1
Mahasiswa Teknik Sipil 1 Pengaruh Pemakaian Aditif (Wetfix-Be) untuk Perkerasan Jalan pada Asphalt Concrete-Wearing Course (Ac-Wc)
Siti Abriani Oktavi Kartiko1, Fakih Husnan2, Yuliyanti Kadir3.
Abstract
The study aimed to (1) determine the effect of additives on the stability of AC-WC pavement, (2) determine the ratio of the asphalt mixture which used of Wetfix-BE additive and not. This study applied the Bina Marga method by having data analysis techniques of marshall test. Aggregate used by AMP Sinar Karya Cahaya and Pertamina Asphalt with penetration of 60/70 by using variation of bitumen content on 5%, 5.5%, 6%, 6.5%, 7% with Optimum Bitumen Content (OBC) of 5.75% for Wetfix-BE added by 0.3%. The effect caused by the addition of Wetfix-BE additive to the asphalt mixture, against Marshall Properties overall concluded that there was an increase in the value of each marshall characteristics, compared with non mixture one. On the marshall pre- and post-testing added Wetfix-BE additive with 0.3% at (OBC) resulted in density values increased 2.435 to 2.444; increased stability from 2080.993 kg to 2180.145 kg; Marshall Quotient from 630.293 to 655.643; flow from 3.240 to 3.260; The percent vids filled with bitumen (VFB) also from 75.920 to 77.547; however the marshall characteristic of the cavity in the mixture (VIM), and the cavity among aggregate particles (VMA) decreased respectively from 17.133 to 16.817 VMA, VIM from 4.367 to 4.002; Based on the results obtained from the testing of Marshall characteristic have conformed the Bina Marga Specification of year 2010.
Keywords: Wetfix-BE, Asphalt Concrete – Wearing Course, Marshall
PENDAHULUAN
Kerusakan dini jalan aspal disebabkan aspal memiliki kelemahan karena memiliki viskositas rendah dan tidak tahan terhadap panas, radiasi dan oksidasi. Biasanya juga kerusakan jalan disebabkan masuknya air ke dalam pori-pori agregat yang biasanya terjadi pada saat hujan dan perkerasan dilewati sebelum aspal cukup kuat atau karena kurang ratanya aspal menyelimuti batuan. Peningkatan mutu aspal sudah biasa dilakukan yaitu dengan cara memodifikasinya dengan penambahan bahan tambah atau aditif yang diharapkan dapat memperbesar energi perlekatan asapla terhadap batuan.
Wetfix-BE merupakan bahan kimia yang sangat sensitif, penambahan jumlahnya
terhadap campuran beraspal sangat sedikit sekali, tetapi dapat menghasilkan stabilitas yang cukup baik.
TINJAUAN PUSTAKAN
1. Beton Aspal Campuran Panas
Beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan penambah. Material-material pembentuk beton aspal dicampur di instalasi pencampuran pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Jika digunakan semen aspal, maka suhu pencampuran umumnya antara 145o-155oC, sehingga disebut campuran aspal campuran panas (Sukirman, 2003).
2. Lapis Aspal Beton (Asphalt Concrete, AC)
Laston adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi menerus, dicampur pada suhu tertentu. Material-material pembentuk beton aspal yang telah dicampur ditempat instalasi pencampur, kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Jika semen aspal, maka pencampuran umumnya antara 145-150°C, sehingga disebut beton aspal campuran panas. Campuran ini dikenal dengan hotmix (Sukirman, 2003).
Gradasi agregat gabungan untuk campuran AC-WC yang mempunyai gradasi menerus tersebut ditunjukkan dalam persen berat agregat, harus memenuhi batas-batas dan harus berada di luar daerah larangan (restriction zone) yang terdapat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston (AC) (Dirjen Bina Marga 2010)
Sifat-sifat Campuran
Laston
Lapis Aus Lapis Antara Pondasi Halus Kasar Halus Kasar Halus Kasar
Kadar aspal efektif (%) 5,1 4.3 4,3 4,0 4,0 3,5
Penyerapan aspal (%) Maks. 1,2
Jumlah tumbukan per bidang 75 112 (1)
Rongga dalam campuran (%) (2) Min. 3,5
Maks. 5,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 15 14 13
Rongga Terisi Aspal (%) Min. 65 63 60
Sifat-sifat Campuran
Laston
Lapis Aus Lapis Antara Pondasi Halus Kasar Halus Kasar Halus Kasar
Maks. - -
Pelelehan (mm) Min. 3 4,5 (1)
Marshall Quotient (kg/mm) Min. 250 300
Rongga dalam campuran (%) pada Kepadatan membal (refusal)(4)
Min. 2,5
3. Material Aspal
Aspal merupakan bahan pengikat agregat yang memiliki warna coklat gelap bahkan sampai hitam dan padat, agak padat atau cair yang terdiri dari unsure utama bitumen yang berasal dari hasil reduksi penyulingan minyak (crude oil). Ketentuan-ketentuan untuk Aspal Panas dapat dilihat pada Tabel 2 seperti dibawah ini.
Tabel 2. Ketentuan-Ketentuan untuk Aspal Keras (Dirjen Bina Marga 2010)
No Jenis Pengujian Metoda Pengujian
Tipe I Aspal Pen. 60-70
Tipe II Aspal yang Dimodifikasi
A B C Asbuton yg diproses Elastomer Alam (Latex) Elastomer Sintetis a. Penetrasi pada 25C (dmm) SNI 06-2456-1991 60-70 40-55 50-70 Min.40
b. Titik Lembek (C) SNI 06-2434-1991 >48 - - >54
c. Indeks Penetrasi 4) - > -1,0 ≥ - 0,5 > 0.0 > 0,4
d. Duktilitas pada 25C, (cm) SNI-06-2432-1991 >100 > 100 > 100 > 100 e. Titik Nyala (C) SNI-06-2433-1991 >232 >232 >232 >232 f. Kelarutan dlm Toluene (%) ASTM D5546 >99 > 90(1) >99 >99
g. Berat Jenis SNI-06-2441-1991 >1,0 >1,0 >1,0 >1,0
h. Stabilitas Penyimpanan (C) ASTM D 5976 part 6.1 - <2,2 <2,2 <2,2 Agregat
Agregat merupakan batuan yang menjadi komponen utama dari lapisan perkerasan jalan. Kekuatan suatu truktur perkerasan jalan ditentukan oleh sifat dan bentuk dari agregat yang menyusunnya.
1. Ketentuan agregat kasar
Fraksi agregat kasar disiapkan dalam ukuran nominal sesuai dengan jenis campuran yang direncanakan seperti ditunjukan pada Tabel 3.
Tabel 3. Persyaratan Agregat Kasar (Dirjen Bina Marga 2010)
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan
magnesium SNI 03-3407-1994 Maks 12 %
Abrasi dengan mesin Los Angeles
Campuran AC bergradasi kasar
SNI 2417:2008
Maks 30 % semua jenis campuran aspal ber
gradasi lain Maks 40 %
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min 95 %
Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90
Partikel pipih ASTM D-4791 Maks 25 %
Partikel lonjong ASTM D-4791 Maks 10 %
Material lolos saringan no. 200 SNI 03-4142-1996 Maks 1 %
Catatan :
95/90 menunjukan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90 % agrregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih
2. Ketentuan agregat halus
Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Persyaratan Agregat Halus (Dirjen Bina Marga 2010)
Pengujian Standar Nilai
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997
Min 50% untuk SS, HRS dan AC bergradasi Halus Min 70% untuk AC
bergradasi kasar Material Lolos Ayakan No. 200 SNI 03-4428-1997 Maks. 8%
Kadar lempung SNI 3423 : 2008 Maks. 1%
Angularitas (kedalaman dari
permukaan < 10 cm) AASHTO TP-33 atau ASTM C1252-93
Min. 45 Angularitas (kedalaman dari
permukaan >10 cm) Min. 40
3. Ketentuan Bahan Pengisi (Filler)
Bahan pengisi harus bebas dari semua bahan yang tidak dikehendaki. Bahan pengisi yang ditambahakan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan serta mempunyai ketentuan seperti ditunjukan pada Tabel 5.
Tabel 5. Persyaratan Bahan Pengisi (Filler) (Dirjen Bina Marga 2010)
Pengujian Standar Nilai
Lolos saringan N0.200
SNI 03 M-02-1994-03 Min 75%
Bebas dari bahan organik Maks 4%
4. Bahan Tambah Aditif (Wetfix-BE)
Adapun manfaat Wetfix-BE adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pelapisan aspal dengan agregat waktu dalam keadaan basah.
2. Sebagai modifier aspal untuk meningkatkan ikatan atau bonding agregat dan aspal. 3. Pemeliharaan rutin menjadi berkurang
5. Jalan selalu terpelihara dan nyaman.
Tabel 6. Spesifikasi Wetfix-BE (Akzo Nobel, Asphal Applications, 2003)
Parameter Batas Metode
Asam nilai <10 mg KOH / g VE/2.013
Jumlah amina nomor 160-185 mg HCl / g VE/2.018
Kimia dan Data Fisik Khas Nilai
Penampilan coklat, cairan kental pada 20 ° C
pH 11 (5% dalam air)
Kepadatan 980 kg / m³ pada 20 ° C
Titik nyala > 218 ° C
Titik lebur <-20 ° C
Kelekatan 800 mPa.s pada 20 ° C
Kelarutan Khas Nilai
Etanol larut
Air emulsifialbe
Kelarutan Khas Nilai
Kemasan dan Penyimpanan
Penyimpanan dan Penanganan Produk ini stabil selama minimal dua tahun dalam wadah aslinya tertutup pada suhu kamar
METODE PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini bertempat di Laboratorium Transportasi Universitas Negeri Gorontalo.
2. Alat dan Bahan Alat
Tahapan persiapan alat dan bahan dilakukan untuk persiapan/pengadaan alat dan bahan perlengkapan untuk pengujian.
3. Metode Pengumpulan Data A. Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan yaitu tahapan pengumpulan referensi–referensi yang relevan yang kemudian akan digunakan sebagai dasar dalam penelitian serta menentukan lokasi pengambilan material dan tempat penelitian.
B. Pengujian Bahan
Pengujian bahan dilakukan untuk meneliti bahan yang akan digunakan pada campuran apakah memenuhi persyaratan, pengujian bahan yang terdiri dari aspal, agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi (filler).
Meskipun penggunaan jumlah aspal kecil namun sangat mempengaruhi dalam menyatukan suatu komponen campuran. Pada penelitian ini menggunakan aspal pertamina pen 60/70. Jenis pengujian yang dilakukan antara lain titik lembek, titik nyala dan titik bakar, penetrasi aspal, daktilitas, berat jenis aspal dan berat jenis aspal + Wetfix-BE. Adapun standar pengujiannya ditunjukkan dalam Tabel 1.
2) Pengujian Agregat Kasar
Berikut adalah spesifikasi pengujian agregat kasar:
a. Fraksi agregat kasar untuk rancangan adalah yang tertahan saringan No.8 (2,36 mm) dan haruslah bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan dalam Tabel 2. b. Fraksi agregat kasar harus batu pecah atau kerikil pecah dan harus disiapkan dalam ukuran nominal. Ukuran maksimum (maximum size) agregat adalah satu saringan yang lebih besar dari ukuran nominal maksimum (nominal maximum
size). Ukuran nominal maksimum adalah satu saringan yang lebih kecil dari
saringan pertama (teratas) dengan bahan tertahan kurang dari 10%.
c. Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang disyaratkan dalam Tabel 2.3 Angularitas agregat kasar didefinisikan sebagai persen terhadap berat agregat yang lebih besar dari saringan No.8 (2,36 mm) dengan muka bidang pecah satu atau lebih.
d. Agregat kasar untuk latasir kelas A dan kelas B boleh dari kerikil yang bersih. e. Fraksi agregat kasar harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke AMP dengan
melalui pemasok penampung dingin (cold bin feeds) sedemikian rupa sehingga gradasi gabungan agregat dapat dikendalikan dengan baik.
f. Batas-batas yang ditentukan dalam Tabel 2 untuk partikel kepipihan dan kelonjongan dapat dinaikkan oleh Direksi Pekerjaan bilamana agregat tersebut memenuhi semua ketentuan lainnya dan semua upaya yang dapat dipertanggungjawabkan telah dilakukan untuk memperoleh bentuk partikel agregat yang baik.
g. Pembatasan lolos saringan No.200 (0,075 mm) < 1%, pada saringan kering karena agregat kasar yang dilekati lumpur tidak dapat dipisahkan pada waktu pengeringan sehingga tidak dapat dilekati aspal. Standar uji agregat untuk kasar
adalah penyerapan air, berat jenis, abrasi dengan mesin los angeles, kelekatan agregat terhadap aspal, partikel pipih, partikel lonjong.
3) Pengujian Agregat Halus
Berikut adalah spesifikasi pengujian agregat halus:
a. Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau penyaringan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos saringan No.8 (2,36 mm) sesuai SNI 03-6819-2002.
b. Fraksi agregat kasar, agregat halus pecah mesin dan pasir harus ditumpuk terpisah.
c. Pasir boleh digunakan dalam campuran aspal. Persentase maksimum yang disarankan untuk laston (AC) adalah 10%.
d. Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari lempung, atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Agregat halus harus diperoleh dari batu yang memenuhi ketentuan mutu. Agar dapat memenuhi ketentuan mutu, batu pecah halus harus diproduksi dari batu yang bersih.
e. Agregat halus dan pasir harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke AMP dengan menggunakan pemasok penampung dingin (cold bin feeds). yang terpisah sedemikian rupa sehingga rasio agregat pecah halus dan pasir dapat dikontrol dengan baik.
f. Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 3. Standar uji agregat untuk kasar adalah penyerapan air, berat jenis, nilai setara pasir.
4) Pengujian Bahan Pengisi (filler)
Berikut adalah spesifikasi pengujian Filler:
a. Filler harus bebas dari bahan yang tidak dikehendaki. Ketentuan bahan pengisi ditunjukkan dalam Tabel 4.
b. Debu batu (stone dust) dan bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan penyaringan sesuai SNI 03-4142-1996 harus mengandung bahan yang lolos saringan No.200 (0,075 mm) tidak kurang dari 75 % dari yang lolos saringan No.30 (0,600 mm) dan mempunyai sifat non plastis.
5) Campuran Aspal (Mix Design)
a. Tahap persiapan. Pada tahap ini melakukan persiapan untuk semua alat dan bahan yang terkait dengan penelitian.
b. Pemeriksaan bahan. Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap material penyusun, untuk mengetahui sifat dan karakteristik material yang akan digunakant. Pengujian ini meliputi pengujian agregat kasar, agregat halus, filler serta aspal.
c. Mengumpulkan data hasil pengujian bahan yaitu agregat kasar, agregat halus,
filler serta aspal.
d. Menyiapkan data gradasi agregat kasar, agregat halus.
e. Rencana proporsi agregat tanpa menggunakan aditif Wetfix-BE.
f. Perhitungan perkiraan awal kadar aspal optimum (Pb) menggunakan Persamaan. Pb = 0,035(%CA) + 0,045(%FA) + 0,18(%FF) + K
dengan:
Pb : kadar aspal optimum ( % ), CA : agregat kasar ( % ),
FA : agregat halus ( % ), FF : filler ( % ),
K : konstanta (kira-kira 0,5 - 1,0).
g. Membuat perkiraan Nilai Pb sampai terdekat 0,5% pada hasil perhitungan.
g. Membuat benda uji (mix design) atau briket beton aspal. Terlebih dahulu disiapkan agregat dan aspal sesuai jumlah benda uji yang akan dibuat. Untuk mendapatkan kadar aspal optimum umumnya dibuat 25 buah benda uji dengan 5 variasi kadar aspal yang masing-masing berbeda 0,5%. Jika kadar aspal tengah adalah a %, maka benda uji dibuat untuk kadar aspal (a-1)%, (a-0,5)%, a %, (a+0,5)%, (a+1)%. Masing-masing kadar aspal dibuat dalam 5 variasi.
i. Melakukan pengujian berat jenis. Benda uji terlebih dahulu ditimbang dalam keadaan kering, ditimbang dalam air dan dalam keadaan SSD atau kering permukaan. Melakukan perendaman terhadap benda uji di dalam water bath dengan suhu 60°C selama 30 menit.
j. Melakukan pengujian marshall untuk menetukan kepadatan, stabilitas, kelelehan, hasil bagi marshall, VIM, VMA,VFB. Prosedur pengujian marshall mengikuti SNI 06-2489-1991, atau AASHTO T 245-90, atau ASTM D 1559-76.
k. Hitung rongga diantara VIM, VMA,VFA
l. Gambar Grafik hubungan antara Kadar Aspal dengan parameter marshall meliputi kepadatan, stabilitas, kelelehan, hasil bagi marshall, VIM, VMA,VFB.
m. Menentukan kadar aspal optimum (KAO). Membuat campuran aspal pada Kadar Aspal Optimum (KOA) dengan pemakain aditif Wetfix-BE.
o. Melakukan pengujian marshall, untuk menetukan kepadatan, stabilitas, kelelehan, hasil bagi marshall, VIM, VMA,VFA. Prosedur pengujian marshall mengikuti SNI 06-2489-1991, atau AASHTO T 245-90, atau ASTM D 1559-76.
i. Menganalisis data dari hasil pengujian yang telah dilakukan.
4. Metode Analisis Data
Metode Analisis data dilakukan dengan Metode Bina Marga menggunakan spesifikasi AC-WC dengan metode pengujian marshall, pengujian marshall meliputi : analisa void yang terdiri dari VMA (Void Material Aggregate), VIM (Void in the Mix) dan VFB (Void
Filled with Bitumen), dan MQ (Marshall Quotient).
Gambar 1. Bagan Alir Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Agregat
Penelitian ini menggunakan agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya yang berlokasi di kecamatan Bongomeme. Adapun hasil pengujian agregat untuk agregat kasar, agregat halus dan filler dapat dilihat pada Tabel 7.
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Pembuatan 5 Buah Benda Uji tanpa Aditif & 5 Buah Benda Uji dengan Aditif Wetfix-Be 0.3%
Uji Marshall pada KAO
Selesai Penentuan KAO
Uji Marshall
Pembuatan 25 Buah Benda Uji dengan Variasi Kadar Aspal (5%; 5.5%; 6%; 6.5%; 7%)
Perkiraan Kadar Aspal Rencana
Pb = 0.035 (%CA) + 0.045 (%FA) + 0.18 (%FF) + K Rancangan Proporsi Agregat
Memenuhi Spesifikasi Tidak
Aspal Pen 60/70 Agregat Kasar & Sedang Abu-batu
Mulai
Persiapan Alat dan Bahan
Pengujian Material
Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)
Jenis Pengujian Course Agregat (CA) Medium Agregat (MA) Fine Agregat (FA) Spesifikasi *) Agregat Halus
Nilai Setara Pasir - - Min 50%
Berat Jenis Bulk -
- - - - - - - 2.76 Min 2,50 Berat Jenis SSD - - 2.78
Berat Jenis Semu - - 2.83
Penyerapan (%) - - 1.00 Maks. 3%
Agregat Kasar
Berat Jenis Bulk 2.77 2.79 -
- - -
Min 2,50
Berat Jenis SSD 2.79 2.81 -
Berat Jenis Semu 2.83 2.84 -
- - -
Penyerapan (%) 0.75 0.66 - Maks. 3%
Agregat kasar lolos saringan no. 200 (%)
0.06 0.04 - Maks. 1
Agregat halus lolos saringan no. 200 (%)
- - 8.63 Maks. 10
Abrasi (%) 21.04 22.40 - Maks. 40
2. Aspal
Aspal yang digunakan adalah jenis aspal penetrasi 60/70 produksi Pertamina. Untuk hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Pengujian Aspal
No Uraian Metoda Pengujian Spesifikasi Hasil
1 Berat Jenis SNI-06-2441-1991 > 1 1.04
2 Penetrasi (25oC / 5 detik) SNI 06-2456-1991 60-70 65
3 Titik Lembek SNI 06-2434-1991 > 48 59.5
4 Titik Nyala SNI-06-2433-1991 > 232 280oC
5 Daktilitas SNI-06-2432-1991 > 100 107.5
Berdasarkan hasil pengujian dapat dilihat bahwa nilai–nilai karakteristik aspal telah memenuhi spesifikasi Bina Marga.
3. Hasil Pengujian Marshall untuk Campuran AC-WC Tanpa Menggunakan Aditif Wetfix-Be
Pengujian marshall pada campuran hot mix dilakukan untuk memperoleh nilai karakteristik marshall yang meliputi kepadatan, rongga udara di dalam campuran (VIM), rongga dalam mineral agregat (VMA), stabilitas, kelelehan (flow) dan angka perbandingan marshall (Marshall Quotient). Hasil pengujiannya dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Pengujian Marshall
Kadar Aspal
Karakteristik Marshall
Kepadatan VIM Stabilitas VMA Flow MQ VFB BFT
5.0 2.441 5.53 2 1918.488 16.258 4.280 439.456 67.971 7.39 5.5 2.454 4.28 9 2082.168 16.257 3.060 667.105 75.167 8.24 6.0 2.444 3.95 6 1913.604 17.054 3.240 579.038 78.092 9.11 6.5 2.436 3.54 3 1551.990 17.773 4.100 371.112 81.123 9.98 7.0 2.430 3.01 0 1448.436 18.385 4.220 336.501 84.462 10.86
4. Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) pada campuran AC-WC Penentuan kadar aspal optimum (KAO) dapat dilihat pada Gambar 2.
No Parameter Spesifikasi Kadar Aspal (%)
5% 5,5% 6% 6,5% 7% 1 Kepadatan - 2 VIM 3,5% - 5% 3 VMA > 14 4 Stabilitas ≥ 800 kg 5 Flow ≥ 3 mm 6 VFB ≥ 63% 7 BFT - 8 MQ ≥ 250 kg/mm
Gambar 2. Kadar Aspal Optimum pada Campuran AC-WC
KAO = (5% + 5,5% + 6% + 6,5%) / 4 = 5,75%
5. Perbandingan Hasil Pengujian Marshall pada Kadar Aspal Optimum (KAO) pada Campuran AC-WC yang Menggunakan Aditif Wetfix-Be dan Tanpa Menggunakan Aditif Wetfix-Be
Sifat-sifat marshall pada kondisi kadar aspal optimum pada dasarnya adalah sama dengan uji marshall pada kondisi kadar aspal rencana yaitu tidak ada perbedaan pada pengujian masing-masing jenis campuran. Perbedaannya hanya pada penambahan bahan aditif Wetfix-BE.
Pengaruh Wetfix-BE sebagai bahan tambah pada campuran AC-WC adalah dari bau benda uji terdapat bau yang berbeda dari benda uji tanpa menggunakan bahan tambah aditif (Wetfix-BE). Dari hasil uji marshall dengan penambahan aditif (Wetfix-BE) maupun tanpa penambahan aditif dapat dipresentasikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Perbandingan Sifat-sifat Marshall
No. Sifat-sifat Marshall Sampel Prosentase Spesifikasi Tanpa Aditif Menggunakan Aditif Naik/turun
1 Kepadatan 2.435 2.444 0.382 % -
2 VIM 4.367 4.002 - 8.364 % Min 3.5% – Max 5.5%
3 VMA 17.133 16.817 - 1.847 % Min 15%
4 Stabilitas 2080.993 2180.145 4.664 % Min 800 Kg
5 Flow 3.240 3.260 0.617 % Min 3 mm
6 Marshall Quotient 630.293 655.643 4.002 % Min 250
7 VFA 75.920 77.547 2.143 % Min 65
8 TFA 8.69 8.88 2.276 % -
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengaruh yang terjadi akibat penambahan aditif Wetfix-BE pada Aspal Pen 60/70 dengan kadar aspal optimum (KAO) 5,75% untuk variasi bahan tambah 0,3%, terhadap stabilitas pada campuran AC-WC terjadi peningkatan nilai stabilitas untuk campuran yang menggunakan aditif Wetfix-BE, jika dibandingkan dengan campuran yang tidak menggunakan aditif Wetfix-BE.
2. Sifat-sifat marshall yang meliputi Kepadatan, VMA,VFA,VIM, stabilitas, flow dan MQ pada pengujian marshall sebelum dan sesudah ditambahkan bahan aditif Wetfix-BE dengan variasi bahan tambah 0,3% pada kadar aspal optimum (KAO) berakibat pada nilai kepadatannya bertambah dari 2,444 gr/cm3 menjadi 2,455 gr/cm3; diikuti juga dengan nilai stabilitas dari 1885,770 kg menjadi 2005,476 kg; MQ dari 570,615 kg/mm menjadi 599,437 kg/mm; flow dari 3,240 mm menjadi 3,280 mm; dan VFA juga meningkat dari 78,092% menjadi 80,039%; namun pada sifat marshall yaitu VIM, dan VMA mengalami penurunan yang masing-masing VMA dari 17,054% menjadi 16,688%; VIM dari 3,956% menjadi 3,532%.
SARAN
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi seluruh pihak yang terkait khususnya pemerintah Provinsi Gorontalo demi mengatasi permasalahan kerusakan-kerusakan pada perkerasan jalan beraspal yang sering terjadi.
2. Untuk mengetahui lebih jauh kinerja dari aditif Wetfix-BE, perlu dilakukan penelitian dengan variasi kadar aspal dan variasi persentase kadar Wetfix-BE.
3. Guna pengembangan penelitian ini lebih lanjut perlu dilakukan pengujian laboratorium terhadap pengaruh Wetfix-BE sebagai bahan tambah ditinjau dari sifat - sifat kimianya 4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi seluruh pihak yang terkait
khususnya pemerintah Provinsi Gorontalo demi mengatasi permasalahan kerusakan-kerusakan pada perkerasan jalan beraspal yang sering terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto, M. (2010). Studi Analisa Pebandingan Material Limbah (Fly Ash) dan Bahan
Kimia (Wetfix-BE) pada Campuran Beraspal untuk Meningkatkan Stabilitas. jakarta:
Skripsi Program Sarjana Universitas Bina Nusantara.
Asphalt Applications. Retrieved Oktober Senin, 2012, from
http://sc.akzonobel.com/en/asphalt/Pages/product-detail.aspx?prodID=8557.
Asriyanto. (2010). Metode Kontruksi Proyek Jalan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). Bina Marga. (1999). Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas dengan Pendekatan
Kepadatan Mutlak.
Bina Marga. (2010). Spesifikasi Umum Pekerjaan Konstruksi Jalan dan Jembatan. Jakarta: Dept. PU.
Hardiyatmo, H. C. (2007). Pemeliharaan Jalan Raya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Kadir, Y. (2003). Pengaruh Jenis Filler Terhadap Campuran Hot Rolled Sheet (HRS). Malang: Universitas Brawijaya.
Putrowijoyo, R. (2006). Kajian Laboratorium Sifat Marshall dan Durabilitas Asphalt
Concrete - Wearing Course (AC-WC) dengan Membandingkan Penggunaan antara Semen Portland dan Abu Batu Sebagai Filler. Semarang: Universitas Diponegoro.
Rianung, S. (2007). . Kajian Laboratorium Pengaruh Bahan Tambah Gondorukem pada
Asphalt Concrete-Binder Course (AC-BC) terhadap Nilai Propertis Marshall dan Durabilitas. Semarang: Tesis Program Sarjana Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
Sukirman, S. (1999). Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova.