5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TANAMAN TEH DAN BUDIDAYA TANAMAN TEH
1. Tanaman teh
Teh merupakan komoditas ekspor yang penting bagi perekonomian Indonesia, selain sebagai salah satu sumber devisa negara juga menyediakan lapangan pekerjaan. Komoditas teh banyak memberikan kehidupan baik pekebun, karyawan yang bekerja di perkebunan besar, pengusaha dan pedagang yang bergerak dalam perdagangan teh.
Tanaman teh (Camellia Sinensis) diperkirakan berasal dari daerah pegunungan yang berbatasan dengan daerah RRC, India, Burma serta pegunungan Himalaya. Kurang lebih 4000 tahun yang lalu (2737 SM), Bangsa Cina telah mengenal teh dan mengkonsumsi teh sebagai minuman penyegar.
Teh mengandung asam amonia yang diperlukan oleh tubuh manusia, kaya akan mineral dan berbagai macam vitamin. Seseorang yang secara teratur mengkonsumsi teh dengan dosis yang rasional, akan mendapat suplai nutrisi yang teratur bagi tubuhnya, sehingga membantu terbentuknya kekebalan alami.
a b
Gambar 2. a.Pucuk teh, b.tanaman teh di perkebunan
Tanaman Teh tumbuh subur di daerah tropis dan daerah sub-tropis dengan menuntut cukup sinar matahari dan hujan sepanjang tahun. Teh dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan suhu 15-30°C. Jenis tanah yang baik ditanami teh adalah andosol, latosol, dan beberapa jenis laterit. Teh menyukai tanah dengan derajat keasaman kurang dari 5.5. Tanaman ini memiliki produktivitas yang baik di daerah dengan curah hujan 2500-3000 milimeter per tahun (Adisewojo, 1982 dalam Edi Purnomo, 2006). Meskipun dapat tumbuh di dataran rendah, tanaman teh tidak akan memberikan hasil dengan mutu baik. Semakin tinggi daerah penanaman teh maka semakin tinggi mutunya (Ghani,2002 dalam Saputra 2009).
2. Budidaya tanaman teh
Kegiatan budidaya tanaman teh meliputi : persiapan lahan, pesemaian, penanaman, pemeliharaan tanaman dan pemetikan. Pembudidayaan tanaman teh memerlukan penanganan yag khusus mulai dari proses persiapan lahan, penyediaan bibit tanaman, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan dan tanaman menghasilkan, pengendalian hama dan penyakit tanaman sampai pada proses pemetikan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kondisi tanaman teh yang merupakan tanaman tahunan agar mampu menghasilkan kualitas pucuk teh yang tinggi dan bermutu baik secara berkesinambungan dalam jangka waktu yang lama.
6
a. Persiapan lahan
Penanaman teh dapat dilakukan sebagai penanaman baru (new planting), penanaman ulang (replanting), konservasi atau rehabilitasi. Ketiga cara penanaman ini berbeda namun memiliki prinsip yang hampir sama dan bertujuan untuk menghasilkan pengolahan tanah yang baik agar pertumbuhan tanaman baru berlangsung optimal. Untuk penanaman baru hal yang perlu dilakukan: survei dan pemetaan tanah, pembongkaran pohon dan tunggul, pembersihan semak belukar dan gulma, pengolahan tanah dan persiapan jalan dan saluran drainase.
Persiapan lahan untuk penanaman ulang, kegiatan yang dilakukan: pembongkaran pohon pelindung dan perdu teh tua, sanitasi dan pengolahan tanah. Kegiatan sanitasi ini dilakukan untuk melindungi tanaman baru agar tidak terserang penyakit seperti jamur akar dari tanaman yang lama. Pengolahan tanah dilakukan untuk menggemburkan tanah dan membersihkan sisa-sisa akar dan tunggul dengan cara pencangkulan lahan sebanyak dua kali.
b. Pesemaian
Bibit tanaman teh dapat diperbanyak dengan cara generatif dan vegetatif. Saat ini penyediaan bibit tanaman teh diperoleh secara vegetatif dengan stek. Hal ini karena cara tersebut paling cepat untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam jumlah banyak.
Pesemaian bibit tanaman teh dapat dilakukan dengan cara pesemaian langsung di tanah-tanah bedengan dan pesemaian dalam kantong plastik (polybag). Lokasi untuk pesemaian harus dipilih lahan yang subur dengan drainase tanah yang baik, dekat dengan sumber air, dekat dengan sumber tanah, landai dan dekat dengan jalan.
Setelah lahan dibersihkan dan ditata untuk pesemaian, kemudian dibuat bangunan naungan kolektif dengan ukuran tinggi 2 m dan luas disesuaikan dengan kebutuhan. Di sekeliling bangunan pembibitan dibuat selokan yang berfungsi untuk membuang air hujan dan memelihara agar drainase tetap baik. Dalam pesemaian dilakukan pemeliharaan bibit tanaman seperti penyiraman, perbaikan saluran drainase, pemeliharaan sungkup, pemupukan, pengendalian hama/penyakit, pengaturan pembukaan sungkup untuk menyesuaikan keadaan di dalam dan di luar sungkup.
c. Pemeliharaan tanaman teh
Tanaman teh merupakan tanaman tahunan yang membutuhkan pemeliharaan yang baik agar pertumbuhannya subur dan sehat sehingga terbentuk tanaman teh yang berpotensi tinggi dan dapat dipetik pada waktu yang telah ditetapkan. Kegiatan pemeliharaan ini dilakukan mulai dari tanaman yang belum menghasilkan (TBM) dan tanaman yang telah menghasilkan (TM).
Penyiangan
Penyiangan atau pengendalian gulma dilakukan untuk mencegah pertumbuhan gulma yang merugikan bagi tanaman teh karena aterjadi persaingan di dalam memperoleh unsur hara, air, cahaya matahari dan ruang tumbuh. Cara yang dilakukan untuk mengendalikan gulma adalah dengan cara kultur teknis, cara manual dengan alat-alat sederhana seperti kored, sabit dan cangkul serta cara kimia dengan pemberian bahan kimia seperi herbisida dengan menggunakan hand sprayer.
Pemupukan
Kegiatan pemupukan dilakukan untuk meningkatkan daya dukung tanah terhadap peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman teh. Pemupukan harus dilakukan dengan tepat,
7
meliputi tepat dosis, tepat cara, tepat jenis dan tepat waktu. Dalam menentukan dosis pemupukan, perlu dilaksanakan analisis tanah untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah. Pengendalian hama/penyakit
Pengendalian hama/penyakit pada tanaman teh dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: kultur teknis, mekanis, hayati dan kimiawi. Pemberian insektisida dan fungisida sebagai pengendali hama/penyakit harus disesuaikan dengan banyaknya tanaman teh yang terserang serta jenis dari hama/penyakitnya. Alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah motor pompa atau mist blower.
d. Pemetikan
Pemetikan merupakan kegiatan mengambil sebagian tunas dan daun teh yang masih muda dan telah memenuhi syarat untuk diolah menjadi produk teh kering. Pemetikan dilakukan setelah perdu dipangkas sampai saat pemangkasan berikutnya. Jenis petikan menentukan macam pucuk yang dihasilkan dan kualitas daun teh setelah diolah. Tabel 3 menyajikan jenis dan rumus petikan pucuk teh.
Tabel 3. Sistem petikan produksi
Jenis petikan Rumus petikan
Petikan halus P+1 atau b+1m
Petikan medium P+2, p+3m, b+1m, b+2m, b+3m
Petikan kasar P+4 atau lebih, b+(1-4t)
Sumber: Kartikasari (2002)
B.
PENGOLAHAN PUCUK TEH
Di pasar internasional ada 3 (tiga) golongan teh berdasarkan cara pengolahannya, yaitu teh hitam (black tea), teh hijau (green tea) dan teh oolong (oolong tea) yang memiliki beberapa perbedaan seperti tercantum dalam Tabel 4 sampaidengan Tabel 6 berikut.
Tabel 4. Perbedaan umum antara teh hijau, teh oolong dan teh hitam
No. pembeda teh hijau teh oolong teh hitam
1. Fermentasi Fermentasi dicegah Fermentasi sebagian Fermentasi penuh 2. Kandungan Konstituen natural leaf dipertahankan Minyak essensial berkembang Konsentrasi tinggi akan minyak essensial 3. Hasil akhir Hasil akhir
menunjukkan dipabrik/daerah dimana teh itu dibuat Tanin tetap/tidak berubah Sedikit menyerupai natural leaf
8
Tabel 5. Perbedaan teh hijau dan teh hitam dari proses pengolahannyaNo. Tahap Pengolahan
Teh Hijau Teh Hitam
1.
Pelayuan Dilakukan dengan suhu 90˚-100˚C dan waktu 4-8 menit Dilakukan dengan suhu 27˚-30˚C, waktu 10 jam. 2.
Penggulungan Untuk menggulung pucuk daun
Penggilingan untuk mencacah pucuk daun menjadi kecil-kecil. 3.
Fermentasi Tidak dilakukan proses fermentasi
Dilakukan fermentasi secara oksidasi enzimatis, suhu 25˚-32˚C waktu 40 min - 4 jam
Pengeringan
Untuk mengeringkan pucuk daun dan membentuk gulungan daun.
Sama dengan teh hijau dan juga unutk menginaktifkan enzim polifenol oksidase.
Sortasi dan Pengemasan
Untuk memisahkan biji kering dan mengemasnya sesuai dengan standar pada perusahaan.
Sama dengan teh hijau.
Sumber : Djoehana Setyamidjaja, 2006 dalam Saputra, 2009
Tabel. 6 Perbedaan teh hijau dan teh hitam dari aspek organoleptiknya
No. pembeda teh hijau teh hitam
1.
Keadaan fisik
Warna teh kering hijau kehitaman dan air seduhannya hijau kekuningan.
Warna teh kering hitam dengan air seduhan kuning kemerahan.
2. Aroma (Flavor) Kurang wangi Lebih wangi dari teh hijau
3.
Cita rasa
Kesegarannya kurang dan rasanya lebih sepet dari teh hitam
Tingkat kesegarannya lebih dan rasanya tidak sepet
Sumber : Djoehana Setyamidjaja, 2006 dalam Saputra 2009
Dalam pengolahan teh hitam dengan sistem orthodox pada saat ini yang banyak dilakukan adalah sistem orthodox rotorvane. Pengolahan teh hitam orthodox rotorvane terdiri dari beberapa tahapan proses, yaitu: penerimaan bahan baku pucuk segar, pelayuan, penggilingan, fermentasi, pengeringan, sortasi kering dan pengemasa. Pada Gambar 9 disajikan skema pengolahan teh hitam yang secara rinci akan dijelaskan berikut ini:
9
1. Bahan baku
Dalam pengolahan teh hitam orthodox rotorvane memerlukan bahan baku berupa pucuk segar daun teh. Pucuk segar daun teh harus bermutu tinggi yang secara fisik yaitu: daun muda yang utuh, segar dan berwarna kehijauan. Pucuk yang berkualitas tergantung dari pemetikan dan penanganan hasil petikan dari kebun ke pabrik. Kerusakan pucuk seperti terlipat, robek, terperam dan kontak langsung dengan sinar matahari harus dihindari karena dapat mempengaruhi kualitas teh kering hasil olahan sehingga kurang atau tidak memunculkan sifat-sifat yang dikehendaki pada air seduhannya yaitu warna, rasa dan aroma.
2. Pelayuan
Pelayuan adalah proses penurunan kadar air sampai tingkat layu tertentu pada pucuk teh agar diperoleh kondisi fisik pucuk yang lentur (kadar air 51-56%) dan tidak mudah patah sehingga mengoptimumkan proses giling selanjutnya. Dalam proses ini daun teh dihamparkan dalam suatu alat yang berbentuk empat persegi panjang yaitu: withering trough yang berkapasitas 1500 kilogram. Pada alat ini dialiri udara segar agar proses penguapan air pada pucuk berjalan lancar sehingga kerataan layuan seragam.
Ketebalan pucuk yang dihamparkan disesuaikan dengan keadaan pucuk (basah/kering). Suhu yang dibutuhkan dalam proses pelayuan berkiar 26.7 °C (optimum) sampai 28 °C (maksimum) dengan lama pelayuan 14-18 jam. Dalam proses pelayuan hal yang perlu diperhatikan adalah suhu pelayuan, kelembaban pucuk dan jumlah udara yang diberikan. Apabila standar yang ditentukan tidak terpenuhi, maka sel-sel pada pucuk teh akan terganggu sehingga proses oksidasi enzimatis tidak sempurna. Begitu juga dengan kondisi fisik dan kimia kondisi fisik dan kimia pucuk yang mempengaruhi proses penggilingan.
Udara panas yang dihembuskan dalam proses pelayuan dihasilkan dari heater yang dilengkapi dengan fan untuk menghembuskan udara panas menuju withering trough. Udara panas ini membantu proses penguapan pucuk agar berjalan lebih baik. Pemberian udara panas tidak selalu dilakukan karena hal ini disesuaikan dengan keadaan pucuk dan cuaca. Sumber panas berasal dari burner dengan bahan bakar berupa IDO (industrial diesel oil) atau bahan bakar padat berupa kayu.
3. Penggilingan
Penggilingan bertujuan untuk mememarkan dan merusak dinding sel daun agar cairan cairan sel keluar serta mengecilkan dan menggulung daun. Penggulungan dilaksanakan dalam alat penggulung yaitu open top roller. Sedangkan untuk memperkecil gulungan daun menjadi partikel yang lebih kecil menggunakan mesin press cap roller, double indian ball breaker natsortier / rotary roll breaker, dan rotorvane. Dalam proses penggilingan ini, enzim dan katekin yang ada dalam daun teh dikeluarkan agar bubuk teh memunculkan sifat-sifat seperti warna, aroma, rasa. Kelembaban tinggi diperlukan dalam ruang penggilingan karena dalam proses ini sudah terjadi fermentasi.
4. Oksidasi enzimatis
Oksidasi enzimatis merupakan reaksi oksidai dari senyawa-senyawa polifenol oksidasi dengan bantuan oksigen dari udara dan bantuan enzim-enzim oksidase sehingga menghasilkan substansi theaflavin dan thearubigin yang menentukan unsur-unsur pembentuk aroma, warna dan rasa. Oksidasi enzimatis memerlukan kelembaban udara yang tinggi berkisar 90-98 % dengan temperatur 20-24°C. Untuk menciptakan keadaan ini maka digunakan alat pengabut yang disebut air humidifier yang berfungsi melembabkan dan menurunkan suhu ruangan serta fan untuk mengatur sirkulasi udara dalam ruang.
5. Pengeringan
Tujuan utama pengeringan adalah menghentikan proses fermentasi senyawa polifenol dalam bubuk teh pada saat komposisi zat-zat pendukung kualitas mencapai keadaan optimal sehingga menghasilkan
10
produk akhir yang stabil dan mudah untuk ditangani serta dapat membentuk sifat-sifat bubuk teh yang diinginkan. Dengan adanya pengeringan, kadar air dalam bubuk teh berkurang yaitu sekitar 2.5-3.5 %, sehingga teh kering akan tahan lama dalam penyimpanan.Untuk proses pengeringan digunakan mesin fluidized bed drier (FBD) dengan lama pengeringan 15-20 menit. Selain itu dapat pula digunakan two stage dryer dengan lama proses 19-23 menit. Kedua mesin tersebut memiliki suhu inlet sebesar 98-105 °C dan suhu outlet 60-65°C. udara panas dalam mesin pengeringan dihasilkan dari heater yang sumber panasnya berasal dari burner. Udara tersebut dihisap oleh fan yang selanjutnya dialirkan ke dalam mesin. Bahan bakar yang digunakan heater dapat berupa IDO (industrial diesel oil) maupun bahan bakar padat berupa kayu.
6. Sortasi kering
Sortasi kering merupakan kegiatan memisah-misahkan bubuk teh kering menjadi jenis-jenis tertentu yang sesuai dengan yang dikehendaki dalam perdagangan. Tujuan sortasi kering adalah untuk mendapatkan ukuran dan warna partikel teh kering yang seragam sesuai dengan standar permintaan pasar. Mesin-mesin yang digunakan dalam sortasi kering terdiri dari midleton, vibrex,nissen sortier,chota sifter, thewan, crusher, druck roll, dan cutter.
7. Pengemasan
Pengemasan adalah upaya dalam memberikan tempat/wadah untuk produk teh hitam yang sudah jadi agar memudahkan dalam pengiriman produk tersebut kepada konsumen. Tujuan dari pengemasan ini adalah untuk melindungi produk dari kerusakan, memudahkan transportasi dan mencegah terjadinya kontaminasi serta menghindari pengaruh lingkungan yang dapat menurunkan mutu produk. Mesin yang digunakan dalam proses pengemasan teh kering terdiri dari tea bulker, tea packer, dan tea shapper.
C. PROSES PRODUKSI TEH HITAM DI PERKEBUNAN JOLOTIGO
1. Budidaya tanaman teh di kebun Jolotigo
Budidaya tanaman teh dimulai dari pembibitan. Secara umum, bibit tanaman teh dapat dihasilkan dengan dua cara yaitu pembiakan biji generatif dan stek (vegetatif). Pembibitan dilakukan di tempat pesemaian khusus yang dibuat di dekat lahan tanaman tahun ini. Tahap selanjutnya adalah penanaman yang meliputi pengolahan lahan, dan pelaksanaan penanaman. Pemeliharaan terdiri dari pemeliharaan TBM, TM. Tahap pemanenan merupakan tahap yang penting dan berhubungan dengan bahan baku pengolahan teh hitam.
Gambar 3. Diagram alir budidaya tanaman teh Penanaman
Pemeliharaan
Pemanenan Pembibitan
11
a. Persiapan lahan untuk replanting
Terdapat 3 jenis penanaman teh yaitu penanaman baru (new planting), sulaman (infilling) dan penanaman ulang (replanting). Penanaman baru adalah penanaman teh pada lahan yang belum diusahakan, seperti bekas hutan atau semak belukar. Sulaman ialah penanaman teh yang dilakukan pada tanah yang kosong bekas tanaman yang mati pada kebun yang menghasilkan (TM), sedangkan jika dilakukan pada kebun yang menghasilkan (TBM) disebut sisipan. Penanaman ulang (replanting) ialah penanaman teh pada lahan bekas kebun teh dengan harapan dapat meningkatkan produksi baik kuantitas maupun kualitasnya.
Gambar 4. Pencabutan pohon teh menggunakan katrol
b. Pembibitan Penentuan lokasi
Tahapan pengolahan lahan: Pembuatan bedengan Pembuatan naungan
Pengisian tanah ke dalam polybag Pemasangan kerangka sungkup
Gambar 5. Bibit teh dalam polybag
c. Penanaman
Penanaman dilakukan pada lubang-lubang tanam yang telah disiapkan sebelumnya. Lubang tanam dibuat mengikuti kontur yang ada. Penanaman dilakukan pada permulaan musim penghujan yaitu sekitar bulan Nopember atau Desember. Pada saat penanaman, lapisan tanah top soil dan sub soil harus dikembalikan seperti keadaan semula.
12
d. Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM) meliputi penyisipan, centering, bending, pemangkasan, penyiangan dan pemupukan serta pemberantasan hama dan penyakit.
Gambar 6. Tanaman teh yang sedang dilakukan bending
Pembentukan kerangka tanaman untuk memperoleh kerangka tanaman yang baik dilakukan dengan cara centering, yaitu pemotongan batang utama sekitar 15-20 cm di atas permukaan tanah dengan maksud untuk membentuk percabangan ke samping dan menekan pertumbuhan yang ke atas serta cara bending yaitu perlakukan pada tanaman muda dengan cara membengkokkan batang dan cabang ke arah horisontal.
Penyiangan atau pemberantasan gulma perlu dilakukan sedini mungkin sebab sangat merugikan tanaman. Pemberantasan gulma dilakukan dengan cara manual dan cara kimia.
e. Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM)
Pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM) meliputi pemangkasan, pemupukan, penyiangan serta pemberantasan hama dan penyakit. Setelah tanaman dipangkas, pupuk diberikan dengan cara dibenamkan sedalam 5-10 cm. Pembenaman tidak perlu penimbunan kembali. Jarak penempatan pupuk yang terbaik adalah 30-40 cm dari batang perdu teh dan diatur jarak diantara lubang anah sepanjang jalur baris tanaman sejauh 20-30 cm, sehingga didapat kira-kira dua lubang pupuk untuk setiap perdunya. Dosis optimal setiap kali pemberian pupuk N adalah naksimal 80 kg N/ha. Interval dan waktu pemupukan adalah 3-4 kali setahun yaitu pada bulan Januari, Maret, Mei, dan Oktober. Pupuk daun diberikan pada saat tidak dilakukan pemupukan lewat tanah, yaitu pada interval antara bulan-bulan tersebut. Disamping pemupukan melalui tanah, baik pada tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan (TM) juga dilakukan pemupukan dengan pupuk daun.
13
f. Pemanenan
Pemanenan hasil dilakukan dengan memetik pucuk daun teh (peko) ditambah beberapa daun di bawahnya. Disamping mengambil hasil, pemetikan dimaksudkan pula untuk merangsang pertumbuhan pucuk lebih banyak sehingga produksi teh meningkat.
Gambar 8. Pemetikan teh
Jenis petikan adalah petikan jendangan, petikan produksi, dan gandesan. Petikan jendangan adalah jenis petikan yang dilakukan pada tanaman yang baru dipangkas, dimaksudkan untuk membentuk bidang petikan. Tinggi bidang petikan adalah 15-20 cm dari bekas pangkasan dengan bidang petikan sejajar dengan kemiringan tanah. Petikan jendangan dimulai lebih kurang 2 bulan sesudah pangkas dan berlangsung selama 2 sampai 3 bulan pada ketinggian yang sama. Sekitar 6 bulan setelah pemangkasan sudah dapat dilakukan pemetikan produksi yang bertujuan menghasilkan sebanyak-banyaknya pucuk yang dapat diolah dengan baik. Giliran pemetikan atau siklus petik di kebun Jolotigo adalah 7-8 hari untuk dataran rendah dan 8-9 hari untuk dataran tinggi. Giliran pemetikan juga dipengaruhi oleh faktor kesehatan tanaman, kesuburan tanah, musim, umur pangkasan dan klon serta standar petikan. Semakin tua umur pangkasan maka siklus petik semakin panjang, demikian pula pada waktu musim kemarau siklus petik juga semakin panjang.
2. Pengolahan teh hitam di pabrik teh Jolotigo
a. Penerimaan pucuk segar
Tujuan proses penerimaan pucuk segar adalah untuk mengetahui kuantitas dan kualitas pucuk yang akan diolah, serta menjamin dan memastikan bahwa pucuk teh bisa dilayukan sehingga siap untuk digiling.
Selesai penimbangan dilakukan pembeberan di dalam withering trough (palung pelayuan) dan selanjutnya dilakukan analisa pucuk yang bertujuan untuk mengetahui persentase pucuk halus dan pucuk kasar.
b. Pelayuan
Pelayuan dilakukan dengan menghamparkan pucuk teh pada palung pelayuan dengan tebal 25-35 kg/m2. Penghamparan dilakukan sambil dikirab agar pucuk dapat dilayukan secara merata. Setelah itu
14
dihembuskan udara dengan kecepatan antara 19-21 m3 / detik. Udara yang dihembuskan dapat berupa udara segar atau udara panas tergantung keadaan pucuk.
Gambar 9. Diagram alir proses pengolahan teh hitam di pabrik teh Jolotigo
Penerimaan Pucuk: Pucuk teh dari kebun
diangkut dengan truk, ditimbang dan diperiksa kualitasnya
Pelayuan ; Menurunkan kadar air sampai
49.5-50%.
Penggilingan & Oksidasi Enzimatis ;
Merupakan tahapan dimana terjadi reaksi kimia antara cairan sel dgn oksigen
Pengeringan ; Menghentikan proses
oksidasi enzimatis pada saat kualitas mencapai keadaan optimal dan membuat teh tahan lama dalam penyimpanan sampai kadar air 3%.
Sortasi ; Merupakan pekerjaan memisahkan
partikel teh berdasarkan ukuran, berat jenis
Pengepakan ; Melindungi produk jadi dari
kerusakan, memudahkan transportasi dan penyimpanan
15
Apabila daun dalam keadaan basah, maka udara panas segera dialirkan dengan suhu di dalam through sekitar 32 °C dan setelah permukaan daun tidak berair, suhu diturunkan menjadi 27 °C. sebaliknya jika daun dalam keadaan kering maka sebelum dihembuskan udara panas terlebih dahulu dihembuskan udara segar selama lebih kurang satu jam, kemudian dialirkan udara panas dengan suhu 27 °C.Lama pelayuan antara 6 sampai 10 jam tergantung keadaan cuaca dan kebutuhan. Pelayuan dengan menggunakan udara panas dimulai pada pukul 17.00 dan setelah pucuk layu maka udara segar dihembuskan kembali sampai waktu penggilingan dimulai yaitu pada pukul 04.00. selama pelayuan dengan menggunakan udara panas, suhu harus dijaga sebesar 27 °C dan secara bertahap diturunkan sampai 25 °C dengan selisih suhu bola basah dan bola kering antara 3 °C sampai 4 °C.
Pembalikan dilakukan setelah udara panas dihembuskan dan dilakukan 2 sampai 3 kali pembalikan dengan interval waktu 3 jam. Pembalikan pucuk disertai dengan pengiraban agar pucuk tidak padat sehingga pucuk layu secara merata.
c. Penggilingan dan Sortasi Basah
Penggilingan dilakukan dengan 4 tahap yaitu dengan menggunakan mesin giling open top roller (OT), press cap roller (PC) dan rotor vane (RV). Dalam proses penggilingan dikenal dua macam skema giling, yaitu skema giling berat dan skema giling ringan dengan urutan sebagai berikut:
- Skema giling berat dengan urutan : OT – PC – RV – RV - Skema giling ringan dengan urutan : OT – PC – PC – RV
Untuk mendapatkan hasil yang baik maka selama penggilingan dan sortasi basah berlangsung, suhu udara ruang giling dipertahankan antara 20 °C – 27 °C dan kelembaban nisbi antara 90 – 100 % dengan suhu bubuk antara 27 °C – 32 °C. Kondisi ini dapat dipertahankan dengan memasang 4 buah air humidifier yang dipasang pada ruang penggilingan dan sortasi basah.
d. Fermentasi (oksidasi enzimatis)
Di pabrik teh Jolotigo, pengendalian proses fermentasi di lakukan dengan cara sebagai berikut : Mengupayakan suhu bubuk tidak terlalu tinggi
Memberikan kelembapan sekitar bubuk pada tingkat hampir jenuh Menyediakan oksigen yang cukup dengan aerasi
Membatasi waktu fermentasi
e. Pengeringan
Pada pengeringan teh digunakan mesin two stage dryer. Pada mesin two stage dryer, udara panas yang berasal dari burner dialirkan melalui hamparan teh pada trays yang berjalan, dengan suhu inlet 90- 110 °C, dan suhu outlet antara 30- 50 °C. pengaturan suhu inlet dengan menggunakan termostat, sedangkan untuk mengukur suhu outlet dilakukan dengan mengatur tebal tipisnya hamparan bubuk teh yang masuk ke mesin pengering. Lama bubuk teh dalam mesin pengering sekitar 20-23 menit dengan kadar air teh kering yang keluar mesin pengering antara 3.5 – 4.0 persen.
f. Sortasi kering
Peralatan sortasi kering bekerja berdasarkan ukuran, bentuk dan berat jenis. Sortasi berdasarkan ukuran ukuran dan bentuk dilakukan dengan menggunakan mesin pengayak buble tray, vibro dan chota sifter. Sedangkan sortasi berdasarkan berat jenis dilakukan dengan menggunakan tehwan (winnower). Pengecilan ukuran partikel teh dilakukan dengan menggunakan mesin drug roll dan crusher.
16
Pemisahan teh berdasarkan mutu atau jenisnya terjadi pada mesin chofta sifter yang terdiri dari beberapa ayakan dengan ukuran mesh yang berbeda-beda sesuai dengan jenis mutu yang diinginkan. Jenis teh yang dihasilkan adalah BOP (broken orange pekoe) yang lolos mesh 10, BOPF (broken orange pekoe fanning) yang lolos mesh 14, PF (pekoe fanning) dan PF 2 yang lolos mesh 16, serta DUST, DUST 2 dan DUST 3 yang lolos mesh 20. BOP, BOPF, PF, dan DUST adalah grade-grade yang digolongkan dalam mutu I, sedangkan PF 2, DUST 2, dan DUST 3 digolongkan dalam mutu II. Baik mutu I maupun mutu II merupakan mutu ekspor, sedangkan sisa-sisa hasil sortasi kering berupa Bohea dan Kawul sebagai mutu lokal.Gambar 10. Jenis teh berdasarkan mutu
g. Penyimpanan dan Pengemasan
Bubuk teh hasil sortasi ditimbang untuk mengetahui berat masing-masing jenis mutu yang dihasilkan, kemudian dilakukan penyimpanan pada peti miring. Penyimpanan ini bersifat sementara untuk menunggu waktu pengepakan setelah jumlah teh untuk masing-masing jenis mutu terpenuhi satu chop yang lamanya sekitar 7 sampai 10 hari. Peti miring terbuat dari kayu papan yang dilapisi seng pada bagian dalamnya untuk mempertahankan mutu serta menekan kenaikan kadar air.
Jenis kemasan yang dipakai adalah papper sack untuk mutu ekspor dan karung plastik untuk mutu lokal. Setelah teh yang berada dalam peti miring mencapai satu chop, teh dikeluarkan melalui konveyor datar menuju tea packer yang berfungsi menampung sementara bubuk teh dan membantu proses pengemasan dengan adanya corong untuk memasukkan bubuk teh ke dalam paper sack .
h. Analisa mutu
Analisa mutu bertujuan disamping untuk menentukan mutu dengan menguji sifat-sifatnya, juga untuk mengetahui dan memeriksa kesalahan-kasalahan yang terjadi dalam proses pengolahan. Pengujian dilakukan terhadap:
Kenampakan (appearance) yang meliputi warna dan keseragaman bentuk teh kering Sifat seduhan (liquor) yang meliputi warna, rasa dan aroma seduhan
17
Teh yang diuji ditimbang masing-masing seberat 3 gram untuk setiap jenis mutu teh yang diuji. Teh diseduh dalam cangkir porselin bertutup selama 5 menit, kemudian airnya dituangkan ke dalam mangkok dengan cara tutup cangkir tidak dibuak penuh agar ampas teh tidak tertuang ke dalam mangkok. Ampas teh yang tertinggal dalam cangkir bertutup akan diuji sifat ampasnya (infused leaf). Sedangkan air teh yang dituangkan ke dalam mangkok akan diuji sifat seduhannya (liquour). Pengujian dilakukan tanpa menggunakan alat atau mesin yang memerlukan masukan energi. Adapun tenaga kerja yang melakukan pengujian adalah termasuk tenaga kerja sortasi.D.KEBUTUHAN ENERGI DALAM PROSES PRODUKSI TEH HITAM
Berdasarkan batasnya maka energi dapat diartikan sebagai kemampuan melakukan suatu kerja (Abdullah, et.all 1998). Terdapat dua bentuk energi, yaitu energi primer dan energi sekunder. Energi primer adalah energi utama yang mana benda atau sesuatu tersebut dapat menghasilkan energi sendiri, misalnya Batubara, matahari, angin, minyak bumi. Sedangkan energi sekunder adalah energi yang dihasilkan dari energi primer, misalnya listrik yang dihasilkan dari energi angin. Energi sekunder inilah yang disebut sumber energi. Dalam bidang industri dan pertanian, energi sangat diperlukan. Energi merupakan salah satu input dalam proses produksi yang dapat dibedakan menjadi energi langsung, energi tak langsung, dan energi manusia. Energi langsung terdiri dari bahan bakar dan listrik. Energi tidak langsung terdiri dari pupuk, bahan – bahan kimia untuk pertanian, mesin/peralatan produksi dan peralatannya, sedangkan energi biologis merupakan energi yang berasal dari manusia.
1. Energi pada sistem produksi teh hitam a. Energi Langsung
Energi langsung merupakan energi yang digunakan secara langsung pada proses produksi yaitu berupa bahan bakar fosil (Abdullah,dkk,1989). Bahan bakar adalah sumber energi yang hampir digunakan dalam seluruh kegiatan pertanian baik dalam penggunaan alat dan mesin pra panen maupun pasca panen (lihat Tabel 7).
Tabel 7. Nilai kalor per unit beberapa jenis bahan bakar Sumber Energi Unit
Nilai kalor (MJ/unit) Gasoline /IDO Liter 32.24
Solar Liter 38.66
Minyak Bumi Liter 38.66
LPG Liter 26.10 Gas Alam m3 41.38 Batubara Keras Kg 30.23 Batubara Lunak Kg 30.39 Kayu keras Kg 19.26 Kayu lunak Kg 17.58 Listrik kWh 3.60
18
b. Energi Tidak Langsung
Energi yang secara tak langsung digunakan dalam suatu kegiatan atau proses produksi. Bentuk energi tidak langsung dapat berupa embodied energi yaitu energi yang digunakan untuk memproduksi alat dan mesin, dan energi bahan kimia, serta bahan bahan lain yang mendukung baik dalam produksi maupun penyimpanan bahan. Adapun bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi teh adalah pupuk, dan pestisida. Berikut ini penjelaskan mengenai input energi tersebut.
Masukan energi berasal dari penggunaan pupuk
Perhitungan secara pasti jumlah energi yang dibutuhkan untuk memproduksi satu kilogram pupuk memang sulit dilakukan. Pupuk nitrogen misalnya dapat berupa amoniak, ammonium sulfatndan urea. Pupuk fosfor dapat berupa super fosfat, tripel super fosfat dan ammonium fosfat. Sedangkan pupuk kalium dapat berupa KCL, ZA, dan bentuk-bentuk lain. Jenis pupuk kimia bersifat padat energi, karena memerlukan sejumlah bahan bakar fosil untuk memproduksinya. Pemakaian pupuk kimia dalam bidang pertanian bila ditinjau dari segi pemasukan energinya dirasakan masih sangat cukup tinggi. Besarnya energi masukan untuk produksi pupuk phospat dan potassium disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8. Masukan energi untuk pupuk phosphat dan potassium
Jenis pupuk Produksi (MJ/kg) Transportasi (MJ/kg) Distribusi (MJ/kg) Total (MJ/kg) Phosphate rock normal 1.67 - 3.77 5.44 Super phospate (0-20-0) 2.51 0.84 6.28 9.63 Tripel super phospate (0-46-0) 9.21 0.84 2.51 12.56 Muriate of potash (0-0-60)/KCL 4.60 - 2.09 6.69 Sumber: Blouin et al., 1975 dan Davis, 1977 dalam Pimentel, 1980 dalam Somantri, 2002
Pemakaian pupuk kimia dalam bidang pertanian bila ditinjau dari segi pemasukkan energinya dirasakan masih cukup tinggi. Penggunaan energi untuk proses produksi pupuk sebagian besar digunakan untuk proses-proses kimia. Besarnya energi masukan untuk produksi pupuk nitrogen disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Masukan energi untuk pupuk nitrogen
Jenis pupuk Produksi (MJ/kg) Transportasi (MJ/kg) Distribusi (MJ/kg) Total (MJ/kg) Anhydrous ammonia 48.97 0.84 0.42 50.23 Urea 56.93 1.67 1.26 59.86 Ammonium nitrate 58.18 2.09 1.26 61.53 Sumber: Blouin et al., 1975 dan Davis, 1977 dalam Pimentel, 1980 dalam Somantri, 2002
Masukan energi berasal dari penggunaan pestisida
Pestisida yang digunakan terdiri dari herbisida, insektisida, fungisida, rodentia, akarisida(pestisida pembunuh tungau), nematisida, dan fumisida. Pestisida membutuhkan energi untuk memproduksinya. Proses pembuatan bahan aktif pestisida menggunakan masukan energi langsung seperti listrik dan panas, dan enrgi tak langsung yang berasal dari bahan bakar untuk membuat hidrokarbon sebagai bahan baku
19
(Pimentel, 1980 dalam Somantri, 2002). Besarnya nilai kalor pestisida disajikan dalam Tabel 10 berikut ini.Tabel 10. Masukan energi untuk memproduksi beberapa jenis pestisida Jenis pestisida Nilai kalor produksi (kcal/kg bahan aktif)
Herbisida : MCPA 30952 Diuron 64290 Atrazine 45240 Trifularin 35170 Paraquat 109520 2,4-D 24200 2,4-T 56700 Cloramben 71400 Dinozeb 19080 Propanil 52240 Propachlor 69050 Dicamba 70240 Glyposate 108100 Insektisida: DDT 24200 Toxaphene 38100 Metil parathion 13810 Carbofuran 108100 Carbaryl 36340 Fumigasi: Methil bromide 15950 Fungisida : Ferbam 15250 Maneb 23570 Captan 27380 Sulfur 28620
20
c. Energi biologis
Tenaga manusia yang digunakan pada pekerjaan terutama dalam bidang pertanian merupakan tenaga biologis. Biasanya digunakan sebagai pengendali dalam melaksanakan tugas, maupun sebagai input energi langsung. Pengeluaran energi manusia sebagai input energi langsung dalam melakukan kerja dapat dilihat dari segi pengeluaran total tubuh dan pengeluaran tenaga mekanis (lihat Tabel 11).
Tabel 11. Nilai energi manusia pada berbagai kegiatan produksi teh hitam (MJ)/jam
Kegiatan Energi Keterangan
Pemeliharaan jalan
1.532 Membuat drainase dan jalan
Pengerasan jalan produksi
1.532 Membuat drainase dan jalan
Pemeliharaan saluran air
1.532 Membuat drainase dan jalan
Penyiangan 1.532 Menyiangi rumput
Pemupukan 0.502 Memupuk
Pemangkasan 1.256 Batas bawah aktivitas sedang Penggarpuan 0.628 Batas bawah aktivitas sedang Penggosokan
lumut
0.502 Memupuk
Perorakan 1.733 Pengolahan tanah manual Pemupukan
organic
0.502 Memupuk
Pembenaman serasah
0.628 Batas bawah aktivitas ringan
Penanaman pohon pelindung
0.803 Menanam
Penyulaman teh 0.803 Menanam
Pemberantasan hama dan penyakit
1.733 Aplikasi Pestisida
Pemetikan 0.628 Batas bawah aktivitas ringan Pelayuan 0.628 Batas bawah aktivitas ringan
21
Penggilingan 0.628 Batas bawah aktivitas ringanPengeringan 0.628 Batas bawah aktivitas ringan Sortasi 0.628 Batas bawah aktivitas ringan pengepakan 0.628 Batas bawah aktivitas ringan Sumber : Edi Purnomo, 2006
Kapasitas seseorang untuk menghasilkan kerja produktif berbeda – beda tergantung pada : (a) sifat pekerja yang meliputi umur, kekuatan, dan keterampilan; (b)tingkat konsumsi makanan dan oksigen, hal ini berhubungan dengan berat badan .(c) jenis kegiatan; (d) lamanya bekerja, maka semakin lama akan semakin tidak efisien; (e) kondisi lingkungan berhubungan dengan suhu, kelembaban udara, tanah, dan lain-lain (Moens dalam Sujai 2007).
Menurut Van Loon (1978) dalam Malcolm (1990) bahwa atas kemampuan mengubah energi makanan kedalam bentuk kerja adalah 6 kkal/menit atau sama dengan 0.42 kW. Namun energi yang dapat diolah menjadi energi panas hanya sebesar 10-15 persen, sehingga energi yang dapat digunakan untuk kerja sebesar 0.04 MJ/jam.
2. Hasil penelitian kebutuhan energi pada proses produksi teh hitam di beberapa perkebunan di PTPN VIII
Hasil-hasil penelitian terdahulu tentang konsumsi energi pada produksi pucuk teh menjadi bubuk teh di beberapa kebun teh di Jawa Barat, disajikan dalam Tabel 12 berikut:
Tabel 12. Hasil-hasil penelitian konsumsi energi pada proses produksi teh dalam satuan MJ/kg teh kering.
Kegiatan Teh Nusamba Cianjur 1) PTPN VIII Goalpara 2) Perkebunan Jayanegara 3) PTPN VIII Ciater Pemeliharaan TM 17.88775 28.04716 13.1462 27.30167 Pemetikan 0.17825 0.03430 0.2336 0.00153 Transportasi 3.02265 1.16000 0.2554 0.55940 Pelayuan pucuk 12.18045 7.29810 6.4163 9.91084 Penggilingan 1.28836 1.08310 1.2676 1.41797 Pengeringan 14.78591 9.10700 15.5922 8.80763 Sortasi kering 1.38476 0.51030 0.62764 0.67200 Pengemasan 0.07866 0.01714 Total 50.80679 47.23996 37.5390 48.6884
Sumber : 1). Nasution, 2002 2). Mulyawan, 1997 3). Santoso, 1999 4). Kartikasari, 2002 input energi untuk kebun-kebun tersebut: BBM, biologis, pupuk, pestisida, dan listrik.
Berdasarkan hasil penelitian - penelitian tersebut, besarnya masukan energi pada proses produksi di setiap tahapan proses mulai dari pemeliharaan TM, pemetikan, transportasi, pelayuan pucuk teh, penggilingan dan fermentasi, pengeringan bubuk teh dan sortasi kering baik secara total maupun pada tahapan tertentu selalu bervariasi.
E.AUDIT ENERGI
Audit energi merupakan bentuk kegiatan untuk menghitung jumlah energi yang digunakan dalam setiap tahapan di dalam suatu sistem secara keseluruhan (Abdullah, 1989). Audit energi adalah kegiatan untuk mengidentifikasi potensi penghematan energi dan menentukan jumlah energi dan biaya yang dapat
22
dihemat dengan usaha konservasi energi dari suatu sistem, sarana maupun peralatan yang telah ada (KEPRES 43/1993, Konservasi Energi dalam Setiawan 2010).Bagian dari usaha konservasi energi adalah dengan cara mengetahui sumber-sumber pemborosan pemakaian energi, serta memberikan analisis dan jawaban mengenai tindakan yang bisa dilakukan terhadap pemakaian energi yang lebih tepat tanpa mengurangi produktifitas yang telah dicapai sebelumnya (PII, 1992 dalam Setiawan 2010).
Menurut KONEBA (1989) dalam Mulyawan (1997), metode audit energi terdiri dari dua tahapan yaitu audit energi awal (preliminary anergy audit) dan audit energi terinci (detailed energi audit).
1. Audit Energi Awal
Adalah berupa pengumpulan data awal dan analisa pendahuluan, yang terdiri dari pengelompokan sumber data, mengidentifikasi data yang diperlukan, pengumpulan data, analisa data, pembuatan rencana pengembangan.
2. Audit Energi Terinci
Adalah dengan melakukan penjajagan terhadap peralatan yang dipakai dalam suatu pabrik dan melakukan analisa, baik terhadap alat yang tetap digunakan secara kontinyu maupun alat yang bersifat tidak tetap.
Tahapan audit terinci yaitu: Evaluasi pengelolaan energi harian Melakukan audit energi awal
Rencana pengembangan kegiatan pabrik
Pemilihan bagian-bagian yang akan diaudit secara rinci Persiapan kelengkapan kerja
Pemeriksaan data lapangan Evaluasi data yang dikumpulkan
Mengidentifikasi peluang konservasi energi Rencana pengembangan aktivitas peralatan Pengawasan penggunaan energi secara kontinyu Penyempurnaan pengelolaan energi secara menyeluruh.
Menurut Wayne C. Turner (1982) dalam Sholahudin(1999), langkah-langkah dalam audit energi adalah pengumpulan data, analisis, evaluasi biaya peralatan, membuat laporan hasil perhitungan konsumsi energi. Masing-masing tahap tersebut diuraikan secara rinci dalam uraian berikut.
1. Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data meliputi teknik analisis pendahuluan, pengumpulan data tetapan-tetapan peralatan, catatan lapang, pengoperasian data terhadap persamaan yang telah ada dan uji coba peralatan atau unjuk kerja.
2. Analisis
Tahapan analisis ini meliputi:
a. Menganalisa konsep penambahan biaya untuk tahapan tertentu b. Menganalisa kestimbangan massa dan energi
c. Menganalisa pindah panas d. Mengevaluasi sifat muatan listrik e. Membuat model dan simulasi
3. Evaluasi biaya peralatan
4. Membuat laporan hasil perhitungan konsumsi energi
23
a. Laporan utama, merupakan hasil keseluruhan dari auditing (mulai bahan baku sampai barangjadi yang siap dipasarkan)
b. Laporan biasa, merupakan data hasil perhitungan harian dari sebelum dijadikan hasil audit energi yang baku
c. Laporan efektifitas pengelolaan peralatan auditing maupun peralatan pabrik d. Laporan tinjauan tiap tahapan proses
Audit energi juga dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan (Philippines National Oil Company, 1986 dalam Mulyawan 1997) yaitu primary audit atau preliminary audit yang terdiri dari kegiatan pencatatan dan analisis pemakaian energi dengan cara melakukan tinjauan singkat pada fasilitas pabrik dan dengan analisis kebutuhan dan pembelian bahan bakar minyak. Primary audit dapat dilakukan 1-3 hari tergantung pada kerumitan pabrik. detailed audit atau maxi audit terdiri dari catatan lengkap pemakaian energi dan efisiensi. Hal ini mengharuskan penggunaan alat-alat pengukuran. Detailed audit dapat dikerjakan dalam waktu satu minggu atau lebih. Sedangkan plant survey atau mini audit terdiri dari identifikasi energi yang terpakai, menganjurkan peningkatan pemeliharaan dan praktek pengoperasian alat secara benar. Mini audit memerlukan pengujian dan pengukuran jumlah energi terpakai dan energi yang hilang serta meliputi anjuran dan analisis peluang konservasi energi dengan anggaran dana yang relatif murah.
Pimentel et al. (1974) dalam Sholahudin (1999), menyebutkan bahwa ada tiga metode analisis yang digunakan untuk audit energi yaitu:
1. Analisis statistik
Merupakan metode untuk menentukan energi yang tersimpan per satuan output dengan menggunakan data statistik, baik untuk memperoleh informasi sejumlah industri maupun lebih dari itu.
2. Analisis input-output
Merupakan metode analisis secara langsung atau tidak langsung terhadap aliran bahan yang masuk ke dalam sistem untuk menghasilkan bahan keluaran tertentu dimana bahan keluaran ini dapat dinyatakan sebagai energi utama untuk menghasilkan keluaran tersebut.
3. Analisis proses
Pada tiap tahapan proses diidentifikasi untuk menentukan jenis masukannya dan merupakan suatu identifikasi terhadap jaringan kerja dan proses yang harus diikuti untuk memproleh produk akhir