• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PONDOK PESANTREN SUNAN DRAJAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN BRANDING SEBAGAI PONDOK KEWIRAUSAHAAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP JIWA KEWIRAUSAHAAN SANTRI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRATEGI PONDOK PESANTREN SUNAN DRAJAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN BRANDING SEBAGAI PONDOK KEWIRAUSAHAAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP JIWA KEWIRAUSAHAAN SANTRI."

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

KEWIRAUSAHAAN SANTRI

SKRIPSI

Oleh: MUFA’IZAH NIM: C74213127

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

v ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Strategi Pondok Pesantren Sunan Drajat dalam

Mengimplementasikan branding Sebagai Pondok Kewirausahaan dan Implikasinya

Terhadap Jiwa Kewirausahaan Santri Pondok Pesantren Sunan Drajat ” ini

merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan menjawab pertanyaan tentang apa dan bagaimana strategi Pondok Pesantren Sunan dalam mengimplementasikan branding sebagai pondok kewirausahaan dan bagaimana implikasinya terhadap santri serta faktor apa yang menjadi penghambat dna pendukung dalam pengimpleementasian branding sebagai pondok kewirausahaan.

Metodologi penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dan dianalisis secara sistematis. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara secara langsung dengan informan dalam penelitian ini, yaitu Kepala perekonomian Pondok Pesantren Sunan Drajat beserta staff dan santri Pondok Pesantren Sunan Drajat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi yang dilakukan oleh Pondok

Pesantren Sunan drajat dalam mengimplementasikan branding sebagai pondok

kewirausahaan dilakukan dengan cara sebagai berikut : Pengitegrasian ke dalam lembaga formal (kurikulum), Pengintegrasian ke dalam Lembaga non Formal (Pengajian), Pelatihan dan Praktik Lapangan. Dari kelima strategi yang paling berpenggaruh dalam jiwa kewirausaahaan santri adalah pengajian yang dilakukan oleh kiai, hal tersebut dapat dibuktikan dari 10 Informan yang telah dikumpulkan oleh peneliti 7 diantaranya termotivasi untuk membuka usaha dari nasehat, motivasi yang diberikan oleh kiai. Faktor yang membuat pengajian yang dilakukan oleh kiai menjadi sangat berpengaruh dikarenakan keberadaan kiai yang menjadi sentral pondok pesantren dan juga seringnya pengajian yang dilakukan oleh kiai berbeda

dengan strategi yang lain. Faktor pendukung pengimplementasian branding sebagai

pondok kewirausahaan adalah terdapatnya berbagai macam usaha dengan berbagai bidang yang berbeda dalam pondok pesantren, terlibatnya santri dalam unit usaha pondok pesantren, dukungan yang penuh dari pengasuh pondok pesantren. Sedangkan faktor penghambatnya anatara lain : Kurangnya kesadaran santri

mengenai enterpreuner, padatnya jadwal kegiatan santri, dan Minimnya SDM.

(7)

viii DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 14

C. Rumusan Masalah ... 14

D. Kajian Pustaka ... 15

E. Tujuan Penelitian ... 20

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 21

G. Definisi Operasional ... 22

H. Metode Penelitian ... 24

I. Sistematika Pembahasan ... 31

BAB II Pondok Pesantren, Kewirausahaan dan Branding……. ... 33

A. Sejarah Pondok Pesantren ... 33

(8)

ix

C. Elemen-elemen Sebuah Pesantren ... 38

D. Fungsi Pesantren ... 43

E. Pengertian Kewirausahaan ... 44

F. Jiwa Kewirausahaan ... 46

G. Kewirausahaan dalam Islan ... 48

H. Pengertian Branding ... 51

I. Keputusan Pemberian Branding ... 53

J. Tahapan Branding ... 56

K. Metode Branding ... 57

L. Manfaat Branding ... 57

BAB III Strategi Pondok Pesantren Sunan Drajat Dalam Mengimplementasikan Branding Sebagai Pondok Kewirausahaan dan Implikasinya Terhadap Jiwa Kewirausahaan Santri ... 59

A. Profil Pondok Pesantren Sunan Drajat ... 59

B. Biografi Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat ... 64

C. Unit Pendidikan Pondok Pesantren Sunan Drajat ... 70

D. Pesantren Wirausaha ... 78

E. Latar Belakang Pesantren Wirausaha ... 78

F. Unit Bisnis Pondok Pesantren Sunan Drajat ... 81

(9)

x

H. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengimplementasian

Branding Sebagai Pondok Wirausaha……….. 100

BAB IV Analisis Strategi Pondok Pesantren Sunan Drajat Dalam Mengimplementasikan Branding Sebagai Pondok Kewirausahaan dan Implikasinya Terhadap Jiwa Kewirausahaan Santri ... 103

A. Analisis dan Pembahasan Strategi Pondok Pesantren Sunan Drajat dalam Mengimplementasikan Branding Sebagai Pondok Kewirausahaan dan Implikasinya terhadap Jiwa Kewirausahaan Santri………. 103

B. Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pengimplementasian branding sebagai Pondok Kewirausahaan 113 BAB V PENUTUP ... 112

A. Kesimpulan ... 118

B. Saran-saran ... 119

DAFTAR PUSTAKA ... 120

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah penganguran dan kemiskinan merupakan masalah besar yang

dihadapi oleh bangsa Indonesia, seiring dengan bertambahnya sumber daya

manusia justru mengakibatkan bertambah banyak pula penganguran. Hal itu

dikarenakan tidak semua tenaga kerja baru bisa tertampung dalam dunia

kerja.

Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin mengatakan, tingkat penganguran

terbuka pada Februari 2016 mencapai 7,02 juta orang atau 5,5 persen. Lebih

lanjut Suryamin berujar, ditinjau berdasarkan taraf pendidikannya persentase

lulusan sekolah dasar ke bawah yang menganggur menurun, yakni 3,61%

menjadi 3,44%. Tingkat pengangguran tertinggi adalah lulusan sekolah

menengah kejuruan dengan persentase 9,84% meningkat dari 9,05%, “

ujarnya”. Adapun persentase penduduk berpendidikan diploma I,II, dan III

yang menganggur juga menurun. Namun tingkat pengangguraan lulusan

universitas malah meningkat dari 5,34% menjadi 6,22%.1

Padahal mereka inilah yang mendapatkan predikat sebagai agent of

change yang diharapkan bisa mengubah keadaan negara ini untuk menjadi

lebih baik lagi. Pola pikir yang masih mengakar bahwa menjadi pegawai lebih

1Tempo, “Penganguran Terbuka di Indonesia Capai 7,2 Juta Orang, dalam

(11)

tinggi derajatnya daripada menjadi pengusaha, hal itu terbukti pada setiap

pelaksanaan penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS). Antusias

masyarakat cukup besar untuk mengikutinya, merekapun rela untuk

mengeluarkan uang yang sangat banyak demi menjadi PNS. Alasan dari

mereka untuk menjadi seorang PNS adalah memperoleh gaji yang lebih tinggi

dan relatif tetap. Beban kerja sebagai PNS juga tidak terlalu besar

dibandingkan bekerja di perusahaan swasta. Selain itu, dengan menjadi PNS

mereka bisa mendapat dana pensiun di masa mendatang.

Hal ini juga didukung oleh lingkungan budaya masyarakat dan keluarga

yang dari dulu selalu ingin anaknya menjadi orang gajian alias pegawai.

Orang tua cenderung mendorong anak-anak mereka mencari pekerjaan atau

menjadi karyawan. Disisi lain para orang tua kebanyakan tidak memiliki

pengalaman dan pengentahuan untuk berwirausaha.2

Wirausaha merupakan salah satu solusi yang dapat memecahkan

persoalan penganguran. Selain dapat menghindarkan dirinya sendiri dari

penganguran, wirausaha juga dapat membuka lapangan pekerjaan bagi orang

lain. Hal ini juga sesuai dengan keinginan Kantor Menteri Koperasi dan

UKM untuk menciptakan 20 juta usaha kecil menengah baru tahun 2020.

Keinginan ini direspon positif oleh Ir. Aburizal Bakri bahwa membangun

UKM sama dengan membangun ekonomi Indonesia. Katakanlah satu UKM

memperkerjakan 5 orang, maka 20 juta UKM akan menyerap lebih dari 100

juta tenaga kerja.

2

(12)

3

Sebenarnya banyak sekali potensi alam di sekitar tempat tinggal kita

yang bisa dimanfaatkan menjadi peluang usaha, apalagi dengan adanya

teknologi yang canggih yaitu internet. Dalam al-Quran sendiri dijelaskan

bahwa Allah menciptakan bumi sebagai sumber kehidupan dan agar manusia

bisa memanfaatkan sumber daya yang ada.3”Firman Allah

 

Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan, Akan tetapi amat sedikit kamu bersyukur. (Al-A’raf :10)4

Menumbuhkan jiwa kewirausahaan merupakan pintu gerbang dalam

membentuk dan menumbuhkan pribadi ulet, tanggungjawab dan berkualitas

yang bermuara pada terwujudnya kompetensi kerja. Peran lembaga

pendidikan dituntut untuk bisa menciptakan ruang yang kondusif bagi

tumbuhnya spirit entrepreneurship dengan memperkuat mental dan

mempertajam minat melalui proses pembelajaran.5

Salah satu lembaga yang concern terhadap kewirausahaan adalah pondok

pesantren. Pesantren sudah sangat membumi terutama bagi masyarakat Jawa,

disamping itu, pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang paling sah

sebagai pewaris khazanah intelektual Islam di tanah air Indonesia.

3Ismail Nawawi, Ekonomi Islam - Perspektif Teori, Sistem dan Aspek Hukum (Surabaya: CV. PutraMedia Nusantara, 2009), 174-175.

4

Departemen Agama Ri, Al-Qur’an dan Terjemah(Bandung: CV Penerbit J-ART, 2004), 151.

(13)

Dibandingkan masa penjajahan, orientasi pesantren sudah mengalami

pergeseran. Jika dulu pesantren mengiringi perjuanganpolitik dalam upaya

merebut kemerdekaan dan membebaskan masyarakat dari penjajahan, maka

pada saat pembangunan ini hal tersebut sudah bergeser menuju orientasi

ekonomi.

Pesantren bertransformasi menjadi lembaga pendidikan nonformal yang

mengembangkan ilmu Islam. Hal ini sesuai dengan Pasal 26 Undang –

Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Selain

itu, pesantren juga merupakan lembaga yang berperan aktif memberdayakan

masyarakat, khususnya umat Islam di Indonesia yang juga turut serta

memperjuangkan kemerdekaan.6

Menurut pengertiannya, kata pondok pesantren atau pesantren atau yang

disingkat dengan ponpes adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk

mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, serta mengamalkan ajaran

Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman

perilaku sehari-hari.7

Pesantren merupakan pendidikan informal yang keberadaannya tidak

asing lagi bagi umat Islam. Pondok pesantren telah dikenal oleh masyarakat

Indonesia, disebabkan suksesnya lembaga tersebut dalam menghasilkan

ulama>-ulama> yang berkualitas tinggi, yang dijiwai oleh semangat untuk

menyebarkan Islam dan menetapkan keimanan orang-orang Islam.

6

Arie Eko Cahyono, “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper--IKIP PGRI Jember, 2016).

(14)

5

Banyak sejarawan berpendapat tentang asal-usul pondok pesantren, di

antaranya Zamakhsyari Dhafier yang mengatakan bahwa “Pesantren adalah

suatu lembaga pendidikan Islam dan para siswa atau yang disebut dengan

santri tinggal dan belajar bersama di bawah bimbingan seorang atau

beberapa guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai, pada umumnya

lembaga pendidikan tersebut bersifat tradisional”8

Di Indonesia istilah ku>>tta>b lebih dikenal dengan istilah “pondok

pesantren” yaitu, suatu lembaga pendidikan Islam yang didalamnya terdapat

seorang kiai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (peserta

didik) dengan sarana masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan

pendidikan terebut, serta didukung adanya pemondokan atau asrama sebagai

tempat tinggal para santri.9

Santri berasal dari kata sastri, sebuah kata dari bahasa India yang berarti

orang yang tahu buku-buku suci agama, atau secara umum dapat diartikan

buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan. Namun ada

juga yang berpendapat bahwa, perkataan santri sesungguhnya berasal dari

bahasa Jawa dari kata cantri, serta ada yang menghubungkan dengan kata

satriya atau ksatrya yang berkaitan dengan hakekat keutamaan dan keluhuran

8 Ita Runti Wulandari, “ Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran Lamongan Jawatimur :Pesantren Wirausaha” (Skripsi—IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011), 20.

(15)

kepribadian seseorang.10 Selanjutnya yang dimaksud santri dalam studi ini

yaitu orang yang belajar di pondok pesantren.

Sistem pembelajaran dalam pesantren menggunakan pendekatan holistic,

artinya para pengasuh pesantren memandang bahwa kegiatan

belajar-mengajar merupakan kesatupaduan atau lebur dalam totalitas hidup

sehari-hari. Bagi warga pesantren belajar di pesantren tidak mengenal hitungan

waktu, kapan harus mulai dan kapan harus selesai, serta target apa yang harus

dicapai.

Tipologi pesantren menurutDhofier, secara garis besar terbagi menjadi

dua kelompok. Pertama, pesantren salafî yang tetap mempertahankan

pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan di pesantren

tradisional. Sistem madrasah diterapkan untuk memudahkan sistem sorogan

yangdipakai dalam lembaga-lembaga pengajianbentuk lama, tanpa

mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Kedua, pesantren modern yang

telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah-madrasah yang

dikembangkannya,atau membuka tipe-tipe sekolah umum dalam lingkungan

pesantren. Pengelompokan di atas tampaknya perlu diurai lagi, hal ini

mengingat perkembangan pesantren yang akhir-akhir ini sudah sangat pesat.

Secara garis besar, karakter utama pesantren adalah: (1) pesantren

didirikansebagai bagian dan atas dukungan masyarakatnyasendiri, (2)

pesantren dalam penyelenggaraan pendidikannya menerapkankesetaraan dan

kesederhanaansantrinya, tidak membedakan status dantingkat kekayaan

(16)

7

orang tuanya, (3)pesantren mengembangkan misi menghilangkankebodohan,

terutama ta>fa>qqu>hfi al- di>yn dalam mensyiarkan agama Islam.11

Pondok pesantren dengan berbagai predikat yang melekat sesungguhnya

mempunyai tiga fungsi utama yang diemban, yaitu: Pertama, sebagai pusat

pengkaderan pemikir-pemikir agama (center of excellence). Kedua, sebagai

lembaga yang mencetak sumber daya manusia (human resource). Ketiga,

sebagai lembaga yang mempunyai kekuatan melakukan pemberdayaan pada

masyarakat (agent of development).12

Pengembangan ekonomi masyarakat pesantren mempunyai andil besar

dalam menggalakan kewirausahaan. Di lingkungan pesantren para santri

dididik untuk menjadi manusia yang bersikap mandiri dan berjiwa

entrepreneur. Pesantren giat berusaha dan bekerja secara independen tanpa

menggantungkan nasib pada orang lain atau lembaga pemerintah dan swasta.

Secara kelembagaan pesantren telah memberikan tauladan dengan

mengaktualisasikan semangat kemandirian melalui usaha-usaha yang

konkret, dengan didirikannya beberapa unit usaha ekonomi mandiri

pesantren. Secara umum pengembangan berbagai usaha ekonomi di pesantren

dimaksudkan untuk memperkuat pendanaan pesantren, latihan bagi para

santri, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.13

11

Muhammad Hasan, Inovasi dan Modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren, Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman, No 2, Vol. 23 (Desember 2015), 302.

12 Qohar Mujamil, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi,

(Jakarta: Erlangga, 2009), 23.

13Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren Pendidikan Alternatif Masa Depan (Jakarta: Gema

(17)

Saat ini banyak pondok pesantren yang mulai membuka diri dan

menerapkan program entrepreneur diantaranya adalah pondok pesantren

Mukmin Mandiri Sidoarjo, Pondok Pesantren Asy-Syifa’ Cumedak Jember,

pondok pesantren Nurul Hidayah Bandung, pondok pesantren Daarul

Muttaqiin Malang, pondok pesantren Al-ittifaq Ciwidey, pondok pesantren

Sidogiri Pasuruan serta pondok pesantren Sunan Drajat Lamongan.

Pondok Pesantren Sunan Drajat merupakan satu – satunya pesantren

peninggalan wali di tanah Jawa yang masih tersisa. Sedangkan delapan wali

lainya hanya menyisakan makam. Dianggap satu – satunya peninggalan wali

karena pondok pesantren Sunan Drajat memiliki ikatan historis, psikologis,

dan filosofi dengan Sunan Drajat. Ikatan historis yang dimaksud dalah

pondok pesantren Sunan Drajat merupakan tempat dimana Sunan Drajat

pernah berdakwah dan menyebarkan Islam, sedangkan yang dimaksud dengan

ikatan psikologi karena pendiri pondok pesantren Sunan Drajat secara silsilah

masih ada keturunan keluarga dari Sunan Drajat, dan ikatan filosofis yang

dimaksud adalah semboyan Sunan Drajat terhadap empat perkara yang

menjadi pegangan yang telah melekat pada masyarakat di sekitar pondok

pesantren Sunan Drajat. Adapun filosofi Sunan Drajat yang terkenal dengan

empat hal tersebut adalah sebagai berikut :

1. Menehono teken marang wong kang wuto (Berilah ilmu agar orang

menjadi pandai)

2. Menehono mangan marang wong kang luwe (Sejahterakanlah kehidupan

(18)

9

3. Menehono busono marang wong kang wudo (Ajarilah kesusilaan pada

orang yang tidak punya malu)

4. Menehono ngiyup marang wongkang kudanan (Serta berilah perlindungan

orang yang menderita).14

Pada awal pendirian pondok pesantren, sistem pendidikan dan pola

pengajaran kitab di pondok pesantren Sunan Drajat amat kental diwarnai oleh

dua macam metode pesantren salaf yaitu bandongan dan sorogan. Namun

pada perkembangan selanjutnya pondok Sunan Drajat mengangap perlu

bahkan harus berbenah diri dan mengubah sistem pendidikan pola

pengajarannya dengan mencoba menggabungkan antara kebutuhan dunia dan

kepentingan akhirat. Pondok pesantren menjaga tradisi salaf, bandongan,

sorogan serta upaya pengembangan Madrasah Diniyah, Mu’alimin

Mu’alimat, Ma’had Aly juga Musyawirin khusus santri senior. Sebagai hasil

dari perubahan yang terjadi pada pondok pesantren Sunan Drajat, maka

lahirlah berbagai jenjang pendidikan formal, mulai dari Taman Kanak-Kanak,

Madrasah Ibtidaiyah, SMP, MTS, MA, SMK dengan berbagai jurusan serta

Universitas Islam. Selain itu pesantren juga membekali santrinya ketrampilan

(kewirausahaan) dan penguasaan teknologi kapada santrinya.15

Strategi yang dilakukan oleh pondok pesantren Sunan Drajat dalam upaya

menanamkan jiwa kewirausahaan santri, salah satunya dengan diadakannya

pelatihan keterampilan dan pengelolaan unit usaha bersamaantara santri

14

Aguk Irawan, Sang Pendidik Novel Biografi KH. Abdul Ghofur, ( Yogyakarta : Qalam Nusantara, 2015), 243-271.

(19)

dengan pihak pondok pesantren, disegala usaha yang dimiliki oleh pondok

pesantren Sunan Drajat. Dalam membangun pondok wirausaha langkah yang

dilakukan oleh KH. Abdul Ghofur adalah dengan cara mendirikan usaha

mandiri dan kemitraan.

Diantara usaha yang dimiliki oleh pondok pesantren Sunan Drajat

adalah: PT SDL, Aidrat (Air Minum Sunan Drajat), Persada Radio FM,

Persada TV, Persada Rihlah, Sari Mengkudu Sunan, Garam Samudra, BMT

Sunan Drajat, Kemiri Sunan, Koppontren, Usaha Budidaya Lele, Usaha

pengrajin Kayu, Peternakan sapi dan kambing, Toserba Sunan Drajat,

Percetakan dan Fotocopy Sunan Drajat, Usaha Penyewaan Alat Transportasi,

Sunan Drajat Press, Usaha Bordir dan Konveksi dan lain sebagainya.16

Dengan banyaknya unit usaha yang dimiliki oleh pondok pesantren Sunan

Drajat hal itu membuktikan bahwa KH. Abdul Ghofur selaku pengasuh

sudah berhasil membangun pondok pesantren Sunan Drajat menjadi pondok

wirausaha, yang mana pondok pesantren tersebut tidak hanya mahir dalam

bidang pendidikan agama saja tetapi juga dalam pertanian, industri, dan

perikanan.17

Pengakuan keberhasilan perjuangan beliau bukan hanya dari dalam negeri

tapi juga dari lembaga pendidikan International. Hal itu terbukti dengan

banyaknya penghargaan yang dimiliki oleh pondok pesantren Sunan Drajat.

Diantaranya adalah :

16

Dokumentasi Pondok Pesantren Sunan Drajat.

(20)

11

1. Pada tanggal 12 Juni 2006, K.H Abdul Ghofur menjadi tamu kehormatan

di istana negara untuk menerima “Piala Kalpataru” sebagai pembina

lingkungan terbaik yang diberikan langsung oleh Bapak presiden Susilo

Bambang Yudhoyono.

2. Pada tahun 2007, mendapat penghargaan dari Harian Bisnis Indonesia

sebagai pengusaha UKM terbaik.

3. Pada tanggal 30 Juni 2007, beliau mendapat gelar Doktor Honoris Causa

dari Amerika Institut Of Management Hawai di Amerika. Yang kemudian

beliau merubah nama lengkapnya menjadi Prof. Dr. K.H Abdul Ghofur.

4. Sebagai kepala komunikasi pondok pesantren Argobisnis se – Indonesia

sejak tahun 2001.18

5. Pada tahun 2004 mendapatkan brand sebagai pondok wirausaha oleh

menteri pertanian.19

6. Penerima penghargaan Nahnu Ansorulloh dari GP Ansor yang

bekerjasama dengan BNI dalam rangka memperluas dan mengembangkan

inklusi financial, yaitu Termasuk dalam 3 kategori pondok pesantren

terbaik dalam mengembangkan usaha.20

7. Dipilih Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra)

sebagai partner dalam acara Rakornas 1 Pemberdayaan Ekonomi Umat

Melalui Pesantren. Alasan pemilihan Rakornas 1 di Pondok Pesantren

18MQ PP Sunan Drajat, “Sejarah kemajuan Pondok Pesantren sunan Drajat”, dalam

http://www.mqppsunandrajat.blogspot.co.id, diakses pada 29 September 2016. 19

Ir. Hilal Sularso (ketua LM3 Pondok Pesantren Sunan Drajat), wawancara, Lamongan 12 Januari 2107.

20BNI, “BNI gandeng Komunitas Pesantren Untuk Bantu Financial Inclusion” , dalam

(21)

Sunan Drajat karena, agar pondok pesantren lain bisa belajar terkait

pemberian bekal kewiraausahaan yang sudah dilakukan oleh pondok

pesantren Sunan Drajat.

8. Pada tanggal 12 Oktober 2016 Grand Launching Inkubator Bisnis

Pesantren, bekerjasama antara BI dengan Pondok Pesantren Sunan

Drajat21.

Dari sekian banyaknya prestasi dan keberhasilan yang telah diraih oleh

pondok pesantren Sunan Drajat dibidang kewirausahaan, tentu membutuhkan

banyak strategi dan pendekatan yang dapat dijadikan sebagai bahan

pembelajaran untuk dapat diterapkan kepada para santri yang berada dalam

lingkup pondok pesantren Sunan Drajat.

Pada umumnya, kemandirian dan kegiatan kewirausahaan pesantren dapat

berjalan dengan lancar dan maju, karena adanya beberapa faktor, antara lain:

1. Pada umumnya lokasi pesantren berada didaerah pedesaan, sehingga

banyak memiliki lahan, baik milik sendiri maupun dari wakaf umat.

2. Banyak tersedia SDM, yaitu para santri, ustadz, keluarga besar

pesantren.

3. Tersedia waktu yang cukup banyak.

4. Adanya tokoh pesantren (Kyai/Ajengan/Tuan Guru/Buya) yang

memiliki kharisma dan menjadi panutan masyarakat.

5. Tumbuhnya jiwa dan sikap kemandirian, keikhlasan, dan

kesederhanaan di kalangan keluarga besar pesantren.

21

(22)

13

6. Jumlah santri yang cukup banyak serta masyarakat Islam sekitarnya

yang biasanya menjadi jamaah ta’lim di pesantren merupakan pasar

yang cukup potensial.

7. Didalam lingkungan pondok pesantren terutama para santrinya adalah

merupakan potensi konsumen, dan juga potensi produsen.22

Beberapa faktor tersebut merupakan potensi/ kekuatan yang bisa

dimanfaatkan untuk mendorong serta memajukan kegiatan usaha pesantren,

sekaligus sebagai media berlatih ketrampilan berwirausaha bagi para santri.

Namun tidak semua faktor tesebut dapat diterapkan dengan baik oleh pondok

pesantren Sunan Drajat. Hal tersebut dikarenakan padatnya jadwal kegiatan

yang harus dijalani oleh santri. Melihat hal tersebut diperlukan strategi yang

tepat agar pondok pesantren Sunan Drajat dapat menumbuhkan jiwa

kewirausahaan santrinya dengan efektif dan efisien.

Dari latar belakang yang diuraikan, kiranya perlu untuk dikaji lebih

ilmiah dengan mengunakan metode penelitian yang relevan dengan masalah

diatas. Oleh sebab itu peneliti mengangkat masalah strategi pondok

pesantren Sunan Drajat dan implikasinya terhadap jiwa kewirausahaan santri

dengan judul “ Strategi Pondok pesantren Sunan Drajat dalam

Mengimplementasikan Branding sebagai Pondok Kewirausahaan dan

Implikasinya terhadap Jiwa Kewirausahaan Santri “

22Sudrajat Rasyid, et al.,

(23)

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat di

identifikasi adanya beberapa masalah sebagai berikut:

1. Angka Penganguran terdidik semakin meningkat.

2. Kondisi lapangan kerja yang semakin kompetitif.

3. Pentingnya Kewirausahaan bagi santri Pondok Pesantren Sunan Drajat.

4. Menciptakan entrepreneur muslim yang kompeten.

5. Strategi Pondok Pesantren Sunan Drajat dalam mengimplementasikan

branding sebagai pondok kewirausahaan.

Berdasarkan identifikasi masalah dan kemampuan penulis dalam

mengidentifikasi masalah, maka dalam penelitian ini akan dilakukan

pembatasan masalah sebagai berikut

1. Strategi dan langkah- langkah yang dilakukan oleh pondok pesantren

Sunan Drajat dalam mengimplementasikan branding sebagai pondok

kewirausahaan.

2.Implementasi branding sebagai pondok kewirausahaan dan implikasinya

terhadap jiwa kewirausahaan santri.

3.Faktor pendukung dan penghambat pengimplementasian branding sebagai

pondok wirausaha.

C. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, agar lebih praktis dan sistematis

(24)

15

berikut:

1. Apa strategi dan langkah-langkah pondok pesantren Sunan Drajat dalam

mengimplementasikan branding sebagai pondok kewirausahaan ?

2. Bagaimana implementasi branding pondok pesantren Sunan Drajat sebagai

pondok kewirausahaan dan implikasinya terhadap jiwa kewirausahaan

santri?

3. Faktor apa yang mendukung dan menghambat pengimplementasian

branding sebagai pondok kewirausahaan ?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian

yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga

terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan

pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.

Dalam pengamatan penulis, penelitian yang membahas tentang pondok

pesantren dan kewirausahaan sangat banyak dan bervariatif. Namun, berbeda

dengan penelitian pada pondok pesantren pada umumnya. Penelitian ini

memiliki ketidaksamaan dengan penelitian pondok pesantren yang telah ada

sebelumnya. Penelitian yang membahas pondok pesantren dan

kewirausahaan diantaranya adalah :

1. Skripsi berjudul “ Implementasi Mata Kuliah Kewirausahaan dan Etika

Bisnis Islam Dalam Meningkatkan Jiwa Enterpereneur Bagi Mahasiswa

(25)

Sunan Ampel Surabaya”, penelitian oleh saudari Rofiqotun Ni’mah

tahun 2014.23 Penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran mata

kuliah Kewirausahaan dan Etika Bisnis Islam telah berhasil mewujudkan

mahasiswa yang berwirausaha dengan cara implementasi dari mata

kuliah Kewirausahaan dan Etika Bisnis Islam yang telah dipelajari yang

kemudian dijalankan, hal itu terbukti banyak mahasiswa yang

mendirikan usaha sendiri atau mengembangkan usaha yang dimiliki

sebelumnya sesuai dengan nilai- nilai Islam. Persamaan penilitian ini

dengan penilitian yang akan diteliti oleh peniliti terletak pada variabel

kewirausahaan, yang mana disini peneliti sama sama meneliti bagaimana

suatu lembaga pendidikan bisa memberikan pengaruh terhadap jiwa

kewirausahaan anak didik dengan strategi yang telah diterapkan oleh

suatu lembaga pendidikan. Perbedaan penelitian ini terletak pada subjek

penelitian, yang mana penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti

subjek penelitiannya adalah orang – orang di pondok pesantren Sunan

Drajat yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam penelitian,

sedangkan penelitian yang dilakukan oleh saudari Rofiqotun Ni’mah

subjek penelitiannnya adalah mahasiwa Ekonomi Syariah UIN Sunan

Ampel Surabaya.

2. Skripsi berjudul “Strategi Koppontren Dalam Membentuk Jiwa

Kewirausahaan Mahasantri Ponpes Nurul Jadid Paiton Probolinggo”,

23Rofiqotun Ni’mah, “Implemen

(26)

17

penelitian oleh Nuri Hidayati tahun 2016. Penelitian ini menunjukkan bahwa strategi yang digunakan dalam membentuk jiwa kewirausahaan mahasantri yaitu menggunakan pelatihan pendidikan atau binaan tentang berwirausaha yang dilaksanakan setiap satu minggu sekali tepatnya di hari Selasa pagi.24 Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terletak pada variabel kewirausahaan, sedangkan yang menjadi perbedaan dalam penelitian ini adalah subjek yang akan dijadikan penelitian dan strategi yang digunakan dalam membentuk jiwa kewirausahaan. Dimana penelitian yang dilakukan oleh Nuri Hidayati strategi yang digunakan terpusat pada satu unit bisnis atau dilakukan oleh unit bisnis yang ada di pondok pesantren sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terletak pada strategi yang dilakukan oleh pondok pesantren itu sendiri.

3. Skripsi berjudul “ Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran Lamongan

Jawa Timur : Pesantren Wirausaha”. Penelitian ini dilakukan oleh Ita

Runti Wulandari tahun 2011. Penelitian ini menunujukkan bahwa

langkah- langkah yang dilakukan pondok pesantren Sunan Drajat dalam

membangun pesantren wirausaha melalui dua tahap, yakni usaha mandiri

dan kemitraan.25 Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah tempat penelitian yakni, sama- sama

dipondok pesantren Sunan Drajat. Sedangkan letak perbedaan penelitian

24

Nuril Hidayati, Strategi Koppontren... 25Ita Runti Wulandari,

(27)

ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ita Runti ini hanya sekadar

membahas sejarah pondok pesantren Sunan Drajat dan bagaimana cara

yang dilakukan oleh pondok pesantren dalam membangun pesantren

wirausaha tidak menguraikan bagaimana strategi pondok pesantren Sunan

Drajat dalam mengimplementasikan branding sebagai pondok wirausaha

dan bagaimana pengaruhnya terhadap jiwa kewirausahaan santri.

4. Skripsi berjudul “ Perencanaan Strategis Sistem Informasi Pondok

Pesantren Sunan Drajat Dalam Rangka Pengendalian Internal

Organisasi”. Penelitian oleh Biyati Ahwarumi tahun 2011.26 Skripsi ini

membahas tentang analisis strategi yang perlu dikembangkan dalam

rangka membangun sistem informasi di pondok pesantren Sunan Drajat

dan untuk membangun sistem informasi pondok pesantren Sunan Drajat

dalam rangka pengendalian organisasi. Persamaan penelitian ini dengan

penelitian yang akan diteliti oleh peneliti adalah kesamaan tempat

penelitian yakni sama- sama berada di pondok pesantren Sunan Drajat.

Perbedaan penelitian ini adalah, pada penelitian ini sama sekali tidak

membahas tentang kewirausahaan. Penelitian ini lebih mengarah kepada

manajemen strategi yang dilakukan oleh pondok pesantren Sunan Drajat.

5. Skripsi berjudul “Pemberdayaan Kewirausahaan Terhadap Santri di

Pondok Pesantren (Studi Kasus Pondok Pesantren Al- Ashriyyah Nurul

Iman Parung, Bogor)”. Penelitian oleh Deden Fajar Badruzzaman tahun

(28)

19

2009. 27 penelitian ini menunjukkan bahwa untuk dapat mewujudkan pemberdayaan kewirausahaan santri di pondok pesantren maka diperlukan

peran pondok pesantren Al- Ashriyyah Nurul Iman dalam menumbuhkan

kemandirian santri dengan cara memenuhi aspek kognitif ( mampu

mengenal, dan memahami diri sendiri dengan cara memenuhi aspek

(mampu mengenal, dan memahami diri sendiri dan lingkungannya), aspek

afektif (keberanian, mampu mengambil keputusan untuk dan oleh diri

sendiri, bertanggung jawab, percaya diri, optimis, sabar tawakkal dan

ikhlas), aspek konatif (mampu menerima diri sendiri dan lingkungan

secara positif dan dinamis, mampu mengenadalikan/ mengarahkan diri

sendiri sesuai dengan keputusan, aspek psikomotorik (mampu

mewujudkan diri sendiri (aktualisasi diri) secara optimal sesuai dengan

potensi, minat, dan kemampuan- kemampuan yang dimiliki). Persamaan

penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti pada

variabel kewirausahaan dan subjek penelitiannya adalah santri pondok

pesantren, sedangkan perbedaannya adalah tempat yang digunakan

penelitian, serta dalam penelitian yang dilakukan oleh saudara Deden

tidak membahas bagaimana hasil usaha yang telah dilakukan oleh pondok

pesantren terhadap jiwa kewirausahaan santri.

Senada dengan penelitian yang telah ada sebelumnya, yakni tentang

pondok pesantren Sunan Drajat, Penulis juga akan memaparkan

(29)

tentangbagaimana strategi dan langkah langkah pondok pesantren Sunan

Drajad dalam mengimplementasikan branding sebagai pondok wirausaha dan

bagaimana implikasinya terhadap jiwa kewirausahaan santri pondok

pesantren Sunan DrajatBanjaranyar Paciran Lamongan, sehingga fokus

pembahasan dan penyajiannya nanti tidak sekedar memaparkan langkah –

langkah yang dilakukan oleh pondok pesantren Sunan Drajat tetapi penulis

akan berupaya untuk menyajikan tentang sejarah pondok pesantren Sunan

Drajat, strategi yang dilakukan oleh pondok pesantren Sunan Drajat dalam

membangun pesantren wirausaha, bagaimana pengaruh implementasi

branding terhadap jiwa kewirausahaan santri pondok pesantren Sunan Drajat

serta faktor apa yang mendukung dan menghambat dalam

pengimplementasian branding.Dengan kata lain penelitian ini merupakan

penelitian yang masih belum pernah disajikan sebelumnya.

E. Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini memiliki tujuan yang ingin dicapai sebagaimana

berikut:

1. Untuk mengetahui strategi dan langkah-langkah Pondok Pesantren Sunan

Drajat dalam mengimplementasikan branding sebagai pondok

kewirausahaan.

2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi Pondok Pesantren Sunan

Drajat sebagai pondok kewirausahaan dan implikasinya terhadap jiwa

(30)

21

3. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mendukung dan menghambat

beserta implikasinya terhadap jiwa kewirausahaan santri.

F. Kegunaan Hasil penelitian

Dari hasil penelitian dan penulisan diharapkan untuk dapat memberikan

manfaat tersendiri. Untuk itu penulis berharap, mudah-mudahan bermanfaat

dan berguna bagi penulis maupun pembaca yaitu antara lain:

1. Aspek teoritis (keilmuan)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan tentang pemahaman dunia usaha di dalam sudut pandang dunia

pesantren dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pada kajian

penelitian yang akan datang.

2. Aspek Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan dan

perbaikan di berbagai pesantren dalam membentuk program-program

kewirausahaan, khususnya diPondok Pesantren Sunan Drajat.

G. Kegunaan Hasil penelitian

Dari hasil penelitian dan penulisan diharapkan untuk dapat memberikan

manfaat tersendiri. Untuk itu penulis berharap, mudah-mudahan bermanfaat

(31)

1. Aspek teoritis (keilmuan)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan tentang pemahaman dunia usaha di dalam sudut pandang dunia

pesantren dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pada kajian

penelitian yang akan datang.

2. Aspek Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan dan

perbaikan di berbagai pesantren dalam membentuk program-program

kewirausahaan, khususnya diPondok Pesantren Sunan Drajat.

H. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu

variable atau konstrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan

kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk

mengukur konstrak atau variable tersebut memperoleh gambaran yang jelas

dan konkrit tentang arah dan tujuan yang terkandung dalam konsep

penelitian, maka perlu dijelaskan terlebih dahulu beberapa istilah kunci yang

(32)

23

1. Strategi

Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan

pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam

kurun waktu tertentu. 28 strategi yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah apa cara – cara yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Sunan

Drajat dalam mengimplementasikan branding sebagai pondok

kewirausahaan.

2. ImplementasiBranding

Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah

rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci, atau secara

sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan dan

penerapan.29Branding merupakan proses pemasaran untuk menciptakan

sebuah nama, simbol atau desain yang dapat diidentifikasi dan dibedakan

antara satu produk dengan produk lainnya.30Implementasi branding yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah penerapan dari sebuah nama atau

gelar pondok kewirausahaan yang telah di raih oleh pondok pesantren

Sunan Drajat dengan beberapa program yang sudah terstruktur dan

terencana.

28

Wikipedia, Strategi, dalam http://wikipedia.org, diakses pada tanggal 07 Februari 2017 29KBBI, “Implementassi”, dalam

http://kbbi.web.id/implementtasi , diakses pada 23 Septemeber 2016.

30Saafitri Rahayu, “Branding”, dalam

(33)

3. Jiwa Kewirausahaan

Kewirausahaan berasal dari kata-kata wira yang artinya berani atau

berjiwa kepahlawanan, swa artinya sendiri, usaha artinya cara yang

dilakukan. Jadi seorang berjiwa wirausaha adalah mereka yang memiliki

keberanian, berjiwa pahlawan dan mengembangkan cara-cara kerja yang

mandiri. John J. Kao mendefinisikan kewirausahaan adalah usaha untuk

menciptakan nilai melalui pengenalan kesempatan bisnis, manajemen

pengambilan resiko yang tepat, dan melalui keterampilan berkomunikasi

dan manajemen untuk memobilisasi manusia, uang dan bahan baku atau

sumber daya lain yang diperlukan untuk menghasilkan proyek supaya

terlaksana dengan baik.31 Dalam penelitian ini yang menjadi fokus

penelitian adalah jiwa kewirausahaan yang dimiliki oleh santri pondok

pesantren Sunan Drajat.

I. Metode Penelitan

Metode diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam

proses penelitian, sedangkan penelitian adalah upaya dalam ilmu

pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh faktor-faktor dan

prinsip-prinsip dengan sabar dan hati-hati serta sistematis untuk mewujudkan suatu

kebenaran.32

31 Leonardus Saimab, Kewirausahaan (Teori Praktek, kasus-kasus), (Jakarta: Salemba Empat, 2009), 41-43.

(34)

25

1. Data yang Dikumpulkan

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif, dimana

penelitian ini mendasarkan dari pada usaha mengungkapkan dan

memformalisasikan data lapangan dalam bentuk narasi verbal (kata-kata),

yang semaksimal mungkin utuh dan menggambarkan relitas aslinya.

Pada umumnya jenis penelitian kualitatif disajikan dalam bentuk

narasi verbal yang menggambarkan realitas objek yang diteliti. Namun,

penggunaan data yang berwujud angka juga dimungkinkan terjadi bahkan

dimunculkan dalam bentuk tabel atau grafik statistik.

Penggunaan angka-angka dalam model penelitian kualitatif bersifat

deskriptif, tidak seperti dalam penelitian kuantitaif yang bersifat

Inferensial (dapat disimpulkan) dan cenderung menggunakan analisis

dengan pendekatan induktif. Pendekatan induktif adalah cara analisis dari

kesimpulan umum atau generalisasi yang diuraikan menjadi

contoh-contoh kongkrit atau fakta-fakta untuk menjelaskan kesimpulan atau

generalisasi tersebut. 33

Data- data yang kumpulkan dalam penelitian ini adalah hal-hal yang

berkaitan dengan sejarah pondok pesantren Sunan Drajat dalam

membangun pondok wirausaha, bagaimana pondok pesantren Sunan

Drajat mengimplementasikan branding sebagai pondok kewirausahaan

dan implikasinya terhadap jiwa kewirausahaan santri pondok pesantren

(35)

Sunan Drajat, serta faktor apa yang mendukung dan menghambat

pengimplementasian branding sebagai pondok kewirausahaan.

2. Sumber Data

Data adalah semua keterangan seseorang yang dijadikan resonden

maupun yang berasal dari dokumen-dokumen baik dalam bentuk statistik

atau dalam bentuk lainnya guna keperluan penelitian.34 Adapun dalam

penelitian ini jenis data yang akan disajikan meliputi data tentang sejarah

pondok pesantren Sunan Drajat sebagai pondok Wirausaha, strategi

pondok pesantren Sunan Drajat dalam mengimplementasikan branding,

pengaruh implementasi branding terhadap jiwa kewirausahaan santri,

faktor – faktor yang mendukung dan menghambat pengimplementasian

branding.

a. Sumber Data

Dilihat dari segi sumber perolehan data, atau darimana data tersebut

berasal secara umum dalam penelitian dikenal dengan 2 jenis data,

yaitu data sekunder dan data primer.

a) Data Primer

Data primer merupakan jenis data yang diperoleh dan digali

dari sumber utamanya (sumber asli), baik berupa data kualitatif

maupun data kuantitatif. Sesuai dengaan asalnya darimana data

(36)

27

tersebut diperoleh, maka jenis data ini sering disebut dengan

istilah data mentah (raw data). 35

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah orang yang

dianggap sangat mengetahui tentang strategi pengimplementasian

branding sebagai pondok wirausaha yang ada di Pondok Pesantren

Sunan Drajat. Informan tersebut adalah : KH. Abdul Ghofur

selaku pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat Ir. Hilal Sulars

selaku ketua Litbang Yayasan Pondok Pesantren Sunan Drajat,

Biyati Ahwarumi, S.E selaku kepala bidang perekonomian

Yayasan Pondok Pesantren Sunan Drajat, Moh. Hasan selaku

ketua Pondok Pesantren Sunan Drajat.

b) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan

oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang

telah ada baik dari perpustakaan atau dari laporan-laporan peneliti

terdahulu. Data sekunder disebut juga data tersedia.36

Data sekunder biasanya terwujud dari data dokumentasi atau

data laporan yang tersedia. Dalam penelitian ini dokumentasi

merupakan sumber data sekunder dan disamping itu dari literatur

– literatur yang membahas tentang pondok pesantren dan

kewirausahaan yang relevan dengan fokus penelitian. Diantaranya:

35Muhammad, Teguh,Metodologi Penelitian EkonomiTeori Dan Aplikasi, ( Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada: 1999), 122.

(37)

Sang pendidik, novel ini menceritakan tentang sejarah K.H Abdul

Ghafur pengasuh pondok pesantren Sunan Drajat. Bilik – Bilik

Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, buku ini membahas tentang

masalah – masalah dunia pesantren. Kewirausahaan (Teori,

Praktek, Kasus – Kasus ) buku ini mengupas tentang

kewirausahaa. Kewirausahaan Santri Bimbingan Santri Mandiri,

buku ini membahas tentang kewirausahaan dalam Islam dan

bagaimana cara membangun kemndirian bagi dan lain sebagainya.

3. Teknik Penggumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang akurat, maka diperlukan beberapa

metode untuk mengumpulkan data, agar data yang diperoleh berfungsi

sebagai data yang valid dan obyektif serta tidak menyimpang, maka

metode yang digunakan adalah

a. Observasi

Observasi adalah observasi adalah pengamatan dan pencatatan

secara sistematik terhadap gejala yang nampak pada obyek

penelitian.Metode observasi ini digunakan untuk mencari data tentang

sjarah pondok pesantren Sunan Drajat sebagai podok wirausaha,

strategi yang diterapkan oleh pondok pesantren Sunan Drajat dan

implikasinya terhadap jiwa kewirausahaan santri.

b. Interview / Wawancara

Wawancara adalah merupakan bentuk pertemuan antara dua orang

(38)

29

dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.jenis wawancara

yang digunakan adalah wawancara berstruktur, yaitu semua

pertanyaan telah dirumuskan dengan cermatdan bertanya secara

langsung kepada responden. Teknik ini dugunakan untuk

mendapatkan keterangan mengenai hal-hak yang berkaitan dengan

topik penelitian.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah kegiatan mencari data mengenai catatan

peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen ini bisa berbentuk tulisan

maupun gambar seperti transkrip, buku, film, video, surat kabar,

majalah prasasti, notulenrapat, agenda, dan sebagainya.Metode

dokumentasi digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data

mengenai jumlah keseluruhan peserta didik, guru, dan tenaga

kependidikan yang ada di ponpes Sunan Drajat, sarana prasarana ,

program-program pendidikan disamping juga mengenai letak

geografis, peta-peta, foto-foto kegiatan, dan datainventaris pondok

pesantren Sunan Drajat serta wujud lain yang diperlukan untuk

menunjang kejelasan obyek penelitian.

d. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data yang digunakan peneliti adalah :

a) Editing, yaitu pemeriksaan kembali dari semua data yang

diperoleh terutama dari segi kelengkapannya, kejelasan makna,

(39)

b) Organizing, yaitu menyusun kembali data yang telah didapat

dalam penelitian yang diperlukan dalam kerangka paparan yang

sudah direncanakan dengan rumusan masalah secara sistematis.

c) Penemuan Hasil, yaitu dengan menganalisis data yang telah

diperoleh dari penelitian untuk memperoleh kesimpulan mengenai

kebenaran fakta yang ditemukan, yang akhirnya merupakan sebuah

jawaban dari rumusan masalah.37

e. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan

lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke

dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,

menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan

dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh

diri sendiri maupun orang lain.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

data deskriptif kualitatif yaitu cara analisis yang cenderung

menggunakan kata-kata untuk menjelaskan fenomena atau data yang

diperoleh.dan cenderung menggunakan analisis. Penlilitian ini

menggunakan pendekatan induktif, dimana induktif adalah cara

analisis dari kesimpulan umum atau generalisasi yang diuraikan

(40)

31

menjadi contoh-contoh kongkrit atau fakta-fakta untuk menjelaskan

kesimpulan atau generalisasi tersebut. 38

J. Sistematika Pembahasan

BAB Pertama adalah Pendahuluan. Bab ini terdiri dari latar belakang

masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,

tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode

penelitian dan sistematika bahasan.

BAB Kedua adalah kerangka teoritis atau kerangka konseptual yang

membahas dasar-dasar kajian untuk menjawab permasalahan yang ada pada

penelitian. Dalam hal ini peneliti menggunakan teori tentang pondok

pesantren, branding, kewirausahaan dan jiwa kewirausahaan.

BAB Ketiga adalah data penelitian yang memuat deskripsi data yang

berkenaan dengan variabel yang diteliti secara objektif dalam arti tidak

dicampur dengan opini peneliti. Dalam bab ini memuat deskripsi umum

tentang pondok pesantren Sunan Drajat, sejarah pondok pesantren Sunan

Drajat sebagai pondok wirausaha, strategi yang dilakukan oleh pondok

pesantren Sunan Drajat dalam membangun pondok wirausaha, strategi yang

digunakan oleh pondok pesantren Sunan Drajat dalam mengimplementasikan

branding sebagi pondok wirausaha dan implikasinya terhadap jiwa

kewirausahaan santri dan faktor pendukung dan penghambat dalam

pengimplementasian branding sebagai pondok kewirausahaan.

(41)

BAB Keempat berisi tentang analisis strategi yang digunakan oleh pondok

pesantren Sunan Drajat dalam mengimplementasikan branding sebagi

pondok wirausaha dan implikasinya terhadap jiwa kewirausahaan santri dan

analisis faktor pendukung dan penghambat dalam pengimplementasian

branding sebagai pondok kewirausahaan.

BAB Kelima merupakan bab akhir dari laporan penelitian yang berisi

(42)

33 BAB II

PONDOK PESANTREN, KEWIRAUSAHAAN DAN BRANDING

A. Pondok Pesantren

1. Sejarah Pondok Pesantren

Menelusuri tumbuh dan berkembangnya lembaga - lembaga

pendidikan keagamaan Islam di Indonesia termasuk awal berdirinya

pondok pesantren, tidak terlepas hubungannya dengan sejarah masuknya

Islam di Indonesia. Salah satu pendapat mengemukakan, ketika para

pedagang Islam dari Gujarat sampai ke negeri kita, mereka menjumpai

lembaga- lembaga keagamaan mengajarkan agama Hindu. Kemudian

setelah Islam tersebar luas di Indonesia, bentuk lembaga pendidikan

keagamaan tersebut berkembang dan isinya diubah dengan pengajaran

agama Islam, yang kemudian disebut pesantren.1

Nurcholis Majid dalam bukunya menegaskan, pesantren adalah

artefak peradaban Indonesia yang dibangun sebagai institusi pendidikan

keagamaan bercorak tradisional, unik dan indigenous. Sebagai artefak

peradaban, pesantren tidak hanya identik dengan keIslaman, tetapi juga

mengandung makna keaslian Indonesia. Keberadaan pesantren memiliki

keterkaitan yang kuat dengan sejarah dan budaya yang berkembang pada

awal berdirinya. Selain itu, lembaga Islam memiliki ikatan historis

dengan lembaga pra-Islam yang sudah ada semenjak kekuasan Hindu-

1

(43)

Budha, sehingga Islam tinggal meneruskan dan mengIslamkan lembaga

pendidikan yang sudah ada dengan segala bentuk penyesuaian dan

perubahannya.2

Sejarah pendidikan di Indonesia mencatat, bahwa pondok

pesantren adalah bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia.

Ada dua pendapat mengenai awal berdirinya pondok pesantren di

Indonesia, pendapat pertama menyebutkan bahwa pondok pesantren

berakar pada tradisi Islam sendiri dan pendapat kedua, mengatakan

bahwa sistem pendidikan model pondok pesantren adalah asli Indonesia.

Dalam pendapat pertama ada dua versi, ada yang berpendapat

bahwa pondok pesantren berawal sejak zaman Nabi masih hidup. Dalam

awal- awal dakwahnya, Nabi melakukannya dengan sembunyi- sembunyi

dengan peserta kelompok orang, dilakukan di rumah- rumah, seperti yang

tercatat dalam sejarah, salah satunya adalah rumah Arqam bin Abu

Arqam. Sekelompok orang yang tergolong dalam AsShabiqunal

Awwalun inilah yang kelak menjadi perintis dan pembuka jalan

penyebaran agama Islam di Arab, Afrika dan akhirnya menyebar

keseluruh dunia.

Versi kedua menyebutkan bahwa pondok pesantren mempunyai

kaitan yang erat dengan tempat pendidikan khas bagi kaum sufi.

Pendapat ini berdasarkan fakta bahwa penyiaran Islam di Indonesia pada

awalnya lebih banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat yang

2 Nurcholis Majid, Bilik- Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997),

(44)

35

melaksanakan amalan- amalan dzikir dan wirid tertentu. Pemimpin

tarekat itu disebut kiai, yang mewajibkan pengikutnya melaksanakan

suluk selama 40 hari dalam satu tahun dengan cara tinggal bersama

sesama anggota tarekat dalam sebuah masjid untuk melakukan ibadah-

ibadah di bawah bimbingan kiai. Untuk keperluan suluk ini, para kiai

menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan tempat memasak

yang terdapat di kiri- kanan masjid.

Pendapat kedua mengatakan, pondok pesantren yang kita kenal

sekarang ini pada mulanya merupakan peengambilalihan dari sistem

pondok pesantren yang diadakan orang- orang Hindu di Nusantara. Hal

ini didasarkan pada fakta bahwa jauh sebelum datangnya Islam ke

Indonesia, lembaga pondok pesantren pada masa itu dimaksudkan

sebagai tempat mengajarkan bahwa pondok pesantren bukan berasal dari

tradisi Islam adalah tidak ditemukannya lembaga pondok pesantren di

negara – negara Islam lainnya.3

Lembaga pendidikan yang kini tersebar hampir di seluruh wilayah

tanah air ini, memiliki latar belakang sejarah yang cukup panjang.

Walaupun sukar diketahui secara persis kemunculannya pertama kali,

namun banyak dugaan yang menyatakan lembaga pendidikan biara dan

asrama digunakan bagi pendidikan Islam, dan namanya pun berganti

menjadi pondok pesantren.

3Departemen agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah,Pertumbuhan dan

(45)

Di pulau Jawa, pesantren pertama kali berdiri di zaman

Walisongo. Syeikh Malik Ibrahim atau Syeikh Maulana Maghribi

dianggap sebagai pendiri pertama pesantren di pulau Jawa. Pada masa

sebelumnya sudah ada perguruan Hindu dan Buddha dengan sistem biara

dan asrama sebagai tempat pendeta dan bikhu mengajar dan belajar,

hingga ketika Islam berkembang, sistem pendidikan biara dan asrama

digunakan bagi pendidikan Islam. Isinya dirubah dari ajaran Hindu dan

Buddha menjadi ajaran Islam, dan namanya pun berganti menjadi pondok

pesantren.

Pada permulaan berdirinya, bentuk pondok pesantren sangat

sederhana. Kegiatannya hanya diselenggarakan dalam masjid dengan

beberapa orang santri. Seperti pondok pesantren yang didirikan oleh

Sunan Ampel di daerah Kembang Kuning (Surabaya), pada mulanya

hanya memiliki tiga orang santri. Namun, para santri Sunan Ampel

setelah kembali ke desanya mendirikan pesantren baru. Diantara mereka

ialah Raden Paku yang kemudian terkenal dengan sebutan Sunan Giri.

Beliau pun mendirikan pesantren baru di Sidomukti yang cepat

berkembang dan termasyhur. Orang datang dari berbagai penjuru untuk

menuntut ilmu kepesantren Sidomukti, mereka tidak hanya datang daru

pulau Jawa dan Madura, diantara mereka juga ada yang datang dari

(46)

37

2. Pengertian Pondok Pesantren

Kata “pesantren” berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari

dua kata yaitu “sa” dan “tra”. “sa” berarti orang yang yang berperilaku

yang baik, dan “tra” berarti suka menolong. Selanjutnya kata pesantren

berasal dari kata dasar “santri” yang mendapat awalan pe dan akhiran an

yang berarti tempat tinggal santri.4

Pesantren dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti asrama,

tempat santri atau murid - murid belajar mengaji dan sebagainya. M.

Arifin yang dikutip oleh Mujammil Qohar menyatakan pesantren adalah

suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui

masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) dimana santri –

santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau

madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan leadership

seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri khas yang bersifat

kharismatik serta independen dalam segala hal.5

Menurut H. Rohadi Abdul Fatah yang dikutip oleh Abdullah,

pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri.

Kata santri berasal dari kata Cantrik ( Bahasa Sansekerta) yang berarti

orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh

Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yaitu disebut Pawiyatan.

Istilah santri juga ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji.

4

Abdullah, Epistimologi Pendidikan Kaum Santri (Telaah atas Pemikiran K.H Abdurrahman Wahid tentang Kurikulum Pesantren ), (Tesis—UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014),24.

5 Mujamil Qomar, Pesantren (Dari Transformasi Menuju Demokrasi Institusi), (Jakarta :

(47)

Sedang C.C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah

Shastri, yang dalam bahasa India berarti orang ynag tahu buku - buku

suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu.

Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik)

dengan suku kata tra (suku menolong), sehingga kata pesantren dapat

berarti tempat pendidikan manusia baik - baik.6

M. Ridlwan Nasir mengatakan, pondok pesantren adalah gabungan

dari pondok dan pesantren. Istilah pondok, berasal dari kata funduk yang

berarti rumah penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam pesantren

Indonesia, khususnya pulau Jawa lebih mirip dengan pemondokan

ddalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana yang

dipetak-petak dalam bentuk kamar - kamar yang merupakan asrama bagi santri.

Sedangkan istilah pesantren secara epistimologi asalnya pe-santri-an

yang berarti tempat santri. Santri atau murid mempelajari agama dari

kyai atau syaikh di pondok pesantren. Pondok pesantren adalah lembaga

keagamaan, yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta

mengembangkan dan menyebarkan ilmu dan agama Islam.7

Menurut Didin Hafidhuddin, pondok pesantren adalah salah satu

lembaga di antara lembaga – lembaga iqa>matu>ddin lainnya yang

memiliki dua fungsi utama, yaitu kegaiatan tafa>qqu>h fi- al-din

(pengajaran, pemahaman, dan pendalaman ajaran agama islam), serta

6

Abdullah, Epistimologi Pendidikan Kaum Santri (Tesis—UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014),

24.

7M. Ridlwan Nashir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal (Pondok Pesantren di Tengah

(48)

39

fungsi indzha>r (menyampaikan dan mendakwahkan ajaran kepada

masyarakat).8

Sepanjang sejarah perjalanan umat Islam di Indonesia, kedua

fungsi utama tersebut telah dilaksanakan dengan baik oleh pondok

pesantren. Walaupun dengan segala kekurangan yang ada. Dari pondok

pesantren lahir para juru dakwah, para kiai, ustadz, tokoh- tokoh

masyarakat bahkan ada juga yang berprofesi sebagai pedagang,

pengusaha atau bidang- bidang lainnya. Hal ini tidak lain karena kegiatan

di dalam pondok pesantren terdapat nilai - nilai yang sangat baik bagi

berhasilnya suatu kegiatan pendidikan, yaitu proses pendidikan yang

mengarahkan pada pembentukan kekuatan jiwa, mental, maupun

rohaniyah.

Dari definisi diatas, penulis mencoba menyimpulkan arti dari

pondok pesantren, pondok pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan

Islam dimana para santri, kiai tinggal dalam satu lingkungan. Para santri

di pondok pesantren tidak hanya diajarkan tentang ilmu keagamaan

tetapi, juga diajarkan ilmu sosial, kemandirian, kesopanan,

kesederhanaan yang nantinya sebagai bekal saat kembali kepada

masyarakat.

3. Elemen – Elemen Sebuah Pesantren

Pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan

kiai merupakan lima elemen dasar dari tradisi pesantren.9 Ini berarti

(49)

bahwa suatu lembaga pengajian yang telah berkembang hingga memiliki

kelima elemen tersebut, akan berubah statusnya menjadi pesantren. Di

seluruh Jawa, orang biasanya membedakan kelas- kelas pesantren dalam

tiga kelompok, yaitu pesantren kecil, menengah dan besar.

Pesantren yang tergolong kecil biasanya mempunyai jumlah santri

di bawah seribu dan pengaruhya terbatas pada tingkat kabupaten.

Pesantren menengah biasanya mempunyai 1.000 sampai dengan 2.000

orang, memiliki pengaruh dan menarik santri-santri dari beberapa

kabupaten. Pesantren besar biasanya memiliki santri lebih dari 2.000

yang berasal dari berbagai kabupaten dan propinsi. Beberapa pesantren

besar memiliki popularitas yang dapat menarik santri- santri dari seluruh

Indonesia.

a. Pondok

Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan

Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar

dibawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal

dengan sebutan “kiai” asrama untuk para siswa tersebut berada dalam

lingkungan komplek. Komplek pesantren ini biasanya dikelilingi

tembok untuk dapat mengawasi keluar dan masuknya para santri

sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pondok atau asrama bagi para santri merupakan ciri khas tradisi

pesantren yang membedakannya dengan sistem pendidikan tradisional

9Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren (Studi Pandangan Hidup tentang Kiai), (Jakarta :

(50)

41

di masjid-masjid yang berkembang di kebanyakan wilayah islam di

negara- negara lain. Ada tiga alasan utama kenapa pesantren harus

menyediakan asrama bagi para santri.

Pertama, kemasyhuran seorang kiai dan kedalaman

pengetahuannya tentang Islam menarik santri–santri dari jauh. Untuk

dapat menggali ilmu dari kiai tersebut secara teratur dan dalam waktu

yang lama, dan menetap didekat kedalaman kiai. Kedua, hampir

semua pesantren berada di desa-desa dimana tidak tersedia perumahan

(akomodasi) yang cukup untuk dapat menampung santri-santri dengan

demikian perlulah adanya suatu asrama khusus bagi para santri.

Ketiga ada sikap timbal balik antara kiai dan santri dimana para

santri menganggap kiainya seolah-olah sebagai bapaknya sendiri,

sedangkan kiai mengangap para santri sebagai titipan Tuhan yang

harus senantiasa dilindungi. Sistem pondok bukan saja merupakan

elemen paling penting dari tradisi pesantren, tapi juga penopang

utama bagi tradisi pesantren.

b. Masjid

Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dengan

pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk

mendidik para santri, terutama dalam praktek sholat lima waktu,

khutbah dan shloolat jum’at dan pengajaran kitab- kitab klasik.

Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren

(51)

tradisional. Seorang kiai yang ingin mengembangkan sebuah

pesantren, biasanya pertama- tama akan mendirikan masjid di dekat

rumahnya. Langkah ini biasanya diambil atas perintah gurunya yang

telah menilai bahwa ia akan sanggup memimpin sebuah pesantren

c. Pengajaran Kitab – Kitab Islam Klasik

Pada masa lalu pengajaran kitab – kitab Islam klasik, terutama

karangan-karangan ulama’ Syafi’iyah merupakan satu – satunya

pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren.

Tujuan utama pengajaran ini lebih untuk mendidik calon - calon

ulama’. Para santri yang tinggal di pesantren jangka waktu pendek

(misalnya kurang dari satu tahun) dan tidak bercita- cita menjadi

ulama’, mempunyai tujuan untuk mencari pengalaman dalam hal

pendalaman keagamaan.

Kebiasaan semacam ini terlebih - lebih dijalani pada waktu bulan

Ramadhan, sewaktu umat Islam diwajibkan berpuasa dan menambah

amalan- amalan ibadah, antara lain sholat sunnah, membaca

Al-Qur’an dan mengikuti pengajian. Para santri yang tinggal sementara

ini janganlah kita samakan dengan para santri yang tinggal

bertahun-tahun di pesantren yang tujuan utamanya ialah untuk menguasai

berbagai cabang pengetahuan Islam.

Pada saat ini meskipun kebanyakan pesantren telah memasukkan

pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu bagian penting dalam

(52)

43

tetap didirikan sebagai upaya untuk meneruskan tujuan utama

pesantren mendidik calon – calon ulama yang setia kepada faham

tradisional. Keseluruhan kitab – kitab klasik yang diajarkan

dipesantren dapat digolongkan kedalam 8 kelompok : a. Nahwu

(syntax) dan saraf (morfologi) b. Fiqih c. Ushul Fiqih d. Hadits e.

Tafsir f. Tauhid g. Tasawuf dan etika dan h. cabang-cabang lain

seperti Tarikh dan Balaghoh. Kitab- kitab tersebut terdiri dari berjilid-

jilid tebal mengenai Hadis, Tafsir, Fiqh, Usul Fiqh dan tasawuf.

Kesemuanya ini dapat pula digolongkan kedalam tiga kelompok yaitu

: kitab-kitab dasar, kitab- kitab tingkat menengah dan kitab – kitab

besar

d. Santri

Menurut pengertiannya yang dipakai dalam lingkungan orang –

orang pesantren, seorang alim hanya bisa disebut kiai bilamana

memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut

untuk mempelajari kitab- kitab klasik. Oleh karena itu santri

merupakan elemen penting dalam suatu lembaga pesantren. Walaupun

demikian santri menurut tradisi pesantren, terdapat dua kelomp

Gambar

Tabel 3.1  Daftar santri yang terlibat dalam usaha Pondok Pesantren Sunan Drajat
 Tabel 4.1
Tabel 4.2
  TABEL 4.3 Analisis SWOT Faktor Penghambat dan Pendukung Pengimplementasian
+3

Referensi

Dokumen terkait

„Ir žmogus sakė: čia dabar yra kaulas iš mano kaulų ir mėsa iš mano mėsos, ta bus Wyri ʃ ka vadinama, todėl, kad nuo vyro imta yra...“.. Ir vėlesniuose Biblijos

Berdasarkan data yang di ambil dari teknik wawancara Mahasiswa Maluku angkatan 2013 yang menempuh kuliah di kota Malang memiliki jumlah 60 mahasiswa yang

In the interwar period special role in the process of clergy’s education in the Orthodox Church played College of Orthodox Theology at the University of Warsaw. The ba- sis for

Sumber Baru Land telah memiliki sistem akuntansi penjualan kredit yang mendukung operasi perusahaan, namun sistem akuntansi penjualan kredit perusahaan masih memerlukan

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru tentang definisi metode pengajaran, persepsi dari ketiga guru partisipan sesuai dengan teori Muslich 2010 dan Raharjo 2012 yang

Penetapan Harga Mahar (Maskawin) Oleh Pemerintah Kerajaan Negeri Selangor yang berwenang di bawah Jabatan Agama Islam Selangor adalah hasil dari tinjau ulang putusan

 KHUSUS pertanyaanNo. Pada ke#amilan "erak#ir, a$aka# i%u melakukan $emeriksaan ke#amilan minimal 4 kali-  Bagi  keluarga yang mempunyai bayi .. a. Pada ke#amilan "erak#ir

Data Alumni Mahasiswa Program Studi D3 Teknik Elektro