta
6
Abdullah, Epistimologi Pendidikan Kaum Santri (Tesis—UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014),
24.
7M. Ridlwan Nashir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal (Pondok Pesantren di Tengah
39
fungsi indzha>r (menyampaikan dan mendakwahkan ajaran kepada
masyarakat).8
Sepanjang sejarah perjalanan umat Islam di Indonesia, kedua
fungsi utama tersebut telah dilaksanakan dengan baik oleh pondok
pesantren. Walaupun dengan segala kekurangan yang ada. Dari pondok
pesantren lahir para juru dakwah, para kiai, ustadz, tokoh- tokoh
masyarakat bahkan ada juga yang berprofesi sebagai pedagang,
pengusaha atau bidang- bidang lainnya. Hal ini tidak lain karena kegiatan
di dalam pondok pesantren terdapat nilai - nilai yang sangat baik bagi
berhasilnya suatu kegiatan pendidikan, yaitu proses pendidikan yang
mengarahkan pada pembentukan kekuatan jiwa, mental, maupun
rohaniyah.
Dari definisi diatas, penulis mencoba menyimpulkan arti dari
pondok pesantren, pondok pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan
Islam dimana para santri, kiai tinggal dalam satu lingkungan. Para santri
di pondok pesantren tidak hanya diajarkan tentang ilmu keagamaan
tetapi, juga diajarkan ilmu sosial, kemandirian, kesopanan,
kesederhanaan yang nantinya sebagai bekal saat kembali kepada
masyarakat.
3. Elemen – Elemen Sebuah Pesantren
Pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan
kiai merupakan lima elemen dasar dari tradisi pesantren.9 Ini berarti
bahwa suatu lembaga pengajian yang telah berkembang hingga memiliki
kelima elemen tersebut, akan berubah statusnya menjadi pesantren. Di
seluruh Jawa, orang biasanya membedakan kelas- kelas pesantren dalam
tiga kelompok, yaitu pesantren kecil, menengah dan besar.
Pesantren yang tergolong kecil biasanya mempunyai jumlah santri
di bawah seribu dan pengaruhya terbatas pada tingkat kabupaten.
Pesantren menengah biasanya mempunyai 1.000 sampai dengan 2.000
orang, memiliki pengaruh dan menarik santri-santri dari beberapa
kabupaten. Pesantren besar biasanya memiliki santri lebih dari 2.000
yang berasal dari berbagai kabupaten dan propinsi. Beberapa pesantren
besar memiliki popularitas yang dapat menarik santri- santri dari seluruh
Indonesia.
a. Pondok
Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan
Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar
dibawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal
dengan sebutan “kiai” asrama untuk para siswa tersebut berada dalam
lingkungan komplek. Komplek pesantren ini biasanya dikelilingi
tembok untuk dapat mengawasi keluar dan masuknya para santri
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pondok atau asrama bagi para santri merupakan ciri khas tradisi
pesantren yang membedakannya dengan sistem pendidikan tradisional
9Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren (Studi Pandangan Hidup tentang Kiai), (Jakarta :
41
di masjid-masjid yang berkembang di kebanyakan wilayah islam di
negara- negara lain. Ada tiga alasan utama kenapa pesantren harus
menyediakan asrama bagi para santri.
Pertama, kemasyhuran seorang kiai dan kedalaman
pengetahuannya tentang Islam menarik santri–santri dari jauh. Untuk
dapat menggali ilmu dari kiai tersebut secara teratur dan dalam waktu
yang lama, dan menetap didekat kedalaman kiai. Kedua, hampir
semua pesantren berada di desa-desa dimana tidak tersedia perumahan
(akomodasi) yang cukup untuk dapat menampung santri-santri dengan
demikian perlulah adanya suatu asrama khusus bagi para santri.
Ketiga ada sikap timbal balik antara kiai dan santri dimana para
santri menganggap kiainya seolah-olah sebagai bapaknya sendiri,
sedangkan kiai mengangap para santri sebagai titipan Tuhan yang
harus senantiasa dilindungi. Sistem pondok bukan saja merupakan
elemen paling penting dari tradisi pesantren, tapi juga penopang
utama bagi tradisi pesantren.
b. Masjid
Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dengan
pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk
mendidik para santri, terutama dalam praktek sholat lima waktu,
khutbah dan shloolat jum’at dan pengajaran kitab- kitab klasik.
Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren
tradisional. Seorang kiai yang ingin mengembangkan sebuah
pesantren, biasanya pertama- tama akan mendirikan masjid di dekat
rumahnya. Langkah ini biasanya diambil atas perintah gurunya yang
telah menilai bahwa ia akan sanggup memimpin sebuah pesantren
c. Pengajaran Kitab – Kitab Islam Klasik
Pada masa lalu pengajaran kitab – kitab Islam klasik, terutama
karangan-karangan ulama’ Syafi’iyah merupakan satu – satunya
pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren.
Tujuan utama pengajaran ini lebih untuk mendidik calon - calon
ulama’. Para santri yang tinggal di pesantren jangka waktu pendek
(misalnya kurang dari satu tahun) dan tidak bercita- cita menjadi
ulama’, mempunyai tujuan untuk mencari pengalaman dalam hal
pendalaman keagamaan.
Kebiasaan semacam ini terlebih - lebih dijalani pada waktu bulan
Ramadhan, sewaktu umat Islam diwajibkan berpuasa dan menambah
amalan- amalan ibadah, antara lain sholat sunnah, membaca
Al-Qur’an dan mengikuti pengajian. Para santri yang tinggal sementara
ini janganlah kita samakan dengan para santri yang tinggal
bertahun-tahun di pesantren yang tujuan utamanya ialah untuk menguasai
berbagai cabang pengetahuan Islam.
Pada saat ini meskipun kebanyakan pesantren telah memasukkan
pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu bagian penting dalam
43
tetap didirikan sebagai upaya untuk meneruskan tujuan utama
pesantren mendidik calon – calon ulama yang setia kepada faham
tradisional. Keseluruhan kitab – kitab klasik yang diajarkan
dipesantren dapat digolongkan kedalam 8 kelompok : a. Nahwu
(syntax) dan saraf (morfologi) b. Fiqih c. Ushul Fiqih d. Hadits e.
Tafsir f. Tauhid g. Tasawuf dan etika dan h. cabang-cabang lain
seperti Tarikh dan Balaghoh. Kitab- kitab tersebut terdiri dari berjilid-
jilid tebal mengenai Hadis, Tafsir, Fiqh, Usul Fiqh dan tasawuf.
Kesemuanya ini dapat pula digolongkan kedalam tiga kelompok yaitu
: kitab-kitab dasar, kitab- kitab tingkat menengah dan kitab – kitab
besar
d. Santri
Menurut pengertiannya yang dipakai dalam lingkungan orang –
orang pesantren, seorang alim hanya bisa disebut kiai bilamana
memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut
untuk mempelajari kitab- kitab klasik. Oleh karena itu santri
merupakan elemen penting dalam suatu lembaga pesantren. Walaupun
demikian santri menurut tradisi pesantren, terdapat dua kelomp