• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORDA - Jurnal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FORDA - Jurnal"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

47

HUTAN BEKAS TEBANGAN SETELAH 30 TAHUN DI HUTAN PENELITIAN MALINAU, KALIMANTAN TIMUR

(Carbon Biomass Potency of Old Growth Forest and Thirty Year-Old Logged Over Forest in Malinau Research Forest, East Kalimantan)*)

Oleh/By:

Ismayadi Samsoedin; I Wayan Susi Dharmawan; dan/and Chairil Anwar Siregar

Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Ala m

Jl. Gunung Batu No. 5 Po Bo x 165; Telp. 0251-8633234, 7520067; Fa x 0251-8638111 Bogor

*) Diterima : 03 Maret 2009; Disetujui : 08 Juni 2009

klasifikasi ABSTRACT

Natural forest has many ecological functions which plays a vital role in preserving the ecosystem balance. One of them is to stabilize the climatic condition. This is linked with the forest capability to absorb carbondioxide in the photosynthesis process. The more carbondioxide absorbed and stored in the form of biomass carbon, the more it reduces greenhouse gas effect in the atmosphere. This paper discusses the carbon biomass potency of old growth forest and thirty yea r-old logged over forest in the Malinau Research Forest, located in East Kalimantan. Twenty centimeters depth of soil sa mpling was collected from five points representing each study site. Above ground biomass estimation was done by establishing four 1-ha plots for both forest sites. Within the 1-ha plot, 25 subplots with the size of 20 m x 20 m were also established. Trees

with dbh ≥ 10 cm were recorded in terms of diameter and height. Tree biomass was estimated by employing

Brown and Chave allometric equation. The study results showed that the soil carbon of 20 cm depth at old growth forest and the thirty year logged over forest were 37.86 tonC/ha and 30.58 tonC/ha, respectively. Further, the above ground carbon biomass of the old growth forest and the thirty year logged over forest were 264.70 tonC/ha and 249.10 tonC/ha, respectively.In conclusion,accumulation of carbondioxide in the old growth forest and the thirty year logged over forest for the past 30 years were 970.57 tonCO2/ha and

913.37 tonCO2/ha, respectively. It is of interest to note that the potency of natural forest in Malinau Research

Forest in absorbing carbon is very high when it is managed sustainably. Tthe above ground biomass difference between the old growth forest and the 30 year logged over forest was only slightly.

Keywords: Old growth forest, thirty year logged over forest, carbon biomass

ABSTRAK

Hutan alam me miliki fungsi ekologis yang sangat vital dalam men jaga keseimbangan ekosistem. Sa lah satu di antaranya adalah fungsi hutan alam dala m menjaga iklim di dala m kawasan hutan maupun di luar hutan . Hal ini terka it dengan ke ma mpuan tegakan hutan untuk menyerap karbondioksida dan me lepaskan oksigen dala m proses fotosintesis. Se ma kin banyak ka rbondioksida yang diserap oleh tanaman dala m bentuk bio masa karbon ma ka sema kin besar pengaruh buruk efek gas rumah kaca dapat dite kan. Dala m tulisan ini, a kan dibahas tentang potensi biomasa karbon hutan ala m dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun di Hutan Penelit ian Malinau, Kalimantan Timur. Pengamb ilan sampel tanah dilaku kan dengan me mbuat lima titik sampling tanah secara acak dengan kedalaman 20 c m masing -masing di hutan alam dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun. Pengukuran bio masa karbon di atas permukaan tanah, dila kukan dengan me mbuat empat p lot dan masing plot dibuat subplot sebanyak 25 den gan ukuran 20 m x 20 m pada masing-masing hutan ala m dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun. Pohon dengan diameter setinggi dada ≥ 10 cm d iukur dan dicatat diameter dan tingginya. Bio mas diukur dengan menggunakan metode Brown dan Chave. Hasil penelit ian menunjukkan bahwa kandungan karbon tanah sedalam 20 c m d i hutan ala m dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun masing -masing adalah sebesar 37,86 tonC/ha dan 30,58 tonC/ha. Kandungan karbon di atas permu kaan tanah pada hutan alam dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun masing-masing adalah sebesar 264,70 tonC/ha dan 249,10 tonC/ha. Dengan demikian, serapan karbondioksida pada hutan ala m dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun masing -masing adalah sebesar 970,57 tonCO2/ha dan 913,37 tonCO2/ha. Potensi hutan ala m da la m menyerap ka rbondioksida di Hutan

Penelit ian Malinau sangat tinggi dan apabila hutan ala m ini ditebang dengan me mp erhatikan asas-asas pengelolaan hutan lestari, ma ka setelah 30 tahun ternyata me miliki potensi biomasa karbon yang mendekati potensi biomasa ka rbon di hutan ala m.

(2)

48

I. PENDAHULUAN

Hutan alam memiliki fungsi ekologis yang sangat vital dalam menjaga keseim-bangan ekosistem. Salah satu di antara-nya adalah fungsi hutan alam dalam men-jaga iklim di dalam kawasan hutan mau-pun di luar hutan. Hal ini terkait dengan kemampuan tegakan hutan untuk menye-rap karbondioksida dan melepaskan oksi-gen dalam proses fotosintesis. Semakin banyak karbondioksida yang diserap oleh tanaman dan disimpan dalam bentuk bio-masa karbon maka semakin besar penga-ruh buruk efek gas rumah kaca dapat di-kendalikan. Meningkatnya suhu permu-kaan bumi akan mengakibatkan terjadi-nya perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi. Hal ini dapat menyebabkan ter-ganggunya hutan dan ekosistem lainnya, dan kemampuan vegetasi untuk menye-rap karbondioksida di atmosfer berada dalam keadaan sub optimum (http:// id.wikipedia.org/wiki/Efek_rumah_kaca). Secara ekologis, hutan merupakan ekosistem masyarakat tumbuhan yang di dalamnya terjadi interaksi dengan ling-kungan, memiliki fungsi sebagai pengha-sil oksigen dan penghapengha-sil biomasa dari hasil pemanfaatan karbondioksida, energi matahari, dan air. Terkait dengan isu per-ubahan iklim dan pemanasan global, ma-ka salah satu cara untuk menjaga fungsi ekologis hutan adalah dengan merawat dan mempertahankan vegetasi hutan dari kemungkinan kerusakan (deforestasi dan degradasi). Perhatian dunia terhadap pen-tingnya keberadaan hutan dalam mitigasi perubahan iklim terlihat dari lahirnya Mekanisme Pembangunan Bersih dan

REDD (Reducing Emissions from

Defo-restation and Degradation) dalam

perda-gangan karbon. Isu REDD telah dibicara-kan dengan intensif pada COP-13 (

Con-ference on Parties-13) di Bali

(Masripa-tin, 2007). Hutan alam memiliki potensi yang besar untuk diikutsertakan dalam mekanisme REDD. Hal ini memungkin-kan karena luas hutan tropis Indonesia menduduki urutan kedua terbesar di du-nia setelah Brazil. Di lain pihak, banyak

juga kondisi hutan alam yang telah meng-alami penebangan yang memiliki potensi tinggi dalam penyerapan karbon dari at-mosfer.

Penelitian ini bertujuan untuk menge-tahui besarnya potensi biomasa karbon di hutan alam primer dan hutan bekas te-bangan setelah 30 tahun di Hutan Peneli-tian Malinau, Kalimantan Timur. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dipero-leh data akhir mengenai perbandingan be-sarnya potensi biomasa karbon di hutan alam primer dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun.

II.METODE

A.Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Hutan Peneli-tian Malinau (Kabupaten Malinau, Kali-mantan Timur) yang termasuk areal HPH PT Inhutani II dan bekas HPH PT In-hutani I dengan total luas 48.000 ha. Hu-tan produksi di lokasi penelitian telah di-eksploitasi sejak tahun 1974 dengan me-nerapkan sistem silvikultur TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia) di mana pene-bangan pohon dilakukan dengan limit diameter 50 cm. Deskripsi petak contoh ditampilkan pada Tabel 1.

Lokasi penelitian berada pada keting-gian 200 m di atas permukaan laut, de-ngan kondisi lereng yang umumnya ber-gelombang. Kondisi geologi memiliki ke-ragaman tinggi, dengan formasi volkanik, metamorfik, batuan sedimen tertier dan kuarter (termasuk batubara, kapur, batuan pasir, dan batuan silika), serta deposit aluvial yang luas (Machfudh, 2002).

Tanah di Hutan Penelitian Malinau sa-ngat bervariasi dari jenis tanah yang mengalami pelapukan kuat ultisols asam sampai inceptisols muda. Sebagian besar tanah di Hutan Penelitian Malinau dido-minasi oleh tiga grup tanah berdasarkan klasifikasi USDA (United States

Depart-ment of Agriculture) tanah yaitu: (1)

Ty-pic Tropaquepts, (2) Typic

Kanhaplu-dults, dan (3) Dystropeptic Tropadults

(3)

49

Tabel (Table) 1. Deskripsi petak contoh di hutan primer dan bekas tebangan di Hutan Penelitian Malinau, Kalimantan Timur (De scription of sample plots of old growth forest and logged-over forest in the Malinau Research Forest, East Kalimantan)

Kode (Code)

No. petak (Plot no.)

Deskripsi (Description)

Tanggal pencatatan (Date of recording)

Perla kuan (Treatment)

LOF-30 01

02 03 04

Petak bekas tebangan berumur 30 tahun (Blok 22); PT Inhutani I; 03O 27,607’ LU-116O35,287’ BT

Peb-Mar 2002 dan Sep-Des 2002

Ditebang tahun 1974/75, teruta ma jenis

dipterocarpaceae

HP 01

02 03 04

Hutan primer (Blok 55, 56, 64); PT Inhutani II; 02O58,527’ LU-116O 30,045’ BT; 02O57,957’ LU-116O 30,555’ BT

Apr 2002 -

Agt 2002

Hutan primer kaya dengan jenis dipte-rocarpaceae, renca-na tebang tahun 2003 Keterangan (Remark s) :

HP = hutan ala m (old growth forest), LOF-30 = hutan bekas tebangan setelah 30 tahun (30 yearlogged over forest)

Iklim termasuk basah atau tipe iklim A menurut klasifikasi Schmidt dan Fergu-son (1951), dengan bulan kering kurang dari dua bulan dan bulan basah lebih dari sembilan bulan, yang umum terjadi pada bulan April sampai Desember. Rata-rata curah hujan tahunan sebesar 3.828 mm/ tahun dengan jumlah hari hujan 143 hari/ tahun. Suhu tertinggi sebesar 340C terca-tat pada areal terbuka dan suhu terendah tercatat 23,50C di lokasi hutan primer. Suhu di Stasiun Hutan Penelitian Malinau relatif konstan sepanjang tahun. Suhu ra-ta-rata harian terendah bervariasi antara 24,10C (Januari)-27,20C (Mei) dan suhu maksimum antara 29,20C (Januari)-32,70C (September). Kelembaban udara cukup tinggi yaitu berkisar antara 75-98%. Bulan dengan kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Oktober dan Desember dengan rata-rata 91,2% dan 91,3%. Bulan-bulan kering terjadi pada bulan Januari dan Mei dengan kelembab-an udara 79% dkelembab-an 80,5%.

B.Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan untuk peneliti-an ini adalah alat pengambil contoh tpeneliti-anah

(ring sampler) dengan diameter lima cm

dan volume 167,48 cm3, kantong plastik, tambang/tali, marker, alat-alat tulis, cat, seng, dan film. Sedangkan alat-alat yang diperlukan adalah cangkul, kompas,

me-teran, clinometer, foto kamera, dan kal-kulator.

C. Metode Penelitian

Kegiatan dalam penelitian ini dilaksa-nakan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Analisis Kandungan Karbon Tanah dan Kandungan Hara Tanah Lain-nya

Pada kegiatan ini diteliti kandungan karbon tanah dan kandungan hara tanah lainnya yang ada pada lokasi penelitian pada kedalaman 0-20 cm. Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Pengambilan Contoh Tanah

Lima titik contoh dengan kedalaman 0-20 cm dipilih secara acak pada masing-masing plot berukuran 20 m x 20 m di hutan alam primer dan hutan bekas te-bangan setelah 30 tahun (LOF-30). Lima contoh diambil untuk setiap lokasi meng-gunakan cincin tanah (soil ring) dengan volume 167,48 cm3. Vegetasi yang ada dibersihkan sebelum pengambilan con-toh.

b. Analisis Tanah

[image:3.596.87.528.113.231.2]
(4)

50

Agroklimat, Bogor. Analisis sifat fisik dan kimia tanah meliputi:

1) Tekstur menggunakan metode pipet

2) Bulk density menggunakan prosedur

gravimeter, yaitu pengeringan co ntoh tanah dengan oven pada suhu 105o C selama 24 jam, dan menghitung bulk

density yaitu berat kering oven/volume

ring (167,48 cm3).

Sedangkan analisis sifat kimia tanah terdiri dari (Puslittanak, 1998):

1) Nilai pH (prosedur KCl dan H2O) 2) Karbon organik (prosedur Kurmis) 3) Total nitrogen (prosedur Kjeldahl) 4) Phosfor tersedia (P2O5, prosedur Bray

I)

5) Kapasitas tukar basa, kejenuhan basa (BS), kapasitas tukar kation (KTK), aluminium, dan konsentrasi besi.

2. Pengukuran Jumlah Biomasa Kar-bon di Atas Permukaan Tanah

Pada kegiatan ini dibuat empat plot masing- masing seluas 1 ha berukuran 100 m x 100 m dan masing- masing plot dibuat sub plot sebanyak 25 dengan ukur-an 20 m x 20 m pada masing- masing hu-tan alam dan huhu-tan bekas tebangan sete-lah 30 tahun. Plot-plot tersebut diletak-kan secara systematic sampling untuk mengetahui sebaran kelas diameter yang ada. Pohon yang diukur adalah pohon de-ngan DBH ≥ 10 cm. Prosedur yang di-lakukan dalam pengukuran biomasa ini adalah sebagai berikut:

a. Ukur diameter DBH pohon yang ada di semua plot.

b. Berdasarkan nilai DBH suatu tegakan, maka dapat dilakukan pendugaan bio-masa dengan menggunakan persamaan allometrik (Brown, 1997):

Y = 42,69-12,8 (DBH)+1,242 (DBH2)... (1) di mana:

Y = bio masa total (kg) DBH = d ia meter setinggi dada.

c. Pendugaan biomasa juga dilakukan dengan persamaan Chave et al. (2005) yang memiliki akurasi lebih tinggi. Persamaan yang digunakan adalah:

Y = 0,0509 x ρ x DBH2 x T...(2)

Y = bio masa total (kg) DBH = d ia meter setinggi dada ρ = berat jenis kayu (gr/c m3) T = tinggi (m).

d. Untuk penghitungan biomasa di hutan alam menggunakan rataan berat jenis kayu sebesar 0,68 gr/cm3, sedangkan di hutan bekas tebangan setelah 30 ta-hun menggunakan rataan berat jenis kayu sebesar 0,61 gr/cm3 (Rahayu et al., 2006).

Penggunaan kedua persamaan tersebut didasarkan pada wilayah iklim lokasi pe-nelitian yang memiliki curah hujan 3.828 mm/tahun dan tergolong kategori moist

(curah hujan antara 1.500-4.000 mm/ta-hun).

3. Penentuan Kadar Karbon

a. Untuk menghitung kadar karbon, ma-ka dilakuma-kan konversi dari biomasa ke dalam bentuk karbon. Biomasa terbut dikali dengan faktor konversi se-besar 0,5 (Brown, 1997).

C = B x 0,5 ... (3) di mana:

C = Ju mlah stok ka rbon (ton/ha) B = Bio masa total tegakan (ton/ha).

b.Untuk mengetahui kandungan karbon-dioksida, maka hasil perhitungan kar-bon (C) di atas dikonversikan ke da-lam bentuk CO2 dengan menggunakan persamaan (Brown, 1997):

CO2 = (Mr. CO2/Ar. C) x kandungan C ... (4)

di mana:

Mr. CO2 = Berat mo le kul re latif senyawa CO2

(44)

Ar.C = Berat mo leku l relat if ato m C (12).

4. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian ditabu-lasi dan dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Office Excel

(2003).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

(5)

51 Analisis hara tanah, tekstur tanah, dan

bulk density diambil dari contoh tanah

yang berasal dari lima titik sampling ta-nah secara acak pada masing- masing hu-tan alam primer dan huhu-tan bekas tebang-an setelah 30 tahun. Untuk parameter karbon organik tanah dihitung potensinya dalam satuan ton C/ha dengan memasuk-kan nilai bulk density dan kedalaman pengambilan sampel tanah. Kriteria

peni-laian status kandungan hara didasarkan pada kriteria penilaian kesuburan tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1998). Hasil analisis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.

Berdasarkan nilai karbon organik ta-nah, bulk density, dan kedalaman sampel tanah diperoleh potensi karbon organik tanah di hutan alam primer dan hutan be-kas tebangan setelah 30 tahun masing-masing adalah sebesar 37,86 tonC/ha dan

Tabel (Table) 2. Analisis kandungan karbon dan kandungan hara lainnya pada hutan alam primer dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun di Hutan Penelitian Malinau, Ka limantan Timur (Analysis of carbon content and other nutrient contents in old growth forest and 30 year logged over forest at Malinau Research Forest, East Kalimantan)

Atribut tanah (Soil properties)

Nila i (Value)

Hutan ala m prime r (Old growth forest)

Rata-rata; Kriteria (Average;

Criteria)

Hutan bekas tebangan setelah 30 tahun (30 year logged over

forest)

Rata-rata; Kriteria (Average);

(Criteria)

pH (H2O) 4,07 sangat masam

(very acid)

4,09 sangat masam

(very acid)

pH (KCl) 3,69 sangat masam

(very acid)

3,83 sangat masam

(very acid)

C-Organik (C-organic), % 1,82 rendah (low) 1,10 rendah (low)

N-Kje ldahl, % 0,16 rendah (low) 0,10 rendah (low)

Rasio C/N (C/N Ratio) 11,64 sedang (moderate) 11,54 sedang (moderate)

P -tersedia (P available) (Bray, P2O5), pp m

11,83 rendah (low) 6,43 sangat rendah

(verylow) Ca (1 N NH4Oac, pH 7,0

extraction), me/100 g

0,28 sangat rendah

(verylow)

1,38 sangat rendah

(verylow) Mg (1 N NH4Oac, p H 7,0

extraction), me/100 g

0,57 rendah (low) 0,33 sangat rendah

(verylow) K (1 N NH4Oac, p H 7,0

extraction), me/100 g

0,23 Sedang

(moderate)

0,13 rendah (low)

Na (1 N NH4Oac, p H 7,0 extraction), me/100 g

0,07 sangat rendah

(very low)

0,04 sangat rendah

(very low) Total (1 N NH4Oac , pH 7,0

extraction), me/100 g

1,15 1,87

Kapasitas Tukar Kation (Cation Exchange Capacity) (1 N NH4Oac, p H 7,0 e xtraction), me/100 g

10,07 rendah (low) 6,08 rendah (low)

Kejenuhan Basa (Base Saturation), %

11,16 sangat rendah

(very low)

28,41 rendah (low)

KCl 1 N, Al3+, me/ 100 g 6,81 sangat tinggi

(very high)

4,71 sangat tinggi

(very high)

KCl 1 N, H+, me/ 100 g 0,68 rendah (low) 0,36 rendah (low)

Kerapatan lindis (Bulk density), gr/cm3

1,04 1,39

Tekstur (Texture) (%) :

Pasir (Sand) 33,38 54,44

Debu (Silt) 37,01 26,53

Liat (Clay) 18,87 12,01

[image:5.596.82.527.288.760.2]
(6)

52

30,58 tonC/ha. Tabel 2 memperlihatkan bahwa kandungan karbon organik tanah di lokasi penelitian tergolong rendah ya-itu sebesar 1,82% untuk hutan alam dan 1,10% untuk hutan bekas tebangan sete-lah 30 tahun. Kandungan karbon organik tanah ini terkait erat dengan tekstur tanah. Tekstur tanah semakin liat maka kan-dungan organik tanah termasuk karbon tanah semakin tinggi dan sebaliknya jika tekstur liatnya makin sedikit maka kan-dungan karbon organiknya juga semakin kecil. Dari Tabel 2 terlihat bahwa lokasi penelitian memiliki tekstur liat yang sa-ngat rendah yaitu 18,87 (untuk lokasi hu-tan alam primer) dan 12,01 (untuk lokasi hutan tebangan setelah 30 tahun).

Nilai C/N rasio berkaitan dengan ting-kat perombakan oleh mikroorganisme yang terjadi di lokasi penelitian. Dengan tingkat perombakan bahan organik yang relatif sedang menyebabkan selama pro-ses perombakan berlangsung tidak ba-nyak terjadi pelepasan karbon ke udara menjadi CO2. Nilai C/N rasio di hutan bekas tebangan setelah 30 tahun hampir sama dengan nilai C/N rasio di hutan alam. Hutan bekas tebangan menghasil-kan sisa-sisa kayu yang menjadi obyek perombakan oleh mikroorganisme tanah. Sisa-sisa kayu ini merupakan sumberdaya dinamis (Lloyd and MacMillan, 2002) yang apabila telah mengalami pelapukan sempurna akan meningkatkan kandungan humus tanah dan kandungan karbon orga-nik tanah.

Pada umumnya, hutan primer memi-liki nilai bulk density yang lebih rendah dibandingkan bekas penebangan (Rahayu

et al., 2006). Nilai bulk density pada

hu-tan bekas tebangan setelah 30 tahun (LOF-30) lebih tinggi daripada hutan alam primer (Tabel 2). Nilai bulk density

ini sangat dipengaruhi oleh struktur ta-nah, yaitu kesarangan atau tingkat kepa-datan (compactness), serta sifat mengem-bang dan menyusut yang dipengaruhi oleh kandungan liat (Siregar et al., 2004). Nilai bulk density berbanding terbalik de-ngan kandude-ngan liat pada hutan hujan

da-taran rendah di Hutan Konservasi Bukit Suharto, Kalimantan Timur (Ohta dan Syarif, 1996). Bulk density di LOF-30 le-bih tinggi dibandingkan dengan lokasi hutan alam primer juga disebabkan oleh kandungan pasirnya relatif tinggi yaitu sebesar 54,44% (Tabel 2) dan umumnya nilai bulk density pada tanah tekstur ber-pasir lebih tinggi daripada tanah tekstur lainnya (Nawawi, 2001).

Karakteristik hara tanah pada Tabel 2 sebenarnya mencerminkan karakteristik tanah di daerah tropik. Karakteristik ta-nah di lokasi penelitian termasuk kategori tanah yang masam dan rendah hara. Ren-dahnya kemampuan untuk menyerap hara juga terlihat dari rendahnya nilai kapasi-tas tukar kation. Whitmore (1984) me-nyatakan bahwa tanah di daerah tropik biasanya telah mengalami proses pencu-cian, bersifat masam, dan miskin hara.

B.Biomasa Karbon di Atas Pe rmuka-an Trmuka-anah

Dengan menggunakan pendekatan persamaan Brown (1997) dan persamaan Chave et al. (2005) maka diperoleh bio-masa karbon di lokasi penelitian sebagai-mana ditampilkan pada Tabel 3.

(7)

53

Tabel (Table)3. Ke rapatan tegakan, estimasi bio masa, dan kandungan karbondioksida pada plot hutan ala m prime r dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun (Stand density, estimated biomass and carbondioxide content at old growth forest and 30 year logged over forest)

Plot (Plot)

Luas plot (Plot size)

(ha)

Kerapatan tegakan (Stand

density) (pohon/ha)

(trees/ha)

Bio masa (Biomass) Kandungan karbondioksida (Carbondioxide content)

Bro wn (ton/ha)

Chave (ton/ha)

Bro wn (ton CO2/ha)

Chave (ton CO2/ha)

HP

1 1 635 542,44 488,16 994,47 894,96

2 1 571 414,84 381,19 760,54 698,87

3 1 572 681,73 650,71 1249,82 1192,99

4 1 647 623,93 597,51 1143,85 1095,42

Rata-rata (Average) 606 565,74 529,39 1037,19 970,57

LOF-30

1 1 567 620,32 515,80 1137,25 945,63

2 1 558 538,12 421,75 986,55 773,19

3 1 616 671,90 622,47 1231,82 1141,21

4 1 566 499,25 432,74 915,27 793,36

Rata-rata (Average) 577 582,40 498,19 1067,73 913,37

Keterangan (Remark s): HP=Hutan ala m prime r (old growth forest), LOF-30 (30 year logged over forest)

memiliki nilai keterhandalan model sebe-sar 84% dan persamaan Chave et al.

(2005) sebesar 99%. Dengan demikian persamaan Chave et al. (2005) telah me-ngoreksi persamaan Brown (1997) yang menghasilkan nilai overestimate. Persa-maan Brown (1997) yang selalu

over-estimate ini senada dengan yang

dilapor-kan oleh Siregar (2007) dan Chave et al.

(2005). Dalam tulisan ini, untuk pemba-hasan selanjutnya estimasi biomasa kar-bon yang dirujuk adalah yang mengguna-kan persamaan Chave et al. (2005) kare-na memiliki akurasi yang lebih tinggi da-ripada persamaan Brown (1997).

Berdasarkan persamaan Chave et al.

(2005) kandungan karbon di atas permu-kaan tanah di hutan alam primer lebih tinggi daripada di LOF-30. Namun demi-kian, hasil dari uji t berpasangan (paired t test) diperoleh bahwa perbedaan kan-dungan karbon tersebut tidak berbeda nyata (p=0,55). Kandungan karbon di hu-tan primer lebih tinggi karena secara ke-seluruhan kandungan hara tanah terutama karbon organik tanah di hutan primer le-bih baik daripada di LOF-30 (Tabel 2). Selain itu, lebih tingginya kandungan karbon di atas permukaan tanah di hutan primer daripada di LOF-30 juga disebab-kan oleh tingginya kerapatan tegadisebab-kan di

[image:7.596.87.527.112.302.2]
(8)

54

Tabel (Table) 4. Jen is-jenis dominan berdasarkan basal area di hutan alam prime r dan LOF-30 (Do minant species based on basal area at old growth forest and LOF 30)

Hutan ala m (Old growth forest) LOF-30

Jenis (Species)

Luas bidang dasar (Basal

area) (m2/4 ha)

Jenis (Species)

Luas bidang dasar (Basal

area) (m2/4 ha) Shorea parvifolia Dyer 10,27 Heritiera simplicifolia (Mast.)

Kosterm

3,56

Shorea macroptera Dyer 5,62 Shorea beccarii Dyer e x Brandis 3,46

Shorea pauciflora King 5,56 Dipterocarpus pachyphyllus Meyer 3,28

Shorea johorensis Foxwo rthy 2,58 Shorea pinanga Scheff. 3,12

Dryobalanops lanceolata Burck 2,49 Koompassia malaccensis Maing. 2,82 Shorea cf. obovoidea van Slooten 2,44 Macaranga hypoleuca Muell. Arg. 2,72 Shorea parvistipulata (Heim)

Symington

2,41 Shorea angustifolia P. S. Ashton 2,56

Shorea sp. 2,21 Pentace sp. 2 2,43

Mangifera swintoniodes Kosterm 2,19 Shorea parvifolia Dyer 2,36

Shorea hopeifolia (Heim) Sy mington 2,19 Shorea agamii P. S. Ashton 2,05

Shorea pinanga Scheff. 1,97 Dialium k unstleri Prain 1,98

Dipterocarpus eurynchus Miq. 1,73 Artocarpus lanceifolia Ro xb. 1,94

Shorea maxwelliana King 1,69 Hopea semicuneata Symington 1,91

Parashorea malaanonan Merrill 1,58 Vatica sp. 1 1,82

Parashorea parvifolia Wyatt-Smith e x P. S. Ashton

1,53 Irvingia malayana Oliver 1,71

ton/ha. Kondisi kandungan karbon di In-donesia ini jauh lebih baik apabila diban-dingkan dengan kondisi kandungan kar-bon di hutan tropik Asia sebesar 40 ton/ ha sampai dengan 250 ton/ha (Rahayu et

al., 2006).

Besarnya kandungan karbon di hutan primer yang lebih tinggi daripada LOF-30 sebenarnya tercermin juga dari besar-nya basal area di hutan primer yang jauh lebih besar daripada LOF-30 (Tabel 4). Dari Tabel 4 juga terlihat bahwa jenis da-ri famili Dipterocarpaceae sangat mendo-minasi di kedua blok hutan primer dan LOF-30. Jenis-jenis seperti Shorea par-vifolia, Shorea macroptera, Shorea

pau-ciflora, Shorea johorensis, dan

Dryoba-lanops lanceolata mendominasi hutan

primer. Sedangkan jenis-jenis seperti He-ritiera simplicifolia, Shorea beccarii, Dipterocarpus pachyphyllus, Shorea

pi-nanga, dan Koompassia malaccensis

mendominasi LOF-30.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

1. Kandungan karbon organik tanah di lokasi penelitian tergolong rendah ya-itu sebesar 1,82% untuk hutan alam primer dan 1,10% untuk hutan bekas tebangan setelah 30 tahun.

2. Potensi karbon organik tanah sedalam 20 cm di hutan alam primer dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun ma-sing-masing adalah sebesar 37,86 ton C/ha dan 30,58 ton C/ha.

3. Kandungan biomasa karbon tegakan di hutan primer tidak berbeda nyata de-ngan kandude-ngan karbon tegakan di LOF-30, hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya LOF-30 telah mengalami proses suksesi dan regenerasi yang mendekati kondisi hutan primer. 4. Besarnya biomasa karbon di atas

[image:8.596.84.525.101.387.2]
(9)

55

B.Saran

Penilaian kandungan biomasa karbon di hutan bekas tebangan dapat digunakan menjadi salah satu indikator penilaian da-lam menjelaskan karakteristik pengelola-an hutpengelola-an lestari (sustainable forest

mana-gement).

DAFTAR PUSTAKA

Brown, S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Fo-rest. Forestry Paper 134. FAO. USA.

Chave, J., C. Andalo, S. Brown, M. A. Cairns, J. Q. Chambers, D. Eamus, H. Folster, F. Fromard, N. Higuchi, T. Kira, J. P. Lescure, B. W. Nelson, H. Ogawa, H. Puig, B. Riera, and T. Yamakura. 2005. Tree Allometry and Improved Estimation of Carbon Stocks and Balance in Tropical Fo-rests. Oecologia 145: 87-99. http://id.wikipedia.org/wiki/Efek_rumah_

kaca. Diakses tanggal 23 Maret 2009.

Jurusan Tanah. 1992. Pedoman Klasifi-kasi Tanah di Lapang. Institut Per-tanian Bogor Press. Bogor.

Lloyd, R. and T. MacMillan. 2002. Post-Harvest CWD-The Long and Short of it. NIVMA/NSC Winter Work-shop Optimizing Wildlife Trees and Coarse Woody Debris Retention at the Stand and Landscape Level. Ja-nuary 22-24. Coast Inn of the North Prince George, B. C.

Machfudh. 2002. General Description of the Bulungan Research Forest. Technical Report Phase 1 1997-2001. ITTO Project PD 12/97 REV.1 (F). Forest, Science and Sustainability: The Bulungan Mo-del Forest. Pp. 168.

Masripatin, N. 2007. Apa itu REDD? Badan Penelitian dan Pengembang-an KehutPengembang-anPengembang-an. Jakarta. Tidak dipu-blikasikan.

Microsoft Office Excel. 2003. Microsoft Inc. United States of America. Nawawi, G. 2001. Fungsi dan Manfaat

Tanah dan Pupuk. Direktorat Pen-didikan Menengah Kejuruan. De-partemen Pendidikan Nasional. Ja-karta.

Ohta, S. and E. Syarif. 1996. Soils under Lowland Dipterocarp Forests-Cha-racteristics and Classification. In A. Schulte and D. Schöne (eds.) Dip-terocarp Forest Ecosystems: To-wards Sustainable Management. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. Singapore.

Pusat Penelitian Tanah. 1998. Kriteria Penilaian Kesuburan Tanah. De-partemen Pertanian. Bogor.

Puslittanak. 1998. Penuntun Analisis Ki-mia Tanah dan Tanaman. Labora-torium Kimia, Pusat Penelitian Ta-nah dan Agroklimat. Bogor.

Rahayu, S., B. Lusiana, dan M. van Noordwijk. 2006. Pendugaan Ca-dangan Karbon di Atas Permukaan Tanah pada Berbagai Sistem Peng-gunaan Lahan di Kabupaten Nunu-kan, Kalimantan Timur. Laporan Tim Proyek Pengelolaan Sumber-daya Alam untuk Penyimpanan Karbon (FORMACS). World Ago-forestry Centre (ICRAF).

Samsoedin, I., I. Basuki, I W. S. Dhar-mawan, D. W. Hopkins, dan J. Proctor. 2007. Dampak Penebang-an HutPenebang-an terhadap Sifat TPenebang-anah pada Hutan Produksi Bekas Tebangan di Kalimantan Timur. Info Hutan IV (4): 347-359. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konser-vasi Alam. Bogor.

Schmidt, F. H. And J. J. A. Ferguson. 1951. Rainfall Type Based on Wet and Dry Period Ratios for Indone-sia with Western New Guinea. Ver-hand. 42. Jawatan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.

(10)

56

on Soil and Water Quality. Un-published Report to CIFOR. Indo-nesia.

Gambar

Tabel (Table) 1. Deskripsi petak contoh di hutan primer dan bekas tebangan di Hutan Penelitian Malinau, Kalimantan Timur (Description of  sample plots of old growth forest and logged-over forest in the Malinau Research Forest, East Kalimantan)
Tabel (Table) 2. Analisis kandungan karbon dan kandungan hara lainnya pada hutan alam primer dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun di Hutan Penelitian Malinau, Kalimantan Timur (Analysis of carbon content and other nutrient contents in old growth forest and 30 year logged over forest at Malinau Research Forest, East Kalimantan)
Tabel (Table) 3. Kerapatan tegakan, estimasi biomasa, dan kandungan karbondioksida  pada plot hutan alam primer dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun (Stand density, estimated biomass and carbondioxide content at old growth forest and 30 year logged over forest)
Tabel (Table) 4. Jenis-jenis dominan berdasarkan basal area di hutan alam primer dan LOF-30 (Dominant species based on basal area at old growth forest and LOF 30)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

memaknai per&uampaan manusia dengan Allah dalam kehidupan memaknai per&uampaan manusia dengan Allah dalam kehidupan sehari ' hari secara nyata.. sehari ' hari secara

Individu-individu tersebut didukung keunggulan agronomi karakter jumlah buah total per tanaman dan bobot buah total per tanaman lebih tinggi dari individu lain dalam

Respons perilaku orientasi diamati dengan menggunakan metode, seperti pada penelitian pengaruh insektisida deltametrin konsentrasi subletal terhadap perilaku orientasi parasitoid,

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Instrumen self assessment berbasis web untuk menilai sikap ilmiah pada pembelajaran

Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada

Namun, Belanda menolak menyerahkan pelabuhan di bagian barat daya Galle dan Negombo kepada Sinhala yang berhasil dikuasai tahun 1640 dengan alasan bahwa Raja

Biru 55Jt Nego Perum Pondok Ungu Permai Blok A Dpn Kelurahan.. 1 Pon- dok Melati Indah Jatiwarna Pondok Gede

Sistem yang bisa dikembangkan sebagai alternatif penyelesaian masalah di atas adalah menggabungkan mobilitas tinggi dari mobile phone dengan konsep belajar e-learning yang