• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAP.COM - KEPADATAN DAN DISTRIBUSI CACING TANAH DI AREAL ...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TAP.COM - KEPADATAN DAN DISTRIBUSI CACING TANAH DI AREAL ..."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

93

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI CACING TANAH DI AREAL ARBORETUM

Dipterocarpaceae 1.5 Ha FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS

LANCANG KUNING PEKANBARU

*Martala Sari **Maya Lestari

*Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan- Universitas Lancang Kuning **Alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan- Universitas Lancang Kuning

ABSTRACT: The purpose of this research is to know the correlation of density and earthworm disrtibution towart fertilizing land in Arboretum Dipterocarpaceae area 1,5 Ha in Forestry Faculty of Lancang Kuning University Pekanbaru. The research was held in Desember 2013 until January 2014. The sampling point analyzing in review was done by random sampling in each station that has done in 20 reviews. The spesies that has been found were Pheretima sp. and Lumbricus rubellus. There were some differences of earthworm density in each station. In the first station the density was 5520 ind/m3, second station density 3920 ind/m3, in the third station density 1480 ind/m3. The disribution patten of earthworm in each observation station was clasifying. Coefition correlation (r) at the first station was 0,883 with high correlation, meanwhile at the second and third station were 0,993 and 0,998 with very high correlation. The value of r2 of the first, second and third station were 0,779, 0,987 and 0,996 respectively, with the correlation to the positive ways.

(2)

94

sangat tinggi. Koofesien penentu r2 pada stasiun I, II, dan III memiliki nilai 0,779, 0,987, dan 0,996 yang berarti memiliki hubungan ke arah positif.

Kata kunci : Kepadatan, Distribusi, Cacing Tanah

PENDAHULUAN

Arboretum merupakan tempat

berbagai pohon ditanam dan

dikembangbiakkan untuk tujuan penelitian atau pendidikan. Secara umum Arboretum

memiliki kegunaan sebagai tempat

mengkoleksi berbagai jenis pohon.

Arboretum sangat layak untuk dijadikan objek wisata edukatif karena selain memiliki nilai estetika dan keindahan, di dalamnya terdapat beraneka ragam jenis flora maupun fauna untuk dijadikan objek penelitian. Arboretum dapat dijadikan sebagai solusi pemenuhan ruang terbuka hijau, konservasi keanekaragaman hayati, mitigasi perubahan iklim, serta daerah resapan air (Suhendang

dalam Sianturi, 2006).

Universitas Lancang Kuning

merupakan salah satu lembaga pendidikan swasta yang terdapat di kota Pekanbaru. Universitas ini memiliki berbagai macam fasilitas yang dapat mendukung proses belajar mengajar. Salah satunya adalah Arboretum yang bertujuan untuk tempat pratikum dan penelitian yang selain berfungsi sebagai hutan secara umum juga berfungsi sebagai penunjang kegiatan akademis. Kawasan ini berpotensi memiliki keanekaragaman hayati diantaranya dibagi kedalam beberapa blok tanam yaitu blok A, B, C, D, E dan F. Masing-masing blok dibatasi dengan jenis tumbuhan jenis

Palmae, pinang-pinangan dan lain-lain dengan jarak tanam 2,5 m (Sianturi, 2006).

Dwiastuti (2003) menyatakan bahwa

tanah bersifat sangat penting bagi

kehidupan, sehingga perlindungan kualitas dan kesehatan tanah perlu dijaga, namun banyak faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kesehatan tanah tersebut. Faktor yang mempengaruhi kualitas tanah pada bagian fisiknya adalah tekstur tanah, bahan organik, drainase, topografi dan iklim, sedang yang mempengaruhi pada bagian

pengolahannya adalah intensitas

pengolahan, penambahan bahan organik, aktivitas mikrobia dan Peran cacing tanah sebagai makrofauna tanah memainkan peran penting dalam ekosistem yang berhubungan dengan siklus hara dan aliran energi karena organisme ini melakukan proses pelapukan bahan organik dan akhirnya memberikan kontribusi pada faktor kesehatan tanah. Aktivitas Cacing Tanah dapat mengubah struktur tanah, aliran air tanah, dinamika

hara dan pertumbuhan tanaman,

keberadaannya tidak penting bagi sistem tanah yang sehat tetapi merupakan “

bioindikator” dari tanah yang sehat

sehingga cacing tanah ini mempunyai fungsi menguntungkan bagi ekosistem. Aktivitas cacing tanah yang hidup didalam tanah dapat berupa aktivitas makan, pembuatan

casting dan aktivitas membuat liang

(3)

sisa-95

sisa tanaman/seresah setelah terlebih dulu dilunakkan oleh mikroorganisme (Dwiastuti, 2003).

Biasanya disebut cacing yang

bersegmen-segmen atau beruas-ruas,

tubuhnya terdiri dari sederetan segmen yang sama (metameri), artinya setiap segmen tersebut mempunyai organ tubuh seperti reproduksi, otot, pembuluh darah, dan sebagainya yang tersendiri tetapi segmen tersebut tetap berhubungan satu sama lain dan terkoordinasi. Terdapat selom yang besar dan jelas seperti peredaran darah, sistem saraf telah berkembang dengan baik (Rusyana, 2011).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan menggunakan metode sortir tangan (hand sortir mhetod). Setelah dilakukan survei dan observasi awal maka

dilakukan penentuan area cuplikan

(Maftu’ah, 2005). Penentuan titik sampling pada cuplikan dilakukan secara random sampling (Gulo, 2002). Maka ditetapkan 3

stasiun pengamatan sebagai berikut

(Lampiran I): 1. Stasiun I

Lokasi hutan alam, dimana pada hutan alam tersebut terdapat berbagai jenis pohon diantaranya jenis balam merah, cempedak, sindur, medang, pulai, kenari, simpur. Sedangkan permukaan tanahnya terdapat serasah yang tebalnya 20-22 cm dan suhu berkisar antara 26

o

C-27.5 oC. 2. Stasiun II

Lokasi hutan rawa kering, dimana hutan rawa kering terdapat pada musim kemarau dan akan tergenang air pada musim hujan.

Dapat dilihat dari jenis tumbuhan yang hidup di lokasi tersebut seperti jenis pandan, kenari, asam kandis, terentang, gerunggung, asam kayu, bakau darat, pulai. Dimana permukaannya terdapat serasah dengan ketebalan 20 cm dan suhu berkisar antara 26.5 oC-27.9 oC. 3. Stasiun III

Lokasi lahan terbuka, yang merupakan lahan bekas teresan akasia. Disekitar lahan terbuka tersebut terdapat berbagai jenis tumbuhan diantaranya akasia, marpoyan, sendok-sendok dan laban. Ketebalan serasahnya sekitar 5-8 cm dan suhu berkisar antara 28 oC-31 oC.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2013 sampai dengan Januari 2014 di Arboretum Dipterocarpaceae 1.5 Ha Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning Pekanbaru. Identifikasi cacing tanah dilakukan di Laboratorium Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lancang Kuning.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop streo, oven, furnace, termometer, soil tester, timbangan ohause, cangkul, meteran, mistar, sarung tangan, botol, spidol, kertas label, loop, tali plastik dan kantong plastik. Sedangkan bahan yang digunakan adalah formalin 2% dan aquades.

(4)

96

Suin (2012) menyatakan bahwa

kepadatan populasi suatu jenis kelompok hewan tanah dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah per unit. Distribusi suatu jenis hewan dalam pemilihan metode disuatu habitat sering digunakan random dan akan berubah menjadi kelompok bila individu-individu tersebut mulai berketurunan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Jenis dan Morfologi Cacing Tanah di Areal Arboretum 1.5 Ha

Dipterocarpaceae Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning

Identifikasi jenis dan morfologi cacing tanah di areal Arboretum Dipterocarpaceae

1,5 Ha Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning Pekanbaru disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 1

No Ciri-Ciri Morfologi Spesies 1 Spesies 2

1 Bentuk Gilik

panjang/silind ris

Pipih

2 Panjang 140-170 mm 60-150 mm 2 Jumlah segmen 95-120 86-195 3 Klitelum 110-115 27-32 4 Permukaan kulit Agak licin Licin

mengkilat 5 Prostomium 2/3 1/2 – 2/3 6 Gerakan Cepat Lambat 7 Lubang dorsal 12/13 13/14 8 Warna tubuh:

a. Dorsal b. Anterior c. Ventral

d. Posterior

a. Hitam kebiru-biruan b. Hitam c. Bewarna

coklat muda d.

Keabu-abuan

a. Coklat kemer ahan b. Ungu

kemer ahan c. Krem d. Kekun ingan

Sumber: Analisis Data Penelitian

Berdasarkan Tabel 1 ditemukan dua spesies cacing tanah di areal Arboretum

Dipterocarpaceae Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning spesies 1 dan spesies 2. Setelah diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri tersebut dengan menggunakan kunci determinasi maka diperoleh hasil yaitu spesies 1 adalah jenis cacing tanah

Pheretima sp. memiliki ciri-ciri eksternal yaitu bentuk tubuh silindris, panjang tubuh 140-170 mm, jumlah segmen 108-118, klitelium 110-115, permukaan kulit agak licin, prostomium elabus 2/3, gerakan cepat, lubang dorsal 12/13, warna bagian dorsal agak kehitaman dan kebiru-biruan, bagian anterior hitam, bagian ventral berwarna coklat, dan bagian posterior berwarna kehitam-hitaman (Suin, 2012). dan spesies 2 adalah Lumbricus rubellus memiliki ciri-ciri eksternal yaitu bentuk tubuh pipih, panjang tubuh 60-150 mm, jumlah segmen 86-195, klitelium 27-32, permukaan kulit licin, prostomium elabus 1/2-2/3, gerakan lambat, lubang dorsal 13/14, warna bagian dorsal coklat kemerahan, bagian anterior ungu kemerahan, bagian ventral krem, dan bagian posterior berwarna kekuningan (Palungkun, 1999).

Jumlah Individu dan Kepadatan Cacing Tanah di Areal Arboretum 1.5 Ha

Dipterocarpaceae Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning

Jumlah individu dan kepadatan cacing tanah di areal Arboretum Dipterocarpaceae

(5)
[image:5.612.66.298.76.201.2]

97

Tabel 2

Jenis Cacing Tanah Stasi

un

Pheretima sp. Lumbricus rubellus Juml

ah A B C Juml

ah

A B C Juml ah 1 80 2

6 1 6

122 58 2 4

1 1

93 215

2 57 1 5

8 80 41 1 2

7 60 140

3 21 8 6 35 16 5 4 25 60 Juml ah 15 8 4 9 3 0

237 11 5

4 3

2 2

178 415

Sumber: Analisis Data Penelitian

Keterangan :

A : Kedalaman 0-10 cm B : Kedalaman 10-20 cm C : Kedalaman 20-30 cm

Berdasarkan Tabel 2, ditemukan dua spesies cacing tanah pada areal Arboretum

Dipterocarpaceae 1.5 Ha Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning yaitu Pheretima sp. dan Lumbricus rubellus. Kedua jenis tersebut banyak ditemukan pada kedalaman 0-10 cm dari permukaan tanah karena pada kedalaman ini banyak tersedia bahan organik. Sedangkan pada kedalaman 20-30 cm jumlah cacing tanah yang

ditemukan mulai sedikit. Hal ini

dikarenakan bahan organik tanah mulai sedikit. Suin (2012) menyatakan bahwa

semakin bertambahnya kedalaman,

kandungan bahan organik tanahpun mulai berkurang sehingga sangat menentukan keberadaan hewan tanah.

Jumlah individu cacing tanah tertinggi ditemukan pada stasiun I yaitu 215 individu dan terendah pada stasiun III yaitu 60 individu. Tingginya jumlah individu cacing tanah pada stasiun I dikarenakan pada stasiun ini kandungan bahan organik tanah lebih tinggi pada stasiun lainnya yaitu berkisar antara 9,21-11,32% (Tabel 4.5) sebagai makanannya. Berhubungan bahwa stasiun ini paling tinggi serasah daun dibandingkan stasiun yang lainnya sebagai sumber bahan organik bagi cacing tanah. Bahan organik merupakan sumber energi bagi makrofauna tanah termasuk cacing

tanah. Tingginya bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi cacing tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Cacing tanah mengurai bahan organik 3-5 lebih cepat dibandingkan proses penguraian sampah secara alami (Nurhayati dalam Hatta, 2010). Tingginya jumlah individu cacing tanah pada stasiun I selain dipengaruhi oleh kadar organik tanah yang tinggi, hal ini diduga pH tanah juga mendukung kehidupan cacing tanah. pH pada stasiun ini berkisar antara 5,9-6,7. Cacing tanah jenis Pheretima

sp. dan Lumbricus rubellus hidup pada suhu berkisar antara 6.5-8.5 0C.

Rendahnya jumlah individu pada stasiun III diduga karena kandungan bahan organiknya yang rendah yaitu berkisar antara 3,21-5.25% (Tabel 4.5). selain itu hasil pengukuran pH yang berkisar antara 5,5-5,8 (Tabel 4.7) menunjukan kondisi yang terlalu asam bagi cacing tanah. Menurut Pramanik (2007), kemampuan cacing tanah dalam mengkonsumsi bahan organik.

Pheretima sp. merupakan jenis yang paling banyak ditemukan pada penelitian. Ciri-ciri cacing tanah tersebut adalah segmennya mencapai 95-150, kliteliumnya terletak pada segmen 14-16, tubuhnya terletak pada gilik panjang dan silindris, berwarna merah keunguan dan panjang tubuhnya 20-174 mm (Suin, 2012).

Jumlah tertinggi ditemukan pada stasiun I yaitu 122 individu (Tabel 4.2). Stasiun ini merupakan lingkungan yang cocok untuk kehidupan cacing tanah karena faktor fisika-kimia tanah sangat mendukung untuk kehidupannya, terutama ketersediaan bahan organik yang melimpah berupa

ketersediaannya serasah daun pada

(6)

98

jumlah individunya juga rendah yaitu 35 individu.

Pheretima sp. termasuk kelompok hewan tanah yang mengkonsumsi bahan organik dipermukaan tanah. Hasil penelitian

Hatta (2010) Pheretima sp. mampu

mengurai sampah organik sebagai sumber bahan makanan bagi cacing tanah.

Cacing tanah jenis Lumbricus rubellus

merupakan jenis kedua yang banyak ditemukan. Adapun ciri-ciri cacing tersebut adalah memiliki segmen sekitar 90-195, klitelium terletak pada segmen 27-32, bentuk tubuh pipih, bagian atas tubuhnya berwarna merah kecoklatan atau merah ungu sedangkan permukaan bawah berwarna pucat, dan panjang tubuhnya 60-150 mm.

Jumlah individu tertinggi juga

ditemukan pada stasiun I yaitu 93 individu dan terendah pada stasiun III dengan 25 individu. Jumlah individu cacing tanah menentukan kepadatan cacing tanah disuatu daerah. Selain itu, faktor fisika-kimia tanah dan ketersediaan makanan juga menentukan kepadatannya. Adapun kepadatan cacing tanah di areal Arboretum Dipterocarpaceae

[image:6.612.68.296.462.593.2]

1.5 Ha Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3

Stasiun Kedalaman( cm) Kepadatan cacing tanah (ind/m3)

1

0-10 5520

10-20 2000

20-30 1080

2

0-10 3920

10-20 1080

20-30 600

3

0-10 1480

10-20 520

20-30 400

Sumber: Analisis Data Penelitian Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa kepadatan cacing tanah pada setiap stasiun berbeda. Kepadatan tertinggi ditemukan pada stasiun I yaitu 5520 ind/m3. Sedang kepadatan terendah cacing tanah ditemukan pada stasiun III yaitu 400 ind/m3. Adanya perbedaan kepadatan cacing tanah pada masing-masing stasiun disebabkan oleh perbedaan faktor fisika-kimia tanah seperti

suhu, pH, kandungan air tanah, kelembaban tanah serta kandungan organik tanah.

Tingginya kepadatan cacing tanah pada stasiun I dikarenakan oleh tingginya kadar organik tanah yang berkisar antara 9.21-11.32% (Tabel 4.5). Hal ini disebabkan oleh banyaknya tumpukan serasah daun yang terdapat pada stasiun ini yang merupakan sumber nutrisi bagi cacing tanah. Faktor makanan atau nutrisi merupakan faktor yang penting dalam menentukan

bertambah atau berkurangnya jumlah

individu cacing tanah. Bahan organik tanah merupakan sumber energi utama bagi kehidupan cacing tanah. Selain itu hasil pengukuran faktor fisika-kimia tanah (Tabel 4.5) juga menunjukan kondisi yang cocok untuk kehidupan cacing tanah pada stasiun

ini. Sehingga stasiun I merupakan

lingkungan yang dikehendaki oleh cacing tanah.

[image:6.612.338.524.528.629.2]

Stasiun III memilki kepadatan cacing tanah terendah yaitu 400 ind/m3. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kadar organik tanah dibandingkan dengan stasiun lainnya yaitu 3.21-5.25%. Stasiun ini merupakan dimana serasah daun yang paling rendah dibandingkan dengan stasiun lainnya yang merupakan bahan organik untuk makanan bagi hewan tanah yaitu cacing tanah. Untuk mempermudah melihat kepadatan cacing tanah maka dapat dilihat pada gambar diagram batang berikut ini :

(7)

99

Pola Distribusi Cacing Tanah

Pola distribusi cacing tanah

dipengaruhi oleh faktor-kimia tanah dan ketersediaan makanan yang cukup tinggi. Pola distribusi cacing tanah di areal

Arboretum Dipterocarpaceae 1.5 Ha

Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4

Stasiun Kedalaman cm Id Pola Distribusi

1

0-10 1.069 Mengelompok 10-20 1.302 Mengelompok 20-30 1.927 Mengelompok

2

0-10 1.045 Mengelompok 10-20 1.443 Mengelompok 20-30 2.309 Mengelompok

3

0-10 1.353 Mengelompok 10-20 2.224 Mengelompok 20-30 3.444 Mengelompok

Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa pola distribusi cacing tanah pada areal

Arboretum Dipterocarpaceae 1.5 Ha

Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning adalah mengelompok. Hal tersebut karena spesies mempunyai tanggapan yang sama terhadap faktor lingkungan, terutama faktor fisika-kimia tanah sehingga untuk melangsungkan aktivitas hidupnya

individu-individu tersebut tersebar secara

mengelompok. Menurut Suin (2012), bahwa kebanyakan hewan di alam distribusinya mengelompok, yang mana mereka memilih hidup pada habitat yang paling sesuai baginya tanah, baik sesuai dengan faktor fisika-kimia tanah maupun ketersediaan makanan.

Kandungan Organik dan Kandungan Air Tanah

Faktor lingkungan sangat menentukan kehidupan cacing tanah. Hasil pengukuran

faktor fisika-kimia tanah di Areal

Arboretum Dipterocarpaceae 1.5 Ha

[image:7.612.322.575.73.222.2]

Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 5

No

Parameter Kedalaman (cm)

Stasiun

I II III

1 Kandungan Air Tanah

(%)

0-10 21.75 12.6 15.8

10-20 22.85 12.35 17.75

20-30 23.1 17.3 18.35

2 Kandungan Organik Tanah (%)

0-10 11.32 9.37 5.25

10-20 10.58 5.65 3.54

20-30 9.21 5.21 3.21

Sumber: Analisis Data Penelitian

Data pada Tabel 5 menunjukan bahwa kandungan air tanah di areal Arboretum

Dipterocarpaceae Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning berkisar antara 15.8-23.1%. Kadar air tanah tertinggi ditemukan pada stasiun I yaitu 23.1%. Pada kedalaman 20-30 cm sedangkan terendah pada stasiun III yaitu 15.8% pada kedalaman 0-10 cm dari permukaan tanah. Tingginya kandungan air tanah pada stasiun I disebabkan kurangnya penetrasi cahaya matahari yang dihalangi oleh serasah daun

yang belum terdekomposisi dengan

sempurna. Sedangkan pada stasiun III kondisi permukaan tanah terdedah langsung

dengan cahaya matahari sehingga

mempengaruhi kadar air tanah pada stasiun ini menjadi lebih rendah. Cacing tanah akan bergerak ketempat yang lebih tinggi kandungan airnya karena 75-90% tubuhnya terdiri dari air sehingga menghindari

terjadinya dehidrasi yang sangat

menentukan bagi kehidupan cacing tanah (Qudratullah, 2013).

Brata dalam Hatta (2010) menyatakan bahwa perlakuan terhadap cacing tanah dengan penambahan 30% meningkatkan bobot badan cacing tanah jenis Lumbricus rubellus dan Eusenia foetida, sehingga laju

produktivitasnya meningkat.sedangkan

kurangnya air akan menyebabkan

(8)

100

sehingga produktivitasnya rendah maupun sebaliknya.

Kandungan bahan organik di areal

Arboretum Dipterocarpaceae 1.5 Ha

Fakultas Kehutanan Universitas Lancang

Kuning berkisar antara 3.21-11.32%.

Kandungan bahan organik tanah tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu 11.32% pada kedalaman 0-10 cm karena pada stasiun ini permukaan tanahnya ditimbuni oleh serasah daun yang belum terdekomposisi sehingga penyediaan sumber makanan bagi cacing tanah. Selain sebagai sumber makanan, bahan organik juga digunakan sebagai

tempat berlindungnya dari tekanan

lingkungan. Semakin banyak bahan organik

yang tersedia maka jumlah individu

makrofauna tanah termasuk juga cacing tanah akan semakin bertambah, karena mampu melindungi diri dari tekanan lingkungan baik dari tingginya suhu maupun kemungkinan adanya predator. Sedangkan kandungan bahan organik terendah terdapat pada stasiun III yaitu 3,21% pada kedalaman 20-30 cm. Hal ini disebabkan serasah daun dipermukaan tanahnya telah terdekomposisi. Hasil uji normalitas yang telah dianalisis dapat dilihat pada Tabel 6:

Tabel 6

Hasil Uji Normalitas

Sampel Asymp. Sig. (2-tailed)

α Keputusan Keterangan

Kepadatan 0.632 0,01 Terima H0 Normal

Distribusi 0.737 0,01 Terima H0 Normal

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat untuk uji

normalitas dengan taraf kepercayaan 1% (α

0,01), Asymp. Sig (2-tailed) dengan nilai 0,691 > 0,01diperoleh keputusan terima H0

yang artinya data berdistribusi normal.

Faktor Fisika-Kimia Tanah di Areal

Arboretum Dipterocarpaceae 1.5 Ha

Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning

Faktor lingkungan sangat menentukan kehidupan cacing tanah. Hasil pengukuran

faktor fisika-kimia tanah di Areal

Arboretum Dipterocarpaceae 1.5 Ha

Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 7

No

Parameter Kedalaman (cm)

Stasiun I II III

1 Suhu (oC) 0-10

27.5 27.9 31 10-20 26.7 27 29 20-30 26 26.5 28

2 pH

0-10 6.7 6 5.8 10-20 6.4 5.7 5.7 20-30 5.9 5.6 5.5

3 Kelembab an Tanah

(%)

0-10 45.7 40 38 10-20 46.2 42.7 38.8 20-30 46.8 42.9 38.9

Sumber: Analisis Data Penelitian

Data pada Tabel 7 menunjukan bahwa suhu pada Arboretum tersebut berkisar antara 26-31oC. Suhu tertnggi terdapat pada III yaitu 30oC. Sedang suhu terendah pada stasiun I yaitu 26oC. Tingginya suhu pada stasiun III disebabkan oleh kondisi permukaan tanahnya mendapatkan intensitas cahaya matahari yang tinggi, dimana serasa

daun pada permukaan tanah sedikit

dikarenakan dilokasi ini jarangnya pohon yang tumbuh sehingga matahari menembus langsung pada permukaan tanah diikuti menurunnya individu cacing tanah. Hal ini menunjukan bahwa cacing tanah cendrung tidak menyukai adanya cahaya. Seiring

dengan itu tingginya suhu akan

(9)

101

mendukung untuk kehidupan cacing tanah karena untuk pertumbuhan yang baik dan optimum bagi cacing tanah diperlukan pH 6-7,2 (Pramanik, 2007). Sedangkan pH terendah pada stasiun III yaitu 5,5 pada kedalaman 20-30 cm. Cacing tanah sangat sensitif terhadap kadar keasaman yang dianggap sebagai faktor pembatas dalam penyebaran dan menentukan jumlah cacing tanah disuatu daerah.

Kelembaban tanah pada areal

Arboretum Dipterocarpaceae 1.5 Ha

Fakultas Kehutanan Universitas Lancang

Kuning berkisar antara 38-46,8%.

Kelembaban tertinggi pada stasiun I yaitu 46,8% pada kedalaman 20-30 cm dan terendah ditemukan pada stasiun III yaitu 38% pada kedalaman 0-10 cm. Secara umum kelembaban pada areal Arboretum

Dipterocarpaceae 1.5 Ha Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning sangat baik untuk kehidupan cacing tanah karena kelembaban tanah yang ideal 15-30% (Suin, 2012).

Secara umum, kondisi lingkungan pada areal Arboretum Dipterocarpaceae 1.5 Ha Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning cocok untuk kehidupan cacing tanah baik suhu tanah, kandungan air tanah,

kandungan organik tanah, maupun

kelembaban tanah.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan antar kepadatan dan distribusi cacing tanah terhadap kesuburan

tanah pada kawasan Arboretum

Dipterocarpaceae 1,5 Ha Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning.

Jenis yang ditemukan adalah jenis

Pheretima sp. dan Lumbricus rubellus.

Perbedaan kepadatan cacing tanah pada masing-masing stasiun. Pada stasiun I kepadatan 5520 ind/m3, stasiun II kepadatan

3920 ind/m3, stasiun III kepadatan 1480 ind/m3. Pola distribusi cacing tanah pada

setiap stasiun pengamatan adalah

mengelompok.

Faktor fisika dan kimia yang terdapat di areal Arboretum Dipterocarpaceae 1.5 Ha Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning berbeda sebagai penentu tingkat kepadatan dan distribusinya, semakin tinggi kadar organik dan faktor pendukung lainnya akan menentukan kehidupan cacing tanah. Berdasarkan analisis korelasi berganda maka diperoleh perbedaan nlai korelasi pada masing-masing stasiun. Stasiun I yaitu r adalah 0,883 berarti hubungan kepadatan dan distribusi terhadap kesuburan tanah adalah tinggi atau kuat. Sedangkan r2 adalah 0,779 hal ini berarti hubungan kepadatan dan distribusi terhadap kesuburan tanah memiliki hubungan ke arah positif. Pada stasiun II yaitu r adalah 0,993 berarti hubungan kepadatan dan distribusi terhadap kesuburan tanah adalah sangat tinggi atau sangat kuat. Sedangkan r2 adalah 0,987 hal

ini berarti hubungan kepadatan dan

distribusi terhadap kesuburan tanah

memiliki hubungan ke arah positif.

Sedangkan pada stasiun III yaitu r adalah 0,998 berarti hubungan kepadatan dan distribusi terhadap kesuburan tanah adalah sangat tinggi atau sangat kuat. Sedangkan r2 adalah 0,996 hal ini berarti hubungan kepadatan dan distribusi terhadap kesuburan tanah memiliki hubungan ke arah positif.

Saran

(10)

102

DAFTAR PUSTAKA

Adianto. 2004. Pengaruh Inokulasi Cacing Tanah (Pontoscolex corethrurus Fr Mull) Terhadap Sifat Fisika Kimia Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.Wilczek) Varietas Walet. Jurnal Matematika dan Sains Vol. 9(1) : 175-182

Afriani. 2013. Hubungan Kepadatan Dan Distribusi Cacing Tanah (Pheretima sp.) Sebagai Bioindikator Tingkat Kesuburan Tanah Di Kawasan Lahan Pertanian Lppm Universitas Lancang Kuning. Skripsi pendidikan biologi FKIP UNILAK. Pekanbaru. [Tidak diterbitkan].

Dhelanila. 2012. Sistem Pernapasan. http://dhelanila.com.id. [6 Juli 2013]. Dwiastuti. 2013. Kajian Tentang Kontribusi

Cacing Tanah dan Perannya Terhadap Lingkungan Kaitannya Dengan Kualitas Tanah. Skripsi biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret. [Tidak diterbitkan].

Erlinda. 2011. Kepadatan Dan Distribusi Cacing Tanah Diperkebunan Kelapa Sawit PT. Guna Dodos Dan Perkebunan Masyarakat Didesa Sekijang Kabupaten Pelalawan.

Skripsi pendidikan biologi FKIP UNRI. Pekanbaru. [Tidak diterbitkan]. Erwita. 2012. Cacing Tanah Terhadap

Pemberian Serasah.

http://arsipblog.web.id. [22

September 2013].

Gulo,W. 2002. Metodologi Penelitian.

Grasindo. Jakarta

Hasan Iqbal. 2010. Analisis Data Penilitian dengan Statistik. Bumi Aksara.

Hatta, M. 2010. Kepadatan dan Distribusi Cacing Tanah di TPA. Skripsi

pendidikan biologi FKIP UNRI.

Pekanbaru. [Tidak diterbitkan]

Isharmanto. 2012. Biologi Cacing Tanah. http://biologigonz.co.id. [16 Juni 2013].

Lestari, S.U. 2012. Bahan Ajar Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lancang Kuning. Pekanbaru.

Maftu’ah Eni. 2005. Potensi Makrofauna Tanah Sebagai Bioindikator Kualitas Tanah Gambut. Jurnal Bioscientiae

Vol 2(1) : 1-14.Anah SebBioi2, Nom Mitanhamy. 2011. Annelida.

http://contoh-laporan-annelida blogspot.com. [16 Juni 2013].

Palungkun, R. 1999. Suksesi Beternak Cacing tanah Lumbricus rubellus. Penebar Swadaya: Jakarta.

Pramanik. 2007. Vermicomposting. Skripsi Institut Pertanian Bogor. [Tidak diakses]

Qudratullah. 2013. Keanekaragaman Cacing

Tanah (Oligochaeta) Pada Tiga

Habitat. Jurnal Protobiont Vol 2 (2) : 56-62.

Riyanto. 2007. Kepadatan, Pola Distribusi dan Peranan Semut pada Tanaman di Sekitar Lingkungan Tempat Tinggal.

Jurnal Penelitian Sains Vol 10 (2) : 241-253.

Rusyana. 2011. Zoologi Invetebrata. Erlangga. Jakarta.

Sianturi. 2006. Komunitas Serangga di Arboretum Dipterocarpaceae. Skripsi

Fakultas Kehutanan UNILAK.

Pekanbaru. [Tidak diterbitkan]

Siklus. 2011. Arboretum.

http://siklus.lmb.its.ac.id. [2 Juli 2013].

(11)

103

Jurusan Biologi Fakultas Matematika

Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Brawijaya Malang. [Tidak diterbitkan].

Subowo. 2011. Peran Cacing Tanah

Kelompok Endogaesis Dalam

Meningkatkan Efisiensi Pengolahan Tanah Lahan Kering. Jurnal Litbang Pertanian Vol 30 (4).

Gambar

Tabel 2 tanah. Tingginya bahan organik dalam tanah
Tabel 3 merupakan bahan organik untuk makanan
 Tabel  5 Parameter Kedalaman

Referensi

Dokumen terkait

Kandungan senyawa antioksidan pada spesies lokal tanaman yang dijadikan microgreens telah terbukti tinggi berdasarkan pengujian laboratorium di Jurusan Biologi UIN Bandung

Berdasarkan hasil Uji Hedonik terhadap daya terima tortilla secara keseluruhan substitusi tepung tulang ikan lele menunjukan taraf perlakuan yang memiliki rata- rata

Menurut (Gardner dkk. ,1991) pertumbuhan tanaman di pengaruhi oleh ketersedian unsur hara dan air.ketersediaan unsur hara dan air dalam jumlah cukup akan

Pelaksanaan kegiatan pengabdian didasarkan pada program yang telah disusun (lampiran 4). Pembelajaran model mengajar dengan sentra alam : membuat adonan, membuat

a) CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), guru sebagai penyimak saja, jangan sampai menuntun, kecuali hanya memberikan contoh pokok pelajaran. Belajar aktif tidak hanya

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan dengan ustadzah, kegiatan inti diawali dengan pembelajaran klasikal yaitu penyampaian materi dilakukan oleh

Pada penelitian ini perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen adalah penerapan strategi pembelajaran metakognitif terhadap kemampuan penalaran matematis siswa,

perkumpulan agama (pasal 43 ayat 3); pasal 58 Undang-undang Dasar Sementara Negara Kesatuan ini sama bunyinya dengan pasal 100 Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat;