• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sifat Mekanik, Struktur mikro, dan Karakteristik Absorpsi Air Pada Beberapa Varietas Beras

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Sifat Mekanik, Struktur mikro, dan Karakteristik Absorpsi Air Pada Beberapa Varietas Beras"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Sifat Mekanik, Struktur mikro, dan Karakteristik

Absorpsi Air Pada Beberapa Varietas Beras

AHMAD FUADI

Departemen Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

(2)

ABSTRAK

Ahmad Fuadi. Analisis sifat mekanik, struktur mikro, dan karakteristik absorpsi air pada beberapa

varietas beras. Dibimbing oleh Dr. Akhiruddin Maddu dan Dr. Kiagus Dahlan.

Telah dilakukan kajian mengenai sifat mekanik, struktur mikro, dan karakteristik absorpsi air pada beberapa varietas beras yaitu beras ketonggo, setail, cimelati, ciherang, HIPA – 4 dan IR 42. Uji sifat mekanik (kuat tekan) dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine. Nilai kuat tekan dari masing-masing beras adalah ketonggo (26.40x106 N/m2), setail (45.69x106 N/m2), cimelati (38.53x106 N/m2), ciherang (38.62x106 N/m2), HIPA - 4 (37.71x106 N/m2), dan IR 42 (44.89x106 N/m2). Struktur mikro diamati dengan menggunakan

Tabletop Microscope. Beras ketonggo dan setail memiliki struktur yang paling renggang, cimelati

dan ciherang memiliki struktur lebih rapat, sedangkan HIPA – 4 dan IR 42 memiliki struktur paling rapat. Nilai ukuran bongkahan terkecil berturut-turut, beras ketonggo : 0.87 µm, setail : 1.07 µm, cimelati : 2.22 µm, ciherang : 2.21 µm, HIPA – 4 : 2.67 µm, dan IR 42 : 1.87 µm. Uji karakteristik absorpsi air dilakukan dengan merendam beberapa butir beras dalam air dengan variabel suhu (26 0C, 50 0C, 75 0C) dan waktu (per 20 menit selama 4 jam). Pada perlakuan suhu 26 0C, massa air beras jenuh, waktu yang dibutuhkan sampai penyerapan air jenuh, dan kecepatan absorpsi air ke dalam beras berturut-turut, ketonggo (8.99 mg ; 100 menit ; 1.087x10-6 g/s), setail (6.29 mg ; 220 menit ; 0.266x10-6 g/s), cimelati (7.50 mg ; 140 menit ; 0.797x10-6 g/s), ciherang (5.90 mg ; 80 menit ; 1.111x10-6 g/s), HIPA – 4 (5.46 mg ; 100 menit ; 1.063x10-6 g/s), dan IR 42 (5.10 mg ; 60 menit ; 1.643x10-6 g/s). Perlakuan temperatur yang lebih tinggi (50 0C) memperkecil waktu yang dibutuhkan sampai penyerapan air jenuh dan meningkatkan kecepatan absorpsi air ke dalam beras dibandingkan dengan Perlakuan temperatur yang lebih rendah (26 0C). Persentase penurunan waktunya yaitu ketonggo (40 %), setail (36.36 %), cimelati (57.14 %), ciherang (25 %), HIPA - 4 (60 %), dan IR 42 (33.33 %). Sementara untuk kenaikan kecepatan absorpsi airnya adalah ketonggo (102.21 %), setail (154.14 %), cimelati (100 %), ciherang (78.31 %), HIPA – 4 (170.37 %), dan IR 42 (95.56 %).

(3)

Analisis Sifat Mekanik, Struktur mikro, dan Karakteristik

Absorpsi Air Pada Beberapa Varietas Beras

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains

pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

AHMAD FUADI

Departemen Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis sifat mekanik, struktur mikro, dan karakteristik absorpsi air pada beberapa varietas beras

Nama Mahasiswa : Ahmad Fuadi

NRP : G74052765

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Dr. Akhiruddin Maddu Dr. Kiagus Dahlan

NIP. 19660907 199802 1 006 NIP. 19600507 198703 1 003

Mengetahui,

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. Hasim, DEA

NIP. 19610328 198601 1 002

(5)

Penulis dilahirkan di Majalengka, 29 Januari 1988 yang merupakan anak ke- 5 dari 7 bersaudara, pasangan Bapak Suhandi dan Ibu Juariyah. Pendidikan penulis dimulai dari SDN 1 Salawangi, kemudian dilanjutkan ke SLTPN 3 Bantarujeg. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan SLTA di SMAN 1 Majalengka selama 1 tahun dan SMAN 1 Talaga, Kab. Majalengka selama 2 tahun, lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang bersamaan penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai ketua Mushola Asrama C-3 TPB, IPB pada tahun 2005-2006, ketua Organisasi Mahasiswa Majalengka, Bogor (HIMMAKA, Bogor) pada tahun 2006-2007. Staf Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI), IPB pada tahun 2006-2007 dan sebagai ketua Departemen PSDM, Asrama Sylvasari, IPB pada tahun 2007-2008. Penulis juga aktif sebagai Asisten Praktikum Mata Kuliah Fisika Dasar pada tahun akademik 2007-2008 dan pada tahun akademik 2008-2009.

Alhamdulilah, prestasi penulis terukir semenjak SLTA dan selama perkuliahan. Penulis pernah menjadi juara umum SMAN 1 Talaga, pada tahun 2003 dan 2004. Selain itu juga, penulis pernah meraih juara 1 kultum kontes, IPA Fair, DKM Al Hurriyah IPB pada tahun 2005. Pada akhir penyelesaian studi di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul : Analisis sifat mekanik, struktur mikro, dan karakteristik absorpsi air pada beberapa varietas beras, dibawah bimbingan Dr. Akhiruddin Maddu dan Dr. Kiagus Dahlan.

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, hidayat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini. Judul penelitian ini adalah Analisis

sifat mekanik, struktur mikro, dan karakteristik absorpsi air pada beberapa varietas beras.

Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada :

1. Bapak Dr. Akhiruddin Maddu selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Dr. Kiagus Dahlan selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan, bantuan, nasehat dan saran kepada penulis sampai selesainya penyusunan skripsi ini.

2. Bapak, ibu, kakak, adik, paman dan bibi tercinta yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

3. Bapak Drs. Moh. Nur Indro, M. Si dan Bapak Abdul Djamil Husin, M. Si selaku dosen penguji. Terimakasih banyak atas masukan dan saran yang sangat berguna.

4. Dosen-Dosen Departemen Fisika, FMIPA, IPB yang telah mendidik penulis dengan penuh kesabaran.

5. Staf Administrasi, dan Tata Usaha Departemen Fisika serta staf Perpustakaan FMIPA, terimaksih banyak atas bantuan dan kemudahan yang telah diberikan dengan tulus. 6. Ibu Notty Mahdi, Ibu Drs. Endang, Bapak Mashudi yang telah memberi inspirasi, nasihat

dan semangat.

7. Keluarga besar Asrama Sylvasari dan teman-teman fisika atas kebersamaan, kekeluargaan dan perhatiannya pada penulis.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini, yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu.

Semoga penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2009 Penulis

(7)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ... i DAFTAR GAMBAR ... ii DAFTAR TABEL ... ii DAFTAR LAMPIRAN ... ii PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 1 Manfaat Penelitian ... 1 Hipotesis ... 1 TINJAUAN PUSTAKA Beras ... 2

Sifat Mekanik dan Struktur mikro Beras ... 2

Absorpsi Air Ke dalam Beras ... 3

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 3

Bahan dan Alat ... 3

Metode Penelitian ... 3

Analisis Data ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Mekanik (Kuat Tekan) Beras ... 6

Struktur mikro Beras ... 7

Absorpsi Air Ke dalam Beras ... 8

Hubungan Kuat Tekan, Struktur mikro, dan Absorpsi Air Ke dalam Beras ... 13

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 14

Saran ... 14

DAFTAR PUSTAKA ... 15

(8)

ii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Diagram alir penelitian ... 5 2. Kerapatan enam varietas beras ... 6 3. Kuat tekan enam varietas beras ... 6 4. Struktur mikro enam varietas beras dengan menggunakan Tabletop Microskope pada

perbesaran 4000x ... 7 5. Massa air di dalam enam varietas beras selama proses perendaman,

suhu air 260 C ... 9 6. Ln MR enam varietas beras selama proses perendaman,

suhu air 260 C ... 10 7. Massa air di dalam enam varietas beras selama proses perendaman,

suhu air 500 C ... 10 8. Ln MR enam varietas beras selama proses perendaman,

suhu air 500 C ... 10 9. Massa air di dalam beras ketonggo selama proses perendaman,

suhu air 260 C, 500 C, dan 750 C ... 12 10. Massa air di dalam beras setail selama proses perendaman,

suhu air 260 C, 500 C, dan 750 C ... 12 11. Massa air di dalam beras cimelati selama proses perendaman,

suhu air 260 C, 500 C, dan 750 C ... 12 12. Massa air di dalam beras ciherang selama proses perendaman,

suhu air 260 C, 500 C, dan 750 C ... 12 13. Massa air di dalam beras HIPA - 4 selama proses perendaman,

suhu air 260 C, 500 C, dan 750 C ... 13 14. Massa air di dalam beras IR 42 selama proses perendaman,

suhu air 260 C, 500 C, dan 750 C ... 13

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Karakterisasi absorpsi air enam varietas beras pada suhu 260 C ... 8 2. Karakterisasi absorpsi air enam varietas beras pada suhu 500 C ... 8 3. Kecepatan absorpsi air ke dalam enam varietas beras ... 11

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Data hasil pengukuran diameter enam varietas beras ... 16 2. Data hasil pengukuran massa, volume, dan kerapatan enam varietas beras ... 16 3. Data hasil pengukuran kuat tekan enam varietas beras ... 16

4. Struktur mikro enam varietas beras dengan menggunakan Tabletop

Microscope tanpa disertai pengukuran bongkahan ... 17 5. Struktur mikro enam varietas beras dengan menggunakan Tabletop

Microscope yang disertai pengukuran bongkahan ... 19

6. Data hasil pengukuran bongkahan-bongkahan beras ... 22 7. Data absorpsi air beras selama proses perendaman ... 26 8. Data-data varietas beras ketonggo, setail, cimelati, ciherang, HIPA - 4, dan

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras memenuhi 21% energi, 14% protein, dan 2% lemak untuk kebutuhan sedunia. Beras menjadi salah satu produk dominan di 15 negara Asia dan Pasifik, 10 negara di Amerika Latin, di Karibia, salah satu negara Afrika Utara dan di tujuh negara sub-sahara Afrika (FAO, 1999). Beras merupakan salah satu makanan pokok masyarakat Indonesia. Selain itu juga, beras menjadi bahan dasar bagi produk makanan-makanan tertentu seperti pada lemper, lontong dan tape. Pada tahun 1984, Indonesia mampu mencapai swasembada beras yang menunjukan bahwa produksi

beras cukup besar. Seiring dengan berkembangnya

teknologi, beras semakin banyak dimanfaatkan sebagai bahan dasar produk olahan. Salah satu kategori dasar dalam pemilihan beras untuk produk olahan adalah karakteristik fisik dari beras yang akan digunakan. Lemper, tape uli dan dodol merupakan salah satu olahan yang memang membutuhkan beras yang bersifat ketan, yaitu beras yang lengket setelah dimasak. Lain halnya dengan olahan seperti bihun, olahan tersebut memakai beras yang bersifat pera, yaitu beras yang cepat kering setelah dimasak. Sementara itu, olahan yang dijadikan salah satu makanan pokok kebanyakan orang Indonesia yaitu nasi, memerlukan varietas beras yang bersifat pulen. Beras pulen merupakan varietas beras yang tidak terlalu lengket dan tidak cepat kering setelah dimasak.

Selain hal di atas, beberapa hal yang melatar belakangi penelitian ini adalah cara penanakan nasi sebagian masyarakat daerah pedesaan yang masih sederhana, belum memperhatikan efisiensi waktu yang cepat, dan perlakuan temperatur yang tepat untuk hasil tanak yang baik. Selanjutnya, berkaitan dengan proses pengolahan beras, terutama dalam hal penanakan beras ketan. Ada sebuah kebiasan pada masyarakat yang akan menanak beras ketan yakni merendam beras ketan terlebih dahulu sebelum ditanak selama ± 12 jam.

Berdasarkan beberapa hal tersebut, penulis mencoba menganalisis sifat mekanik (dalam hal ini, kuat tekan) dan struktur mikro pada enam varietas beras yang mewakili tiga tipe beras (ketan, pulen, dan pera). Selain itu, penulis mencoba mengkarakterisasi absorpsi air pada enam

varietas beras tersebut selama proses perendaman. Sehingga dari hasil penelitian ini, penulis berharap mampu memberikan sebagian data untuk pembuatan model penanakan nasi yang efektif dan efisien serta mampu menjelaskan cara perendaman beras ketan yang baik. Selain itu juga diharapkan, ada tambahan informasi mengenai karakteristik fisik beras sehingga membantu dalam pemilihan beras yang tepat, untuk proses pemanfaatan lebih lanjut.

Tujuan

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, diantaranya yaitu :

1. Menganalisis perbedaan sifat mekanik dan struktur mikro enam varietas beras, berkaitan dengan perbedaan tipe kepulenan.

2. Menganalisis absorpsi air enam varietas beras unggul selama perendaman dengan temperatur air yang berbeda. 3. Menganalisis hubungan sifat mekanik,

absorpsi air beras selama perendaman, dan karakteristik struktur mikro dari masing-masing beras.

Manfaat

Penelitian ini bermanfaat dalam mencari katagori beras yang lebih unggul, dengan adanya data tambahan sifat-sifat fisik beras. Kemudian, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menyediakan data absorpsi air untuk pemodelan lebih lanjut terkait absorpsi air beras selama perendaman. Selanjutnya, data penelitian ini juga dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut agar dihasilkan sistem penanakan nasi yang efektif dan efisien terkait dengan waktu, temperatur, dan alat yang tepat. Pada akhirnya, penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan beras agar produk olahan beras dapat lebih beragam dengan hasil yang lebih berkualitas.

Hipotesis

Beras yang memiliki sifat mekanik (kuat tekan) yang lebih besar akan memiliki struktur mikro yang lebih rapat dan kecepatan absorpsi air ke dalam beras (selama perendaman) yang lebih besar.

(10)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Beras

Beras adalah salah satu sereal paling penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi manusia yang dikonsumsi oleh sekitar 75% penduduk dunia (Anjum et al, 2007). Beras menjadi salah satu bahan makanan pokok penduduk Indonesia. Peranan beras dalam komposisi makanan penduduk Indonesia cukup dominan.

Usaha peningkatan produksi dan stabilitas harga beras sangat erat kaitannya dengan semakin terjaminnya kebutuhan beras pada harga yang terjangkau daya beli masyarakat (Amang dan Sawit, 2001. Supiandi, 2004 ). Permintaan beras terus naik dari hanya 89,5 kg per kapita per tahun pada tahun 1967-1969 hingga menjadi 151,0 kg per kapita per tahun pada tahun 1997-1999, bahkan mencapai 156,0 kg per kapita per tahun pada tahun 2000-2001 (Fagi, et al, 2002. Supiandi, 2004). Beberapa hal yang memacu peningkatan kebutuhan beras yaitu peningkatan konsumsi per kapita, peningkatan populasi dan perbaikan ekonomi yang mendorong bergesernya pola makan dari non beras ke beras (Kuntowijoyo, 1991. Widowati, 2001).

Macam dan nama beras disesuaikan dengan kebiasaan di masing-masing daerah. Ada beras yang dinamai berdasarkan asal daerah, misalnya beras Cianjur, beras Solok, dan beras Banyuwangi. Ada juga yang berdasarkan jenis atau kelompok varietas padi, ada yang berdasarkan cara processing, dan ada yang berdasarkan derajat penyosohannya (Annissa, 2007).

Secara umum, mutu beras dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu mutu pasar dan mutu giling, mutu masak dan mutu citarasa, serta mutu gizi. BULOG (Badan Urusan Logistik) Indonesia membuat kriteria mutu beras berdasarkan sifat fisiknya yaitu derajat sosoh, beras pecah, menir, butir kuning, kotoran, dan kadar air. Sementara itu, di pasaran internasional, ukuran dan bentuk biji serta butir mengapur termasuk dalam komponen penetapan mutu beras. Terdapat Empat tipe ukuran beras yaitu sangat panjang, panjang, sedang, dan pendek. Sedangkan berdasarkan bentuknya, beras dibagi atas tipe lonjong, sedang, agak bulat dan bulat (Damardjati dan Harahap, 1983).

Berkaitan dengan komposisi beras, secara umum, komposisi beras terdiri dari amilosa, amilopektin, protein, Fe, Zn,

calcium, thiamin (B1), riboflavin (B2), dan niacin.

Beras ketonggo, setail, cimelati, ciherang, HIPA - 4, dan IR 42 merupakan varietas beras yang telah dilepas oleh Balai penelitian tanaman (Balitan) Padi dengan karakteristik yang berbeda-beda. Beras ketonggo dan setail bersifat ketan, beras cimelati dan ciherang akan menjadi pulen setelah ditanak sedangkan beras HIPA - 4 dan IR 42 akan menjadi pera. Data-data karakteristik lainnya dari ke enam varietas beras tersebut dapat dilihat pada lampiran (Sunihardi, 2004).

Sifat Mekanik dan Struktur mikro Beras

Keragaman sifat fisik beras meliputi ukuran dan bentuk biji, ketebalan sekam, berat biji, densitas, rendemen beras pecah kulit, beras kepala, dan keterawangan biji. Salah satu faktor yang menyebabkan keragaman sifat fisik beras adalah sifat genetis, perlakuan pra dan pasca panen dari masing-masing varietas beras (Annissa, 2007. Damardjati dan Harahap, 1983). Salah satu sifat fisik beras adalah sifat mekanik, yaitu kuat tekan. Kuat tekan didefinisikan sebagai besarnya gaya yang dibutuhkan agar dapat merusak bahan dengan cara ditekan.

Penelitian yang mencoba menganalisis sifat mekanik dan struktur mikro beras, diantaranya yaitu analisis keretakan beras yang diakibatkan oleh proses pengeringan pasca panen. Pengeringan pasca panen menyebabkan biji beras menjadi lemah dan mudah patah (Kunze dan Hall, 1965 ; Kunze, 1979 ; Lan et al, 1999 ; Zhang et al, 2002). Penelitian struktur mikro terhadap tepung gandum (tanaman yang mirip dengan beras) dengan menggunakan Scanning Electron

Microscope (SEM) menjelaskan bahwa

setiap genotif gandum menunjukan ukuran biji atau granula yang berbeda-beda. Dari beberapa varietas gandum, ada yang granulanya kecil, sedang, dan ada juga yang cukup besar (Vasanthan et al, 2001).

Terkait dengan hubungan karakteristik fisik dan kepulenan, Damardjati dan Harahap, menyatakan bahwa pengembangan volume dan penyerapan air nasi selama pemasakan berkorelasi positif terhadap kandungan amilosa beras. Sementara itu, dilaporkan bahwa kadar amilosa mempunyai korelasi negatif terhadap kelekatan dan kelunakan, kepulenan dan nilai rasa (1983). Pada

(11)

3

umumnya, setiap orang akan memilih beras yang memiliki tingkat kepulenan sedang untuk membuat nasi. Akan tetapi, pada penggunaan tertentu seperti pada pembuatan lemper, beras yang sangat pulen atau ketanlah yang justru akan digunakan karena memiliki karakteristik tertentu yakni tingkat kelengketan yang tinggi setelah beras tersebut dimasak sehingga olahan yang dihasilkan sesuai dengan harapan.

Absorpsi Air Ke dalam Beras

Hampir semua reaksi dan transformasi pada zat padat, selalu disertai perpindahan materi baik itu atom maupun molekul, yang berpindah ke dalam maupun ke luar dari area reaksi. Pergerakan pada zat padat tersebut sering bersifat acak. Pergerakan ke dalam itu disebut sebagai proses absorpsi. Istilah absorpsi sebenarnya tidak harus terkait dengan pergerakan materi saja, dalam kajian ilmu yang lebih luas, absorpsi sering dipakai dalam penentuan pergerakan arus, panas, energi dan lainnya. Absorpsi (difusi ke dalam) adalah peristiwa mengalirnya atau berpindahnya suatu zat dalam pelarut atau materi dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah, dimana arah pergerakannya menuju ke dalam materi (Irene, 2005. Barton, 1991).

Selama perendaman beras, perubahan massa absorpsi air ke dalam beras sangat berkaitan dengan karakteristik absorpsi airnya. Crank menyatakan hubungan tersebut dalam sebuah persamaan absorpsi (Muramatsu et al, 2006) yaitu,

………..…..(1) Dimana :

MR : Rasio selisih air yang berada di dalam beras dan kadar air beras jenuh terhadap selisih kadar air mula-mula dan kadar air beras jenuh

Me : Kadar air beras jenuh M0 : Kadar air beras mula-mula M : Kadar air dalam beras

Bi : Konstanta (bentuk materi)

: “K” (Konstanta kecepatan penyerapan air)

: Nilai karakteristik beras

t : Waktu

Berdasarkan penelitian Chemkhi dan Jagrouba, kecepatan absorpsi air ditentukan oleh pori dan geometri materi yang dilewati (2005). Selain itu, dari hasil penelitian mengenai absorpsi air pada beras coklat selama proses perendaman, diketahui bahwa hubungan antara massa air yang berada di dalam beras terhadap variabel waktu perendaman bersifat eksponensial, yang menginformasikan massa air yang berada dalam beras semakin melambat sampai kondisi massa air beras jenuh (Muramatsu et al, 2006).

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu

Pengukuran absorpsi air dan karakterisasi struktur mikro dilakukan di Laboratorium Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Uji sifat mekanik (kuat tekan) dilakukan di Puslitbanghut, Departemen Kehutanan, Gunung Batu, Bogor. Penelitian ini dilakukan semenjak bulan Agustus 2008 sampai Mei 2009.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah enam varietas beras yaitu varietas ketonggo, setail, cimelati, ciherang, HIPA – 4, dan IR 42 yang didatangkan dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Subang.

Pada penelitian ini digunakan berbagai alat, diantaranya wadah piring kecil, cawan petri, pinset, neraca, hot plate, termometer, jangka sorong dan tissu. Selain itu juga digunakan alat pengukur kuat tekan yaitu Universal Testing Machine (UTM) dan alat untuk mengamati struktur mikro, yaitu

Tabletop Microscope.

Metode Penelitian

Analisis Sifat Mekanik

Pada penelitian ini, sifat mekanik yang diteliti berupa kuat tekan. Pengukuran kuat tekan dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai ukuran besar gaya yang diperlukan untuk menghancurkan biji beras. Pengukuran kuat tekan dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine. Biji beras diberi tekanan, nilai akhir dilihat sesaat setelah beras pecah. Pengukuran dilakukan pada temperatur yang sama yaitu pada temperatur ruang.

(12)

4

Analisis Struktur mikro

Penelitian terhadap struktur mikro beras dilakukan dengan mengamati morfologi beras secara mikro. Satu butir beras untuk setiap varietas beras dipotong secara melintang. Setelah itu, digunakan

Tabletop Microscope untuk membandingkan

struktur beras secara mikro. Prinsip penggunaan Tabletop Microscope sama dengan Scanning Electron Microscope (SEM), SEM menghasilkan citra bahan berdasarkan prinsip hamburan elektron, SEM menggunakan difraksi gelombang elektron sebagai sumbernya dalam menghasilkan citra. Image dihasilkan berdasarkan deteksi elektron sekunder atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut dipindai dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT (cathode ray tube). Pada layar CRT, gambar struktur sampel yang sudah diperbesar bisa dilihat dengan jelas. Pada pengukuran mikroskopik ini, setiap varietas beras diukur pada perbesaran 500x, 1000x, 2000x, dan 4000x.

Pengukuran absorpsi air beras selama perendaman

Penelitian ini menggunakan 9 sampai 15 butir beras yang homogen untuk setiap jenis berasnya. Penelitian pertama dilakukan untuk mengkarakterisasi absorpsi air pada suhu 260 C. Tiga butir beras direndam dalam air yang bersuhu 260 C. Setelah itu, 3 butir beras lainnya direndam setiap jeda waktu 3 menit, untuk mempermudah teknis pengukuran perubahan massa beras. Pada penelitian absorpsi air ini, massa beras sebelum dan setelah direndam diukur tiap selang waktu 20 menit selama 4 jam, dimana beras yang akan diukur terlebih dahulu dibalut dengan tissu agar air di permukaan beras tidak ikut terukur. Perubahan massa air yang terserap oleh beras tiap selang waktu 20 menit didapatkan dengan melihat selisih massa beras akhir dengan massa beras awal. Setelah itu, M (massa air yang berada dalam beras tiap kali pengukuran) dihitung dengan menjumlahkan massa air yang terserap dengan M0 (kadar air mula-mula yang sudah

ada dalam beras).

Kemudian, penelitian ini dilanjutkan dengan karakterisasi absorpsi air beras untuk perlakuan suhu 500 C dan 750 C. Pada

pengukuran tahap ini, peneliti melakukannya dengan teknik yang hampir sama dengan pengukuran pada perlakuan suhu 260 C.

Analisis Data

Data hasil pengamatan struktur mikro dan hasil pengukuran uji sifat mekanik (kuat tekan) dianalisis dengan menggunakan Microsoft Office Excel untuk mengukur ukuran bongkahan beras dan untuk membuat grafik kuat tekan setiap varietas beras. Selain itu, data hasil pengukuran absorpsi air beras juga dianalisis dengan menggunakan Microsoft Office Excel untuk membentuk grafik hubungan M (massa air yang berada dalam beras tiap kali pengukuran) terhadap variabel waktu dan grafik Ln (MR) terhadap variabel waktu. Dari kedua grafik tersebut, dapat dianalisis mengenai karakteristik absorpsi air beras selama perendaman.

Selanjutnya, semua data dianalisis secara deskriptif untuk memperoleh gambaran secara mendalam dan objektif mengenai objek penelitian.

(13)

Karakterisasi absorpsi air beras selama perendaman Analisis struktur mikro beras Analisis sifat mekanik beras (kuat tekan)

Penyusunan laporan/skripsi Analisis data Pengukuran massa air yang terserap ke dalam beras selama perendaman pada suhu 260 C setiap 20 menit selama 4

jam

Pengukuran massa air yang terserap ke dalam beras selama perendaman pada suhu 500 C setiap 20 menit selama 4

jam

Pengukuran massa air yang terserap ke dalam beras selama perendaman pada suhu 750 C setiap 20 menit selama 4

jam Pembuatan rencana penelitian :

penelusuran literatur dan pembuatan proposal penelitian

Pencarian enam varietas beras : ketonggo, setail, cimelati, ciherang,

HIPA – 4, dan IR 42

Penggilingan dan persiapan bahan

(14)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Mekanik (Kuat Tekan) Beras

Gambar 2. Kerapatan enam varietas beras Berdasarkan hasil pengukuran massa dan volume setiap varietas beras (data massa dan volume setiap varietas beras dapat dilihat pada lampiran), beras ketonggo merupakan beras ketan putih yang memiliki volume paling besar dibandingkan dengan varietas beras lainnya yaitu 0.025 cm3. Sementara itu, varietas beras pulen yaitu cimelati dan ciherang memiliki volume yang cukup besar dibandingkan dengan volume beras setail, HIPA – 4 dan IR 42. Beras cimelati dan ciherang memiliki volume 0.02 cm3, sedangkan setail, HIPA – 4 dan IR 42 memiliki volume 0.015 cm3.

Beras setail memiliki volume yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan beras ketonggo. Sementara, kedua varietas itu termasuk dalam kategori yang sama yaitu kategori beras ketan. Diasumsikan bahwa kedua varietas tersebut mendapat perlakuan penanaman yang sama, maka dapat dipastikan bahwa perbedaan ukuran volume beras ketonggo dan setail lebih disebabkan oleh faktor genetik. Secara umum, semakin pulen varietas beras maka ukuran volumenya semakin besar.

Berdasarkan hasil pengukuran kerapatan (Gambar 2), varietas beras pera (HIPA - 4 dan IR 42) memiliki kerapatan paling besar dibandingkan dengan varietas beras lainnya yaitu 1.145 gram/cm3 untuk HIPA - 4 dan 1.296 gram/cm3 untuk IR 42. Sementara itu, beras ketonggo merupakan varietas beras yang memiliki

kerapatan paling kecil yakni 0.903 gram/cm3. Setail, cimelati dan

ciherang memiliki kerapatan yang hampir

sama yaitu 1.069 gram/cm3 untuk setail, 1.125 gram/cm3 untuk cimelati dan 1.064 gram/cm3 untuk ciherang.

Berkaitan dengan hasil pengukuran kuat tekan (sifat mekanik), beras setail dan IR 42 memiliki nilai kuat tekan paling besar, masing-masing : 45.69x106 N/m2 dan 44.89x106 N/m2. Beras cimelati dan ciherang (pulen) memiliki nilai kuat tekan lebih kecil, yaitu 38.53x106 N/m2 untuk cimelati dan 38.62x106 N/m2 untuk ciherang. Sedangkan beras ketonggo memiliki nilai kuat tekan paling kecil, yaitu 26.40 x106 N/m2.

Pada pengamatan nilai kuat tekan, dua varietas beras ketan yaitu setail dan ketonggo memiliki perbedaan nilai kuat tekan yang sangat besar (Gambar 3). Berdasarkan teori yang telah disampaikan pada tinjauan pustaka, yang menyatakan bahwa perbedaan sifat fisik disebabkan oleh genetik beras dan perlakuan pra dan pasca panen beras. Diasumsikan bahwa perlakuan pra maupun pasca panen pada kedua jenis beras ketan adalah sama, maka penyebab perbedaan nilai tersebut adalah faktor genetik yakni dengan adanya selaput luar pada kulit beras setail (yang berwarna hitam) yang secara genetik membuat beras ketan hitam menjadi lebih elastis.

Nilai kuat tekan di atas dapat digunakan sebagai landasan pada teknik penyimpanan pasca panen. Beras ketan putih (ketonggo) bersifat mudah pecah sehingga jangan ditumpuk terlalu banyak. Sementara itu, beras HIPA – 4 dan IR 42 (pera) dapat ditumpuk lebih banyak sampai batas tertentu untuk mengefektifkan ruang penyimpanan.

Gambar 3. Kuat tekan enam varietas beras 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 Kera pat an (gra m /c m 3) Varietas Beras 0 10 20 30 40 50 Kuat te kan (x 10 6N/m 2) Varietas Beras

(15)

7

Namun demikian, perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui batas penumpukan minimum dan maksimum sehingga pemanfaatan ruang penyimpanan lebih efektif akan tetapi tidak merusak biji beras.

Struktur mikro Beras

Berdasarkan hasil karakterisasi struktur mikro dengan Tabletop Microscope, semua varietas beras menunjukan struktur mikro biji yang berbentuk bongkahan-bongkahan tidak beraturan. Pada Gambar 4, dapat dilihat secara mikro bahwa ternyata bongkahan-bongkahan beras yang besar tersusun dari bongkahan-bongkahan yang lebih kecil. Setiap bongkahan terbungkus oleh selaput bening yang menyusun bongkahan-bongkahan menjadi lebih rapat dan rapi sehingga bongkahan yang sudah diselaputi, terlihat halus. Hasil penelitian pada perbesaran 4000X dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Struktur mikro beras pada perbesaran 500X, 1000X dan 2000X dapat dilihat pada lampiran),

Gambar 4. Struktur mikro enam varietas beras dengan menggunakan Tabletop

Microscope pada perbesaran 4000x

Setail Cimelati Ciherang HIPA - 4 IR 42 Ketonggo Bongkahan Selaput Selaput Bongkahan Pori Selaput Bongkahan Pori Selaput Bongkahan Pori Pori Bongkahan Selaput Pori Bongkahan Selaput Pori

(16)

8

Setiap varietas beras memiliki ukuran bongkahan yang berbeda-beda. Hasil pengamatan struktur mikro yang disertai pengukuran bongkahan, ukuran bongkahan terkecil yang masih bisa di ukur berkisar antara 1-2 µm. Varietas beras ketonggo merupakan varietas beras yang memiliki ukuran bongkahan paling kecil (pada pengukuran bongkahan-bongkahan terkecil) yaitu 0.87 µm, selanjutnya, setail (1.07 µm), IR 42 (1.87 µm), ciherang (2.21 µm), cimelati (2.22 µm), dan HIPA – 4 (2.67 µm). Dengan demikian, secara umum (pada pengukuran bongkahan-bongkahan terkecil), varietas beras pera memiliki ukuran bongkahan paling besar, sedangkan, varietas beras ketan memiliki ukuran bongkahan paling kecil. Pada penelitian ini juga, didapatkan data ukuran bongkahan yang lebih besar, ukuran bongkahan tersebut berkisar antara 3-6 µm. Semetara itu, Ukuran bongkahan terbesar yang terukur berkisar pada 35-40 µm.

Pori-pori dari setiap varietas beras terlihat dengan sangat jelas pada Gambar 4. Pori tersebut berfungsi sebagai saluran untuk absorpsi cairan dari lingkungan ke dalam beras, semakin kecil pori pada suatu varietas beras, maka kecepatan absorpsi cairan ke dalam beras akan semakin besar. Selain itu, ukuran pori suatu varietas beras dapat menentukan nilai kuat tekannya, semakin besar ruang pori dan semakin besar nilai porositas suatu varietas beras maka varietas beras tersebut akan semakin rapuh sehingga nilai kuat tekannya akan semakin kecil.

Pada penelitian ini, ukuran pori setiap varietas beras belum bisa di nyatakan dengan pasti. Namun demikian, dengan pengamatan langsung pada gambar yang ditampilkan di atas, kerenggangan struktur bongkahan pada setiap kategori beras dapat dibedakan dengan baik. Varietas beras ketan (ketonggo dan setail) memiliki struktur paling renggang dibandingkan dengan struktur beras lainnya, sedangkan varietas beras pulen (cimelati dan ciherang) lebih renggang dibandingkan varietas beras pera (HIPA – 4 dan IR 42). Hasil pengamatan struktur mikro ini diperkuat dengan hasil pengukuran kerapatan beras seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa semakin pulen suatu varietas beras maka nilai kerapatannya semakin kecil.

Absorpsi air ke dalam beras

Tabel 1. Karakterisasi absorpsi air enam varietas beras pada suhu 260 C

Varietas Beras Massa air beras jenuh (Me), (mg) Waktu penyerapan air jenuh (menit) Ketonggo 8.99 100 Setail 6.29 220 Cimelati 7.50 140 Ciherang 5.90 80 HIPA - 4 5.46 100 IR 42 5.10 60 Tabel 2. Karakterisasi absorpsi air enam varietas beras pada suhu 500 C

Varietas Beras Massa air beras jenuh (Me), (mg) Waktu penyerapan air jenuh (menit) Ketonggo 9.75 60 Setail 8.80 140 Cimelati 6.80 60 Ciherang 5.63 60 HIPA - 4 5.23 40 IR 42 5.33 40

Pada suhu 260 C, beras ketonggo memiliki massa air beras jenuh paling besar, yaitu 8.99 mg. Sementara itu, beras setail, cimelati, dan ciherang menunjukan nilai massa air beras jenuh yang sedang, masing-masing : 6.29 mg, 7.50 mg dan 5.90 mg. Sedangkan HIPA – 4 dan IR 42 menunjukan massa air beras jenuh paling kecil, yaitu 5.46 mg untuk HIPA – 4 dan 5.10 mg untuk IR 42.

Seperti karakterisasi absorpsi air pada suhu 260 C, pengamatan absorpsi air pada suhu 500 C menunjukan bahwa varietas beras ketonggo merupakan varietas beras dengan nilai massa air beras jenuh paling besar, yaitu 9.75 mg. Varietas beras yang memiliki massa air beras jenuh yang cukup besar juga adalah beras setail, yaitu varietas beras yang termasuk dalam satu kategori dengan beras ketonggo, kategori beras ketan. Nilai massa air beras jenuhnya adalah 8.80 mg. Varietas beras pulen (cimelati dan ciherang) menunjukan nilai massa air beras jenuh yang sedang, cimelati (6.80 mg) dan ciherang (5.63 mg). Sedangkan varietas

(17)

9

beras pera (HIPA – 4 dan IR 42) menunjukan nilai massa air beras jenuh paling kecil yaitu HIPA - 4 (5.23 mg) dan IR 42 (5.33 mg). Nilai massa air beras jenuh setiap varietas beras ditentukan oleh struktur mikronya. Oleh karena itu, massa air beras jenuh yang berbeda-beda ini sesuai dan dapat dibenarkan karena berdasarkan pengamatan sebelumnya, setiap varietas beras menunjukan struktur mikro yang berbeda-beda juga. Beras ketan memiliki struktur mikro yang renggang, sehingga nilai massa air beras jenuhnya juga tinggi, sementara beras pera memiliki struktur mikro yang paling rapat dibandingkan dengan beras lainnya sehingga massa air beras jenuhnya paling kecil.

Sementara itu, hasil pengukuran absorpsi air beras pada suhu 75 0C tidak dapat dianalisis dengan sempurna karena pada pengukuran absorpsi air suhu 75 0C, beras matang secara beruntun pada waktu 20-40 menit, setelah 60 menit ternyata beberapa butir beras sudah menjadi bubur. Struktur-struktur beras menjadi rusak sehingga pengukuran dihentikan pada waktu 60 menit. Oleh sebab itu, untuk analisis absorpsi pada suhu 75 0C tidak dapat dianalisis lebih lanjut.

Perlakuan suhu yang lebih tinggi (500 C) pada varietas beras ketonggo, setail, dan IR 42 memperbesar nilai massa air beras jenuh. Besar persentase kenaikannya : ketonggo (8.45 %), setail (39.90 %), dan IR 42 (4.50 %). Sedangkan pada varietas beras cimelati, ciherang, dan HIPA – 4, perlakuan suhu yang lebih tinggi menyebabkan penurunan massa air beras jenuh. Besar persentase penurunannya : cimelati (9.33 %), ciherang (4.57 %), dan HIPA - 4 (4.21 %). Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa temperatur cukup berpengaruh pada massa air beras jenuh.

Berkaitan dengan waktu yang dibutuhkan untuk proses penyerapan air sampai kondisi jenuh (waktu penyerapan air jenuh) pada suhu 260 C, beras setail dan cimelati membutuhkan waktu penyerapan air jenuh paling besar di bandingkan beras lainnya, kedua beras tersebut mencapai kondisi jenuh setelah perendaman selama 220 menit pada setail dan 140 menit pada cimelati. Sementara itu, beras ketonggo dan HIPA – 4 membutuhkan waktu penyerapan air jenuh yang sama yaitu 100 menit dan beras lainnya (ciherang dan IR 42) merupakan beras yang waktu penyerapan air

jenuhnya paling kecil, yaitu ciherang (80 menit) dan IR 42 (60 menit).

Pada Pengukuran waktu penyerapan air jenuh, suhu 500 C menunjukan bahwa beras setail membutuhkan waktu penyerapan air jenuh paling besar yaitu 140 menit. Selanjutnya, ketan putih (ketonggo) 60 menit. Beras pulen (cimelati dan ciherang) juga membutuhkan waktu penyerapan air yang sama yaitu 60 menit. Sedangkan beras pera (HIPA – 4 dan IR 42) hanya membutuhkan waktu penyerapan air jenuh sebesar 40 menit.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, perlakuan temperatur yang lebih besar berpengaruh dalam mempercepat proses penyerapan air jenuh. Pada beras ketonggo, perlakuan temperatur yang lebih tinggi (500 C) mempercepat waktu penyerapan air jenuh sebesar 40 % dari waktu semula, pada beras setail mempercepat 36.36 %, pada beras cimelati mempercepat 57.14 %, pada beras ciherang mempercepat 25 %, pada beras HIPA – 4 mempercepat 60 %, dan pada beras IR 42 mempercepat 33.33 %.

Karakteristik absorpsi air ke dalam beras (massa air beras jenuh, waktu penyerapan air jenuh dan lainnya) dapat dilihat dengan lebih jelas pada Gambar (5-8),

Gambar 5. Massa air di dalam enam varietas beras selama proses perendaman, suhu air

260 C 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 0 40 80 120 160 200 240 M (Mass a ai r da la m ber as) (m g)

Waktu Perendaman (menit) Ketonggo Setail Cimelati Ciherang

(18)

10

Gambar 6. Rasio massa air di dalam enam varietas beras selama proses perendaman,

suhu air 260 C

Gambar 7. Massa air di dalam enam varietas beras selama proses perendaman, suhu air

500 C

Gambar 8. Rasio massa air di dalam enam varietas beras selama proses perendaman,

suhu air 500 C

Jika diasumsikan bahwa beras berbentuk silinder ( ) maka berdasarkan grafik ln MR terhadap waktu (Gambar 6 dan 8), didapatkan nilai kecepatan absorpsi air ke dalam beras untuk setiap varietas dengan menggunakan persamaan (1). Pada suhu 260 C, beras IR 42 dan ciherang merupakan beras yang memiliki kecepatan absorpsi paling tinggi yaitu IR 42 (1.643x10-6 g/s) dan ciherang (1.111x10-6 g/s). Sedangkan varietas beras yang kecepatan absorpsinya paling kecil adalah beras setail yaitu 0.266x10-6 g/s.

Kecepatan absorpsi beras ketonggo adalah 1.087x10-6 g/s. Kecepatan absorpsi air ke dalam beras ketonggo seharusnya mendekati kecepatan absorpsi air ke dalam beras setail (yang merupakan varietas beras ketan), karena kedua varietas beras tersebut termasuk dalam kategori yang sama, yakni kategori beras ketan. Kecepatan absorpsi air ke dalam beras setail dan ketonggo sangat jauh berbeda, dengan selisih nilai 0.821x10-6 g/s. Berdasarkan analisis sebelumnya, yakni analisis struktur mikro, varietas beras setail dan ketonggo merupakan dua varietas yang pori-porinya hampir sama (renggang) dibandingkan varietas beras lainnya sehingga kemampuan

y = -0.0451x - 0.0983 y = -0.011x - 0.113 y = -0.033x - 0.154 y = -0.046x - 0.024 y = -0.044x - 0.106 y = -0.0686x - 0.0367 -4.00 -3.50 -3.00 -2.50 -2.00 -1.50 -1.00 -0.50 0.00 0 40 80 120 160 Ln MR

Waktu Perendaman (menit)

Ketonggo Setail Cimelati Ciherang HIPA - 4 IR 42 0 2 4 6 8 10 12 0 40 80 120 160 200 240 M (Mass a ai r da la m ber as) (m g)

Waktu Perendaman (menit) Ketonggo Setail Cimelati Ciherang HIPA - 4 IR 42 y = -0.0916x + 0.0213 y = -0.0289x - 0.1721 y = -0.066x - 0.218 y = -0.0823x - 0.1088 y = -0.1195x + 0.0708 y = -0.1339x + 0.1936 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 0 20 40 60 80 Ln MR

Waktu Perendaman (menit)

Ketonggo Setail

Cimelati Ciherang

(19)

11

menyerap dan menyimpan air juga akan sama. Dengan demikian, penyebab perbedaan nilai kecepatan absorpsi air ke dalam beras setail dan ketonggo bukan karena perbedaan struktur mikro dalam biji beras, akan tetapi lebih disebabkan oleh sifat mekanik dari kulit biji beras, yakni perbedaan kerapatan pada lapisan pembungkus biji beras. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, beras setail merupakan beras yang memiliki pembungkus biji berwarna hitam yang menyebabkan beras setail lebih rapat dan elastis.

Seperti pada pengamatan suhu 260 C, kecepatan absorpsi air ke dalam beras pada suhu 500 C menunjukan bahwa varietas beras IR 42 merupakan varietas beras yang memiliki kecepatan absorpsi air paling besar, yaitu 3.213x10-6 g/s. Sedangkan varietas beras setail memiliki kecepatan absorpsi air paling kecil, yakni 0.676x10-6 g/s. Secara umum, hasil pengamatan kecepatan absorpsi air ke dalam beras sesuai dengan teori kontinuitas, dimana beras yang memiliki kerenggangan besar (pori besar) maka kecepatan absorpsi air ke dalam beras akan lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan absorpsi air pada varietas beras yang strukturnya rapat (pori kecil).

Perlakuan temperatur yang lebih tinggi (500 C) dalam pengukuran absorpsi air ke dalam beras berpengaruh dalam memperbesar kecepatan absorpsi air ke dalam beras. Namun demikian, persentase kenaikan kecepatan absorpsi setiap varietas beras berbeda-beda. Pada suhu 260 C, varietas beras ciherang memiliki nilai kecepatan absorpsi kedua terbesar, akan tetapi nilai kecepatan absorpsi air pada suhu 500 C lebih kecil dari IR 42, HIPA – 4 dan ketonggo. Kenaikan kecepatan absorpsi air ke dalam beras pada suhu 500 C dibandingkan dengan kecepatan absorpsi air pada suhu 260 C : 102.21 % pada beras ketonggo, 154.14 % pada beras setail, 100 % pada beras cimelati, 78.31 % pada beras ciherang, 170.37 % pada beras HIPA – 4 dan 95.56 % pada beras IR 42. Nilai kecepatan absorpsi air ke dalam beras untuk setiap varietas beras dapat dilihat pada tabel (3).

Tabel 3. Kecepatan absorpsi air ke dalam enam varietas beras

Varietas beras Kecepatan absorpsi air ke dalam beras, suhu 260 C (x10-6 g/s) Kecepatan absorpsi air ke dalam beras, suhu 500 C (x10-6 g/s) Ketonggo 1.087 2.198 Setail 0.266 0.676 Cimelati 0.797 1.594 Ciherang 1.111 1.981 HIPA - 4 1.063 2.874 IR 42 1.643 3.213

Terlepas dari analisis perbandingan massa air beras jenuh, waktu yang dibutuhkan hingga penyerapan air jenuh dan kecepatan absorpsi air ke dalam beras, ada beberapa butir biji beras ketonggo (ketan) yang pecah, baik pada suhu air 26 0C maupun 50 0C ketika selang waktu 80 menit. Hal ini memberi penjelasan atas suatu kebiasan masyarakat yang merendam beras ketan sebelum dimasak. Peristiwa pecahnya beras ketan setelah direndam menunjukan bahwa penyerapan air oleh beras ketan mengakibatkan struktur-struktur beras menjadi rapuh sehingga setelah dimasak dan diolah, maka hasil olahannya menjadi rapuh atau renyah. Hal tersebut sesuai dengan tujuan perendaman beras pada kebiasaan masyarakat, dimana diharapkan agar hasil olahannya menjadi rapuh atau renyah. Berdasarkan penelitian ini, dapat direkomendasikan bahwa masyarakat cukup merendam beras ketan (ketan putih atau ketonggo) dengan waktu 100 menit saja karena hasil yang didapatkan sudah maksimal.

Pengaruh temperatur terhadap massa air beras jenuh, waktu yang dibutuhkan sampai penyerapan air jenuh dan kecepatan absorpsi air (yang semuanya telah dijelaskan di atas) dapat dilihat dengan lebih jelas, pada Gambar 9-14.

(20)

12

Gambar 9. Massa air di dalam beras ketonggo selama proses perendaman, suhu

air 260 C, 500 C, dan 750 C

Gambar 10. Massa air di dalam beras setail selama proses perendaman, suhu air 260 C,

500 C, dan 750 C

Gambar 11. Massa air di dalam beras cimelati selama proses perendaman, suhu

air 260 C, 500 C, dan 750 C

Gambar 12. Massa air di dalam beras ciherang selama proses perendaman, suhu

air 260 C, 500 C, dan 750 C 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0 60 120 180 240 300 M (Mass a ai r da la m ber as) (m g)

Waktu perendaman (menit) Suhu 26 0C Suhu 50 0C Suhu 75 0C 0 2 4 6 8 10 12 14 0 60 120 180 240 300 M (Mass a ai r da la m ber as) (m g)

Waktu perendaman (menit) Suhu 26 0C Suhu 50 0C Suhu 75 0C 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0 60 120 180 240 300 M (Mass a ai r da la m ber as) (m g)

Waktu perendaman (menit) Suhu 26 0C Suhu 50 0C Suhu 75 0C 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0 60 120 180 240 300 M (Mass a ai r da la m ber as) (m g)

Waktu perendaman (menit) Suhu 26 0C Suhu 50 0C Suhu 75 0C

(21)

13

Gambar 13. Massa air di dalam beras HIPA - 4 selama proses perendaman, suhu

air 260 C, 500 C, dan 750 C

Gambar 14. Massa air di dalam beras IR 42 selama proses perendaman, suhu air

260 C, 500 C, dan 750 C

Pengaruh dari perlakuan suhu yang berbeda pada suatu varietas beras yang sama terlihat jelas pada pengukuran karakteristik absorpsi air ke dalam beras setail. Beras setail merupakan satu-satunya varietas beras yang tidak terlalu rusak pada perlakuan suhu 75 0C. Berdasarkan grafik tersebut dapat dipastikan bahwa perlakuan suhu yang lebih

tinggi memang mempercepat proses penyerapan air ke dalam beras dan meningkatkan kecepatan absorpsi airnya.

Secara umum hasil perlakuan suhu 75 0C tidak dapat dianalisis dengan sempurna seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Namun demikian, perlakuan pada suhu 75 0C memberi penjelasan penting untuk sistem penanakan nasi. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pada perlakuan absorpsi air suhu 75 0C, beras matang secara beruntun pada waktu 20-40 menit, setelah 60 menit ternyata beberapa nasi sudah menjadi bubur sedangkan pada perlakuan suhu 26 0C dan 50 0C, tidak ada satu varietas beras pun yang matang. Oleh karena itu, maka dapat dinyatakan bahwa beras yang dimasak akan lebih cepat matang jika suhu perlakuan sekitar 75 0C. Pada perlakuan suhu 75 0C tersebut, beras ketan matang paling awal dibandingkan dengan beras lainnya, kemudian disusul oleh beras pulen dan pera. Proses beras menjadi matang pada perendaman suhu 75 0C sesuai dengan teori karena dengan suhu yang lebih besar, air untuk penanakan akan cepat mendidih, akibatnya beras akan semakin cepat matang. Terkait dengan analisis tersebut maka semakin besar suhu yang dipakai, beras akan semakin cepat matang, tentunya ada temperatur maksimum yang harus diperhatikan. Selain itu juga, harus memperhatikan faktor lainnya yakni banyaknya air yang digunakan dalam memasak dan lamanya penanakan. Pada penelitian ini, faktor banyaknya air yang digunakan dan lamanya penanakan teramati dengan jelas pada perendaman suhu 75 0C (catatan : pada setiap perlakuan suhu memakai air yang cukup banyak), beras menjadi bubur pada selang waktu 60 menit. Hal itu mengindikasikan bahwa dalam penanakan beras memang harus diperhatikan lamanya penanakan dan banyaknya air yang digunakan agar hasilnya lebih baik.

Hubungan sifat mekanik (kuat tekan), struktur mikro dan absorpsi air ke dalam beras

Kuat tekan, struktur mikro dan absorpsi air kedalam beras sangat berkaitan. Beras yang memiliki nilai kuat tekan yang besar, pada umumnya memiliki struktur mikro yang rapat. Perihal tersebut logis secara teori, karena dengan struktur yang renggang maka bongkahan menjadi lebih rapuh dan sangat mudah pecah jika diberi 0 5 10 15 20 25 0 60 120 180 240 300 M (Mass a ai r da la m ber as) (m g)

Waktu perendaman (menit) Suhu 26 0C Suhu 50 0C Suhu 75 0C 0 5 10 15 20 25 30 35 40 0 60 120 180 240 300 M (Mass a ai r da la m ber as) (m g)

Waktu perendaman (menit) Suhu 26 0C Suhu 50 0C Suhu 75 0C

(22)

14

beban. Misalnya, ketonggo dan IR 42, ketonggo memiliki struktur yang renggang maka nilai kuat tekannya paling kecil dibandingkan beras lainnya, yaitu 26.40x106 N/m2. Sementara IR 42 yang memiliki struktur rapat, maka nilai kuat tekannya cukup tinggi, yaitu 44.89x106 N/m2.

Sementara itu, massa air beras jenuh sangat berhubungan dengan struktur mikro beras yang diukur. Beras dengan struktur yang renggang akan memiliki ruang untuk menampung air cukup besar, akibatnya massa air beras jenuh akan besar. Misalnya, ketonggo dan IR 42 pada perlakuan suhu 26 0C. Ketonggo yang memiliki struktur renggang, memiliki massa air beras jenuh sebesar 8.99 mg, sedangkan IR 42 yang memiliki struktur rapat menyerap massa air jenuh hanya sebesar 5.10 mg.

Terkait dengan waktu penyerapan air jenuh dan kecepatan absorpsi air ke dalam beras, seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, beras dengan struktur renggang (pori besar) maka kecepatan absorpsi air kedalam berasnya bernilai kecil (sesuai dengan teori kontinuitas), sehingga waktu yang dibutuhkan untuk penyerapan air jenuh cukup lama. Misalnya pada suhu 26 0C, beras ketonggo yang memiliki struktur renggang memiliki kecepatan absorpsi air ke dalam beras sebesar : 1.087x10-6 g/s dengan waktu penyerapan air jenuh : 100 menit sementara, IR 42 yang memiliki struktur rapat memiliki kecepatan absorpsi air ke dalam beras sebesar : 1.64x10-6 g/s dengan waktu penyerapan air jenuh : 60 menit.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin pera suatu varietas beras maka sifat mekaniknya (kuat tekan) semakin besar. Nilai kuat tekan beras berturut-turut : ketonggo (26.40x106 N/m2), setail (45.69x106 N/m2), cimelati (38.53x106 N/m2), ciherang (38.62x106 N/m2), HIPA - 4 (37.71x106 N/m2), dan IR 42 (44.89x106 N/m2).

Beras merupakan struktur bongkahan-bongkahan kecil, berpori, yang membentuk bongkahan besar. Setiap bongkahan diselimuti dengan selaput bening. Beras-beras ketan (ketonggo dan setail) memiliki struktur yang renggang,

semakin pera suatu varietas beras maka strukturnya akan semakin rapat.

Pada perlakuan suhu 26 0C, varietas beras ketan memiliki massa air beras jenuh cukup besar (ketonggo : 8.99 mg, setail : 6.29 mg). Beras-beras pulen menunjukan nilai massa air beras jenuh yang sedang (cimelati : 7.50 mg, ciherang : 5.90 gram), sedangkan varietas-varietas beras pera menunjukan massa penyerapan air jenuh paling kecil (HIPA – 4 : 5.46 mg, IR 42 : 5.10 mg).

kecepatan absorpsi air ke dalam beras yang paling besar adalah IR 42 : 1.64x10-6 g/s, sedangkan varietas beras yang memiliki kecepatan absorpsi paling kecil adalah beras setail : 0.266x10-6 g/s. Ketonggo dan Setail merupakan jenis beras yang membutuhkan waktu penyerapan air jenuh paling besar (pada perlakuan suhu 26 0C, ketonggo : 100 menit, setail : 220 menit).

Temperatur berpengaruh positip dalam mempercepat proses absorpsi air. Dibandingkan dengan suhu 26 0C, suhu 50 0C memperkecil waktu yang dibutuhkan sampai penyerapan air jenuh, dan meningkatkan kecepatan absorpsi air ke dalam beras. Besar penurunan waktu yang dibutuhkan sampai penyerapan air jenuh, ketonggo (40 %), setail (36.36 %), cimelati (57.14 %), ciherang (25 %), HIPA - 4 (60 %), IR 42 (33.33 %). Besar kenaikan kecepatan absorpsi air ke dalam beras, 102.21 % pada beras ketonggo, 154.14 % pada beras setail, 100 % pada beras cimelati, 78.31 % pada beras ciherang, 170.37 % pada beras HIPA – 4 dan 95.56 % pada beras IR 42.

Saran

Penelitian ini merupakan penelitian dasar untuk mengetahui absorpsi air dan informasi struktur dari enam varietas beras. Penelitian ini belum cukup untuk digunakan dalam pemodelan difusi air dari setiap kategori beras. Oleh karena itu, disarankan agar penelitian ini dapat dilanjutkan untuk mencari karakteristik air yang ke luar dari beras selama pengeringan. Sehingga diharapkan dapat dipakai dalam pemodelan difusi air beras untuk model waktu, temperatur dan banyaknya air penanakan yang efektif pada proses penanakan beras. Selanjutnya, kuat tekan beras pada posisi yang berbeda dapat diukur lagi untuk informasi tambahan bagi sistem

(23)

15

penggilangan beras yang tidak merusak beras.

Disarankan juga agar penelitian ini dapat dilanjutkan oleh pihak yang lebih menguasai bidang teknik untuk membuat alat penentu kategori beras dengan input data berupa nilai kuat tekan karena setiap kategori beras memiliki nilai kuat tekan yang berbeda-beda.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah B, Kustianto B, Tjokrowidjojo S. 2005. B10299B-MR-116-2-4-

1-2: Galur Harapan Padi Ketan Putih Berpotensi Hasil Tinggi dan Berumur Genjah. Subang :

Berita Puslitbangtan 34 : 4-6 Anjum, et al. 2007. Mineral

Composition of Different Rice Varieties and Their Milling Fractions. Faisalabad : Jurnal

Agri, Sci, Vol. 44 (22). 332-336 Annisa. 2007. Pengembangan Metode

Penentuan Kemurnian Beras Varietas Pandan Wangi Berdasarkan Karakteristik Fisik (skripsi, tinjauan pustaka).

Bogor : Fateta, IPB

Barton, G. 1991. Elements of Green’s

Functions and Propagation Potentials Diffusion and Waves (Hlmn 175 - 188). New York :

Oxford University Press Chemkhi, S and Zagrouba, F.

2005.Water diffusion coefficient

in clay material from drying data. Tunisia : Jurnal European

Desalination Society 491-498 Damardjati DS dan Harahap Z. 1983.

Penelitian dan Pengembangan Mutu Beras di Indonesia (Hlmn

143-154). Bogor : Risalah loka karya penelitian padi

Irene, E A. 2005. Electronic Materials

Science (Hlmn 81 - 83). New

Jersey : Jhon Wiley & Sons, Inc Kennedy G dan Burlingame B. 2003.

Analysis of food composition data on rice from a plant genetic resources perspective.

Italy : Jurnal Food Chemistry 80 (2003) 589-596

Muramatsu et al. 2006. Water

absorption characteristics and volume changes of milled and brown rice during soaking.

Japan : Jurnal Cereal Chemistry,

Vol. 83, No. 6, 624-631

Sunihardi, et al. 2004. Deskripsi varietas

unggul padi dan palawija

2002-2004 (Hlmn 9 -19). Bogor :

Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Supiandi, 2004. Pengembangan

Diversifikasi Pangan : Masalah dan Upaya Mengatasinya

(Hlmn 1-4). Bogor : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Vasanthan, et al. 2001. Starch from hull-

less barley : I. Granule morphology, composition and amylopektin structure.

Kanada : Jurnal Food Chemistry 70. 395-405

Widowati S. 2001. Pemanfaatan hasil

samping penggilingan padi dalam menunjang system agroindustri di pedesaan. Bogor

: Buletin AgroBio 4(1):33-38 Zhang, et al. 2003. Tracing Fissure

Information by Scanning Electron Microscopy

Characterization of Naturally Fissured Surfaces of Rice Kernels. Amerika : Jurnal

Agricultural Engineering Vol. 46(6). 1583-1588

(24)

LAMPIRAN – LAMPIRAN

Lampiran 1. Data hasil pengukuran diameter enam varietas beras

No.

Beras Ulangan

Diameter Varietas Beras

Ketonggo (cm) Setail (cm) Cimelati (cm) Ciherang (cm) HIPA - 4 (cm) IR 42 (cm) 1 1 0.16 0.14 0.16 0.16 0.15 0.14 2 0.22 0.17 0.17 0.17 0.15 0.22 3 0.16 0.13 0.22 0.18 0.21 0.15 2 1 0.16 0.14 0.16 0.21 0.16 0.14 2 0.23 0.17 0.22 0.16 0.22 0.22 3 0.16 0.14 0.16 0.21 0.18 0.14 3 1 0.17 0.15 0.16 0.16 0.15 0.14 2 0.23 0.15 0.22 0.21 0.15 0.22 3 0.17 0.14 0.16 0.20 0.20 0.15 Rata-Rata 0.18 0.15 0.18 0.18 0.17 0.17

Lampiran 2. Data hasil pengukuran massa, volume dan kerapatan enam varietas beras

Pengukuran

No. Beras

Jenis Beras

Ketonggo Setail Cimelati Ciherang HIPA-4 IR 42

Massa Beras (gram)

1 0.0224 0.0136 0.0228 0.0206 0.0174 0.0187 2 0.0225 0.0197 0.0200 0.0200 0.0175 0.0170 3 0.0226 0.0172 0.0229 0.0230 0.0144 0.0200 4 0.0226 0.0152 0.0234 0.0199 0.0200 0.0197 5 0.0228 0.0145 0.0234 0.0229 0.0166 0.0218 Massa Beras Rata-Rata (gram) 0.0226 0.0160 0.0225 0.0213 0.0172 0.0194 Volume (cm3) 0.025 0.015 0.020 0.020 0.015 0.015

Kerapatan (gram/cm3) 0.903 1.069 1.125 1.064 1.145 1.296

Lampiran 3. Data hasil pengukuran kuat tekan enam varietas beras

No.

varietas Beras

Pengukuran Daya Tahan Beban Beras

Sebelum Pecah (kg) Rata-Rata

Pengukuran (kg) Luas Beras (x10-5 m2) Kuat Tekan Beras (x106 N/m2) Pengukuran ke-1 Pengukuran ke-2 Pengukuran ke-3 1 Ketonggo 8.4 6.4 6.8 7.2 1.07 2.57 2 Setail 7.6 8 8.4 8 0.69 3.63 3 Cimelati 10 10.4 10 10.133 1.03 3.18 4 Ciherang 9.6 10.8 11.2 10.533 1.07 2.94 5 HIPA-4 10.8 8.8 8 9.2 0.96 3.69 6 IR-42 8.8 9.6 12.4 10.267 0.90 3.21

(25)

17

Lampiran 4. Struktur mikro enam varietas beras dengan menggunakan Tabletop Microscope tanpa disertai pengukuran bongkahan

1. Pada perbesaran 500X 2. Pada perbesaran 1000X Setail Ketonggo Cimelati Ciherang HIPA - 4 IR 42 Setail Ketonggo Cimelati Ciherang

(26)

18 3. Pada perbesaran 2000X 4. Pada perbesaran 4000X HIPA - 4 IR 42 Ketonggo Setail Cimelati Ciherang HIPA - 4 IR 42 Ketonggo Setail

(27)

19

Lampiran 5. Struktur mikro enam varietas beras dengan menggunakan Tabletop Microscope yang disertai pengukuran bongkahan

1. Ketonggo

Pada perbesaran 1000X Pada perbesaran 2000X

Pada perbesaran 4000X

Cimelati Ciherang

(28)

20

2. Setail

Pada perbesaran 500X Pada perbesaran 1000X

Pada perbesaran 2000X Pada perbesaran 4000X 3. Cimelati

Pada perbesaran 500X Pada perbesaran 1000X

(29)

21

4. Ciherang

Pada perbesaran 2000X Pada perbesaran 4000X 5. HIPA-4

Pada perbesaran 500X Pada perbesaran 1000X

Pada perbesaran 2000X Pada perbesaran 2000X-2 (pengukuran ke-1) (pengukuran ke-2)

(30)

22

6. IR 42

Pada perbesaran 500X Pada perbesaran 1000X

Pada perbesaran 2000X Pada perbesaran 4000X (pengukuran ke-1)

Pada perbesaran 4000X (pengukuran ke-2)

Lampiran 6. Data hasil pengukuran bongkahan-bongkahan beras 1. Ketonggo

No

Data ukuran bongkahan yang masih bisa diukur (µm) Keterangan Ukuran Sangat Kecil Ukuran Kecil Ukuran Sedang Ukuran Besar Ukuran Sangat Besar

1 2.38 4.20 12.60 Diambil dari perbesaran 1000X

2 16.50

3 14.90

(31)

23

5 3.76 7.03

6 3.13

7 3.78

8 3.34

9 0.99 4.63 7.02 Diambil dari perbesaran 4000X 10 0.87 3.34

11 1.26 5.07

Rata-Rata 1.47 3.83 7.06 14.67 2. Setail

No.

Data ukuran bongkahan yang masih bisa diukur (µm) Keterangan Ukuran Sangat Kecil Ukuran Kecil Ukuran Sedang Ukuran Besar Ukuran Sangat Besar

1 27.20 Diambil dari perbesaran 500X

2 35.70

3 43.70

4 5.01 8.01 9.02 Diambil dari perbesran 1000X

5 8.21

6 2.55 3.64 8.88 Diambil dari perbesaran 2000X 7 2.95 3.16

8 2.46 5.60

9 1.07 5.82 6.34 9.04 Diambil dari perbesaran 4000X 10 2.36 7.58

11 1.93 6.80

Rata-Rata 2.22 4.65 7.64 9.03 35.53 3. Cimelati

No.

Data ukuran bongkahan yang masih bisa diukur (µm) Keterangan Ukuran Sangat Kecil Ukuran Kecil Ukuran Sedang Ukuran Besar Ukuran Sangat Besar

1 8.25 9.29 Diambil dari perbesaran 500X

2 7.74

3 7.97

4 6.26 12.30 Diambil dari perbesaran 1000X

5 6.09 10.60

6 7.25 10.10

7 6.92 9.25

8 2.22 4.79 6.12 Diambil dari perbesaran 2000X 9 5.48 6.62

(32)

24

11 3.30 6.14

12 4.05

13 3.88 6.09 Diambil dari perbesaran 4000X 14 4.53 7.34 15 5.54 16 4.16 17 5.53 Rata-Rata 2.22 4.44 6.95 10.31 4. Ciherang No.

Data ukuran bongkahan yang masih bisa diukur (µm) Keterangan Ukuran Sangat Kecil Ukuran Kecil Ukuran Sedang Ukuran Besar Ukuran Sangat Besar

1 2.74 3.24 Diambil dari perbesaran 2000X 2 2.21 3.15

3

4 2.61 3.19 Diambil dari perbesaran 4000X 5 2.68 3.10 6 2.68 3.82 7 2.67 Rata-Rata 2.60 3.30 5. HIPA - 4 No.

Data ukuran bongkahan yang masih bisa diukur (µm) Keterangan Ukuran Sangat Kecil Ukuran Kecil Ukuran Sedang Ukuran Besar Ukuran Sangat Besar

1 35.30 Diambil dari perbesaran 500X

2 27.20

3 81.70

4 60.90

5 42.90

6 5.71 6.12 Diambil dari perbesaran 1000X

7 7.08

8 7.28

9 8.51

10 2.67 3.12 6.67 Diambil dari perbesaran 2000X 11 3.92 6.77

(33)

25

13 4.90 8.97 14 4.16 6.73

15 3.58 6.75 Diambil dari perbesaran 4000X 16 5.19 8.43

17 6.64

Rata-Rata 2.67 4.37 7.19 49.60 6. IR 42

No.

Data ukuran bongkahan yang masih bisa diukur (µm) Keterangan Ukuran Sangat Kecil Ukuran Kecil Ukuran Sedang Ukuran Besar Ukuran Sangat Besar

1 6.31 9.90 Diambil dari perbesaran 500X

2 8.77

3 3.00 7.99 10.60 Diambil dari perbesaran 1000X 4 4.22 8.08

5 4.54

6 2.71 8.44 9.16 Diambil dari perbesaran 2000X 7 2.68 8.16 9.84

8 2.11 8.03 9 2.95 7.94 10 2.86

11 2.76 3.44 13.10 Diambil dari perbesaran 4000X 12 2.08 3.91 13 2.31 3.23 14 2.16 15 2.43 16 2.57 17 2.09 18 1.84 Rata-Rata 2.43 3.72 7.97 10.52 Keterangan :

0 µm ≤ Range < 3 µm : Ukuran Sangat Kecil ; 3 µm ≤ Range < 6 µm : Ukuran Kecil 6 µm ≤ Range < 9 µm : Ukuran Sedang ; 9 µm ≤ Range < 20 µm : Ukuran Besar Range ≥ 20 µm : Ukuran Sangat Besar

(34)

26

Lampiran 7. Data absropsi air beras selama proses perendaman

Pada suhu 26 0C 1. Ketonggo

No.

Waktu Perendaman (menit)

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 1 0.0236 0.0287 0.0311 0.0311 0.0311 0.0314 0.0313 0.0314 0.0313 0.0314 0.0313 0.0313 0.0313 2 0.0244 0.0293 0.0315 0.0319 0.0321 0.0321 0.0321 0.0321 0.0319 0.0321 0.0321 0.0319 0.0321 3 0.0230 0.0253 0.0262 0.0268 0.0273 0.0274 0.0277 0.0276 0.0277 0.0278 0.0276 0.0277 0.0277 Rata – Rata 0.02367 0.02777 0.02960 0.02993 0.03017 0.03030 0.03037 0.03037 0.03030 0.03043 0.03033 0.03030 0.03037 Massa air yang terserap (gram) 0.00000 0.00410 0.00593 0.00626 0.00650 0.00663 0.00670 0.00670 0.00663 0.00676 0.00666 0.00663 0.00670 2. Setail No.

Waktu Perendaman (menit)

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 1 0.0149 0.0166 0.0165 0.0166 0.0166 0.0168 0.0168 0.0170 0.0174 0.0172 0.0175 0.0176 0.0177 2 0.0174 0.0194 0.0197 0.0202 0.0205 0.0210 0.0219 0.0219 0.0224 0.0230 0.0229 0.0230 0.0230 3 0.0179 0.0194 0.0202 0.0210 0.0214 0.0218 0.0222 0.0225 0.0230 0.0233 0.0232 0.0233 0.0233 Rata – Rata 0.01673 0.01847 0.01880 0.01927 0.01950 0.01987 0.02030 0.02047 0.02093 0.02117 0.02120 0.02130 0.02133 Massa air yang terserap (gram) 0.00000 0.00174 0.00207 0.00254 0.00277 0.00314 0.00357 0.00374 0.00420 0.00444 0.00447 0.00457 0.00460

(35)

27

3. Cimelati

No.

Waktu Perendaman (menit)

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 1 0.0244 0.0282 0.0295 0.0298 0.0300 0.0299 0.0299 0.0299 0.0299 0.0299 0.0300 0.0299 0.0299 2 0.0219 0.0245 0.0254 0.0261 0.0261 0.0265 0.0265 0.0266 0.0267 0.0268 0.0267 0.0265 0.0265 3 0.0221 0.0246 0.0254 0.0260 0.0263 0.0265 0.0266 0.0268 0.0268 0.0268 0.0268 0.0270 0.0268 Rata – Rata 0.02280 0.02577 0.02677 0.02730 0.02747 0.02763 0.02767 0.02777 0.02780 0.02783 0.02783 0.02780 0.02773 Massa air yang terserap (gram) 0.00000 0.00297 0.00397 0.00450 0.00467 0.00483 0.00487 0.00497 0.00500 0.00503 0.00503 0.00500 0.00493 4. Ciherang No.

Waktu Perendaman (menit)

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 1 0.0198 0.0223 0.0233 0.0234 0.0234 0.0235 0.0235 0.0235 0.0236 0.0234 0.0234 0.0233 0.0233 2 0.0211 0.0234 0.0246 0.0249 0.0253 0.0253 0.0254 0.0254 0.0253 0.0254 0.0254 0.0253 0.0253 3 0.0198 0.0221 0.0227 0.0232 0.0235 0.0234 0.0235 0.0235 0.0235 0.0233 0.0234 0.0233 0.0234 Rata – Rata 0.02023 0.02260 0.02353 0.02383 0.02407 0.02407 0.02413 0.02413 0.02413 0.02403 0.02407 0.02397 0.02400 Massa air yang terserap (gram) 0.00000 0.00237 0.00330 0.00360 0.00384 0.00384 0.00390 0.00390 0.00390 0.00380 0.00384 0.00374 0.00377

Gambar

Gambar 1. Diagram alir penelitian
Gambar 2. Kerapatan enam varietas beras  Berdasarkan  hasil  pengukuran  massa  dan volume setiap varietas beras (data massa  dan  volume  setiap  varietas  beras  dapat  dilihat  pada  lampiran),  beras  ketonggo  merupakan  beras ketan  putih  yang memil
Gambar 4. Struktur mikro enam varietas  beras dengan menggunakan Tabletop
Tabel  1.  Karakterisasi  absorpsi  air  enam  varietas beras pada suhu 26 0  C
+6

Referensi

Dokumen terkait

Ada 8 Faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi menurut Malayu S.P Hasibuan (2002:162) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Sumber Daya Manusia”. Ke

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan mengenai pengaruh ukuran perusahaan, risiko perusahaan, pertumbuhan aset, profitabilitas dan tingkat likuiditas pada struktur

Perancangan Pusat Kesenian di Surabaya dengan memberikan fasilitas yang dapat mewadahi untuk pertunjukan berbagai macam cabang kesenian, serta rekreasi seni dan budaya di

Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi yang ditunjukkan dengan nilai R 2 , namun karena dalam penelitian menggunakan variabel independen lebih

Hasil penghitungan pada tabel 3 menunjukkan nilai RQ &lt; 1 untuk keempat parameter kimia di ketiga kelompok umur sehingga dapat dimaknai bahwa tidak ada efek kesehatan

Hasil penelitian menunjukan luas wilayah tidak berpengaruh terhadap belanja modal dimungkinkan karena luas wilayah kabupaten dan kota yang berada dipulau jawa yang luasnya

Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar Matematika pada siswa kelas IV SD Negeri 1 Sendangsari Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo

Untuk mengetahui apakah kepemilikan manajerial berperan dalam memoderasi pengaruh earnings management terhadap pengungkapan corporate social responsiblity.. 1.4