• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. matematika dengan baik (Kusnadi, Tahmir, & Minggi, 2014). Pembelajaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. matematika dengan baik (Kusnadi, Tahmir, & Minggi, 2014). Pembelajaran"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pembelajaran Matematika SMP

Pembelajaran matematika merupakan proses yang bertujuan untuk menciptakan situasi yang memungkinkan peserta didik melaksanakan pembelajaran matematika sehingga dapat memahami konsep atau prinsip matematika dengan baik (Kusnadi, Tahmir, & Minggi, 2014). Pembelajaran matematika di Indonesia masih cenderung pada ditekankannya hafalan rumus dan menghitung (Fitriana & Ismah, 2016). Faktanya, masih banyak siswa yang mengalami kendala dalam menyelesaikan soal-soal matematika terutama jika menemui variasi soal yang berbeda (Khadijah & Sukmawati, 2013). Padahal tujuan pembelajaran matematika bukan hanya untuk ketercapaian target materi maupun meningkatnya hasil belajar namun untuk meningkatkan kemampuan matematis (Tsani, 2015).

Pembelajaran matematika di SMP diharapkan memberikan kontribusi dalam mendukung pencapaian kompetensi melalui pengalaman belajar, agar mampu: 1) memahami konsep dan menerapkan prosedur matematika dalam kehidupan sehari-hari; 2) melakukan operasi matematika untuk penyederhanaan, dan analisis komponen yang ada; 3 melakukan penalaran matematis; 4) memecahkan masalah dan mengomunikasikan gagasan; dan 5) menumbuhkan sikap positif dalam memecahkan masalah (Kemendikbud, 2017). Sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika SMP di atas, maka siswa SMP harus mampu mencapai kompetensi tersebut diantaranya adalah kemampuan penalaran dan representasi. Guna mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat

(2)

12

mendukung tujuan pembelajaran. Salah satu model yang dimaksud adalah model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR).

2.2. Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR)

Model pembelajaran adalah pola yang digunakan secara efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran (Nurdyansyah & Fahyuni, 2016). Salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran adalah

Auditory Intellectually Repetition (AIR) yang merupakan model pembelajaran yang

menekankan pada 3 aspek yaitu auditory, intellectually, dan repetition yang akan mengakibatkan siswa memiliki kemampuan pemahaman, pemecahan masalah dan daya ingat yang lebih baik (Khadijah & Sukmawati, 2013). Lebih lanjut dijelaskan oleh (Handayani, Pujiastuti, & Suhito, 2014), bahwa aspek auditory berarti belajar dengan berbicara dan mendengarkan, intellectually berarti belajar bernalar, memecahkan masalah dan mengonstruksi kemudian menerapkan, dan repetition berarti belajar mendalami dan memantapkan melalui tugas atau kuis.

Teori yang mendukung model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) diantaranya adalah teori konstruktivisme yang menekankan bahwa siswa harus aktif dalam membangun pengetahuannya secara mandiri baik secara individu atau kelompok dan teori hukum latihan bahwa jika melakukan latihan-latihan maka belajar akan berhasil (Rahayuningsih, 2017; Suyono & Hariyanto, 2014). Penggunaan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) membantu proses pembelajaran (Munir, Sutarno, & Aisyah, 2018). Kegiatan belajar mengajar yang menggunakan model pembelajaran Auditory Intellectually

Repetition (AIR) mampu meningkatkan motivasi, keaktifan, dan antusiasme

(3)

13

Model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) mirip dengan model pembelajaran Somatic Auditory Visualization Intellectually (SAVI) dan

Visualization Auditory Kinestetic (VAK) namun memiliki perbedaan pada repetisi

atau pengulangan (Asih & Nilakusmawati, 2017; Burhan, Suherman, & Mirna, 2014). Model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) memiliki beberapa kelebihan diantaranya; 1) siswa menjadi lebih partisipatif dan memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengkonstruksi ide kemudian mengekspresikan ide tersebut; 2) siswa memiliki dorongan dari dalam diri untuk memberikan bukti-bukti atau penjelasan-penjelasan berkaitan dengan permasalahan yang diberikan (Shoimin, 2017). Lebih lanjut dijelaskan bahwa model pembelajaran Auditory

Intellectually Repetition (AIR) juga memiliki beberapa kekurangan misalnya; 1)

siswa mengalami kesulitan untuk langsung memahami permasalahan yang diberikan; 2) siswa berkemampuan tinggi dapat mencemaskan jawaban yang mereka berikan.

Langkah-langkah model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) meliputi; 1) pembagian siswa menjadi beberapa kelompok dengan empat sampai lima anggota untuk setiap kelompok; 2) kemudian para siswa mendengarkan dan memerhatikan penjelasan dari guru; 3) lalu setiap kelompok mendiskusikan permasalahan sesuai dengan materi yang diberikan, menuliskan hasil diskusi mereka lalu mempresentasikannya di depan kelas (Auditory); 4) setiap kelompok berdiskusi memikirkan bagaimana suatu penyelesaian masalah dapat diterapkan (Intellectually); 5) setelah kegiatan diskusi dilaksanakan, diberikan pengulangan materi yang dapat berupa tugas atau kuis untuk dikerjakan secara individu oleh masing-masing siswa (Riyanto, Yudhanegara, & Warmi, 2017).

(4)

14

Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran AIR

No Langkah-langkah Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1 Membagi seluruh siswa menjadi beberapa

kelompok dengan 4-5 anggota masing-masing kelompok

Membentuk kelompok dengan 4-5 anggota masing-masing kelompok

2

Menjelaskan materi yang akan diberikan Mendengarkan dan memerhatikan

penjelasan dari guru

3 Memberikan permasalahan sesuai dengan

materi yang telah diberikan

Mendiskusikan permasalahan sesuai dengan materi yang diberikan, menuliskan hasil diskusi mereka lalu mempresentasikannya di depan kelas (Auditory)

4

Memberikan arahan Memikirkan bagaimana suatu penyelesaian

masalah dapat diterapkan (Intellectually) 5

Memberikan pengulangan materi yang dapat berupa tugas atau kuis untuk dikerjakan secara individu oleh masing-masing siswa

Menerima pengulangan materi yang dapat berupa tugas atau kuis untuk dikerjakan secara individu oleh masing-masing siswa (Repetition)

2.3. Locus of Control

Locus of control merupakan hal berkaitan dengan persepsi diri tentang berhasil

atau tidaknya seseorang yang dapat menimbulkan reaksi positif maupun negatif (Rinn & Boazman, 2014). Beberapa orang cenderung mempertahankan perasaan kontrol mereka setelah mengalami kesuksesan atau kegagalan yang berulang dan dapat memiliki perasaan kontrol yang berbeda di situasi lainnya (Feist & Feist, 2010). Setelah mengalami situasi yang sama beberapa kali dimungkinkan akan menimbulkan kepercayaan diri yang besar mengenai ekspektasi terhadap rewards atau hasil yang akan dicapai (Burger, 2000).

Locus of control mengacu pada sejauh mana tiap orang percaya bahwa mereka

dapat mengontrol peristiwa yang memengaruhi mereka (Sumijah, 2015). Ada ekspektasi umum di mana tindakan individu sendiri akan menyebabkan munculnya hasil akhir yang diinginkan (Friedman & Schustack, 2008). Locus of control merupakan kepercayaan diri mendalam atau keyakinan bahwa jika seseorang melakukan hal positif maka semua yang kembali padanya juga positif (Widyaninggar, 2014).

(5)

15

Seseorang akan dikategorikan memiliki locus of control internal maupun eksternal yang keduanya akan menilai keberhasilan atau kegagalan secara berbeda (Hill, 2016). Locus of control internal berkaitan dengan kepercayaan diri bahwa hasil yang diperoleh diakibatkan oleh kerja keras dan kemampuan diri sendiri (Napowanetz, 2014). Sedangkan locus of control eksternal berkaitan dengan hasil yang diperoleh merupakan akibat dari faktor eksternal seperti keberuntungan atau pengaruh orang lain daripada dirinya sendiri (Sunil, 2017).

Oleh karena hal inilah secara umum dikatakan seseorang yang memiliki locus

of control internal yang lebih sering menggunakan pengetahuan dan

kemampuannya akan lebih sukses daripada seseorang yang memiliki locus of

control eksternal yang cenderung digambarkan akan mengalami situasi negatif

(Yeşİlyurt, 2014).

2.4. Kemampuan Penalaran Matematis

Bernalar berarti berpikir dasar, kritis, dan kreatif (Saragih, 2011). Penalaran adalah salah satu bentuk pemikiran (Rizqi & Surya, 2017). Lebih lanjut dijelaskan bahwa penalaran adalah aksi atau proses berpikir untuk menyimpulkan sesuatu atau membuat pernyataan baru berdasarkan pernyataan sebelumnya yang kebenarannya telah dibuktikan.

Penalaran matematis adalah fondasi untuk mendapatkan pengetahuan matematika (Rizqi & Surya, 2017). Penalaran matematis dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika karena dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa (Mikrayanti, 2016). Menurut Rizqi & Surya (2017), dengan penalaran matematis siswa dapat memberi perkiraan atau anggapan kemudian menyusun

(6)

16

bukti yang telah diketahui kebenarannya dan mengambil keputusan atau kesimpulan dengan baik.

Kemampuan penalaran matematis memiliki pengertian kompleks yang menyebabkan kemampuan ini tidak mudah dicapai siswa (Sukirwan, Darhim, & T, 2018). Kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan berpikir untuk menarik kesimpulan baik secara induktif maupun deduktif (Ario, 2016). Kemampuan penalaran matematis merupakan penggunaan penalaran dalam pola dan karakter, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti kemudian menjelaskan ide dan pernyataan matematika (Rizqi & Surya, 2017).

Menurut standar proses NCTM (2000), beberapa hal yang harus ada dalam kemampuan penalaran matematis adalah 1) membuat dan memeriksa dugaan matematika, dan 2) menyusun pernyataan matematika kemudian mengevaluasinya sehingga dapat ditarik simpulan. Bentuk-bentuk penilaiannya sesuai kurikulum 2013 berkaitan dengan kemampuan penalaran matematis adalah menginterpretasi dan menyusun kalimat matematika serta menerapkan pengetahuan matematika dalam konteks situasi sehari-hari.

Tabel 2.4.1 Indikator Kemampuan Penalaran Matematis No Indikator Kemampun Penalaran

Matematis Indikator Pencapaian

1 Membuat dugaan Menuliskan dugaan secara singkat

2 Manipulasi matematika Menyelesaikan masalah secara sistematis

dengan menggunakan manipulasi matematika

3 Menuliskan simpulan Memberikan simpulan logis sesuai dengan

permasalahan yang diberikan

Berikut adalah contoh soal penalaran matematis siswa pada materi fungsi. Sebuah perusahaan taksi ketentuan bahwa tarif awal adalah Rp 7.000,00 dan tarif

(7)

17

setiap kilometer adalah Rp 3.000,00. Berapa kilometer kah jarak yang ditempuh jika uang yang dibayarkan sebesar Rp 475.000,00?

Tabel 2.4.2 Contoh Soal Kemampuan Penalaran Matematis Siswa No Indikator Penalaran

Matematis Siswa Indikator Pencapaian

1 Membuat dugaan

Jika jarak yang ditempuh adalah 1 kilometer, maka tarif yang yang harus dibayarkan adalah tarif awal dijumlahkan dengan tarif setiap kilometer dikalikan 1 kilometer.

Siswa menuliskan dugaan secara singkat

2 Manipulasi

Matematika

Dengan demikian tarif untuk jarak 1 kilometer adalah Rp 7.000,00 + (Rp 3.000,00/km × 1 km) = Rp 7.000,00 + Rp 3.000,00 =

Rp 10.000,00 Jarak yang

ditempuh Cara Menghitung Tarif

1 km Rp 7.000,00 + (Rp 3.000,00/km × 1 km) 5 km Rp 7.000,00 + (Rp 3.000,00/km × 5 km) 10 km Rp 7.000,00 + (Rp 3.000,00/km × 10 km) 15 km Rp 7.000,00 + (Rp 3.000,00/km × 15 km) ⋮ ⋮ 𝒙 km Rp 7.000,00 + (Rp 3.000,00/km × 𝒙 km)

Jika jarak yang ditempuh adalah 𝑥 kilometer, maka tarif yang yang harus dibayarkan adalah tarif awal dijumlahkan dengan tarif setiap kilometer dikalikan jarak yang akan ditempuh yaitu 𝑥 kilometer. Dapat ditulis, 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑦𝑎𝑟𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝒙 km = Rp 7.000,00 + (Rp 3.000,00/km × 𝒙 km)

Dengan demikian, jika tarif yang harus dibayarkan telah diketahui maka 𝑥 km adalah

tarif yang harus dibayarkan dengan jarak tempuh 𝑥 km = Rp 7.000,00 + (Rp 3.000,00/km × 𝑥 km)

↔ tarif yang harus dibayarkan dengan jarak tempuh 𝑥 km − Rp 7.000,00 = (Rp 3.000,00/km × 𝑥 km)

↔ (tarif yang harus dibayarkan dengan jarak tempuh 𝑥 km − Rp 7.000,00) ÷ Rp 3.000,00/km

= 𝑥 km

Sehingga, 𝑥 km = (tarif yang harus dibayarkan dengan jarak

tempuh 𝑥 km − Rp 7.000,00) ÷ Rp 3.000,00/km

𝑥 km = (Rp 475.000,00 − Rp 7.000,00) ÷ Rp 3.000,00/km ↔ 𝑥 km = Rp 468.000,00 ÷ Rp 3.000,00/km

↔ 𝑥 km = 156 km ↔ 𝑥 = 156

Siswa menyelesaikan masalah secara sistematis dengan menggunakan manipulasi matematika

(8)

18

3 Menuliskan simpulan

Jika jarak yang ditempuh adalah 𝑥 kilometer, maka tarif yang yang harus dibayarkan adalah tarif awal dijumlahkan dengan tarif setiap kilometer dikalikan jarak yang akan ditempuh yaitu 𝑥 kilometer. Oleh karena masalah yang diberikan adalah berapa km jarak yang ditempuh jika tarif yang harus dibayarkan telah diketahui maka jarak yang ditempuh adalah (tarif yang harus dibayarkan dengan jarak tempuh 𝑥 km − tarif awal) ÷ tarif setiap kilometer.

Dengan demikian, dalam soal ini jarak yang ditempuh dengan tarif Rp 475.000,00 adalah 156 km.

Siswa memberikan simpulan logis sesuai dengan permasalahan yang diberikan

2.5. Kemampuan Representasi Matematis

Representasi merupakan salah satu standar kemampuan yang harus ada dalam suatu pembelajaran matematika (Syafri, 2017). Representasi merupakan alat untuk menyampaikan pemikiran (Tyas, Sujadi, & Riyadi, 2016). Representasi dapat diwujudkan melalui benda nyata, grafik, tabel, kata-kata, dan simbol matematika (Tsani, 2015). Lebih lanjut dijelaskan bahwa siswa dapat memilih bentuk representasi sesuai dengan permasalahan yang diberikan.

Representasi matematis merupakan salah satu kemampuan kognitif yang berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa (Riyanto, dkk., 2017). Pada pembelajaran di kelas guru mengajarkan konsep abstrak meskipun siswa pada dasarnya lebih mudah memahami konsep konkret, namun dengan menggunakan simbol dan notasi matematika siswa dapat mempresentasikan pemahamannya (Tyas, dkk., 2016). Untuk kebanyakan siswa alat bantu berpikir ini tidak akan dapat dicapai tanpa adanya bimbingan yang memadai oleh guru (Tsani, 2015).

Kemampuan representasi matematis merupakan salah satu kemampuan matematis yang harus dimiliki selama proses pembelajaran matematika (Amelia, dkk., 2018). Lebih lanjut dijelaskan bahwa kemampuan representasi matematis dapat membantu siswa dalam membangun, memahami konsep, dan

(9)

19

mengekspresikan ide matematika (Rahmawati, Purwanto, Subanji, Hidayanto, & Anwar, 2017). Berdasarkan standar proses oleh NCTM (2000) beberapa hal yang harus ada dalam kemampuan representasi matematis adalah 1) menyusun dan mengomunikasikan ide matematika dan 2) memilih, menerapkan, dan menerjemahkan grafik, tabel, kata-kata, atau simbol matematika untuk menyelesaikan masalah. Bentuk-bentuk penilaian sesuai kurikulum 2013 berkaitan dengan kemampuan representasi matematis adalah dapat mengorganisasi, menginterpretasi, dan menampilkan informasi secara teliti dalam bentuk tulisan, tabulasi, grafik, dan bentuk diagram; melakukan perkiraan dan dapat mengkonversikannya ke dalam bentuk numerik yang ekivalen/setara.

Tabel 2.5.1 Indikator Kemampuan Representasi Matematis No Indikator Representasi Matematis Kriteria

1 Mengorganisasi informasi Menyusun informasi dalam bentuk tulisan,

tabel, atau grafik

2 Melakukan perkiraan

Menuliskan langkah-langkah penyelesaian permasalahan dan/atau melibatkan ekspresi matematis

3 Mengonversi

Mengubah hasil perkiraan ke dalam bentuk numerik yang ekuivalen/setara dan/atau tulisan

Berikut adalah contoh soal representasi matematis siswa pada materi fungsi. Seorang petani menanam pohon apel dalam pola persegi. Untuk melindungi pohon apel tersebut dari angin dia menanam pohon pinus di sekeliling kebun. Di bawah ini terdapat penggambaran pola pohon apel dan pinus untuk sebarang banyaknya (n) kolom pohon apel.

n = 1 P P P P A P P P P n = 3 P P P P P P A A A P P A A A P P A A A P P P P P P n = 2 P P P P P A A P

(10)

20

P A A P

P P P P

Keterangan:

P = pohon pinus A = pohon apel

Misalkan petani ingin membuat kebun yang lebih besar dengan banyak baris pohon. Ketika petani membuat kebun lebih besar, yang mana yang akan meningkat lebih cepat, jumlah pohon apel atau jumlah pohon pinus? Jelaskan bagaimana kamu memperoleh jawabannya.

Tabel 2.5.2 Contoh Soal Kemampuan Representasi Matematis Siswa No Indikator Representasi Matematis Siswa Indikator Pencapaian 1 Mengorganisasi informasi

Berdasarkan penggambaran pola pohon apel dan pinus diperoleh data sebagai berikut

𝑛 Banyak pohon apel 𝑛(𝐴)

Banyak pohon pinus 𝑛(𝑃) 1 1 8 2 4 12 3 9 16 ⋮ ⋮ ⋮ 𝑛 ∙∙∙∙∙ ∙∙∙∙∙

Siswa menyusun informasi dalam bentuk tulisan, tabel, atau grafik

2 Melakukan perkiraan

Diketahui:

Jika 𝑛 = 1,

maka banyak pohon apel = 1 pohon dan banyak pohon pinus = 8 pohon Jika 𝑛 = 2,

maka banyak pohon apel = 4 pohon dan banyak pohon pinus = 12 pohon

Ditanya: Ketika petani membuat kebun lebih besar, yang mana yang akan

meningkat lebih cepat, jumlah pohon apel atau jumlah pohon pinus?

Penyelesaian:

Kita dapat melihat perbandingan jumlah pohon apel dan pinus melalui tabel di atas sehingga jumlah pohon pinus akan lebih meningkat daripada jumlah pohon apel.

Siswa menuliskan langkah-langkah penyelesaian permasalahan secara verbal dan/atau melibatkan ekspresi matematis

3 Mengonversi

(11)

21 1 1 = 12 8 = 9 − 1 = 32− 12 2 4 = 22 12 = 16 − 4 = 32− 22 3 9 = 32 16 = 25 − 9 = 32− 32 ⋮ ⋮ ⋮ 𝑛 𝑛(𝐴) = 𝑛2 𝑛(𝑃) = (𝑛 + 2)2− 𝑛2

Dapat diperhatikan bahwa pola persegi pohon apel adalah pola dari pangkat dua dan pola pohon pinus adalah pola dari (𝑛 + 2)2− 𝑛2.

Dengan demikian jelaslah bahwa ketika akan dibuat kebun yang lebih besar, yang akan meningkat lebih cepat adalah jumlah pohon pinus.

Siswa mengubah hasil perkiraan ke dalam bentuk numerik yang ekuivalen/setara dan/atau tulisan

Gambar

Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran AIR
Tabel 2.4.1 Indikator Kemampuan Penalaran Matematis
Tabel 2.4.2 Contoh Soal Kemampuan Penalaran Matematis Siswa
Tabel 2.5.1 Indikator Kemampuan Representasi Matematis  No  Indikator Representasi Matematis  Kriteria
+2

Referensi

Dokumen terkait

Bila PDB-nya adalah seperti pada soal nomor 1, tentukan ukuran langkah yang optimal agar galat per langkah pada solusi PDB dengan metode Runge-Kutta orde-4 kurang dari

Syarat bibit yang baik : berasal dari tanaman yang tumbuh subur, segar, sehat, berdaun banyak dan hijau, kokoh, terhindar dari serangan penyakit; cukup umur/berasal

Sumpah Pemuda pada mata pelajaran PKn siswa kelas III MI Al-Karimi Dukun Gresik, (2) Untuk mengetahui peningkatan pemahaman sejarah Sumpah Pemuda pada mata pelajaran

Mulok merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada Standar Isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Keberadaan mata pelajaran mulok merupakan bentuk

Pengaruh tingkat umur terhadap produktivitas Wilayah Bantul Lampiran 6 Variabel umur terhadap produktivitas secara logaritmic dan. quadratic

mangrove yang berfungsi dalam pertukaran CO2 dan O2, dimana akar tersebut akan tertutup minyak sehingga kadar oksigen dalam akar berkurang. Jika minyak mengendap dalam waktu

Menunjuk surat Direktur Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi nomor: 362/B3.4/KM/2018

Dalam e- commerce dikenal adanya B2B dan B2C yang bisa digunakan para pelanggan untuk turun langsung apabila ingin melakukan transaksi pembelian pada e-commerce atau