• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. pemasalahan yang diteliti, teori yang digunakan dalam menganalisis permasalahan tersebut,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. pemasalahan yang diteliti, teori yang digunakan dalam menganalisis permasalahan tersebut,"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Dalam sebuah penelitian, diperlukan sebuah konsep yang terdiri atas latar belakang pemasalahan yang diteliti, teori yang digunakan dalam menganalisis permasalahan tersebut, dan metode yang digunakan untuk merumuskan hasil akhir dari analisis permasalahan tersebut. Bab ini berisi teori-teori dan konsep yang dirujuk sebagai kajian pustaka untuk memperluas cakrawala pengetahuan terhadap penerjemahan. Dalam sub-bab selanjutnya adalah kerangka teori yang digunakan sebagai landasan teori untuk menjawab masalah penelitian yang dikemukakan.

2.1.1 Defenisi Penerjemahan

Beberapa definisi penerjemahan telah dijabarkan pada latar belakang masalah sebelumnya. Di sini penulis akan mengulang beberapa definisi penerjemahan di atas serta akan mencoba melengkapinya dengan beberapa data relevan lainnya. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, penerjemahan merupakan suatu proses pergantian atau mempertukarkan sebuah teks ataupun kalimat dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Dalam kajian terjemahan, bahasa asli disebut bahasa sumber (BSu) sedangkan bahasa kedua disebut bahasa sasaran (BSa).

Larson (1984:6) mengemukakan bahwa “The underlying premise upon which the book is based is that the best translation is the one which (1) uses the normal language forms of the receptor language, (2) communicates as much as possible to the receptor languange

(2)

speakers the same meaning that was understood by the speakers of the source language, (3) maintains the dynamics of the original source language text. Hal ini maksudnya adalah dalam memperoleh terjemahan yang terbaik adalah terjemahan tersebut (1) menggunakan bentuk-bentuk bahasa sasaran yang wajar, (2) menyampaikan sebanyak mungkin makna yang sama kepada penutur bahasa sumber, dan (3) mempertahankan dinamika teks bahasa sumber, artinya menyajikan terjemahan sedemikian rupa sehingga kesan dan respon yang diperoleh penutur asli bahasa sumber sama dengan kesan dan respon penutur bahasa sasaran ketika membaca atau mendengar teks terjemahan.

Nida dan Taber (1982: 12) juga menyatakan pendapatnya mengenai penerjemahan yaitu bahwa "translating consists in reprodusing in the receptors language the closet natural equivalent of the source language message first in the term of meaning secondly in the term of style ".

Dari pemahan menurut Nida dan Taber di atas, berarti dalam pemilihan kata untuk mendapatkan makna yang sama, seorang penerjemah harus dapat memilih kata pada BSa yang paling dekat makna dengan kata pada BSu. Hal ini mengingatkan kita sekali lagi akan keberagaman bahasa yang ada di seluruh dunia. Seperti yang telah dipaparkan pada latar belakang masalah sebelumnya, bahwa bahasa dapat dikatakan memiliki struktur penyusun tersendiri yang salah satunya dipengaruhi oleh sosial dan budaya.

Hal ini didukung oleh pendapat Nida dan Taber (1982: 3) bahwa "Each language has its own genius". Seorang penerjemah tidak dapat memaksakan suatu sistem yang 'membungkus' BSu untuk diterapkan ke BSa dengan tujuan agar menghasilkan teks yang serupa. Seorang penerjemah hendaknya mengganti 'bungkusan' itu dengan 'bungkusan' yang paling dekat maknanya pada BSa. Oleh karena itu, sebelum melakukan proses penerjemahan, seorang penerjemah harus menguasai beberapa tahapan proses penerjemahan terlebih dahulu.

(3)

Selanjutnya, Nababan (2003:1) mengatakan bahwa praktik penerjemahan sebagai realisasi dari proses penerjemahan selalu melibatkan pencarian padanan yang pada akhirnya akan menggiring penerjemah ke konsep terjemahan (translatability) dan ketakterjemahan (untranslatability). Pada hal ini, Nababan membagi padanan menjadi dua yaitu padanan pada tataran kata dan; padanan di atas tataran kata dan padanan gramatikal.

Dalam proses penerjemahan, banyak proses yang harus dilalui seorang penerjemah untuk mempertahankan makna pada BSu. Makna tidak boleh berubah, itulah yang sebenarnya paling penting di dalam proses penerjemahan. Hal ini juga diungkapkan oleh Newmark (1988: 5) bahwa "Often, though not by any means always, it is rendering the meaning of a text into another language in the way the author intended the text".

Oleh karena itu, seorang penerjemah diharapkan mampu menyampaikan pesan yang ingin disampaikan pengarang dengan gaya penulisan dan gaya bahasa yang serupa sehingga pembaca pada BSa bukan hanya dapat menangkap makna atau pesan dari pengarang tetapi juga merasakan feeling yang membungkus teks tersebut.

Machali (2009: 26) menyatakan bahwa melalui kegiatan penerjemahan, seorang penerjemah menyampaikan kembali isi sebuah teks dalam bahasa lain. Penyampaian ini bukan sekedar kegiatan penggantian, karena penerjemah dalam hal ini melakukan kegiatan komunikasi baru melalui hasil kegiatan komunikasi yang sudah ada (yakni dalam bentuk teks), tetapi dengan memperhatikan aspek-aspek sosial di mana teks baru itu akan dibaca atau dikomunikasikan. Dalam kegiatan komunikasi baru tersebut, penerjemah melakukan upaya membangun "jembatan makna" antara produsen teks sumber dan pembaca teks sasaran.

Dari beberapa paparan di atas, para ahli bukan hanya memberikan pemahaman mengenai defenisi sebuah penerjemahan, tetapi mereka juga secara sepintas memberitahu kita

(4)

mengenai tahapan yang harus dilalui sebelum melakukan penerjemahan dan aspek-aspek apa saja yang harus diperhatikan.

Selanjutnya Bell (1991) membuat suatu tabel yang berisikan tahapan-tahapan dalam proses penerjemahan yang sudah lazim dilakukan bagi seorang penerjemah yaitu:

(5)

Bagan 2.1 : Proses Penerjemahan (Bell, 1991: 21)

Setelah memaparkan beberapa pendapat mengenai definisi penerjemahan, maka Koller dalam Hatim (2001: 28) merumuskan “kerangka padanan” dan menyatakan bahwa padanan terjemahan dapat dicapai melalui salah satu tataran berikut:

a. Kata-kata BSu dan BSa memiliki fitur ortografis dan fonologis yang serupa (padanan formal).

b. Kata-kata BSu dan BSa mengacu pada entitas atau konsep yang sama (padanan referensial/denotatif). Source Language Memory Target Language Text Analysis Synthesis Semantic Representation

(6)

c. Kata-kata BSu dan BSa mengandung asosiasi yang sama atau mirip dalam pikiran para penutur kedua bahasa itu (padanan konotatif).

d. Kata-kata BSu dan BSa digunakan dalam konteks yang sama atau serupa pada masing-masing bahasa (padanan tekstual-normatif).

e. Kata-kata BSu dan BSa memiliki efek yang sama terhadap masing-masing pembaca dalam kedua bahasa itu (padanan pragmatik/dinamik).

Larson mengungkapkan dalam proses penerjemahan seorang penerjemah harus dapat menemukan kesepadanan makna pada sebuah kata untuk mencapai penerjemahan idiomatik dan berusaha untuk mengubah bahasa sebuah teks dari BSu ke BSa dengan bentuk yang sesuai dan alami sehingga tidak terasa kaku oleh pembaca dari kedua bahasa tanpa mengubah informasi pada teks sumber. Larson juga mengklasifikasikan penerjemahan kepada dua tipe yaitu penerjemahan bentuk dan penerjemahan makna. Penerjemahan bentuk berorientasi pada bentuk dari BSu sedangkan penerjemahan makna berorientasi pada makna pada BSu dan BSa.

Dalam jenis penerjemahan bentuk yang dikemukakan oleh Larson, pergeseran pada proses penerjemahan dianggap lazim dilakukan karena pergeseran diperlukan seorang penerjemah untuk menyesuaikan teks ke dalam konteks situasi, budaya dan struktur gramatikal dari setiap bahasa agar teks yang dihasilkan dapat berterima pada pembacanya. Hoed (2006:80) menyatakan bahwa setiap teks baik lisan maupun tulisan mengungkap makna dalam konteks penggunaannya. Makna sebuah teks dipengaruhi oleh empat faktor yaitu dari sisi BSu antara lain (1) faktor penulis (biasanya mempunyai maksud dan tujuan tertentu), (2) norma BSu (kaidah grammatikal, tesktual, dan sosial bahasa yang bersangkutan), (3) kebudayaan yang melatari Bsu, serta (4) setting (tempat, waktu dan format teks yang tertulis/terbaca). Dari sisi BSa, teks tersebut dipengaruhi oleh (1) faktor hubungan makna (cara tersendiri memaknai teks berbeda dengan yang dimaksudkan oleh penulis) (2) norma

(7)

BSa (kaidah-kaidah pasti berbeda dengan Bsu) (3) kebudayaaan yang melatari Bsa, serta (4) setting (tempat, waktu dan format teks yang terbaca). Dua faktor lainnya adalah penerjemah dan pemahaman (Newmark, 1988:5). Newmark (1988:4) menggambarkan faktor-faktor tersebut sebagai berikut:

9. Kebenaran

1. Penulis Bsu 5. Hubungan Bsa

2. Norma Bsu 6. Norma Bsa

3. Budaya Bsu 7. Budaya Bsa

4. Tempat dan 8. Tempat dan

Tradisi Bsu 10. Penerjemah Tradisi Bsa

Bagan 2.2: Dinamika Teks Terjemahan (Newmark, 1988:4)

Pergeseran yang terjadi pada penerjemahan sebenarnya dilakukan untuk membuat agar pembaca dari masing-masing bahasa dapat mengerti dan memahami maksud dan tujuan dari teks tersebut. Pemahaman sebuah teks memiliki keterkaitan dengan kedudukan teks pada sebuah wacana yang berada dalam lingkungan sosial budaya dan waktu tertentu. Oleh karena itu, ketika menerjemahkan suatu teks, seorang penerjemah harus memperhatikan faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor bahasa yang berkaitan pada teks itu sendiri seperti tata bahasa. Setiap bahasa memiliki sistem dan strukturnya sendiri. Hal ini senada dengan kebudayaan. Tidak ada kebudayaan yang sama, sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor yang terkait pada teks, tetapi berasal dari luar teks tersebut berupa interstesktual, situasional, kultural dan ideologis. Faktor intrinsik dan ekstrinsik dipengaruhi oleh budaya dan ideologi yang dianut oleh penerjemah dalam menerjemahkan teks. Secara intrinsik, nilai, dan kualitas yang dimiliki teks secara alami muncul dari dalam teks,

(8)

sedangkan secara ekstrinsik nilai atau kualitas berasal dari luar teks. Penerjemah mengungkapkan pesan melalui teks dalam proses terjemahannya yang ditandai oleh perbedaan budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran. Secara langsung hal ini menjadi faktor intrinsik dan ekstrinsik yang berperan penting dalam menerjemahkan suatu teks dari BSu ke dalam BSa.

Rumusan di atas dapat dijadikan sebagai tambahan referensi dalam menilai sebuah hasil penerjemahan mengenai kesepadanan, keberterimaan, dan kebacaan teks tersebut. Namun jika ingin dibahas lebih lanjut, penilaian yang paling akurat adalah penilaian pembaca. Reaksi pembaca pada teks hasil terjemahan juga merupakan salah satu penilaian mengenai keakuratan hasil penerjemahan tersebut.

2.1.2 Jenis Terjemahan

Selain ideologi, metode dan teknik penerjemahan, ternyata terdapat juga beberapa jenis dari terjemahan. Dalam pembagian jenis terjemahan, Basnet dan Guire (1988:14) membagi penerjemahan menjadi tiga jenis kategori yaitu:

1. Intralingual translation

Intralingual translation disebut juga dengan rewording, yaitu penerjemahan dalam bahasa yang sama yang merupakan interpretasi lambang-lambang verbal dengan menggunakan lambang-lambang lain dalam bahasa yang sama, misalnya pada situasi seseorang yang sedang belajar bahasa dalam hal ini bahasa Indonesia. Contoh lainnya seperti yang terdapat pada KBBI yaitu penjelasan suatu kata dengan menggunakan bahasa yang sama.

(9)

Maksudnya adalah di dalam KBBI, jika kita mencari sebuah kata maka kita juga akan menemukan makna yang dapat menjelaskan atau menggambarkan kata tersebut kepada kita.

Contoh:

Jika kita mencari kata:

- “gerbong” maka penjelasannya adalah wagon kereta api; - barang (penumpang), wagon tempat barang (penumpang).

- 'kurus' maka penjelasannya adalah (1) kurang berdaging; tidak gemuk (tt tubuh dsb); misalnya; Telah sebulan ia sakit, hingga kurus badannya.

2. Interlingual translation

Interlingual translation disebut juga translation proper yaitu menerjemahkan yang lebih dikenal, misalnya suatu teks dalam BSu diterjemahkan ke dalam BSa. Contoh:

Duduk!  Sit down

Dalam perjalanan  On the way

Kekasih hati  Soulmate

3. Intersemiotic translation

Intersemiotic translation atau transmulation yaitu penerjemahan dari bahasa tulisan ke dalam media lain seperti gambar, musik dan lain-lain.

Contoh: Tidak jarang tulisan-tulisan tangan seseorang yang membentuk sebuah cerita baik sedih ataupun bahagia, diungkapkan dengan sebuah nada musik seperti gitar, piano, biola ataupun drum. Jika pemain musik tersebut dapat memainkan alat musiknya dengan menggunakan hatinya, masyarakat kita pada umumnya menyebutkan bahwa musik tersebut memiliki nyawa atau soul.

(10)

2.1.3 Keakuratan Penerjemahan

Larson (1984:6) menyatakan bahwa “The underlying premise upon which the book is based is that the best translation is the one which (1) uses the normal language forms of the receptor language, (2) communicates as much as possible to the receptor languange speakers the same meaning that was understood by the speakers of the source language, (3) maintains the dynamics of the original source labguage text. Hal ini maksudnya adalah dalam memperoleh terjemahan yang terbaik adalah terjemahan tersebut (1) menggunakan bentuk-bentuk bahasa sasaran yang wajar, (2) menyampaikan sebanyak mungkin makna yang sama kepada penutur bahasa sumber, dan (3) mempertahankan dinamika teks bahasa sumber, artinya menyajikan terjemahan sedemikian rupa sehingga kesan dan respon yang diperoleh penutur asli bahasa sumber sama dengan kesan dan respon penutur bahasa sasaran ketika membaca atau mendengar teks terjemahan.

2.1.3.1 Terjemahan Akurat

Terjemahan akurat merujuk pada terjemahan yang tidak mengalami distorsi makna. Dengan kata lain, makna kata, dan klausa bahasa sumber dialihkan secara akurat ke dalam BSa. Penilaian terjemahan yang akurat pada penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis makna kata, dan klausa BSu ke dalam BSa. Apabila penyampaian makna dalam teks BSu sudah akurat dengan pesan dalam teks BSa karena tidak ada banyak penambahan, penghilangan, atau perubahan makna.

(11)

2.1.3.2 Terjemahan Kurang Akurat

Terjemahan yang kurang akurat merujuk pada terjemahan yang sebagian besar makna kata dan klausa bahasa sumber yang dialihkan secara akurat ke dalam BSa. Namun, masih terdapat distorsi makna atau terjemahan yang mengganggu keutuhan makna. Apabila penyampaian makna dalam teks BSu kurang akurat dengan makna dalam teks BSa dengan adanya sedikit penambahan, penghilangan, atau perubahan makna.

2.1.3.3 Terjemahan Tidak Akurat

Terjemahan yang tidak akurat merujuk pada terjemahan yang makna kata dan klausa BSu yang dialihkan secara tidak akurat ke dalam BSa atau dihilangkan. Apabila makna dalam teks BSu tidak akurat dengan makna dalam teks BSa.

2.1.4 Penerjemahan dan Unsur-unsur Budaya

Dalam penelitian ini, penulis menjadikan sebuah subtitle film budaya sebagai objek penelitiannya. Namun seperti yang kita ketahui, begitu banyak tantangan yang harus dihadapi seorang penerjemah dalam proses penerjemahan teks budaya. Beberapa alasan mengenai kesulitan ini telah dipaparkan pada sub-bab sebelumnya.

Dalam hal ini, Newmark (1988: 95) membagi lima atas unsur-unsur budaya yang harus diperhatikan yaitu:

1. Ecology, yaitu merupakan unsur-unsur geograpis yang 'membungkus' kedua bahasa tersebut seperti flora, fauna, iklim, ataupun cuaca. Dalam hal ini unsur politik ataupun ekonomi tidak banyak berpengaruh.

(12)

2. Material culture, yaitu berupa makanan, pakaian, rumah, wilayah, alat transportasi, peninggalan-peninggalan sejarah danbanyak lainnya. Contoh yang bisa dijadikan pemahaman adalah kasus 'ulos' yang telah dipaparkan pada sub-bab sebelumnya.

3. Social culture, yaitu berhubungan dengan kehidupan sosial suatu masyarakat yang pastinya tidak sama dengan kehidupan sosial masyarakat di wilayah lain. Contohnya kata 'delman' pada bahasa Indonesia disepadankan dengan kata carriage pada bahasa Inggris.

4. Social organization - political and administrative, yaitu suatu tatanan sosial pada masyarakat tertentu yang mencakup aturan-aturan yang berlaku pada wilayah itu. Maksudnya adalah setiap wilayah memiliki tatanan hukum dan politik masing-masing yang sangat mempengaruhi sebuah karya sastra. Contohnya pada zaman presiden Soeharto dulu, kebebasan berpendapat itu dibatasi. Jadi banyak seniman-seniman yang ingin menyampaikan aspirasinya dengan kata-kata kiasan yang disusun menjadi penggalan puisi ataupun jenis karya sastra lainnya. Hal seperti ini harus diperhatikan seorang penerjemah, agar dia tidak melakukan kesalah saat menerjemahkan teks dengan gaya penulisan seperti itu.

5. Gestures and Habits, yaitu gaya hidup dan kebiasaan masyarakat pada suatu wilayah juga sangat mempengaruhi tingkat keterbacaan pada teks hasil penerjemahan. Secara tidak langsung, tingkat pendidikan seseorang juga dapat mempengaruhi kemampuan dalam menilai sebuah teks hasil terjemahan. Oleh karena itu, seorang penerjemah harus menyesuaikan juga pada target pembacanya apakah dari kalangan umum, kalangan mahasiswa, kalangan dewasa ataupun kalangan remaja.

(13)

2.2 Kerangka Teori 2.2.1 Teknik Penerjemahan

Teknik penerjemahan ialah cara yang digunakan untuk mengalihkan pesan dari BSu ke BSa, diterapkan pada tataran kata, frasa, klausa maupun kalimat. Menurut Molina dan Albir (2002: 509), teknik penerjemahan memiliki lima karakteristik:

1. Teknik penerjemahan mempengaruhi hasil terjemahan.

2. Teknik diklasifikasikan dengan perbandingan pada teks Bsu.

3. Teknik berada tataran mikro.

4. Teknik tidak saling berkaitan tetapi berdasarkan konteks tertentu.

5. Teknik bersifat fungsional.

Para ahli terkadang memiliki istilah tersendiri dalam menentukan teknik dalam penerjemahan. Teknik yang dimaksud sama namun memiliki istilah yang berbeda. Dalam hal keberagaman tentunya hal ini bersifat positif, namun di sisi lain terkait penelitian menimbulkan kesulitan dalam menentukan istilah suatu teknik tertentu. Oleh karena itu, dalam tesis ini penulis menggunakan 18 teknik penerjemahan yang dikemukakan oleh Molina dan Albir. Selain untuk keseragaman, teknik yang dikemukakan Molina dan Albir telah melalui penelitian kompleks dengan mengacu dan membandingkan dengan teknik-teknik penerjemahan yang telah ada dari pakar penerjemahan sebelumnya. Berikut ini 18 teknik penerjemahan yaitu:

(14)

2.2.1.1 Adaptasi (adaptation)

Teknik ini dikenal dengan teknik adaptasi budaya. Teknik ini dilakukan dengan mengganti unsur-unsur budaya yang ada BSu dengan unsur budaya yang mirip dan ada pada BSa. Hal tersebut bisa dilakukan karena unsur budaya dalam BSu tidak ditemukan dalam BSa, ataupun unsur budaya pada BSa tersebut lebih akrab bagi pembaca sasaran. Teknik ini sama dengan teknik padanan budaya.

Contoh:

BSu BSa

As white as snow seputih kapas

2.2.1.2 Amplifikasi (amplification)

Teknik penerjemahan dengan mengeksplisitkan atau memparafrase suatu informasi yang implisit dalam BSu. Teknik ini sama dengan eksplisitasi, penambahan, parafrasa eksklifatif. Catatan kaki merupakan bagian dari amplifikasi. Teknik reduksi adalah kebalikan dari teknik ini.

Contoh:

BSu BSa

(15)

2.2.1.3 Peminjaman (borrowing)

Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan meminjam kata atau ungkapan dari BSu. Peminjaman itu bisa bersifat murni (pure borrowing) tanpa penyesuaian atau peminjaman yang sudah dinaturalisasi (naturalized borrowing) dengan penyesuaian pada ejaan ataupun pelafalan. Kamus resmi pada BSa menjadi tolok ukur apakah kata atau ungkapan tersebut merupakan suatu pinjaman atau bukan.

Contoh:

BSu BSa peminjaman

Mixer Mixer murni

Mixer Mikser alamiah

2.2.1.4 Kalke (calque)

Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menerjemahkan frasa atau kata BSu secara literal. Teknik ini serupa dengan teknik penerimaan (acceptation).

Contoh:

BSu BSa

Directorate General Direktorat Jendral

2.2.1.5 Kompensasi (compensation),

Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menyampaikan pesan pada bagian lain dari teks terjemahan. Hal ini dilakukan karena pengaruh stilistik (gaya) pada BSu tidak bisa di terapkan pada BSa. Teknik ini sama dengan teknik konsepsi.

(16)

Contoh:

BSu BSa

A pair of scissors Sebuah gunting

2.2.1.6 Deskripsi (description)

Teknik penerjemahan yang dilterapkan dengan menggantikan sebuah istilah atau ungkapan dengan deskripsi bentuk dan fungsinya.

Contoh:

BSu BSa

Panettone kue tradisional Italia yang dimakan pada saat Tahun Baru

2.2.1.7 Kreasi diskursif (discursive creation)

Teknik penerjemahan dengan penggunaan padanan yang keluar konteks. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian calon pembaca. Teknik ini serupa dengan teknik proposal.

Contoh:

BSu BSa

(17)

2.2.1.8 Padanan lazim (establish equivalence)

Teknik dengan penggunaan istilah atau ungkapan yang sudah lazim (berdasarkan kamus atau penggunaan sehari-hari). Teknik ini mirip dengan penerjemahan harfiah.

Contoh:

BSu BSa

Ambiguity ambigu

2.2.1.9 Generalisasi (generalization)

Teknik ini menggunakan istilah yang lebih umum pada BSa untuk BSu yang lebih spesifik. Hal tersebut dilakukan karena BSa tidak memiliki padanan yang spesifik. Teknik ini serupa dengan teknik penerimaan (acceptation).

Contoh:

BSu BSa

Penthouse, mansion Tempat tinggal

2.2.1.10 Amplifikasi linguistik (linguistic amplification)

Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menambahkan unsur-unsur linguistik dalam BSa. Teknik ini lazim diterapkan pada pengalihbahasaan konsekutif dan sulih suara.

(18)

Contoh:

BSu BSa

No way De ninguna de las maneras (Spain)

2.2.1.11 Kompresi linguistik (linguistic compression)

Teknik yang dilakukan dengan mensintesa unsur-unsur linguistik pada BSa. Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik amplifikasi linguistik. Teknik ini lazim digunakan pada pengalihbahasaan simultan dan penerjemahan teks film.

Contoh:

BSu BSa

Yes so what? Y? (Spain)

2.2.1.12 Penerjemahan harfiah (literal translation)

Teknik yang dilakukan dengan cara menerjemahkan kata demi kata dan penerjemah tidak mengaitkan dengan konteks.

Contoh:

BSu BSa

(19)

2.2.1.13 Modulasi (modulation)

Teknik penerjemahan yang diterapkan dengan mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif dalam kaitannya dengan BSu. Perubahan sudut pandang tersebut dapat bersifat leksikal atau struktural.

Contoh:

BSu BSa

Nobody doesn’t like it Semua orang menyukainya

2.2.1.14 Partikularisasi (particularizaton)

Teknik penerjemahan dimana penerjemah menggunakan istilah yang lebih konkrit, presisi atau spesifik, dari superordinat ke subordinat. Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik generalisasi.

Contoh:

BSu BSa

air transportation pesawat

2.2.1.15 Reduksi (reduction)

Teknik yang diterapkan dengan penghilangan secara parsial, karena penghilangan tersebut dianggap tidak menimbulkan distorsi makna. Dengan kata lain, mengimplisitkan informasi yang eksplisit. Teknik ini kebalikan dari teknik amplifikasi.

(20)

Contoh:

BSu BSa

SBY the president of republic of Indonesia SBY

2.2.1.16 Subsitusi (subsitution)

Teknik ini dilakukan dengan mengubah unsur-unsur linguistik dan para linguistik (intonasi atau isyarat). Contoh: Bahasa isyarat dalam bahasa Arab, yaitu dengan menaruh tangan di dada diterjemahkan menjadi Terima kasih.

2.2.1.17 Transposisi (transposition)

Teknik penerjemahan dimana penerjemah melakukan perubahan kategori gramatikal. Teknik ini sama dengan teknik pergeseran kategori, struktur dan unit. Seperti kata menjadi frasa.

Contoh:

BSu BSa

Adept Sangat terampil

2.2.1.18 Variasi (variation)

Teknik dengan mengganti elemen linguistik atau paralinguistik (intonasi, isyarat) yang berdampak pada variasi linguistik.

(21)

2.3 Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian mengenai teknik penerjemahan dan tingkat keakuratan telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Ada beberapa penelitian yang cukup relevan dengan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini. Semua hasil penelitian dan pembahasan yang dideskripsikan berkaitan dengan fenomena penerjemahan yang berlandaskan teori penerjemahan. Berikut ini beberapa penelitian yang telah membahas teknik penerjemahan dan tingkat keakuratan yang bertumpu pada landasan teori yang membahas teknik penerjemahan yaitu Molina dan Albir serta teori penerjemahan yang menganalisis tingkat keakuratan yaitu teori Larson.

Penelitian mengenai penerjemahan pernah dilakukan oleh Silalahi (2009) di dalam disertasinya yang berjudul “Dampak Teknik, Metode, dan Ideologi Penerjemahan Pada Kualitas Terjemahan Teks Medical-Surgical Nursing Dalam Bahasa Indonesia”. Silalahi menganalisis terjemahan teks Medical-Surgical Nursing. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) merumuskan teknik penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan kata, frasa, klausa, dan kalimat yang terdapat dalam teks Medical-Surgical Nursing ke dalam bahasa Indonesia, (2) mendeskripsi metode penerjemahan yang ditetapkan, (3) mengekspresikan ideologi penerjemahan yang dianut oleh penerjemah, dan (4) menilai dampak teknik, metode, dan ideologi penerjemahan tersebut pada kualitas terjemahan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif dengan disain studi kasus terpancang dan berorientasi pada produk, yang mengkaji aspek objektif dan afektif.

Penelitian di atas menjadi contoh model penelitian yang dipakai dalam penelitian ini, karena penelitian tersebut memberikan kontribusi terhadap penelitian ini pada analisis teknik penerjemahan dan kualitas penerjemahan. Penelitian ini juga menginspirasi peneliti bahwa penambahan maupun penghilangan unsur bahasa bisa terjadi tidak saja menggunakan teknik

(22)

penambahan maupun penghilangan tetapi juga dengan teknik-teknik lain seperti teknik harfiah. Penelitian di atas memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian ini, diantaranya adalah, dari segi objek kajian, penelitian di atas meneliti teks Medical-Surgical Nursing, sementara penelitian ini mengkaji subtitle film “Sang Penari”.

Penelitian mengenai penerjemahan pernah dilakukan oleh Zequan (2003) di dalam jurnal yang berjudul “Loss and Gain of Textual Meaning in Advertising Translation”. Zequan menganalisis produk terjemahan teks iklan Inggris-Cina yang berkaitan tentang kecantikan ala spa. Dalam hal ini peneliti menganalisis strategi penerjemahan berdasarkan teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS). Dalam kajian tersebut, ia menemukan bahwa terdapat strategi-strategi penerjemahan seperti penambahan pada tema, eksplikasi dengan menggunakan nominalisasi dan kombinasi dengan menggunakan metafora tata bahasa. Dari analisisyang dilakukannya ia mengambil kesimpulan bahwa dalam teks iklan bahasa Inggris terdapat 25 klausa sedangkan dalam teks sumbernya dalam hal ini Bahasa Cina terdapat 28 klausa dan dari 28 klausa tersebut terdapat 7 penambahan klausa, 2 kombinasi klausa, 2 pelepasan klausa dan 20 klausa yang mengalami proses penerjemahan harfiah, word for word. Dengan demikian antara Bsu dan Bsa terdapat perbedaan baik dari jumlah kata maupun klausa yang disebabkan adanya penambahan maupun penghilangan unsur bahasa pada saat proses penerjemahan. Jurnal tersebut menginspirasi peneliti bahwa penambahan maupun penghilangan unsur bahasa bisa terjadi tidak saja menggunakan teknik penambahan maupun penghilangan tetapi juga dengan teknik-teknik lain seperti harfiah dan word for word.

Penelitian di atas memberikan kontribusi terhadap penelitian ini berupa rujukan untuk menambah referensi mengenai analisis teknik penerjemahan dan menginspirasi peneliti bahwa penambahan maupun penghilangan unsur bahasa bisa terjadi tidak saja menggunakan teknik penambahan maupun penghilangan tetapi juga dengan teknik-teknik lain seperti harfiah dan word for word. Namun, penelitian di atas memiliki beberapa perbedaan dengan

(23)

penelitian ini, diantaranya adalah, dari segi objek kajian, penelitian di atas meneliti teks iklan Inggris-Cina yang berkaitan tentang kecantikan ala spa, sementara penelitian ini mengkaji subtitle film “Sang Penari”.

Penelitian mengenai penerjemahan juga pernah dilakukan oleh Imran dan Retnomurti (2009) dengan judul “The Equivalence and Shifts in the English Translation of Indonesian Noun Phrase”. Penelitian ini mengkaji hasil terjemahan novel berjudul "Ronggeng Dukuh Paruk" (The Dancer) karya Ahmad Tohari yang diterjemahkan oleh Rene T.A Lysloff fokus pada kesepadanan dan pergeseran atas frasa kata benda (Noun Phrase). Hasil dari penelitian ini adalah bahwa novel berjudul "Ronggeng Dukuh Paruk" (The dancer) karya Ahmad Tohari yang diterjemahkan oleh Rene T.A Lysloff, ditemukan bahwa ekivalensi pada penerjemahan terdiri atas tekstual ekivalen dan linguistik ekivalen. Textual equivqlence: SL Subject-NP diterjemahkan menjadi TL subject-NP; SL predicate-NP diterjemahkan menjadi TL predivate-NP; SL object-NP diterjemahkan menjadi TL object-NP, Linguistic equivalence: SL plural-NP diterjemahkan menjadi TL plural-NP; SL singular-NP diterjemahkan menjadi TL singular-NP, and Dynamic equivalence. Temuan lainnya adalah adanya tiga kategori pergeseran dalam penerjemahan, yakni 1) Structure shifts in word order: SL headword initial is translated into TL head word final, 2) Unit shifts: SL phrase is translated into TL word; SL phrase is translated into TL compound word; SL phrase is translated into TL three words and 3) Intra system shifts: SL phrases have no determiner is translated into TL phrases may have a determiner. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pergeseran terjadi lebih besar/sering dari ekivalensi, dengan presentase sebesar 58% shifts, dan equivalence 42%.

Penelitian di atas memberikan kontribusi terhadap penelitian ini berupa rujukan untuk menambah referensi mengenai penerjemahan dan menginspirasi peneliti bahwa analisis penerjemahan tidak hanya mencari teknik yang paling dominan yang digunakan, tetapi juga pergeseran penerjemahan. Namun, penelitian di atas memiliki beberapa perbedaan dengan

(24)

penelitian ini, diantaranya adalah, analisis pada penelitian di atas adalah mengkaji hasil terjemahan novel berjudul "Ronggeng Dukuh Paruk" (The Dancer) karya Ahmad Tohari yang diterjemahkan oleh Rene T.A Lysloff fokus pada kesepadanan dan pergeseran atas frasa kata benda (Noun Phrase), sementara penelitian ini mengkaji teknik penerjemahan yang paling dominan dan teknik keakuratan yang terdapat pada subtitle film “Sang Penari”.

Penelitian mengenai penerjemahan juga pernah dilakukan oleh Pantas (2009) mengenai Analisis Teknik Penerjemahan dan Pergeseran (Shifts) Pada Teks Kontrak Axa-Life Indonesia. Penelitian ini bertujuan menganalisis penerapan teknik penerjemahan serta pergeseran bentuk sebagai bagian dari pergeseran kategori (category shift) dalam suatu produk legal. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Hasil penelitian ini mengidentifikasikan bahwa ada 13 jenis teknik penerjemahan yang diimplementasikan, yakni teknik amplifikasi (37%), teknik peminjaman (2%), teknik caique (2%), teknik kompensasi (1%), teknik deskripsi (2%), teknik kreasi diskursif (5%), teknik generalisasi (5%), teknik reduksi (5%), teknik penambahan (4%), dan teknik penghilangan (14%). Sementara pergeseran bentuk yang terjadi adalah intra-system 90 (52,02%), pergeseran unit 46 (26,59%), pergeseran struktur 24 (13,88%), dan pergeseran kelas 13 (7,51%).

Penelitian di atas memberikan kontribusi terhadap penelitian ini berupa rujukan untuk menambah referensi mengenai analisis teknik penerjemahan. Namun, penelitian di atas memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian ini, diantaranya adalah penelitian di atas menganalisis penerapan teknik penerjemahan serta pergeseran bentuk sebagai bagian dari pergeseran kategori (category shift) dalam suatu produk legal, sementara penelitian ini mengkaji teknik penerjemahan yang paling dominan dan teknik keakuratan yang terdapat pada subtitle film “Sang Penari”.

(25)

Penelitian mengenai penerjemahan juga pernah dilakukan oleh Sinde (2010) mengenai Analisis Teknik, Metode, dan Ideologi Penerjemahan Terhadap Buku Cerita Anak Bilingual "Four Funny AnimalStories". Penelitian ini membahas tentang jenis-jenis teknik terjemahan, metode penerjemahan dan ideologi penerjemahan terhadap cerita anak Four Funny Animal Stories. Metode yang diterapkan pada penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat enam teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah yaitu literal sebanyak 515 data (91,47%), peminjaman murni dengan 22 data (3,73%), kreasi diskrusif dengan 12 data (2,13%), reduksi dengan 7 data (1,24%), kompresi linguistik dengan 7 data (1,24%) dan generalisasi dengan 1 data (0,17%). Secara keseluruhan didapat bahwa penerjemah mengadopsi ideologi foreignisasi.

Penelitian di atas memberikan kontribusi terhadap penelitian ini berupa rujukan untuk menambah referensi mengenai analisis teknik penerjemahan. Namun, penelitian di atas memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian ini, diantaranya adalah penelitian di atas menganalisis tentang jenis-jenis teknik terjemahan, metode penerjemahan dan ideologi penerjemahan terhadap cerita anak Four Funny Animal Stories, sementara penelitian ini mengkaji teknik penerjemahan yang paling dominan dan teknik keakuratan yang terdapat pada subtitle film “Sang Penari”.

Penelitian mengenai penerjemahan juga pernah dilakukan oleh Marulak (2010) mengenai Analisis Teknik Penerjemahan dan Pergeseran (Shifts) pada Buku Ekonomi SMA Bilingual. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan teknik penerjemahan apa saja yang digunakan dalamproses penerjemahan buku ekonomi SMA bilingual, mendeskripsikan tipe pergeseran (shifts) apa saja yang terdapat pada proses penerjemahan buku ekonomi SMA bilingual, dan mengetahui teknik dan pergeseran shifts yang paling dominan dalam penerjemahan buku ekonomi SMA bilingual. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Data penelitian ini adalah klausa, kalimat, frase, atau kata pada buku ekonomi

(26)

SMA bilingual yang diterbitkan oleh penerbit Irama Widya tahun 2011 ditulis oleh Khoirul Anwar dalam Bahasa Inggris sebagai BSu ke dalam Bahasa Indonesia sebagai BSa. Dari hasil analisis ditemukan 195 data. Data yang berkaitan dengan Human Needs and the accomplishment Met/Za/Kebutuhan dan alat pemuasnya 31(15.90%), Consumption and Production/Konsumsi dan Produksi 33 (16.92%), market/pasar 45 Consumption Savings and Invesments/Lembaga dan Investasi 10 (5.12%), Money/Uang 31 (15.90%), dan Financial Institutions/Lembaga Keuangan 45 (23.08%). Frekuensi penerapan Teknik penerjemahan pada buku ekonomi SMA bilingual tersebut adalah Teknik Adaptasi 2 (1.02%), Peminjaman 36 (18.46%), Caique 57 (29.23%), Kompensasi 3 (1.53%), Generalisasi 3 (1.53%), Harfiah 78 (40%), Modulasi 3 (1.53%), Reduksi 2 (1.02%), Penambahan 7 (3.58%), dan Penghilangan 4 (2.50%). Selanjutnya terdapat 164 data Pergeseran (shifts) yang terdiri dari Pergeseran Struktur (SS) 70 (42.68%), Pergeseran Kelas (CS) 4 (2.41%), Pergeseran Unit (US) 61 (37.20%), dan Pergeseran Intra Sistem (IS) 29 (17.68%). Bumi (2011) Universitas Udayana, mengenai Teknik Penerjemahan Istilah-istilah Kebudayaan dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk dan Terjemahannya dalam The Dancer. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis teknik penerjemahan dan unsur semantik yang berkaitan dengan unsur-unsur budaya. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 17 unsur-unsur-unsur-unsur budaya yang diaplikasikan pada 9 teknik penerjemahan yang ditemukan. Dia menyatakan bahwa teknik ekivalensi merupakan yang mendominasi penerjemahan (33.33%), diikuti teknik peminjaman (14.81%), teknik kompensasi (14.81%), teknik deskripsi (11.11%), teknik calque (7.40%), teknik generalisasi (7.40%), teknik amplikasi (3.70%), teknik partikulasi (3.70%), teknik transposisi (3.70%). Dari analisis, ditemukan bahwa terdapat 22.22% teknik penerjemahan yang mengacu pada SL dan 77.78% yang mengacu pada TL.

Penelitian di atas memberikan kontribusi terhadap penelitian ini berupa rujukan untuk menambah referensi mengenai analisis teknik penerjemahan. Namun, penelitian di atas

(27)

memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian ini, diantaranya adalah penelitian di atas menganalisis tentang mendeskripsikan teknik penerjemahan apa saja yang digunakan dalamproses penerjemahan buku ekonomi SMA bilingual, mendeskripsikan tipe pergeseran (shifts) apa saja yang terdapat pada proses penerjemahan buku ekonomi SMA bilingual, dan mengetahui teknik dan pergeseran shifts yang paling dominan dalam penerjemahan buku ekonomi SMA bilingual, sementara penelitian ini mengkaji teknik penerjemahan yang paling dominan dan teknik keakuratan yang terdapat pada subtitle film “Sang Penari”.

2.4 Konstruk Penelitian

Konstruk analisis dalam penelitian ini didasarkan pada pemikiran bahwa penerjemah adalah pelaku utama dalam proses pengambil keputusan dalam komunikasi interlingual, baik keputusan yang menyangkut pemilihan padanaan maupun yang menyangkut pengungkapan padanan tersebut dalam BSa. Setiap keputusan yang diambil tidak bisa lepas dari ideologi penerjemahan yang dianutnya. Atas dasar ideologi penerjemahan tesebut, kemudian seorang penerjemah menetapkan teknik penerjemahan untuk mencari padanan pada tataran mikro. Teknik penerjemahan yang digunakan diarahkan untuk menghasilkan terjemahan yang berkualitas, yaitu suatu penerjemahan yang akurat. Akan tetapi, pengetahuan deklaratif yang dimiliki penerjemah tidak selalu berbanding lurus dengan pengetahuan operatifnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teknik penerjemahan bisa mempunyai dampak positif atau negatif pada kualitas terjemahan yang dihasilkan. Hal tersebut dapat diilustrasikan pada konstruk analisis berikut ini:

(28)

Bagan 2.3 : Konstruk Penelitian

Di dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori Molina dan Albir 2002 untuk mencari teknik penerjemahan yang paling dominan dan teori penerjemahan Larson 1984 untuk mengukur kulitas terjemahan yaitu tingkat keakuratan penerjemahan pada Subtitle pada film “Sang Penari”.

Hasil Akhir Proses Analisis

BSu (Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia) BSa (Bahasa Inggris)

Teknik Penerjemahan (Molina dan Albir 2002)

Proses Analisis BSu (Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia) BSa (Bahasa Inggris)

Masalah Penelitian: 1. Teknik Penerjemahan

2. Tingkat Keakuratan

Tingkat Keakuratan Penerjemahan Subtitle Film Sang Penari

Temuan Temuan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui tingkat keterlaksanaan Program Pendidikan Sistem Ganda (PSG) pada tahapan 1) masukan (antecedents), 2) proses (transactions), 3)

Proses pengenalan karakter plat nomor kendaraan bermotor dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu akuisisi citra, pra proses yang meliputi grayscale, binerisasi, segmentasi,

Secara yuridis penodaan agama merupakan bagian dari delik agama yang memang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia. Pengaturan

Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka dapat dikatakan bahwa walaupun semakin lengkap fasilitas/ sarana kesehatan yang digunakan di puskesmas Teppo dalam memberikan

Pengaruh Bahan Pengikat, Waktu Penggorengan, dan Daya Simpan Terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Produk Nugget Ikan Sapu-sapu (Hyposascus pardalis), Skripsi S-1, Fakultas

Analoginya seperti kita mengisi air didalam jerigen, ketika keran kita buka full, maka air dalam jerigen akan beriak dan akan membuat jerigen seolah- olah sudah penuh, karena

Berdasarkan pemikiran di atas, maka pada tahun 2015 Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usian Dini, Nonformal dan Informal (BP-PAUDNI) Regional IV telah mengalokasikan anggaran

Uji coba sistem KSA dilakukan di seluruh kecamatan di kabupaten Indramayu dan Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, dengan jumlah sampel masing-masing sebanyak