• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI. unik, diantaranya; terlihat dalam sistem sosial mereka yang disebut dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORI. unik, diantaranya; terlihat dalam sistem sosial mereka yang disebut dengan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Pemimpin Masyarakat Batak Toba

Batak Toba merupakan salah satu sub suku dari suku Batak yang berdomisili di Provinsi Sumatera Utara. Masyarakat Batak Toba memiliki berbagai kebudayaan unik, diantaranya; terlihat dalam sistem sosial mereka yang disebut dengan

harajaon. Harajaondapat didefinisikan pola kepemimpinan dan sistem

kemasyarakatan dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba. Sistem Harajaon berlaku pada dua level organisasi sosial masyarakat Batak Toba, yaitu suku dan kampung atau huta. Selain berkaitan dengan pengorganisiran para anggota suku maupun huta, harajaon juga mengatur luas teritori dan pola serta otorisasi kepemimpinan dalam suatu suku dan huta (Vergouwen, 1986).

Dalam sistem Harajaon, kepemimpinan dalam satu suku dinamakan Raja Maropat. Posisi Raja Maropat ini erat kaitannya dengan kelompok kekerabatan yang disebut marga. Hal ini terkait juga dengan mitologi suku Batak yang meyakini bahwa seluruh orang Batak dari berbagai sub suku adalah keturunan Si Raja Batak yang kemudian melahirkan banyak keturunan. Keturunan Si Raja Batak inilah yang mengorganisir diri dalam kelompok-kelompok tertentu guna memperjelas identitas genealogis mereka. Kelompok-kelompok itulah yang disebut marga. Penentuan pemimpin dalam kelompok suku itu berdasarkan pada silsilah marga atau tarombo dari masing-masing anggota suku. Bila berdasarkan tarombo tersebut ada seseorang yang silsilahnya mendekati garis keturunan terdekat dari Si Raja Batak, maka orang itu dapat diangkat sebagai pemimpin.

(2)

Dalam huta maupun horja tidak ada pranata yang mengatur aspek religiusitas masyarakat Batak Toba. Aspek religiusitas baru dikelola dalam suatu lembaga yang secara struktural lebih tinggi dari horja. Lembaga itu adalah Bius. Bius merupakan perserikatan yang terdiri dari kelompok-kelompok marga yang ada di beberapa horja. Perserikatan bius ini dipimpin oleh raja bius yang terdiri dari terdapat empat orang (raja na opat), yaitu Raja Parmalim (religi), Raja Adat (hukum adat), Raja Parbaringin (sosial, politik dan keamanan), Raja Bondar (ekonomi). Raja Parmalim merupakan bagian dari Raja Bius yang memiliki otoritas dibidang agama, dalam hal ini agama Parmalim (agama asli Batak). Masing-masing dari Raja bius itu dipilih oleh wakil-wakil dari kelompok marga. Raja Parbaringin, misalnya, dipilih oleh penduduk dari tiap-tiap marga dalam bius melalui suatu musyawarah.

Ciri-ciri utama kelompok terkecil masyarakat Batak Toba, adalah kampung (huta). Kelompok ini menghuni daerah tertentu dengan batas yang jelas dan disebut kelompok sekampung (sahuta). Kampung (huta) dibangun oleh satu klen atau marga tertentu dengan membangun satu rumah yang dihuni oleh anggota keluarga yang berasal dari satu leluhur. Watak persekutuan kampung antara lain: (1) ada batas-batas yang pasti, (2) mempunyai lahan untuk perluasan huta maupun untuk perairan, dan (3) mengelola sendiri aneka ragam kegiatan “dalam negerinya” seperti mengurus parit atau pagar desa, balai pertemuan, menyelesaikan percekcokan warga, memimpin berbagai upacara, perpindahan warga dan sejenisnya (Vergouwen, 1986). Keadaan seperti ini berlangsung dalam suatu kurun waktu yang lama di masa lampau.

Mengenai hakekat otoritas kepala sebagai pemimpin, sikap orang Batak (Toba) mengikuti suatu penalaran yang khas. Seorang pemimpin dipercayai sebagai orang yang mempunyai kualitas istimewa (sahala) yang meliputi: (1) kualitas dalam

(3)

kekuasaan yang istimewa (sahala harajaon), dan (2) kualitas untuk dihormati (sahala hasangapon) karena wibawa atau kharismanya (Vergouwen, 1986). Orang yang memiliki kedua sahala ini mampu menjadi pemimpin yang berkualitas dalam arti mampu menjalankan otoritas dan dipatuhi oleh anggota kelompok. Pada pihak lain, mereka yang mengikuti kepemimpinan dari orang-orang seperti ini akan menjadi makmur.

Selain pengelompokan berdasarkan wilayah tempat tinggal, juga ada pengelompokan berdasarkan kekerabatan. Kelompok-kelompok seperti ini, sesuai dengan silsilah, dapat berwujud kelompok suku atau marga. Identitas keluarga Batak Toba ditentukan oleh predikat marga dan ini diturunkan kepada anak laki-laki sesuai dengan sistem kekerabatan patrilineal. Dalam kelompok seperti ini para anggota hanya akan bertemu jika ada pesta atau pertemuan adat dan pesertanya bisa berasal dari berbagai daerah. Dalam pertemuan seperti ini yang terutama berperan adalah pemimpin adat atau pimpinan marga (raja).

Di daerah Batak kepemimpinan informal dapat dibedakan atau terpisah menurut tiga bidang, yakni: (1) kepemimpinan di bidang adat, (2) kepemimpinan di bidang pemerintahan, dan (3) kepemimpinan di bidang keagamaan. Kepemimpinan di bidang adat menjalankan tugas yang berhubungan dengan perkawinan, kematian, warisan, penyelesaian perselisihan, kelahiran dan sejenisnya. Kebanyakan aturan-aturan adat tidak tertulis dan cukup banyak serta rumit. Karena itu hanya orang yang telah lama mengikuti serta belajar tentang aturan dan pelaksanaan adat, yang mampu menjalankan kepemimpinan adat.

Kepemimpinan di bidang pemerintahan dipegang oleh salah seorang turunan tertua dari pendiri kampung (huta), yang bertugas menjalankan pemerintahan

(4)

sehari-hari di samping menjalankan tugas peradilan. Pemimpin pemerintahan yang berasal dari turunan tertua ini sering juga disebut sebagai raja huta atau raja kampung. Pemimpin ini walaupun secara formal (dewasa ini) tidak lagi memegang jabatan sebagai kepala desa, tetapi pengaruhnya masih cukup besar, terutama apabila ia mampu menjaga wibawa. Dalam banyak hal tentang desa, pada umumnya penduduk masih meminta pendapat dan saran dari raja huta.

Pemimpin agama di tanah batak telah ada sejak dahulu kala, yakni ketika sebagian besar masyarakat masih mempercayai adanya roh, jiwa atau tondi yang mempunyai kekuatan. Dewasa ini ketika hampir semua orang Batak memeluk agama Nasrani, Islam dan yang lain-lain, mereka menjalankan kepercayaannya sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Dasar kepemimpinan di bidang agama adalah kepercayaan dan penguasaan pemimpin tentang aturan-aturan ritual sesuai dengan ajaran agama yang dianut. Pemimpin agama ini, selain mempunyai keyakinan agama yang mendalam, juga mengetahui dan menguasai aturan keagamaan secara lebih akurat.

Perkembangan ilmu pengetahuan yang sering juga disebut modernisasi, telah mempengaruhi kehidupan di pedesaan. Dilihat dari hubungan antara unsur tradisional dan unsur modern, masyarakat Batak Toba telah dan sedang mengalami perubahan dari cara hidup dan berpikir yang bercorak tradisional kepada yang lebih modern. Hal ini menyebabkan terjadi perubahan sikap dan perbuatan orang Batak dalam kehidupan. Perubahan cara berpikir tradisional yang berorientasi ke belakang dan statis, beralih pada pikiran yang berorientasi ke depan. Cara berpikir magis-religius berubah ke cara berpikir rasional dan kreatif. Hal-hal di atas telah meningkatkan kegiatan ekonomi dan pendidikan yang mengarah ke sekularisme. Akibat peningkatan pendidikan dan kegiatan ekonomi serta mobilitas yang tinggi,

(5)

memungkinkan seseorang mempunyai pengetahuan, keterampilan dan sikap positif terhadap pembaharuan. Mereka menjadi pemimpin sekuler atau kontemporer, karena mereka muncul belakangan (masa kini).

2.2 Konsep Modernisasi

Dalam Yulia Siska (2015: 67-69) modernisasi berasal dari bahasa latin yaitu modo (cara) dan ernus (masa kini). Secara harfiah modernisasi berarti proses menuju masa kini atau proses menuju masyarakat yang modern. Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern. Secara garis besar istilah modern mencakup pengertian sebagai berikut.

a. Modern berarti berkemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatnya taraf penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata. b. Modern berarti berkemanusiaan dan tinggi nilai peradabannya dalam

pergaulan hidup dalam masyarakat.

Dalam berkas DPR RI (buku individu 6 hal: 14), teori modernisasi dipengaruhi oleh pemikiran Herbert Spencer (1820-1903),yang menganalogikan masyarakat layaknya perkembangan makhluk hidup. Manusia dan masyarakat termasuk didalamnya kebudayaan mengalami perkembangan secara bertahap, yang berkembang dari bentuk yang sederhana menjadi bentuk yang lebih kompleks menuju tahap akhir yang sempurna. Bagi Spencer perubahan sosial itu mengikuti perkembangan sebuah organisme yang akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks dan terjadi diferensiasi dan integrasi antar organ-organnya. Spencer berusaha meyakinkan bahwa masyarakat tanpa diferensiasi pada tahap pra industri

(6)

secara internal akan menjadi stabil yang disebabkan oleh pertentangan di antara mereka sendiri. Pada masyarakat industri yang telah terdiferensiasi dengan mantap akan terjadi suatu stabilitas menuju kehidupan yang damai.

2.3 Konsep Pemimpin

Dalam Kartini Kartono(1998:33-34) pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Pemimpin juga mendapatkan pengakuan serta dukungan dari bawahannya, dan mampu menggerakkan bawahan ke arah tujuan tertentu. Pemimpin ialah kepala aktual dari organisasi partai di kota, dusun atau subdivisi-subdivisi/bagian-bagian lainnya. Sekalipun dia itu secara nominal (pada namanya) saja dipilih secara langsung atau tidak langsung oleh pemilih-pemilih pemberi suara partai, secara aktual dia itu sering dipilih oleh satu klik kecil atau oleh supervisor langsung dari partai. Jadi pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan khusus, dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya, untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tertentu.

Tiga teori yang menonjol dalam menjelaskan kemunculan pemimpin ialah: 1) teori genetis, 2) teori sosial, 3) teori ekologis(Kartini Kartono,1998: 29). Teori genetis menyatakan bahwa pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi lahir jadi pemimpin oleh bakat-bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya; dia ditakdirkan lahir menjadi pemimpin dalam situasi kondisi yang bagaimanapun juga, yang khusus; secara filsafi, teori tersebut menganut pandangan deterministis. Teori sosial (lawan

(7)

teori genetis) menyatakan bahwa pemimpin itu harus disiapkan, dididik, dan dibentuk, tidak dilahirkan begitu saja; setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan, serta didorong oleh kemauan sendiri. Teori ekologis atau sintetis (muncul sebagai reaksi dari kedua teori tersebut lebih dahulu), menyatakan bahwa seorang akan sukses menjadi pimpinan, bila sejak lahirnya dia telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, dan bakat-bakat ini sempat dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan; juga sebagai dengan tuntutan lingkungan/ekologisnya.

Dalam Berliana Kartakusumah (2006: 28) Bennis dan Norma B., menyatakan bahwa terdapat dua pandangan dasar tentang teori kepemimpinan. Pertama, teori kepemimpinan “great man”yang berpandangan bahwa kepemimpinan adalah dilahirkan, bukan dibuat atau diciptakan. Kedua teori kepemimpinan “Big Bang”, yang berpendirian bahwa situasi dan pengikut secara bersama membentuk pemimpin. Sejalan dengan itu, Ryaas (2000) mengklarifikasi bahwa terdapat dua gugus pandangan tentang teori kepemimpinan, yaitu teori the event making man dan teori the eventful man. Menurut Ryaas, kedua gugus teori tersebut dalam praktiknya dapat saling mendukung. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Sondang, yang menyatakan bahwa teori tentang asal-usul kepemimpinan meliputi tiga pandangan dasar. Pertama, berpandangan bahwa seseorang hanya dapat menjadi pemimpin yang efektif, karena yang bersangkutan dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimpinan atau disebut sebagai pandangan “leaders are born”. Kedua, memiliki pendirian bahwa kepemimpinan seseorang dapat dibentuk, dipelajari, dan dikembangkan melalui pelbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan yang terarah dan intensif, yang disebut sebagai pandangan “leaders are made”. Ketiga, berpandangan bahwa kepemimpinan seseorang pada dasarnya dibentuk oleh tiga aspek pembentuk kepemimpinan yang

(8)

meliputi: (1) bakat yang dibawa sejak lahir, (2) pendidikan dan pelatihan kepemimpinan yang terarah, intensif, dan berkelanjutan, (3) kesempatan menduduki, mempraktikkan, dan mengembangkan bakat dan kemampuan kepemimpinan yang dimiliki seseorang.

2.4 Teori Manusia Modern (Alex Inkeles)

Ciri manusia modern mencakup dua bagian, yaitu internal dan eksternal; yang satu berkaitan dengan lingkungan, yang lainnya dengan sikap, nilai, dan perasaan. Perubahan kondisi eksternal dapat dirumuskan dengan mengacu kepada serangkaian istilah-istilah esensial; urbanisasi, pendidikan, komunikasi massa, industrialisasi, politisasi. Istilah-istilah tersebut menunjukkan bahwa berbeda dengan nenek moyang yang hidup dalam masyarakat yang bertata tradisional, manusia modern tidak begitu suka bekerja sebagai petani, tetapi lebih suka bekerja sebagai buruhperusahaan besar dan kompleks yang berdasarkan pada penggunaan kekuasaan dan teknologi maju secara intensif (Onong Uchjana Effendy, 1986: 148).

Salah satu perangsang ciri kehidupan kota adalah media komunikasi massa: surat kabar, radio, film dan televisi. Pengalamannya dari tempat-tempat dan gagasan-gagasan yang baru itu akan diperluas oleh dampak pendidikan; jika tidak langsung kepadanya, maka akan menimpa anak-anaknya, yang akan membawa pengaruh sekolah ke rumahnya. Besar kemungkinan ia akan berhubungan dengan masalah politik, khususnya dalam ruang lingkup nasional, karena ia akan lebih terterpa komunikasi massa, lebih termobilisasikan dalam gelora kehidupan kota, lebih terseret oleh gerakan-gerakan politik yang bersaing, yang mencari dukungan, karena mungkin ia mendaftarkan diri sebagai penduduk untuk pengganti kedudukannya

(9)

sebagai pemimpin, pelindung atau kepala keluarga yang pernah didambakan ketika ia berada di desa asalnya. (Onong Uchjana Effendy, 1986: 149-150).

Hal yang paling mendukung setiap modernisasi adalah sumber daya manusia modern. Adapun konsep manusia modern yang dikemukakan oleh Alex Inkeles memiliki karakteristik pokok sebagai berikut (Alvin & Suwarsono, 2013: 31):

a. Terbuka terhadap pengalaman baru. Ini berarti, bahwa manusia modern selalu berkeinginan untuk mencari sesuatu yang baru.

b. Manusia modern akan memiliki sikap untuk semakin independen terhadap berbagai bentuk otoritas tradisional, seperti orang-tua, kepala suku (etnis), dan raja.

c. Manusia modern percaya terhadap ilmu pengetahuan, termasuk percaya akan kemampuannya untuk menundukkan alam semesta.

d. Manusia modern memiliki orientasi mobilitas dan ambisi hidup yang tinggi. Mereka berkehendak untuk meniti tangga jenjang pekerjaannya.

e. Manusia modern memiliki rencana jangka panjang. Mereka selalu merencanakan sesuatu jauh di depan dan mengetahui apa yang akan mereka capai dalam waktu lima tahun ke depan, misalnya.

f. Manusia modern aktif terlibat dalam percaturan politik. Mereka bergabung dengan berbagai organisasi kekeluargaan dan berpartisipasi aktif dalam urusan masyarakat lokal.

Faktor-faktor pokok yang mengakibatkan manusia negara Dunia Ketiga mampu menyerap nilai dan pranata sosial modern.Pertama, pendidikan merupakan faktor yang terpenting yang mencirikan manusia modern. Satu tahun pendidikan mampu menaikkan dua sampai tiga poin skala modernisasi dari nol sampai seratus.

(10)

Lebih jauh, bahwa kurikulum teknis seperti Matematika, Kimia, Biologi, bukan merupakan faktor yang bertanggungjawab terhadap penyerapan nilai dan pembentukan manusia modern. Bagi Inkeles, justru kurikulum informal, seperti misalnya kecenderungan tenaga pengajar pada nilai-nilai Barat, pemakaian buku-buku Barat, dan melihat film-film Barat, membantu penyerapan nilai-nilai modern. Kedua, jenis pekerjaan yang diukur dari satuan pekerjaan dari pabrik, memiliki pengaruh independen terhadap pembentukan nilai-nilai modern. Jika terjadi keterlambatan sosialisasi karena misalnya seseorang telah tidak mengalami pendidikan formal, maka orang tersebut masih memiliki kesempatan untuk menjadi manusia modern jika ia bekerja pada pabrik yang berskala besar (Alvin & Suwarsono, 2013: 32).

2.5 Tipe Pemimpin (Max Weber)

Dalam The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism, Weber menyatakan bahwa ketelitian yang khusus, perhitungan dan kerja keras dari Bisnis Barat didorong oleh perkembangan etika Protestan yang muncul pada abad ke-16 dan digerakkan oleh doktrin Calvinisme, yaitu doktrin tentang takdir. Dimana keberhasilan adalah tanda dari keterpilihan. Untuk mencapai keberhasilan, seseorang harus melakukan aktivitas kehidupan, termasuk aktivitas ekonomi dan politik, yang dilandasi oleh disiplin dan bersahaja, menjauhi kehidupan bersenang-senang, yang didorong oleh ajaran keagamaan. Menurut Weber etika kerja dari Calvinisme yang berkombinasi dengan semangat kapitalisme membawa masyarakat Barat kepada perkembangan masyarakat kapitalis modern (Damsar, 2010: 34).

(11)

Hubungan antara semangat kapitalisme dan etika Protestan memiliki kaitan konsistensi logis dan pengaruh motivasional yang bersifat mendukung secara timbal balik. Hubungan semacam itu disebut sebagai elective affinity. Hubungan tersebut menghantarkan kapitalisme mentransformasi diri dalam bentuk modern, yang bercirikan: tata buku/akuntansi rasional, hukum rasional, teknik rasional (mekanisasi), dan massa buruh menerima upah di pasar bebas karena perlu untuk memperoleh penghasilan.Weber membangun tipologi kewenangan dengan tiga tipe, yaitu: kewenangan tradisional, kewenangan kharismatik, dan kewenangan legal-rasional (Damsar, 2010: 69-70).

Gambar 2.1

Kekuasaan, Wewenang, dan Kepemimpinan Menurut Bentuk/Tipe

1. Kewenangan tradisional, yaitu kewenangan yang didasarkan atas dasar tradisi, kebiasaan, kekudusan aturan dan kekuatan zaman dulu. Weber membedakan kewenangan tradisional ini atas: a) Gerontokrasi, pada tangan orang-orang tua dalam suatu kelompok; b) Patriarkalisme, pada suatu satuan kekerabatan yang dipegang oleh seorang individu tertentu yang memiliki otoritas warisan; dan c) Patrimonial, pegawai pemerintah lahir di dalam administrasi rumah tangga si pemimpin.

2. Kewenangan karismatik, yaitu kewenangan yang diperoleh oleh seseorang karena dipandang memiliki kualitas kepribadian individu yang

Kekuasaan Wewenang Kepemimpinan

(12)

extraordinary(luar biasa) dan diperlakukan sebagai orangyang dianugerahi kekuatan-kekuatan dan kualitas supernatural (adiduniawi), superhuman (adiinsasi), dan exceptional (pengecualian).

3. Kewenangan legal-rasional, yaitu kewenangan didasarkan atas komitmen terhadap seperangkat peraturan yang diundangkan secara resmi dan diatur secara impersonal. Apabila masa jabatannya berakhir maka berakhir pula kewenangan yang dimilikinya.

Kepemimpinan kharismatik didasarkan pada kualitas luar biasa yang dimiliki oleh seseorang sebagai pribadi. Pengertian ini bersifat teologis, karena untuk mengidentifikasi daya tarik pribadi pada diri seseorang harus menggunakan asumsi bahwa kemantapan dan kualitas kepribadian yang dimilikinya adalah anugerah Tuhan. Weber mengidentifikasi sifat kepemimpinan ini dimiliki oleh mereka yang menjadi pemimpin keagamaan. Penampilan seseorang yang diidentifikasikan sebagai kharisma dapat diketahui dari ciri-ciri fisikal, seperti mata yang bercahaya, suara yang kuat, dagu yang menonjol atau tanda-tanda yang lain.Otoritas legal diwujudkan dalam organisasi birokrasi. Tanggung jawab pemimpin dalam mengendalikan organisasi tidak ditentukan oleh penampilan kepribadian individu melainkan dari prosedur aturan yang telah disepakati. Unsur-unsur emosional dikesampingkan dan digantikan dengan unsur yang rasional. Bentuk kepemimpinan tradisional, yang bersumber pada kepercayaan yang telah mapan terhadap kesakralan tradisi kuno.Kedudukan pemimpin ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan lama yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dalam melaksanakan berbagai tradisi(Edi Susanto, 2007: 35).

Referensi

Dokumen terkait

Besar atau kecilnya partisipasi oleh anggota juga akan mempengaruhi Sisa Hasil Usaha (SHU) yang akan diterima anggota setiap tahunnya. Sedangkan pengertian partisipasi

akan dianalisis dalam penelitian ini berupa kutipan-kutipan (kata, frasa, kalimat naratif, maupun dialog), yang berkaitan dengan tubuh dan penubuhan yang digambarkan

Hal ini memiliki pengertian bahwa meskipun barang yang di curi tersebut merupakan sebahagian lainnya adalah kepunyaan (milik) dari pelaku pencurian tersebut dapat

MatriksP adalah matriks peluang transisi yang berisi berukuran n berisi peluang-peluang transisi seorang pelanggan yang berpindah dari satu status ke status lainnya

Mengetahui bekal ajar awal sangat penting untuk diperhatikan karena dengan mengidentifikasi kondisi awal peserta didik saat akan mengikuti pembelajaran dapat

Pada tahun 2016 Prodi Psikologi Universitas Ahmad Dahlan menjadi prodi yang memiliki kekuatan dalam penyelenggaraan proses belajar dan pendidikan psikologi untuk

Estimasi kondisi keuangan perusahaan untuk jangka panjang yang akan datang, Estimasi kondisi keuangan perusahaan untuk jangka panjang yang akan datang, yang menunjukkan

kesibukan mereka, dan untuk mendapatkan hiburan saja. Motif ini kabanyakan dialami oleh informan remaja desa Gampang yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli