• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI VARIETAS PADI GOGO POTENSI TOLERAN KEKERINGAN PADA SKALA LABORATORIUM. Oleh: Ahadiyat Yugi R.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI VARIETAS PADI GOGO POTENSI TOLERAN KEKERINGAN PADA SKALA LABORATORIUM. Oleh: Ahadiyat Yugi R."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

IDENTIFIKASI VARIETAS PADI GOGO POTENSI TOLERAN KEKERINGAN PADA SKALA LABORATORIUM

Oleh: Ahadiyat Yugi R.

Staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui varietas yang memiliki potensi toleran kekeringan pada skala laboratorium. Proses seleksi dilakukan melalui uji kecambah pada media PEG 6000 dengan konsentrasi 0, 10 dan 20%. Hasil penelitian menunjukan nilai konsisten pada dua pengamatan yang dilakukan pada varietas yang berpotensi toleran kekeringan adalah Dodokan, Gata, Kalimutu, Cisokan, Situ Patengganng, Danau Atas, Situ Gintung, Cirata, Singkarak, Batutegi, Silugonggo dan Sunggal.

Kata kunci: varietas padi gogo, PEG, toleransi kekeringan ABSTRACT

Objective of this study was to evaluate some upland rice varieties on drought tolerance at laboratory level. Both PEG 6000 at concentration of 0, 10 and 20% as seedling growth medium to drought tolerance were tested. The result showed that some varieties obtained consistency on the potency of drought tolerance i.e. Dodokan, Gata, Kalimutu, Cisokan, Situ Patengganng, Danau Atas, Situ Gintung, Cirata, Singkarak, Batutegi, Silugonggo dan Sunggal in two observations.

Keywords: upland rice genotypes, PEG, drought tolerance

PENDAHULUAN

Kendala kekeringan di lahan kering khususnya di lahan tadah hujan menyebabkan tingkat produktivitas padi gogo rendah. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut maka pengembangan produksi padi gogo di lahan tadah hujan perlu mendapatkan perhatian serius. Potensi yang besar di daratan indonesia seluas 188,2 juta ha dan 148 juta ha diantaranya merupakan lahan kering (Mulyani, 2006). Namun demikian, potensi lahan kering di banyak daerah belum dimanfaatkan secara optimal bagi pengembangan tanaman padi dan tanamana pangan lainnya. Sampai saat ini, kontribusi produksi padi gogo masih

rendah hanya sekitar 5% (Puslitbangtan, 2008).

Rendahnya tingkat adopsi dan sempitnya keragaman genetik varietas unggul di lahan petani merupakan salah satu masalah utama dalam program pemuliaan padi gogo yang tersentralisasi. Namun demikian, hal itu masih yang paling mungkin dilakukan dalam rangka menemukan karakter padi gogo yang adaptif berdasarkan tipologi lingkungannya.

Seleksi varietas secara partisipatif (Participator Varietal Selection) pernah dilakukan berdasarkan preferensi petani dengan harapan untuk mempercepat adopsi varietas unggul (Hairmansis dkk., 2008).

(2)

2

Hasilnya menunjukan bahwa adanya keragaman preferensi petani terhadap galur-galur hasil pemuliaan tersebut. Hal ini menunjukan bahwa pemilihan varietas unggul di petani sangat relatif kalo didasarkan pada kesukaan padalah biaya yang perlu dikeluarkan untuk program ini mungkin cukup besar.

Oleh karena itu perlu dilakukan metode seleksi yang lebih sederhana dan bisa dilakukan dalam skala kecil namun hasilnya memuaskan. Beberapa metode seleksi tanaman toleran kekeringan telah digunakan antara lain metode pot (Cisse et al., 1996; IRRI, 2002), hidroponik (Perez, 1997) dan metode PEG (Lasalita-Zapico et al., 2008).

Beberapa metode tersebut memiliki ketelitian berbeda namun telah secara luas dilakukan dalam berbagai penelitian. Namun demikian, Seleksi tanaman toleran kekeringan dalam skala laboratorium dengan menggunakan PEG relatif lebih sederhana dilakukan dan tidak membutuhkan biaya besar.

Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dalam seleksi varietas potensi toleran kekeringan dengan menggunakan metode PEG. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui varietas yang memiliki potensi toleran kekeringan pada skala laboratorium

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di screen house dan laboratorium agronomi dan hortikultura Fakultas Pertanian Unsoed. Persiapan dan pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan April – Mei 2010. Bahan utama dalam penelitian ini adalah 25 varietas padi gogo yaitu Dodokan, Towuti, Danau gaung, Jatilihur, Cisokan, Situ patenggang, Situ gintung, Aek sibundong, Situ bagendit, Gajah mungkur, Tondano, Batu tegi, Silugonggo, Limboto, Sunggal, kalimutu, gata, ciherang, danau atas, cirata, singkarak, way ampo buru, Sentani dan varietas pembanding (Danau Tempe dan Way rarem)

Seleksi pada level kecambah digunakan 25 varietas padi gogo dan pada skala laboratorium. Larutan yang digunakan adalah 0, 10, 20 % PEG 6000 (osmolit). Telah diketahui bahwa PEG 6000 merupakan larutan osmolit yang digunakan untuk uji stres kekeringan (Lasalita-Zapico et al., 2008). Uji dilakukan dengan mengecambahkan benih di media pasir sampai umur satu minggu setelah itu dipindahkan ke media larutan dalam petridis dan pengamatan dilakukan selama 48 jam untuk mengamati respon bibit pada kondisi larutan PEG berbeda. Setiap petridis berisi 20 bibit dan diulang tiga kali. Pengamatan dilakukan dengan menimbang bobot basah dan kering bibit.

(3)

3 Data yang diperoleh dianalisis dengan

menggunakan uji ratio antara kondisi tercekam kekeringan dibandingkan dengan kondisi optimal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan terhadap bobot basah dan bobot kering kecambah menunjukan hasil yang bervariasi pada nilai indeks toleransi kekeringan. Pada kondisi tercekam pada konsentrasi 10% PEG masih menunjukan bobot basah tinggi dan tetap tinggi pada kondisi tercekam 20% PEG. Namun ada juga yang menunjukan nilai tinggi pada bobot kecambah pada kondisi 10% dan rendah pada kondisi tercekam 20% PEG begitu juga sebaliknya. Tinggi rendahnya nilai rasio tersebut diukur berdasarkan nilai ratio dari tiap varietas pada kondisi tercekam 10 dan 20% dibandingkan dengan nilai rerata ratio keseluruhan (Tabel 1 dan 2).

Indeks toleransi kekeringan (ITK) tinggi pada bobot basah yang ditunjukan oleh nilai rerata keseluruhan (0.85 pada PEG 10% dan 0.75 pada PEG 20%) minimal sama dan atau lebih tinggi dari nilai ITK tiap varietas (Tabel 1). Varietas dengan ITK tinggi (≥ 0.852) pada kecambah yang dicekam pada konsentrasi PEG 10% adalah Dodokan (0.953), Towuti (0.879), Gata (0.938), Kalimutu (0.882), Cisokan (0.891), Situ patenggang (0.938),

Danau atas (0.961), Situ gintung (0.923), Cirata (0.962), Singkarak (0.884), Situ bagendit (0.877), Gajah mungkur (0.855), Batutegi (0.863), Silugonggo (0.947), Limboto (0.926) dan Sunggal (0.971). Untuk ITK pada cekaman PEG 20% nilai yang tinggi (≥ 0.747) Dodokan (0.859), Danau gaung (0.777), Gata (0.892), Kalimutu (0.882), Situ patenggang (0.778), Danau atas (0.792), Situ gintung (0.808), Cirata (0.923), Aek sibundong (0.815), Singkarak (0.783), Situ bagendit (0.769), Batutegi (0.795) dan Sunggal (0.928).

Hasil pengamatan pada bobot basah ternyata ada beberapa varietas yang tidak konsisten dalam nilai ITK pada konsentrasi larutan PEG berbeda yaitu Towuti, Danau gaung, Cisokan, Gajah mungkur, Silugonggo dan Limboto. Berdasarkan rerata nilai ITK pada konsentrasi PEG berbeda, varietas dengan nilai ITK tinggi (≥ 0.800) dihasilkan oleh Dodokan (0.906), Gata (0.915), Kalimutu (0.882), Cisokan (0.816), Situ patenggang (0.858), Danau Atas (0.877), Situ Gintung (0.865), Cirata (0.942), Aek sibundong (0.821), Singkarak (0.883), Situ bagendit (0.823), Batutegi (0.829), Silugonggo (0.882), Limboto (0.809) dan Sunggal (0.949) (Tabel 1).

Berdasarkan bobot kering kecambah menunjukan hasil adanya ketidak-konsistenan hasil ITK pada konsentrasi PEG berbeda. Hal ini terjadi pula pada

(4)

4

Tabel 1. Bobot basah kecambah pada uji toleransi kekeringan dengan menggunakan media larutan PEG pada konsentrasi yang berbeda.

Varietas PEG 0% (P0) PEG 10% (P1) PEG 20% (P2) Indeks toleransi

kekeringan (ITK) Rerata ITK P1/P0 P2/P0 Danau tempe 0.11 0.085 0.052 0.773 0.473 0.623 Way rarem 0.083 0.057 0.056 0.687 0.675 0.681 Dodokan 0.085 0.081 0.073 0.953 0.859 0.906 Towuti 0.091 0.08 0.065 0.879 0.714 0.797 Danau gaung 0.103 0.084 0.08 0.816 0.777 0.796 Gata 0.065 0.061 0.058 0.938 0.892 0.915 Jati luhur 0.069 0.051 0.049 0.739 0.71 0.725 Kalimutu 0.085 0.075 0.075 0.882 0.882 0.882 Cisokan 0.128 0.114 0.095 0.891 0.742 0.816 Ciherang 0.099 0.06 0.059 0.606 0.596 0.601 Situ patenggang 0.081 0.076 0.063 0.938 0.778 0.858 Danau atas 0.077 0.074 0.061 0.961 0.792 0.877 Situ gintung 0.052 0.048 0.042 0.923 0.808 0.865 Cirata 0.078 0.075 0.072 0.962 0.923 0.942 Aek sibundong 0.081 0.067 0.066 0.827 0.815 0.821 Singkarak 0.069 0.061 0.054 0.884 0.783 0.833 Situ bagendit 0.065 0.057 0.05 0.877 0.769 0.823 Gajah mungkur 0.076 0.065 0.056 0.855 0.737 0.796

Way apo buru 0.088 0.05 0.047 0.568 0.534 0.551

Tondano 0.095 0.08 0.062 0.842 0.653 0.747 Batu tegi 0.073 0.063 0.058 0.863 0.795 0.829 Sentani 0.08 0.064 0.053 0.8 0.663 0.731 Silugonggo 0.076 0.072 0.053 0.947 0.697 0.822 Limboto 0.068 0.063 0.047 0.926 0.691 0.809 Sunggal 0.069 0.067 0.064 0.971 0.928 0.949 Rerata 0.852 0.747 0.800

varietas Danau Tempe dan Way rarem sebagai pembanding. Indeks toleransi kekeringan (ITK) tinggi pada bobot kering ditunjukan oleh nilai rerata keseluruhan (0.885 pada PEG 10% dan 0.743 pada PEG 20%) minimal sama dan atau lebih tinggi dari nilai ITK tiap varietas. Varietas dengan nilai ITK tinggi (≥ 0.885) pada

media PEG 10% dihasilkan oleh Dodokan (0.965), Towuti (0.916), Danau gaung (0.958), Jatiluhur (0.887), Kalimutu (0.971), Cisokan (0.963), Situ patenggang (0.926), Danau Atas (0.959), Situ Gintung (0.949), Singkarak (0.935), Batutegi (0.900), Silugonggo (0.910), Limboto (0.961) dan Sunggal (0.993). untuk

(5)

5 varietas yang memiliki nilai tinggi (ITK ≥

0.743) pada media PEG 20% adalah Towuti (0.784), Danau gaung (0.920), Gata (0.829), Jatiluhur (0.774), Kalimutu (0.968), Cisokan (0.765), Ciherang (0.856), Situ patenggang (0.806), Danau Atas (0.866), Situ Gintung (0.918), Cirata (0.848), Singkarak (0.865), Silugonggo

(0.749), dan Sunggal (0.941). Indeks toleransi kekeringan hasil rata-rata berdasarkan bobot kering dari dua metode uji yang dilakukan menunjukan varietas memberikan respons tidak konsisten pada nilai ITK antara lain Dodokan, Gata, Ciherang, Cirata, Batutegi dan Limboto (Tabel 2).

Table 2. Bobot kering kecambah pada uji toleransi kekeringan dengan menggunakan media larutan PEG pada konsentrasi yang berbeda.

Varietas PEG 0% (P0) PEG 10% (P1) PEG 20% (P2) Indeks toleransi

kekeringan (ITK) Rerata ITK P1/P0 P2/P0 Danau tempe 0.035 0.034 0.021 0.974 0.589 0.782 Way rarem 0.03 0.029 0.025 0.938 0.826 0.882 Dodokan 0.035 0.033 0.025 0.965 0.733 0.849 Towuti 0.032 0.029 0.025 0.916 0.784 0.850 Danau gaung 0.031 0.03 0.029 0.958 0.920 0.939 Gata 0.022 0.019 0.018 0.884 0.829 0.856 Jati luhur 0.025 0.022 0.019 0.887 0.774 0.831 Kalimutu 0.035 0.034 0.033 0.971 0.968 0.970 Cisokan 0.041 0.039 0.031 0.963 0.765 0.864 Ciherang 0.033 0.029 0.029 0.859 0.856 0.857 Situ patenggang 0.031 0.029 0.025 0.926 0.806 0.866 Danau atas 0.029 0.028 0.025 0.959 0.866 0.912 Situ gintung 0.016 0.015 0.015 0.949 0.918 0.934 Cirata 0.036 0.032 0.031 0.875 0.848 0.861 Aek sibundong 0.032 0.027 0.022 0.86 0.695 0.778 Singkarak 0.02 0.019 0.017 0.935 0.865 0.900 Situ bagendit 0.025 0.016 0.011 0.66 0.425 0.543 Gajah mungkur 0.036 0.028 0.017 0.783 0.473 0.628

Way apo buru 0.043 0.025 0.013 0.588 0.310 0.449

Tondano 0.04 0.03 0.025 0.744 0.614 0.679 Batu tegi 0.032 0.029 0.024 0.900 0.735 0.818 Sentani 0.031 0.024 0.021 0.762 0.678 0.720 Silugonggo 0.031 0.028 0.023 0.910 0.749 0.830 Limboto 0.031 0.029 0.019 0.961 0.620 0.790 Sunggal 0.029 0.029 0.027 0.993 0.941 0.967 Rerata 0.885 0.743 0.814

(6)

6

Berdasarkan hasil yang tidak konsisten pada dua analisis berdasarkan ITK bobot basah dan kering maka perlu dilakukan pembandingan antara kedua hal tersebut untuk menentukan varietas yang konsisten. Melalui pembandingan yang dilakukan diperoleh beberapa varietas yang

konsisten di dua uji tersebut yaitu berdasarkan ITK-bobot basah (≥ 0.800) dan ITK-bobot kering (≥ 0.814) yaitu Dodokan, Gata, Kalimutu, Cisokan, Situ Patengganng, Danau Atas, Situ Gintung, Cirata, Singkarak, Batutegi, Silugonggo dan Sunggal (Tabel 3).

Table 3. Bobot basah dan kering kecambah pada uji toleransi kekeringan dengan menggunakan media larutan PEG pada konsentrasi yang berbeda.

Varietas ITK-Bobot basah ITK-Bobot kering

Danau tempe 0.623 0.782 Way rarem 0.681 0.882 Dodokan 0.906 0.849 Towuti 0.797 0.850 Danau gaung 0.796 0.939 Gata 0.915 0.856 Jati luhur 0.725 0.831 Kalimutu 0.882 0.970 Cisokan 0.816 0.864 Ciherang 0.601 0.857 Situ patenggang 0.858 0.866 Danau atas 0.877 0.912 Situ gintung 0.865 0.934 Cirata 0.942 0.861 Aek sibundong 0.821 0.778 Singkarak 0.833 0.900 Situ bagendit 0.823 0.543 Gajah mungkur 0.796 0.628

Way apo buru 0.551 0.449

Tondano 0.747 0.679 Batu tegi 0.829 0.818 Sentani 0.731 0.720 Silugonggo 0.822 0.830 Limboto 0.809 0.790 Sunggal 0.949 0.967 0.800 0.814

(7)

7 Polyethylene glycol (PEG)

merupakan bahan kimia yang sudah digunakan dalam seleksi tanaman terhadap kekeringan (Asraf and Naqvi, 1995; Hu and Jones, 2004; Ahmad et al., 2009). Hasil penelitian ditunjukan bahwa meningkatnya konsentrasi larutan PEG memberikan ITK yang semakin rendah (Tabel 1 dan 2). Hal ini sebagai indikator bahwa biomasa yang terbentuk lebih rendah pada kondisi tercekam. Farid (2004) menyebutkan bahwa biomasa menurun pada padi gogo dalam kondisi tercekam. Namun demikian respons setiap varietas menunjukan hasil yang berbeda dalam hal penurunan biomasa. Hal ini sebagai bukti bahwa adanya tingkat stabilitas genetik yang berbeda antar varietas akan memberikan respons berbeda pula. Kestabilan nampak setelah dilakukan pembandingan antara dua analisis yang dilakukan (Tabel 3).

Beberapa faktor punya peran dan menentukan kualitas dari benih pada varietas yang bebeda antara lain umur dan kematangan benih dan komposisi kimia benih. Kondisi kekeringan akan berpengaruh terhadap proses metabolisme sehingga berdampak terhadap pertumbuhan dan biomasa yang dihasilkan (Farooq et al., 2009; Jaleel et al., 2009). Oleh karena itu nampak bahwa hasil yang ditunjukan oleh berbagai varietas berbeda

karena karakter dari setiap varietas itu berbeda.

KESIMPULAN

Terseleksi varietas yang berpotensi toleran kekeringan yaitu Dodokan, Gata, Kalimutu, Cisokan, Situ Patengganng, Danau Atas, Situ Gintung, Cirata, Singkarak, Batutegi, Silugonggo dan Sunggal.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, S., R. Ahmad, M. Y. Ashraf, M. Ashraf and E. A. Waraich. 2009. Sunflower (Helianthus Annuus L.) Response To Drought Stress At Germination and Seedling Growth Stages. Pak. J. Bot., 41(2): 647-654 Ashraf, M.Y. and S.S.M. Naqvi. 1995.

Studies on water uptake, germination and seedling growth of wheat genotypes under PEG-6000 induced water stress. Pak. J. Sci. Ind. Res., 38:130-133.

Cisse´ , N.M., S. Ndiaye, and A.E. Hall. 1997. Registration of ‘Melakh’ cowpea. Crop Sci. 37:1978

Farid, N. 2004. Studi Fisiologi Toleran Kekeringan pada Padi Gogo. Agrin, 8(2): 108-116.

Farooq, M, A. Wahid, N.Kobayashi, D. Fujita, S.M.A. Basra. 2009. Plant

drought stress: effects, mechanisms and management. Agron. Sustain.

Dev., 29;185–212.

Hairmansis, A., B. Kustianto, E. Lubis, and Suwarno. 2008. Increasing Genetic Diversity through Participatory Varietal Selection of Upland Rice in Lampung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 27 (1): 9-12.

(8)

8

Hu, F.D. and R.J. Jones. 2004. Effects of plant extracts of Bothriochloa

pertusa and Urochloa

mosambicensis on seed germination and seedling growth of Stylosanthes hamata cv. Verano and Stylosanthes scabra cv. Seca. Aust. J. Agric. Res., 48:1257-1264.

IRRI. 2002. Reference Guide - Standard Evaluation System for Rice IRRI Los banos. Philipines.

Jaleel, C.A., P. Manivannan, A. Wahid, M. Farooq, H.J. Al-Juburi, R.

Somasundaram and R.

Panneerselvam. 2009. Drought Stress in Plants: A Review on Morphological Characteristics and Pigments Composition. Int. J. Agric. Biol., 11: 100–105

Lasalita-Zapico, F., Janmichaeben G. Miranda and Michelle F. Pare. 2008. Physiological characterization for drought tolerance of selected rice varieties in Lake Sebu, Philippines. USM R & D.J., 16(1):13-16.

Mulyani, A, 2006. Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Jakarta.

Perez, A.L. 1997. Composition de la solution nutritive. Convention AGCD-ULB-CERAAS.

Puslitbangtan. 2008. Peluang Menuju Swasembada Beras Berkelanjutan. Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

diikuti oleh dunia pendidikan, sehingga terjadi kesenjangan. Suatu kenyataan bahwa pendidikan sudah dinikmati masyarakat, program pemerintah untuk meningkatkan taraf

Saran yang dapat diberikan adalah edukasi gizi juga perlu dilakukan kepada orang tua dan guru agar saling bekerja sama dalam penurunan angka anemia pada remaja

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Gizi, Body image , dan Perilaku Makan dengan Status Gizi Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015.. Ini

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan untuk tanaman mahoni di sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Logawa Kabupaten Banyumas.. Metode

Dana yang dihimpun telah digunakan dalam perang pada masa Rasulullah, tetapi di saat yang sama upaya untuk mendistribusikan dana kepada para mustahik lainnya juga dilakukan..

Penelitian ini mengembangkan sistem informatika keanekaragaman hayati IPB (IPBiotics) untuk manajemen informasi keanekaragaman hayati sumber daya alam Indonesia dalam rangka

Dari ketiga habitat yang diamati di Gunung Slamet, pada hutan sekunder ditemukan hewan karnivora dengan jumlah dan spesies terbanyak (4 spesies, 5 ekor) dibanding dengan hutan primer

Diketahui bahwa (1) dedikasi yang dimiliki oleh Da’i Perbatasan masih tergolong lemah, kompetensi keilmuannya yang terbatas, keahlian yang kurang tangguh dan mumpuni serta