• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelepah Kelapa sawit

2.1.1 Penunasan Pelepah Kelapa Sawit

Pemeliharaan tanaman dilakukan pada saat tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM). Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam pemeliharaan tanaman baik tanaman TBM dan TBM yaitu: Konsolidasi, pemeliharaan jalan, benteng teras, parit, penyisipan tanaman, kastrasi serta penunasan pelepah.

Penunasan merupakan pembuangan daun-daun tua yang tidak produktif pada tanaman kelapa sawit. Penunasan bisa juga disebut dengan pemangkasan, pemangkasan bertujuan untuk memperbaiki udara disekitar tanaman, mengurangi penghalangan pembesaran buah dan tersangkutnya brondolan di pelepah, kemudian memudahkan pada saat kegiatan panen dilakukan.

Penunasan penting dilakukan karena memiliki banyak manfaat, antara lain sanitasi tanaman, mempermudah pengamatan buah matang terutama saat taksasi produksi, mempermudah kegiatan panen, menghindari tersangkutnya brondolan dipelepah yang dapat merugikan dalam hal berkurangnya hasil dan mempersulit melihat standar kematangan buah untuk dipanen yaitu jika telah jatuh dua brondolan , memperlancar penyerbukan alami, pemasukan cahaya dan sirkulasi angin, dan menyalurkan zat hara ke bagian lain yang lebih produktif dalam rangka efiensi distribusi fotosintat untuk pembungaan dan pembuahan (Septi Adi, A. 2009).

Tanaman kelapa sawit dalam satu tahun mampu menghasilkan 20-30 pelepah daun. Kemampuan produksi tersebut menurun menjadi 18-25 pelepah daun seiring dengan pertambahan umur tanaman. Dengan demikian rata-rata produksi adalah 1,5-2,5 pelepah perbulan. Namun hanya sekitar 8-22 pelepah daun yang ditemukan bunga atau buah, sedangkan pelepah lainnya tidak

(2)

5

menghasilkan bunga atau buah, Pelepah daun yang menghasilkan bunga atau buah disebut pelepah penyangga (songgo) dan pelepah yang tidak bisa menghasilkan bunga atau buah disebut pelepah kosong. Pelepah penyangga akan ditunas bersamaan dengan panen buah, sedangkan pelepah kosong akan ditunas secara rutin dengan berdasarkan interval waktu tertentu diluar waktu panen (Fauzi, Yan 2008).

2.1.2 Kadar Serat Pelepah

Kekuatan pelepah daun kelapa sawit antara lain bergantung karena adanya beberapa jaringan penguat (schlerenchyma). Jaringan penguat tersebut terdiri dari lapisan dalam yang terdekomposisi oleh lignin, selulose, dan semiselulose

(Darmosakoro dan Sugiyono, 1998).

2.1.3 Kadar Hara Pelepah Daun Kelapa Sawit

Observasi terhadap kadar hara pelepah didasarkan pada kenyataan bahwa kadar hara pelepah dapat dijadikan salah satu tolak ukur status hara tanaman kelapa sawit. Kadar K pelepah kelapa sawit berkisar antara 2,57 sampai 3,74. Kadar K pelepah kelapa sawit yang tinggi pada pelepah daun merupakan pencerminan serapan K pada tanaman. Sementara ini kadar Ca pada pelepah skelapa sawit berkisar antara 0,37 sampai 0,68% dan kadar Mg berkisar antara 0,13 sampai 0,36% (Darmosakoro dan Sugiyono, 1998).

2.2 Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang jumlah totalnya tetap, tidak berubah untuk suatu periode tertentu. Biaya ini tidak akan naik atau turun meskipun volume kegiatannya bervariasi. Semakin besar volume kegiatan maka semakin kecil biaya tetap per unitnya. Sebaliknya semakin kecil volume kegiatan maka semakin besar biaya tetap per unitnya. Jadi, biaya tetap adalah biaya yang totalnya tetap untuk satu periode tertentu dan per unitnya

(3)

berubah-6

ubah berbanding terbalik dengan volume kegiatan (Sugiri dan Sulastiningsih, 2004).

Menurut (Yunita, 2017) biaya tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran volume kegiatan tertentu, yang terdiri dari beberapa faktor tergantung jenis kegiatan usahanya. Faktor-faktor yang menjadi biaya tetap pada masing-masing usaha antara lain biaya peralatan, biaya penyusutan peralatan, dan biaya-biaya lain-lain.

2.3 Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)

Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang jumlah totalnya bervariasi secara proporsional dengan variasi volume kegiatan, tetapi jumlah per unitnya tetap. Biaya bahan baku, komisi penjualan berdasarkan persentase penjualan, dan biaya telepon berdasarkan lamanya penggunaan merupakan contoh biaya variable (Sugiri dan Sulastiningsih, 2004).

Menurut (Yunita, 2017) biaya tidak tetap adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan kegiatan, dimana sama seperti biaya tetap setiap usaha memiliki variabel yang berbeda-beda. Faktor-faktor biaya yang menjadi biaya variabel yaitu biaya tenaga kerja dan biaya bahan baku yang digunakan selama proses produksi.

2.4 Penerimaan

Penerimaan adalah pembayaran yang diterima perusahaan dari penjualan barang atau jasa (Soeharto, 1997). Sedangkan menurut Soekartawi (1986) penerimaan tunai usaha adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usaha. Dengan kata lain penerimaan ini merupakan hasil perkalian dari jumlah produk total dengan harga per satuan.

Menurut Soekartawi (1995), penerimaan adalah perkalian antara produksi yang dihasilkan dengan harga jual dan biasanya produksi berhubungan

(4)

7

negatif dengan harga, artinya harga akan turun ketika produksi berlebihan. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

TR = Q x Pq

Keterangan:

TR = Total penerimaan (Rp) Q = Jumlah produk

Pq = Harga produk (Rp)

Semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan maupun semakin tinggi harga per unit produk yang bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika produk yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang diterima oleh produsen semakin kecil.

2.5 Keuntungan

Menurut (Yunita, 2017) keuntungan merupakan kondisi dimana terjadinya peningkatan kekayaan seorang investor sebagai hasil penanam modalnya, setelah dikurangi biaya-biaya yang berhubungan dengan penanaman modal tersebut. Untuk menghitung pendapatan bersih usaha digunakan rumus sebagai berikut:

π = TR-TC

Keuntungan Bersih = Pendapatan Kotor - Biaya Total

2.6 Biaya Penyusutan

Menurut (Avisa, 2018) seiring dengan waktu pemakaian sebuah aset tetap, maka pada saat yang sama aset tetap tersebut akan mulai berkurang kemampuannya atau mulai mengalami keusangan (obsolescence) untuk menciptakan barang dan jasa. Berkurangnya kemampuan aset tetap ini disebut sebagai penyusutan atau depresiasi (depreciation).

(5)

8

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menghitung beban penyusutan adalah:

a. Biaya perolehan (initial cost/ capitalized cost), yaitu jumlah keseluruhan biaya biaya yang dikeluarkan oleh sebuah organisasi bisnis untuk memperoleh aset tetap.

b. Umur manfaat (usefull life), yaitu estimasi atau perkiraan lamanya waktu penggunaan aset tetap tersebut.

c. Nilai sisa/ residu (residual value/ scrap value/ salvage value/ trade-in value), yaitu estimasi nilai tunai aset tetap yang diharapkan pada akhir umur manfaatnya.

d. Jumlah biaya yang dapat disusutkan/ jumlah tersusutkan (asset’s depreciable cost), yaitu selisih antara biaya perolehan aset tetap dengan nilai residunya. Jumlah ini kemudian akan dialokasikan secara sistematis sebagai beban penyusutan.

e. Jumlah tercatat/ nilai buku (book value) adalah selisih antara biaya perolehan dengan akumulasi penyusutan.

2.7 Biaya Overhead Pabrik (BOP)

Menurut Usry dan Hammer (1996) biaya overhead pabrik pada umumnya didefinisikan sebagai bahan tidak langsung, pekerja tidak langsung, dan beban pabrik lainnya yang tidak secara mudah di identifikasi atau Blanko dan sebagainya sesuai pesanan. Dalam kegiatan pencetakan tersebut membutuhkan berbagai jenis biaya produksi yang akan menjadi dasar dalam penentuan harga jual yang tepat dan kompitif. Salah satu unsur biaya produksi yaitu biaya overhead pabrik yang merupakan biaya produksi tidak langsung, selain biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik merupakan biaya produksi yang sulit ditelusuri ke unit produksi, sehingga tidak dapat secara langsung dibebankan ke produk. Dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan, biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung (Mulyadi, 2007).

(6)

9

Menurut Carter (1996) biaya overhead pabrik juga disebut overhead manufaktur, beban manufaktur, atau beban pabrik terdiri atas semua biaya manufaktur yang tidak ditelusuri secara langsung ke output tertentu. Overhead pabrik biasanya memasukkan semua biaya manufaktur kecuali bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung.

Berdasarkan pendapat diatas jadi biaya overhead pabrik adalah seluruh biaya produksi yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai biaya bahan baku lasung atau biaya tenaga kerja langsung atau juga dapat didefinisikan sebagai seluruh biaya produksi yang sulit ditelusuri ke unit produksi secara iniidual.

2.8 Jagung (Zea mays)

Jagung merupakan makanan sumber karbohidrat setelah beras. Tanaman jagung juga menjadi makanan pokok di beberapa daerah di Indonesia. Dari budidaya tanaman jagung, limbah yang dihasilkan adalah berupa jerami jagung dan tongkol jagung. Pengolahan limbah jagung juga masih minim, sehingga jika limbah jagung dapat dijadikan pupuk kompos, maka dapat meningkatkan produktifitas pupuk organik dan mengurangi pupuk yang berbahan kimia. Hasil penelitian Jamilah, Munir, Fatimah (2009) dalam Irsyad (2014) menyatakan bahwa hasil dari budidaya tanaman jagung 83% adalah limbah, dan 17% adalah pipilan jagung kering.

Bungkil yaitu ampas yang sudah diambil minyaknya. Jadi, Bungkil jagung adalah sisa-sisa ampas jagung setelah diperas, lalu dikeringkan tujuannya untuk menghilangkan kadar air pada bungkil jagung. Pengolahan jagung untuk pengolahan bungkil jagung dapat menghasilkan makanan ternak yang tergolong inkonvensional yaitu bungkil biji jagung. Komposisi gizi bungkil jagung (%BK) adalah sebagai berikut, BK = 88.06%, Abu = 11.10%, Protein Kasar = 21.89%, Lemak = 0.33%, Serat Kasar = 8.9%, Be ta-N = 53,10%, Ca = 0,06%, dan P = 2,18%.

(7)

10

Bungkil jagung dugunakan sebagai sumber energi untuk ternak. Penggunaan bungkil jagung untuk ternak telah diteliti oleh Sudaryanti (1981) bahwa bungkil jagung dapat mengganti bungkil kelapa sebanyak 10–20%. Sedangkan Nitis (1981) telah menggunakan bungkil jagung untuk unggas 30– 40%, Babi 40–50% dan Sapi sebanyak 30%, tetapi Wahyu (1984) menyatakan penggunaan bungkil jagung tidak lebih dari 20% untuk unggas.

2.9 Studi kelayakan bisnis

Studi kelayakan bisnis merupakan suatu kegiatan menganalisis secara mendalam mengenai suatu usaha atau bisnis yang sedang dijalankan untuk menentukan layak atau tidak usaha dijalankan (Kasmir dan Jakfan, 2012). Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak suatu bisnis dibangun tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa studi kelayakan bisnis merupakan kegiatan analisis layak atau tidak rencana bisnis dan saat bisnis dioperasionalkan secara rutin dalam mencapai tujuan yang diinginkan ( Husein Umar, 2005).

2.10 Break Even Point (BEP)

2.10.1 Pengertian Break Even Point

Break Even Point atau BEP adalah suatu analisis untuk menentukan dan mencari jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta mendapatkan keuntungan/ profit. Berikut rumus untuk menghitung BEP (Soekartawi, 2006).

BEP Produksi(Kg) = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 (𝑅𝑝 ) 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝐽𝑢𝑎𝑙 (𝑅𝑝 )

BEP Harga (Rp) = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 (𝑅𝑝 ) 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 (𝐾𝑔)

(8)

11

2.10.2 Analisis Titik Impas Break Even Point

Analisis titik impas adalah teknik seleksi yang bagus dan murah. Analisis ini dapat membantu untuk menentukan apakah perlu melakukan analisis yang lebih intensif dan mahal, dengan menggunakan analisis titik impas, kita dapat terlebih dahulu menguji kelayakan suatu produk baru diatas kertas dari pada langsung melakukan proses produksi dan pengujian pasar. Analisis titik impas dapat dijadikan sebagai pengganti untuk meramalkan suatu faktor yang tidak diketahui dalam membuat keputusan proyek (Gill, 2004).

Impas (Break Even) adalah keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak memperoleh rugi. Dengan kata lain suatu usaha dikatakan impas jika jumlah pendapatan (revenues) sama dengan jumlah biaya, atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja.Analisis impas adalah suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak mendrita rugi, tetap juga belum memperoleh laba (Mulyadi, 2001).

Analisis break even merupakan analisis untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh perusaan agar tidak menderita kerugian, tetapi belum juga memperoleh keuntungan. Dengan analisis brek even akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian untuk berbagai tingkat penjualan (Munawir, 2004).

2.11 (R/C) Ratio

R/C ratio adalah merupakan perbandingan antara total pendapatan dengan total biaya dengan rumusan sebagai berikut ( Soekartawi, 2006).

R/C = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 (𝑅𝑝 ) 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 (𝑅𝑝 )

(9)

12

Jika R/C Ratio > 1, maka usaha yang dijalankan mengalami keuntungan atau layak untuk dikembangkan . Jika R/C Ratio < 1, maka usaha tersebut mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan. Selanjutnya jika R/C Ratio = 1, maka usaha pada titik impas (Break Even Point).

2.12 Benefit/Cost Ratio

Benefit/Cost Ratio merupakan alat analisa untuk mengukur tingkat kelayakan didalam proses produksi suatu usaha (Soekartawi, 2006).

Benefit Cost Ratio (B/C) = 𝑘𝑒𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 (𝑅𝑝 ) 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 (𝑅𝑝 )

Jika B/C Ratio > 1, maka usaha yang dijalankan mengalami keuntungan atau prospek untuk dikembangkan. Jika B/C Ratio < 1, maka usaha tersebut mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan. Selanjutnya jika B/C Ratio = 1 , maka usaha berada pada titik impas (Break Even Point).

2.13 Biaya produksi

Biaya produksi adalah semua pengeluaran ekonomis yang harus dikeluarkan untuk memperoduksi suatu barang. Untuk menghitung biaya produksi digunakan rumus sebagai berikut (Soekartawi, 2006).

TC = FC+VC Keterangan: TC : Biaya Total FC : Biaya Tetap VC : Biaya Variabel 2.14 Penerimaan

Penerimaan adalah pembayaran yang diterima perusahaan dari penjualan barang atau jasa (Soeharto, 1997). Sedangkan menurut Soekartawi (1986)

(10)

13

penerimaan tunai usaha adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usaha. Dengan kata lain penerimaan ini merupakan hasil perkalian dari jumlah produk total dengan harga per satuan.

Menurut Soekartawi (1995), penerimaan adalah perkalian antara produksi yang dihasilkan dengan harga jual dan biasanya produksi berhubungan negatif dengan harga, artinya harga akan turun ketika pruduksi berlebihan. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

TR = Q x Pq

Keterangan:

TR = Total penerimaan (Rp) Q = Jumlah produk (Kg) Pq = Harga produk (Rp)

Referensi

Dokumen terkait

Tiap- tiap kelompok mendiskusikan jawaban mereka di group whatsapp kelompok dengan memasukkan guru sebagai anggotanya juga sehingga guru dapat memastikan

Lantai beton diatas 15 o C 40 o C.. gelagar atau boks beton. Besarnya harga koefisien perpanjangan dan modulus elastisitas yang digunakan untuk menghitung besarnya pergerakan dan

hak pemegang rekening Efek atas manfaat tertentu berkaitan dengan Efek yang dicatat dalam Penitipan Kolektif dalam rekening Efek pada Perusahaan Efek, Bank Kustodian atau

Secara alamiah lahan gambut memiliki tingkat kesuburan rendah karena kandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat racun

Selain itu, hasil daripada analisis kajian ini, satu rangka modul Pembangunan Modal Insan Holistik Pelajar (HSD) menerusi aktiviti kokurikulum politeknik akan

Gambar ini memuat koefisien regresi dan korelasi dari hubungan antar variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Leverage (LEV); Growth (GRT); Return On Equity

Beban kerja berdasarkan faktor kinerja tena- ga kependidikan dapat dilakukan dengan baik apabila adanya kesesuaian waktu kerja dengan beban kerja, pelaksanaan tugas dan pekerjaan

Untuk mengetahui manajemen peralatan medis yang sesuai dengan standar keselamatan dan kesehatan kerja di RSUD Dr Achmad Darwis Kabupaten Lima Puluh Kota. Untuk mengetahui