• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Country of Origin

Menurut Roth dan Romeo (1992), country of origin adalah evaluasi konsumen terhadap suatu barang yang diproduksi di suatu negara tertentu berdasarkan persepsi mereka terhadap kekuatan dan kelemahan pada proses produksi dan pemasaran dari negara tersebut. Terdapat empat aspek country of origin yaitu : 1) inovasi (penggunaan teknologi baru dan kemajuan teknik), 2) desain (penampilan dan gaya); 3) prestise (status dan reputasi); 4) kemahiran (kehandalan, daya tahan, keahlian, dan kualitas).

Menurut Schweigert, Otter, & Strebinger (1997),country of origin meliputi

4 faktor: 1) Evaluasi kognitif terhadap country of origin pada suatu produk yang berupa pengetahuan, persepsi, dan kepercayaan konsumen terhadap produk tersebut; 2) Evaluasi afektif terhadap country of origin pada suatu produk yang merupakan emosi atau perasaan konsumen terhadap produk tersebut; 3) Image

made in, negara asal produk yang merupakan kompetensi country of origin dalam

memproduksi suatu produk; 4) Evaluasi individual terhadap country of origin pada suatu produk, yaitu evaluasi terhadap produk.

2.2 Sikap Konsumen

Setiap konsumen memiliki sikap-sikap yang berbeda terhadap suatu produk. Suka atau tidak suka mereka nyatakan terhadap produk dan jasa yang mereka jumpai di dalam kehidupan mereka. Menurut Schiffman dan Kanuk (2000), sikap

(2)

8

merupakan suatu predisposisi (kencenderungan umum) yang dipelajari dalam merespon secara konsisten suatu obyek, dalam bentuk suka atau tidak suka. Ketika konsumen menyatakan kesukaannya terhadap suatu produk, hal ini diartikan konsumen memiliki sikap positif terhadap produk tersebut. Kondisi seperti ini menguntungkan bagi pemasar karena dengan konsumen menyukai produk mereka, maka konsumen akan melakukan pembelian terhadap produk tersebut. Sedangkan, jika konsumen memiliki sikap negatif terhadap suatu produk, akan menyebabkan produk tersebut tidak akan laku di pasaran (Prasetijo dan Ihalauw, 2005:103).

Menurut Solomon, Bamossy, dan Askegaard (1999), terdapat tiga komponen pada sikap konsumen :

1. Komponen kognitif adalah pengetahuan dan persepsi yang berasal dari perpaduan dari pengalaman langsung dengan obyek (produk) oleh konsumen dan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber. Komponen kognitif sering juga disebut sebagai keyakinan atau kepercayaan konsumen sehingga mereka percaya bahwa suatu produk memiliki atribut tertentu sehingga jika digunakan akan menjurus ke hasil tertentu.

2. Komponen afektif adalah perasaan terhadap suatu produk atau merek tertentu. Pada komponen ini merupakan hasil dari evaluasi suatu produk, dimana konsumen menyatakan suka atau tidak suka terhadap produk tersebut.

3. Komponen konatif adalah kecenderungan seseorang untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap suatu produk sebagai keputusan akhir.

(3)

9

Menurut Hawkins dkk dalam Prasetijo dan Ihalauw (2003:119) menyatakan bahwa ketiga komponen tersebut saling mempengaruhi, dimana jika salah satu komponen berubah, maka akan selalu diikuti oleh perubahan komponen-komponen lainnya.

2.3 Produk High Involvement dan Low Involvement

Wells dan Prensky (1996) mengungkapkan bahwa tingkat keterlibatan konsumen mencerminkan benefit dan cost yang diterima konsumen ketika mereka melakukan pembelian suatu produk. Benefit yang dimaksud adalah ketika suatu produk yang dibeli memberikan kepuasan untuk konsumen, sedangkan cost yang dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan oleh konsumen untuk membeli suatu produk. Duncan (2005) membagi produk dengan tingkat keterlibatan konsumen ketika melakukan pembelian ke dalam dua kategori, yaitu produk high

involvement dan produk low involvement. Produk high involvement adalah produk

dimana konsumen melakukan penilaian terhadap beberapa produk sejenis dengan merek yang berbeda-beda dan konsumen rela melakukan sejumlah pengorbanan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian. Hal ini dilakukan karena produk di dalam kategori ini adalah produk dengan harga yang relatif mahal yang membuat keterlibatan konsumen pada produk ini sangat tinggi. Contoh produk ini adalah mobil, mesin cuci, kartu kredit, laptop, dan kulkas.

Produk low involvement adalah produk yang tidak terlalu penting untuk konsumen, melakukan keputusan pembelian saat berada di toko (baik secara impulsif ataupun berdasarkan merek yang mereka ketahui), atau hasil dari perbandingan yang dilakukan dengan produk lain di tempat mereka akan membeli

(4)

10

produk tersebut (Boyd, 2008). Produk low involvement juga bisa diartikan sebagai produk dengan suatu merek tertentu yang dibeli oleh konsumen berdasarkan suatu kebiasaan dan keterlibatan konsumen sangat rendah (Alexander, 2014). Contoh produk ini adalah shampo, makanan ringan, sikat gigi, tissue, dan minuman bersoda.

2.4 Subkultural Etnis

Subkultur adalah pola-pola kultural yang menonjol, dan merupakan bagian atau segmen dari populasi masyarakat yang lebih luas dan lebih kompleks (Macionis, 1996). Menurut Thomas Sowell (1989) subkultur etnis adalah sekumpulan orang yang mempunyai pandangan dan praktik hidup yang sama terhadap suatu nilai dan norma. Kesamaan tersebut misalnya pada agama, negara asal, suku bangsa, kebudayaan, bahasa dan lain-lain yang semuanya berada pada satu kelompok yang disebut kelompok etnis. Dalam penelitian ini yang akan digunakan adalah subkultur etnis suku bangsa. Suku bangsa yang dipilih karena suku bangsa merupakan kesatuan hidup manusia yang memiliki sistem interaksi sendiri pada kelompok tersebut, dan adanya sistem norma yang mengatur interaksi tersebut dan adanya kontinuitas yang mempersatukan anggotanya (Koentjaraningrat, 1989). Di dalam subkultur etnis juga terdapat budaya yang berisi nilai yang membantu individu untuk berkomunikasi sebagai anggota masyarakat. Selain itu, budaya tersebut memperlengkapi orang dengan rasa identitas dan pengertian akan perilaku yang dapat diterima di dalam masyarakat. Hal ini memperlihatkan setiap suku bangsa di Indonesia memiliki pola hidup dan budaya yang berbeda-beda yang nantinya bisa mempengaruhi sikap mereka

(5)

11

terhadap suatu produk yang akan mereka konsumsi. Beberapa dari sikap dan perilaku yang dipengaruhi oleh budaya adalah : 1.) Rasa diri dan ruang, 2) Komunikasi dan bahasa, 3) Pakaian dan penampilan, 4) Makanan dan kebiasaan makan, 5) Waktu dan kesadaran akan waktu, 6) Hubungan (keluarga, organisasi, pemerintah, dan sebagainya), 7) Nilai dan Norma, 8) Kepercayaan dan sikap, 9) Proses mental dan pembelajaran, 10) Kebiasaan kerja dan praktek. (Engel, Blackwell, dan Miniard, 1994 : 69-70)

2.5 Perumusan Hipotesa

Pengaruh Country of Origin Pada Sikap Konsumen Terhadap Produk High Involvement dengan Subkultur Etnis Sebagai Variabel yang Memoderasi.

Produk high involvement merupakan produk yang ketika dibeli oleh konsumen membutuhkan waktu yang lama dalam proses pembeliannya dan konsumen harus memperhatikan dengan teliti setiap fitur yang ada di dalam produk tersebut (Kartajaya, 2010:133). Konsumen mencari informasi sebagai bahan pertimbangan mereka sebelum membeli produk high involvement (Duncan, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan Rezvani, dkk (2012), menyatakan bahwa

country of origin berpengaruh secara positif terhadap keputusan pembelian produk high involvement. Hal ini disebabkan karena country of origin digunakan oleh

konsumen sebagai salah satu bahan pertimbangan sebelum konsumen memutuskan untuk melakukan pembelian produk high involvement. Penelitian yang dilakukan oleh Abdi (2013) dan Insch, Williams, dan Knight (2015), mengungkapkan bahwa country of origin juga memberikan pengaruh yang positif terhadap sikap konsumen pada suatu produk high involvement. Konsumen

(6)

12

memiliki sikap kognitif, afektif, dan konitif yang positif pada suatu produk akibat pengaruh dari country of origin produk tersebut. Konsumen menjadi percaya akan produk tersebut, menyukai produk tersebut, dan loyal terhadap produk tersebut. Tetapi hal ini bisa terjadi jika suatu negara memiliki citra yang baik, maka konsumen akan loyal terhadap produk tersebut. Begitu juga sebaliknya, jika suatu negara memiliki citra yang buruk, konsumen tidak akan loyal terhadap produk tersebut (Reuber dan Fischer, 2011).

Sikap konsumen terhadap suatu produk, tidak hanya dipengaruhi oleh

country of origin produk tersebut, melainkan juga adanya pengaruh dari subkultur

etnis konsumen. Hal ini disebabkan karena unsur budaya yang melekat pada subkultur etnis tersebut menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi segala macam pemikiran dan tindakan sehari-hari serta tidak lepas dari pola pikir, termasuk sikap mereka terhadap suatu produk (Lubis, 2012). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Henderson dan Hoque (2010) menyatakan adanya pengaruh

country of origin secara positif pada sikap konsumen dengan subkultur etnis

apapun terhadap produk high involvement, tetapi bukan karena dipengaruhi oleh subkultur etnis mereka. Konsumen memiliki sikap yang positif terhadap produk

high involvement yang berasal dari suatu negara tertentu bukan karena

dipengaruhi oleh kebudayaan dan kebiasaan dari subkultur etnis mereka, melainkan lebih dipengaruhi oleh negara asal dari suatu produk high involvement yang memiliki citra yang baik dan mampu menghasilkan produk-produk yang berinovasi. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Parameswaran dan Pisharodi (2002) yang mengungkapkan bahwa pada subkultur etnis tertentu

(7)

13

dalam memilih dan mengevaluasi produk dipengaruhi oleh country of origin dari sebuah produk high involvement, dimana country of origin produk tersebut memiliki kebudayaan yang sama dengan subkultur etnis tersebut. Konsumen cenderung memilih dan memberikan evaluasi yang positif terhadap suatu produk high involvement yang berasal dari negara yang memiliki kebudayaan yang sama dengan subkultur etnis mereka.

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang dirumuskan adalah :

H1 : Country of origin mempengaruhi sikap konsumen terhadap produk high involvement.

H2 : Subkultural etnis memoderasi pengaruh country of origin pada sikap konsumen terhadap produk high involvement.

Pengaruh Country of Origin Pada Sikap Konsumen Terhadap Produk Low Involvement dengan Subkultur Etnis Sebagai Variabel yang Memoderasi.

Produk low involvement adalah produk yang proses pembeliannya tidak membutuhkan waktu yang lama. Produk yang tergolong dalam kategori ini adalah

consumer goods, dimana produk tersebut merupakan produk yang sering

dikonsumsi dan ketika melakukan keputusan pembelian berdasarkan kebiasaan dalam mengkonsumsi produk tersebut (Kartajaya, 2010:133). Konsumen tidak melakukan pencarian informasi yang panjang ketika akan melakukan pembelian produk low involvement (Alexander, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Henderson dan Hoque (2010) menyatakan bahwa country of origin tidak berpengaruh terhadap sikap konsumen pada produk

(8)

14

low invovement. Hal ini disebabkan karena pada produk low involvement,

konsumen jarang untuk melakukan banyak pertimbangan sebelum melakukan pembelian, sehingga tidak menggunakan country of origin produk sebagai bahan pertimbangan. Mereka cenderung membeli berdasarkan kebiasaan dalam mengkonsumsi produk tersebut. Walau begitu, pada penelitian yaang dilakukan oleh Parsons, Ballantine, dan Wilkinson (2012) mengungkapkan hal yang berbeda, bahwa country of origin mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk low involvement private label. Semakin baik citra suatu negara asal produk, membuat konsumen memiliki persepsi yang baik terhadap produk tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa country of origin menjadi salah satu bahan evaluasi konsumen terhadap produk low involvement.

Selanjutnya, pada penelitian Henderson dan Hoque (2010) menduga adanya perbedaan pengaruh country of origin terhadap sikap konsumen pada produk low

involvement pada subkultur etnis tertentu. Hal ini dapat terjadi karena konsumen

dengan subkultur etnis yang berbeda dengan kebudayaan yang berbeda, dalam membeli suatu produk low involvement didasarkan pada kebiasaan / gaya hidup subkultur etnis mereka. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa subkultur etnis tertentu menganggap produk low involvement yang berasal dari negara manapun adalah sama, dikarenakan responden dengan subkultur etnis tertentu tidak terbiasa mengonsumsi produk tersebut karena adanya pengaruh budaya dan kebiasaan dari subkultur etnis tersebut. Tetapi sikap konsumen terhadap produk

low involvement dipengaruhi oleh country of origin yang memiliki kebudayaan

(9)

15

kebudayaan dari country of origin dari suatu produk low involvement adalah sama dengan kebudayaan mereka, konsumen menjadi lebih percaya dan menjadikan

country of origin sebagai bahan pengevaluasian terhadap produk tersebut. Kotler

dan Amstrong (2001) juga menjelaskan bahwa faktor budaya yang terdapat pada subkultur etnis memberikan pengaruh paling luas pada perilaku konsumen. Hal ini mempengaruhi sikap konsumen terhadap suatu produk, dimana ketika mereka tidak terbiasa dalam mengkonsumsi suatu produk berdasarkan budaya mereka, konsumen tidak akan tertarik untuk melakukan pembelian terhadap produk tersebut, walaupun produk tersebut berasal dari negara maju yang memiliki citra yang baik. Mereka lebih memilih loyal terhadap suatu produk dari negara yang tidak terlalu terkenal tetapi sesuai dengan kebiasaan mereka dan negara tersebut memiliki kebudayaan yang sama dengan mereka (Henderson dan Hoque, 2010).

Karena itu, hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

H3 : Country of origin mempengaruhi sikap konsumen terhadap produk low involvement.

H4 : Subkultural etnis memoderasi pengaruh country of origin pada sikap konsumen terhadap produk low involvement.

(10)

16 2.6 Model Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Aksara pungkasan ing wanda sepisan (ng) boten ewah panggenanipun, inggih ing ngajeng wanda kapindho, panambang (a) wujud saha panggenanipun boten ewah Tembung sepisan, wuwuhan

Hal ini menunjukkan bahwa nilai kekuatan tarik kulit ikan pari tersamak pada semua perlakuan memenuhi standar penerimaan konsumen, artinya pengolahan produk kulit dengan

Ayat-ayat berikut menunjukkan kebolehan membaca Shad menjadi Sin, perhatikan pada kata bergaris bawah.. Huruf Dhad pada ayat berikut, boleh dibaca dengan harakat fathah atau

Paling banyak kejadian phlebitis terjadi pada pasien yang mendapatkan infuse lebih dari 3 hari (96–120 jam) yaitu tercatat ada 15 orang (22,1%) dan 6 orang yang lain (8,8%) tidak

diputuskan pilkada tidak langsung atau pilkada melalui DPRD, perlu menjelaskan kepada para pembaca tentang putusan tersebut, bermaksud untuk memberikan solusi

Penelitian terhadap cerbung Salindri Kenya Kebak Wewadi didasarkan pada alasan-alasan bahwa cerita detektif tersebut merupakan sebuah bentuk cerita yang di dalamnya terdapat

Mengingat tujuan, dasar pengambilan parameter pengujian serta proses pembentukan statistik uji berhubungan dengan valid atau tidaknya kesimpulan yang dihasilkan dari

Jika Cinta kangen cama ayah, jika Cinta takut akan gelap di caat Cinta akan tidul tetapi ayah tidak bisa menelanginya lagi cetelah ayah pelgi, pandanglah Bulan yang ada