• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL LIQUID OXYGEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL LIQUID OXYGEN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL LIQUID OXYGEN PADA RECTIFYING COLUMN DI PT.

SAMATOR GAS INDUSTRI MENGGUNAKAN METODE INTERNAL MODEL CONTROLL

( Fandi Rachman Saputra, Suyanto)

Jurusan Teknik Fisika FTI ITS Surabaya

Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60111

Telp : +6231-5947188 Fax : +6231-5923626

E-mail : [email protected]

Abstrak

Samator adalah merupakan perusahaan terbesar di indonesia, banyak kebutuhan proses yang tidak dapat

diselesaikan dengan loop sederhana yang hanya mengandalkan sebuah mata rantai feedback. Seperti hal nya yaitu

pengendalian level pada Rectifying Column di PT. Samator Gas Industri. Dimana pada pengendalian ini harus dijaga benar

level yang ada di rectifying column agar level yang berada di coloumn tidak mencapai low, sebab kalau itu terjadi maka

akan berpengaruh terhadap produksi yang diperoleh, maka dengan adanya permasalahan tersebut harus di manipulasi.

Untuk itu yang berperan penting sebagai manipulasi variabelnya adalah flow, sebab flow ini yang mempengaruhi naik

turunnya level yang berada di rectifying column tersebut. Oleh karena itu pada peristiwa tersebut di buat tugas akhir yang

berjudul perancangan sistem pengendalian level pada rectifying column PT. Samator Gas Industri menggunakan metode

internal model control. Agar hasilnya responnya lebih sempurna.

Kata kunci: Level, Rectifying Column, flow, metode PI dan metode IMC

1. Pendahuluan

Dalam dunia industri, banyak kebutuhan proses

yang tidak dapat diselesaikan dengan loop sederhana

yang hanya mengandalkan sebuah mata rantai feedback.

Seperti hal nya yaitu pengendalian level pada Rectifying

Column di PT. Samator Gas Industri. Dimana pada

pengendalian ini harus dijaga benar level yang ada di

rectifying column agar level yang berada di coloum tidak

mencapai low, sebab kalau itu terjadi maka akan

berpengaruh terhadap produksi yang diperoleh, maka

dengan adanya permasalahan tersebut harus di

manipulasi. Untuk itu yang berperan penting sebagai

manipulasi variabelnya adalah flow, sebab flow ini yang

mempengaruhi naik turunnya level yang berada di

rectifying column tersebut dan juga pengendalian yang

dipakai pada plant yaitu pengendalian PI (Proposional

Integral) karena pada pengendalian PI (Proposional

Integral) itu mempunyai karakteristik tersendiri yaitu

mengurangi rise time, menambah overshoot dan setling

time serta menghilangkan steady state error. Untuk itu

pada plant tersebut memilih memakai pengendalian PI

(Proposional Integral). Oleh karena itu pada peristiwa

tersebut di buat tugas akhir yang berjudul perancangan

sistem pengendalian level pada rectifying column PT.

Samator Gas Industri menggunakan metode internal

model control

Permasalahan yang timbul pada tugas akhir ini adalah

Dari paparan latar belakang diatas, maka permasalahan

dari tugas akhir ini adalah bagaimana cara merancang

sistem pengendalian level pada rectifying column PT.

Samator Gas Industri menggunakan metode internal

model control.Bagaimana cara membandingkan respon

keluaran antara menggunakan pengendali PID dengan

metode internal model control.

Tujuan yang ingin dicapai dari tugas akhir ini

adalah Tujuan yang ingin dicapai pada tugas akhir ini

adalah untuk merancang sistem pengendalian level pada

rectifying column PT.Samator Gas Industri

menggunakan metode internal model control dan

membandingkan respon keluaran antara menggunakan

pengendalian PID dengan metode internal model

control.

Batasan permasalahan yang diperlukan dalam

tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

 Penjabaran metode yang digunakan adalah

metode IMC dimana nantinya akan

dibandingkan dengan PID

 Cara untuk simulink ke software dengan

menggunakan metode IMC

2. Teori Penunjang

2.1 Komponen Kolom Distilasi

Distilasi didefinisikan sebagai suatu proses

dimana campuran antara fase cair ( liquid ) dan fase uap

( vapour ) dari dua atau lebih substansi dipisahkan

menjadi fraksi-fraksi komponen pembentukannya

dengan memanfaatkan perpindahan panas [

Perry,Robert.H, “ Perry’s: Chemicals Engineer

Handbook”, 1999] proses distilasi didasarkan pada

kenyataan bahwa pada fase uap, akan didapato lebih

banyak komponen pembentuk campuran dengan titik

didih lebih rendah dari titik didih campuran tersebut.

Oleh karena itu, jika fase uap ini didinginkan dan

dikondensasi, maka akan diperoleh komponen yang

lebih mudah menguap. Kolom distilasi ini didesain

(2)

sedemikian hingga dapat melakukan pemisahan ini

secara efisien Kolom distilasi dibangun atas beberapa

komponen, masing-masing dimanfaatkan untuk

melakukan transfer panas dan transfer material [

www.lorien.ncl.ac.uk/ming/distil

, 2000]. Beberapa

komponen utamanya antara lain :

 Shell, tempat dimana pemisahan komponen cair

terjadi

 Colom Internal/ Tray, digunakan untuk

meningkatkan pemisahan komponen

 Reboiler, menyimpan kebutuhan vaporasi pada

proses distilasi

 Kondensor, mendinginkan dan mengkondensasi

uap yang meninggalkan bagian atas kolom

distilasi

 Reflux drum, untuk menampung uap yang

terkondensasi dari kolom bagian atas sehingga

cairan ( reflux ) dapat diumpanbalikkan ke

kolom.

Gambar 2.1 Skema Kolom Distilasi

Shell membungkus Coloum Internal, bersama

dengan reboiler dan kondensor dalam satu kesatuan

membentuk sebuah kolom distilasi. Skema kolom

distilasi dengan single feed dan dua aliran produk dapat

dilihat pada gambar 2.8. campuran berfase cair yang

akan diproses dinamakan feed. Biasanya diletakkan

dibagian tengah kolom dan dilewatkan kesebuah tray

yang disebut sebagai feed tray. Feed tray membagi

kolom menjadi bagian atas ( uap section ) dan bagian

bawah ( bottom section ). Feed mengalir kebagian bawah

kolom yang selanjutnya dikumpulkan pada reboiler

Panas diperoleh dari reboiler

untuk

menghasilkan vapour. Sumber pana syang dipakai bisa

fluida jenis apapun, meskipun di banyak proses kiamia

lebih banyak sering digunakan steam. Bahkan pada

proses refiner sumber pahas yang digunakan adalah

keluaran dari kolom distilasi lainnya. Uap yang

dihasilkan reboiler, diumpankan kembali kebagian

bawah kolom. Sedangkan liquid yang dikeluarkan

bagian bawah reboiler dinamakan bottom product atau

disingkat bottom saja.

Gambar 2.2 Aliran Liquid dan Vapor pada kolom

distilasi [

www.lorien.ncl.ac.uk/ming/distil

, 2000].

Vapor bergerak kebagian atas kolom, setelah

vapour tersebut meninggalkan bagian atas kolom,

selanjutnya akan didinginkan oleh kondensor. Cairan

yang terkondensasi disimpan pada vessel yang dikenal

sebagai reflux drum. Sebagian dari cairan ini akan

diumpanbalikkan kebagian atas kolom dan disebut

sebagai reflux drum disebut sebagai distillate atau top

product.

2.2 Prinsip Kolom Distilasi

Pemisahan komponen dari campuran cair (

liquid mixture) bergantung dari perbedaaan titik didih

dari masing-masing komponen. Selain itu juga,

tergantung dari konsentrasi komponen tersebut. Dengan

alas an inilah, maka proses distilasi dikatakan

bergantung pada karakteristik tekanan uap campuran [

Perry,Robert.H, “ Perry’s: Chemicals Engineer

Handbook”, 1999].

Tekanan uap cairan pada suatu temperature

tertentu merupakan tekanan seimbang yang diganakan

oleh molekul untuk meninggalkan dan memasuki

permukaan cairan, berikut beberapa hal penting

menyangkut tekanan uap :

 Input energy meningkatkan tekanan uap.

 Tekanan uap mempengaruhi titik didih uap

 Cairan dikatakan mendidih jika tekanan uap

sama dengan tekanan sekitar

 Kemudahan cairan untuk mendidih tergantung

pada volality- nya

 Cairan dengan tekana uap tinggi ( cairan

ber-volatile ) akan mendidih dengan temperature

rendah

 Tekanan uap dan titik didih dari campuran cair

bergantung dari jumlah komponen dari cairan

tersebut

 Distilasi terjadi karena perbedaan volality

komponen pada campuran cair

(3)

Gambar 2.3 Diagram fasa kesetimbangan Vapor-Liquid (

VLE ) untuk tekanan konstan

Diagram seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.10,

memunjukkan bagaimana komposisi setimbang

masing-masing komponen pada cairan yang bervariasi terhadap

temperature dan pada tekana tertentu.

Titik dididh A pada gambar 2.10 diatas adalah

titik dimana fraksi mol A bernilai 1. Titik didih B adalah

titik dimana fraksi mol A bernilai 0. Dengan asumsi A

adalah adalah komponen yang lebih vulatile dan

memiliki titik didih lebih rendah dari B. kurva bagian

atas dinamakan buble-point curve. Dew-point adalah

temperature dimana saturated vapour mulai

mengembun. buble-point adalah temperature dimana

cairan mulai mendidih.

Daerah

diatas

kurva

Dew-point menunjukkan

komposisi setimbang dari superheated vapour ,

sedangkan daerah dibawah kurva buble-point

manunjukkan komposisi setimbang superheated liquid.

Relative

Volality

adalah perbedaan Volality antar

dua komponen [Shinskey. F Greg., Distilation Control’,

1977]. Variable ini menunjukkan seberapa mudahatau

sulit proses pemisahan dilakukan. Relative Volality

komponen ‘I’terhadap komponen ‘j’ didefinisikan pada

persamaan 2.47.

………(2.1)

Tersebut melali proses distilasi.

Dimana :

y

1

= fraksi mol komponen atau dalam uap

x

1

= fraksi mol komponen atau dalam cairan

kolom distilasi didesain berdasarkan titik didih

komponen-komponen campuran yang akan dipisahkan.

Sehingga ukuran, dalam hal ini ketinggian kolom

distilasi ditentukan oleh data kesetimbangan

vapour-liquid ( Vapour-vapour-liquid Equilibrium = VLE ) campuran

tersebut. Data VLE tekanan konstan didapat dari

diagram titik didih [Shinskey. F Greg., Distilation

Control’, 1977]. Data VLE campuran biner sering

dipresentasikan dalam sebuah plot seperti ditunjukkan

pada gambar 2.4

Gambar 2.4 Diagram Komposisi Kesetimbangan

Vapor-Liquid (VLE)

Diagram VLE menunjukkan bubble point dan

dew point campuran biner pada tekanan konstan . Garis

lengkung disebut garis kesetimbangan (equilibrium line)

dan menjelaskan komposisi kesetimbangan liquid dan

vapour pada beberapa tekanan . Diagram VLE ini juga

menunjukkan campuran biner yang memiliki

kesetimbangan vapour-liquid yang relative mudah

dipisahkan .

Performansi kolom distilasi sendiri dipengaruhi

oleh beberapa faktor , seperti :

 Kondisi feed (umpan)

 Kondisi aliran fluida dan internal liquid

 Tipe tray

 Kondisi lingkungan

2.3 Kesetimbangan Kolom Distilasi

Kesetimbangan massa komponen dan massa

panas dari sebuah kolom distilasi adalah sebagai berikut

[Stephanopoulus, George., “Chemical Process Control” ,

1984] :

a. Kesetimbangan massa pada kondensor dan

reflux drum .

Gambar 2.5 Keseimbangan massa kondensor dan reflux

drum

(4)

Neraca massa total :

= V

NT

– L

NT+1

– D ………( 2.2 )

Neraca massa komponen komponen :

= V

NT

Y

NT

– ( L

NT+1

+ D ) X

D

……….( 2.3 )

Neraca massa panas :

= V

NT

H

NT

– L

NT+1

H

NT+1

– Dh + Q

D

( 2.4 )

b. Kesetimbangan massa pada setiap tray

Gambar 2.6 Kesetimbangan massa pada setiap tray

Neraca massa total :

= L

n+1

– L

n

+ V

n-1

– V

n

……… ( 2.5 )

Neraca massa komponen :

= L

n+1

– X

n+1

– L

n

X

n

+ V

n-1

y

n-1

– V

n

Y

n

….

( 2.6 )

Neraca massa panas :

= L

n+1

h

n+1

– L

n

h

n

+ V

n-1

H

n-1

– V

n

H

n

… (

2.7 )

c. Kesetimbangan massa pada tray umpan

Gambar 2.7 Kesetimbangan massa pada tray umpan

Neraca massa total :

= L

NF+1

– L

NF

+ F + V

NF-1

– V

NF

……….. ( 2.8 )

Neraca massa komponen :

= L

NF+1

X

NF+1

– L

NF

X

NF

+ V

NF-1

Y

NF-1

V

NF

Y

NF

+ F

1

………( 2.9 )

Neraca massa panas :

= L

nF+1

h

NF+1

– L

nf

h

nf

+ V

NF-1

H

NF-1

– V

NF

H

nF

+

F h

F ………

(

2.10 )

d. Kesetimbangan pada reboiller dan base kolom

Gambar 2.8 Kesetimbangan pada reboiller dan base

kolom

Neraca massa total :

= L

1

– V

RB

– B ………. ( 2.11 )

Neraca massa komponen :

= L

1

X

1

– V

RB

y

RB

– B X

b

…………( 2.12 )

Neraca massa panas :

= L

1

h

1

– V

RB

H

RB

– B

hB

+ Q

r

……( 2.13 )

2.4 Dead Time

Dalam suatu system control proses dead time

adalah waktu yang dibutuhkan saat terjadinya perubahan

pada input sinyal control sampai terlihat adanya

perubahan pada variable output. Mari kita perhatikan

sistem control feedback pada gambar 2.9 semua

komponen dinamik pada loop akan mengakibatkan delay

yang cukup signifikan pada respon yang dihasilkannya.

(5)

Gambar 2.9. Diagram Blok system control feedback

(Stephanopoulus, 1984 )

Hal ini disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :

1. Keseluruhan proses akan membutuhkan

perjalanan fluida dengan jarak tempuh yang

relatif panjang.

2. Alat ukur membutuhkan waktu sampling dan

analisa output yang relative lama.

3. Final control elemen membutuhkan waktu untuk

mengaktuasi sinyal kontol yang dihasilkan.

4. Factor manusia sebagai kontroler yang

membutuhkan waktu untuk berfikir mengambil

keputusan dalm penentuan aksi control.

Dengan semua situasi diatas, kontroler feedback

konvesional akan menghasilkan repon loop tertutup yang

tidak serta harakan, seperti hal-hal berikut ini :

1. Gangguan yang masuk keproses tidak terdeteksi

hingga beberapa waktu lamanya.

2. Aksi control yang dilakukan dengan

dasarpengukuran terakhir tidak cukup efektif

karena saat itu kontroler berupaya untuk

menstabilkan keadaan ( mengeliminasi error )

yang terjadi sebelumnya.

3. Dengan keadaan yang terjadi pada kedeua point

diatas akan menghasilkan dead time cukup

signifikan dan dead time inilah yang akan

menjadi sumber adanya ketidakstabilan pada

loop tertutup.

2.5 Kontroler feedback

Antara

device pengukur dan elemen control

akhir terdapat kontroler. Fungsinya adalah untuk

menerima sinyal output terukur yin(t) yang

dibandingkan dengan setpoint, ysp untuk menghasilkan

sinyal masuk, ε(t) sedemikian hingga output yang keluar

sesuai dengan nilai yang dikehendaki ysp. Input pada

controller adalah berapa sinyal error. ε(t) = ysp – y m

(t)dan outputnya adalah e(t). perbedaan diantara

beberapa macam tipe kontroler feedback adalah

bergantung pada hubungan antara nilai ε(t) dan e(t).

2.5.1 Kontroler Proporsional

Output yang diaktuasi adalah proporsional terhadap

error, yang ditunjukkan oleh persamaan berkut:

C(t) = Kc ε(t)+Cs

(2.14

)

Dimana Kc = Gain proporsional kontroler dan Cs =

sinyal bias kontroler ( akan diaktuasi jika ε – 0 ).

Kontoler proporsional dikarakteristikan oleh

nilai gain proporsional Kc atau ekuivalen dengan

proporsional band PB, dimana PB = 100 / Kc. Fungsi

transfer untuk kontroler proporsional adalah,

Gc (s) = Kc

(2.15)

2.5.2 Kontroler Proporsional Integral

Sinyal aktifasi ini sesuai dengan persamaan

berikut,

C(t) = Kc ε(t) +

( 2.16 )

Dimana

adalah konstanta waktu integral atau waktu

reset dalam satuan detik atau menit . waktu reset adalah

waktu dibutuhkan oleh kontoler untuk mengulang

perubahan awal dari aksi control proporsional setelah

terjadinya perubahan output .

Aksi control integral akan menyebabkan output

kontroler C(t) akan terus berubah selama terjadi

perubahan

error. Sehingga kontroler ini akan

mengeliminasi setiap perubahan error yang kecil.

Dari persamaan (2.3) dapat ditunjukkan fungsi

transfernya adalah sebagai berikut,

G

c

(s) = K

c

(

2.17 )

2.5.3 Proporsional- Integral- Derivatif

Output dari kontroler ini sesuai dengan

persamaan berikut,

C(t) = K

c

ε(t)+

+ c

s

( 2.18 )

Dimana τ

D

adalah konstanta waktu derivative dalam

satuan detik atau menit.

Dengan kehadiran bagian devirative, (dε/dt),

kontroler PID akan mengantisipasi terjadinya error

kedepan dan menerapkan aksi control yang

proporsional terhadap perubahan laju error .

(6)

Fungsi transfer kontroler PID adalah sebagai

berikut :

G

c

(s) = k

c

( 2.19 )

2.6 Pemodelan Sistem dengan Kurva Reaksi Proses

Kurva reaksi proses kemungkinan merupakan

metode yang paling banyak digunakan untuk

mengidentifikasikan model dinamik. Metode ini mudah

untuk dijalankan, meskipun metode ini tidak umum

namun metode ini memberikan model yang mencukupi

untuk berbagai aplikasi.

Metode kurva reaksi terdiri dari empat aksi

sebagai berikut :

 Mengkondisikan proses untuk mencapai kondisi

steady.

 Memberikan perubahan step pada variable input.

 Merekan respon input dan output sampai proses

mencapai keadaan steady kembali.

 Menjalankan perhitungan dengan metode kurva

reaksi.

Perhitungan secara gravis didefinisikan oleh

persamaan model First-Order-With-Dead-Time

(FOPDT) yang dituliskan dengan :

(2.20)

Dimana : X(s) = Input

Y(s) = Output

τ =

time constant

θ =

dead time

Ada dua tehnik yang berbeda dalam mencari

parameter

FOPDT diatas. Metode pertama diadaptasi dari Ziegler

dan Nichols seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.10

berikut ini :

Gambar 2.10 kurva reaksi proses, metode I

Perubahan yang terjadi pada outputsebesar ∆

sebagai akibat perubahan input sebesar δ. Nilai yang di

plot dalam grafik dapat berhubungan dengan parameter

model berdasar pada persamaan berikut.

Model umum untuk input step dengan t ≥ 0 adalah :

Y’(t) = Kpδ

(2.21)

Teknik yang kedua, menggunakan perhitungan

grafik seperti yang tertera seperti gambar dibawah ini :

Gambar 2.11 kurva reaksi proses, metode II

Perubahan nilai output steady state ∆ disebabkan

oleh perubahan step nilai input δ; waktu saat ouput

mencapai 63% dari nilai akhir dan 28% dari nilai akhir.

Nilai yang ada pada grafik dapat dihubungkan dengan

parameter model. Sembarang nilai dari dua waktu dapat

dipilih untuk menentukan parameter yang tidak

diketahui, τ dan θ. Kedua waktu tersebut dipilih saat

respon transien mengalami perubahan yang besar.

Sehingga parameter model tersebut dapat ditentukan

dengan akurat.

Persamaannya adalah:

(2.22)

(2.23)

Nilai dari waktu saat output mencapai 28.3 dan 63.2

persen dari nilai akhir digunakan untuk menghitung

parameter model.

t

28%

= θ +

τ = 1.5(t

63%

- t

28

) (2.24)

t

63%

= θ + τ

θ = t

63

– τ

Idealnya kedua teknik menberikan model yang

representative, tapi bagaimana pun juga metode pertama

membutuhkan insinyur untuk menemukan kemiringan (

turunan ) dari sinyal yang diukur.

2.7 IMC ( Internal Mode Kontrol )

Menurut ( coughanowr, 1991 ) pada tahun 1989,

morari dan Zafiriou memperkenalkan suatu metode

control baru yang disebut Internal Mode Kontrol ( IMC )

. metode control ini berdasarkan pada ketepatan satu

(7)

model yang sudah ada dari suatu proses, yang menjadi

pedoman untuk mendesain system control yang stabil

dan robust. dimana, suatu system control yang robust

adalah system control yang aman pada perubahan

system dinamik.

Struktur control IMC digambarkan seperti

gambar 2.13 dengan model plant dan inverse.

Penyederhanaan gambar 2.13 menjadi gambar 2.6

diperoleh hubungan antara Gc dan Gi sesuai persamaan

2.25

Gc = G

1

/(1- G

1

G

m

) ( 2.25 )

Gambar 2.12 Diagram Blok Struktur IMC ( coughanowr,

1991 )

Gambar 2.13 Diagram Blok IMC yang ekuivalen dengan

control konvensional ( coughanowr, 1991 )

Jika model tepat sama dengan proses ( G

m

= G ),

maka hanya sinyal U

1

yang masuk kedalam komparator

dan tidak menghasilkan proses apapun oleh fungsi

transfer pada loop yang ekuivalen dengan R dan

menghasilkan keluaran C, pada kenyataannya tidak ada

feedback ketika G = G

m

dan akan menghasilkan system

open loop seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.14

Pada gambar 2.13 stabilitas dari system control

hanya bergantung pada G

1

dan G

m

. jika G

1

dan G

m

stabil,

maka system control juga stabil.

Idealnya, jika hanya terjadi perubahan pada set

point (Ut=0) dapat dilihat dari gambar 2.14

G

1

G

m

= 1

(2.25)

G

1

= 1/G

m

(2.26)

Untuk kasus perubahan gangguan load Ut,

dimana R=0 dan harga keluaran C stabil, IMC hanya

menbutuhkan 1 ( satu) parameter control sebagai filter

persamaan ( persamaan 2.27 ) agar dapat menjadi

kontroler yang cukup robust untuk ganggua loaddan set

point karena harga fungsi transfer pada model dan

inverse-nya sesuai dengan persamaan (2.25) dan ( 2.26)

f(s) =

(2.27)

Gambar 2.14 Diagram blok IMC yang disederhanakan

(Coughanouwr, 1991)

2.8 Performasi Kontroler

Pemilihan hasil simulasi terbaik didasarkan pada

performansi system baik kualitatif maupun kuantitatif.

Beberapa parameter kuantitatif adalah :

 Rise Time ( Tr)

Didefinisikan sebagai waktu naik yang

diperlukan respon ( tanggapan system) untuk

pertama kali mencapai nilai set point yang

diinginkan, biasanya digunakan ( 10-90 % ), (

5-95%) atau (0-100%) biasanya digunakan rise

time yang singkat.

 Respon Maksimum Over Shoot(Mp(%))

Didefinisikan sebagai presentase maksimum

nilai puncak terhadap nilai setpoint.

Mp(%)=

(2.28)

Dimana :

C(tp) = output respon pada waktu puncak (tp)

C(

= output respon pada waktu tak terhingga

( steady )

(8)

 Setting Time (Ts)

Didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan

oleh respon untuk mencapai harga dalam kisaran

nilai setpoint yang disederhanakan dengan

presentasi mutlak harga setpoint (biasanya

digunakan 2% atau 5%).

3. Metodologi Penelitian

Secara umum penelitian ini dilaksanakan dalam

beberapa tahap yang dapat di reprentasikan kedalam

diagram alir sebagai berikut :

Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian

3.1 Studi Literatur dan Studi Lapangan

Pada studi literatur yang dipakai untuk

pengerjaan tugas akhir ini adalah handbook instrument

engineering yang berjudul process control and

optimization, book engineering process analysis and

control, book luyben process modeling simulation and

control for chemical engineers, jurnal predictive liquid

vapor composition at distillation column. Dari refrensi

tersebut dapat mempermudah pengerjaan tugas akhir ini.

Untuk studi lapangannya yaitu mencari bahan di

lapangan atau di field instrument dimana nantinya akan

dicari data serta mengetahui prinsip kerja dari distilasi

kolom khususnya pada pengendalian level dimana

hasilnya nantinya akan dipadukan dengan literature yang

didapat sehingga dapat dianalisa hasil dari lapangan dan

dari literature.

3.2 Identifikasi Permasalahan

Pada tugas akhir ini terdapat permasalahan yang

harus diperhatikan antara lain yaitu bagaimana cara

merancang sistem pengendalian level pada rectifying

column PT. Samator Gas Industri menggunakan metode

internal model control.Bagaimana cara membandingkan

respon keluaran antara menggunakan pengendali PID

dengan metode internal model control. Sebab dari

adanya permasalahan tersebut kita bisa mengetahui

permasalahan itu yang harus dikerjakan pada tugas akhir

ini.

3.3 Menetapkan Tujuan Tugas Akhir

Tujuan yang ingin dicapai pada tugas akhir ini

adalah untuk merancang sistem pengendalian level pada

rectifying column PT.Samator Gas Industri

menggunakan metode internal model control dan

membandingkan respon keluaran antara menggunakan

pengendalian PID dengan metode internal model

control.

3.4 Identifikasi variabel dan pengambilan data riil

Pada identifikasi variable dan pengambilan data

riil yang akan diambil adalah variable yang bermodel

orde satu yang mengandung dead time (FOPDT) sebab

dalam FOPDT (First-Order Plus Dead Time Processes)

suatu model yang digunakan untuk mencari persentase

yang tinggi untuk semua proses kimia sehingga untuk

mendapatkan nilai pemodelan hanya menggunakan dead

time dan variable yang dicari adalah nilai gain steady

state, time constant, dead time yang nantinya nilai-nilai

tersebut akan sebagai acuan data pengambilan data riil

yang ada dilapangan.

Tabel 3.1 Pengambilan data yang di plant

N

o

Lev

el Flow

Pemasuk

an

Bukaa

n

Valve

Bukaa

n

Valve

Bypas

s

Pressu

re

Pompa

%

Nm3/

h Nm3/h % % Bar

1

48 1,900

10,300 76

80

6

2

50 1,825

10,300 74

82

6

3

52 1,750

10,300 72

84

6

4

54 1,675

10,300 70

86

6

5

56 1,600

10,300 68

88

6

6

58 1,525

10,300 66

90

6

7

60 1,450

10,300 64

92

6

8

62 1,375

10,300 62

94

6

9

64 1,300

10,300 60

96

6

10

66 1,225

10,300 58

98

6

(9)

3.5 Pemodelan Menggunakan FOPDT (First Order

Plus Dead Time Processes)

Untuk mendapatkan persamaan modeling

distilasi kolom menggunakan FOPDT karena modeling

ini hampir mendekati kenyataannya sebab semua proses

kimia yang memiliki prosentase yang tinggi secara

modeling harus menggunakan FOPDT (First-Order Plus

Dead Time Processes) karena gain proses inilah yang

hampir mendekati riilnya. Untuk itu pada tugas akhir ini

menggunakan gain proses FOPDT karena metode yang

paling banyak digunakan untuk mengidentifikasikan

model dinamik. Metode ini mudah untuk dijalankan,

meskipun metode ini tidak umum namun metode ini

memberikan model yang mencukupi untuk berbagai

aplikasi.

Sehingga didapatkan persamaan :

Keterangan :

X(s) = Input

Y(s) = Output

τ =

time constant

θ =

dead time

Kp = Stady state

3.6 Pemilihan Strategi Kontrol

Pada pemilihan strategi control pada tugas akhir

ini adalah menggunakan control IMC (Internal Model

Control) yang mana nantinya control IMC terserbut akan

dibandingkan dengan control yang digunakan pada plant

yaitu PI (Proposional Integral). Sebab secara teori

control IMC jauh lebih bagus dengan PI sebab pada

prinsipnya IMC memiliki suatu keandalan yang

responnya hamper mendekati dengan riilnya. Untuk itu

hasil respon akan di bandingkan IMC dengan control PI

(Proposional Integral)

Persamaan FOPDT : (menurut G Liptack, Bela.

2006.Process Control and Optimization.hand book

engineer instrument)

………...(3.1)

Sehingga didapatkan persamaan Gp :

Gp(s) = K

………...(3.2)

Kalau sudah diketahui fungsi transfer maka dicari

persamaan pada Gc dengan tuning IMC maka akan

didapat :

Gunakan pendekatan first-order pade untuk time delay

dimana :

e

-θs

=

………. (3.3)

Dengan metode taylor, persamaan (3) menjadi;

………...(3.4)

………..………....(3.5)

Faktorisasi dengan fungsi transfer :

Gm = K

= Gm

a

.Gm

m

………(3.6)

Gm

a

=

= 1………...(3.7)

Gm

m

=

………...(3.8)

Filter

………(3.9)

Dimana f(s) =

sedangkan

adalah filter. Jika

mendekati 0 maka tidak ada filter, sehingga ;

G

1

=

………(3.10)

Untuk mencari nilai Gc pada IMC

Gc =

……...(3.11)

Gc =

(3.12)

Sehingga kalau dipadukan dengan tuning PID maka;

G

c

= K

c

...(3.13)

Kc =

……….……….(3.14)

τ

1

=

………...(3.15)

(10)

Tabel 3.2 Tabel kebenaran PID controller setting dengan

dipadukan pada IMC

Untuk control PI (Proporsional Integral)

……….(3.17)

Jika

maka ;

………(3.18)

Sehingga ;

…………...………(3.19)

Tabel 3.3 tabel kebenaran PI (Proporsional Intergral)

Tipe alat

kontrol

K

P

T

i

T

d

P

τ/θ ~ 0

PI 0.9

τ/θ

θ/0.3 0

PID 1.2

τ/θ

2θ 0.5θ

3.7 Perancangan Sistem Pengendalian Level

Pada Rectifying Column di PT. Samator Gas

Industri Menggunakan Metode Internal Model

Control

Setelah didapatkan modeling dan pemilihan

model control maka akan di rancang system

pengendalian level pada rectifying column. Dimana

nantinya semua gain mulai dari gain control, gain valve,

gain proses sampai output dirancang sehingga nantinya

dapat disimulasikan dengan suatu program. Serta hasil

perancangan tersebut didapatkan suatu respon dimana

nantinya respon tersebut sebagai acuan untuk

perbandingan antara dua control yaitu control PI

(proporsional integral) dan control IMC (internal model

control).

Gambar 3.1 Sistem pengendalian level pada rectifying

column

3.6.1 Sensor dan Transmitter

Sistem pengendalian yang dirancang

menggunakan satu buah sensor dan transmitter. Sensor

dan transmitter ini digunakan untuk mengukur

perubahan level liquid oksigen pada distilasi kolom.

3.6.1.1 Sensor dan transmitter level

Jenis transmitter yang digunakan adalah

differensial pressure transmitter. Transmitter ini bekerja

dalam range 0-220 mm (0,2 meter) dan keluarannya

adalah sinyal listrik dengan range 4-20 mA. Gain dari

transmitter ini adalah :

(%)

)

(

masukan

Span

mA

keluaran

Span

G

L

(3.20)

Dengan memasukkan data dari transmitter level maka

didapat :

%

16

.

0

)%

0

100

(

)

4

20

(

mA

mA

G

L

Sedangkan untuk mendapatkan fungsi transfer dari

transmitter level ini digunakan persamaan :

1

)

(

)

(

)

(

s

T

G

s

I

s

L

c L L L

(3.21)

dimana :

G

L

:

gain transmitter

T

c

:

time constant transmitter

Time constant dari transmitter ini adalah 0,2 detik, maka

fungsi transfer transmitter level adalah :

1

2

.

0

16

.

0

)

(

)

(

s

s

I

s

L

L L

(11)

3.6.2 Elemen Pengendali Akhir

Elemen pengendali akhir merupakan bagian

akhir sistem pengendalian yang berfungsi mengubah

variabel yang dimanipulasi sehingga diperoleh kondisi

yang dikehendaki. Ada bermacam-macam elemen

pengendali akhir, dalam plant ini elemen pengendali

akhir berupa control valve.Adapun yang harus diketahui

dalam menentukan control valve adalah :

Karakteristik control valve

Gain control valve

Rangeability

Fungsi transfer

Control valve yang digunakan pada

pengendalian mempunyai karakteristik linear trim.

Fungsi tranfer dari control valve dapat dinyatakan dalam

orde satu sebagai berikut :

1

s

T

K

G

cv V cv

(3.22)

dimana :

K

v

:

gain control valve

T

cv

:

time constant control valve

Gain control valve didefinisikan sebagai

perbandingan antara besarnya perubahan flow terhadap

besarnya bukaan control valve. Adapun persamaan gain

control valve dengan karakteristik linear adalah :

masukan

tekanan

perubahan

maksimum

aliran

laju

K

CV

(3

.23)

Dari penelitian di lapangan diperoleh data sebagai

berikut :

Untuk control valve :

 Aliran maksimum : 2800 Nm

3

/h (46.67

Nm

3

/menit)

 Aliran minimum : 100 Nm

3

/h ( 1.67

Nm

3

/menit)

Sehingga

menit

kg

cm

Nm

cm

kg

menit

Nm

K

CV

9

3

.

/

.

/

)

0

5

(

/

3

)

67

.

1

67

.

46

(

2 2

Gain transduser (I/P) diperoleh dengan

persamaan :

)

(

)

/

(

2

mA

input

Span

cm

kg

output

Span

G

T

(3.24)

)

/(

3125

.

0

)

4

20

(

/

)

0

5

(

2 2

mA

cm

kg

mA

cm

kg

G

T

Maka Gain total dari control valve diperoleh

dengan persamaan :

CV T V

G

K

K

.

(3.25)

menit

kg

cm

Nm

mA

cm

kg

K

V

.

.

3

9

.

3125

.

0

2 2

mA

menit

Nm

K

V

.

3

8125

.

2

Konstanta waktu dari control valve diperoleh

berdasarkan waktu stroke, perubahan fraksional

terhadap bukaan valve dan perbandingan konstanta

waktu pada stroking time valve yang mempunyai

hubungan sebagai berikut :

)

(

V

R

T

T

CV

V

(3.26)

Dimana :

T

CV

: konstanta waktu (time constant) control

valve.

T

V

: time stroke skala penuh (8 detik untuk

level).

V : fraksi perubahan posisi control valve.

R : Perbandingan konstanta pada stroking time

valve (untuk diafragma adalah 0,03 dan

untuk piston adalah 0,3).

Dari persamaan diatas dan dengan memasukkan data

plant yang ada, maka didapat time constant control

valve sebesar 10.4 detik untuk sistem pengendalian

level.

Maka dengan memasukkan data-data diatas didapat

fungsi transfer dari control valve :

Untuk sistem pengendalian level

1

4

.

10

8125

.

2

s

G

CV

Dari pemodelan setiap sistem diatas, maka didapatkan

diagram blok sistem pengendalian pada setiap variabel

proses level dengan tuning PI(Proporsional Integral)

dan tuning IMC (Internal Model Control) adalah sebagai

berikut :

Diagram blok pengendalian level dengan tuning PI

(Proporsional Integral)

Gambar 3.2 Blok diagram pada tuning PI (Proporsional

Integral)

(12)

Diagram blok pengendalian level dengan tuning IMC

(Internal Model Control)

Gambar 3.3 Blok diagram pada tuning IMC (Internal

Model Control)

3.8 Pengujian

Setelah didapatkan perancangan maka akan diuji

bagaimana output respon yang didapat sehingga

nantinya bisa diketahui perbandingan dengan

menggunakan 2 kontrol atau 2 tuning yang dipakai,

dimana nantinya bisa diketahui respon keluarannya. Jadi

saat pengujian ini harus benar-benar memasukan data

yang jelas sehingga data tersebut dapat dilihat dari hasil

pengujian yang di simulasikan dengan program. Untuk

itu pada pengujian ini harus membutuhkan ketepatan

yang akurat karena dalam pengujian ini harus

diperhatikan dari perancangannya agar hasilnya bisa di

analisa. Pengerjaan pada pengujian ini akan di lakukan

pada Bab selanjutnya yaitu Bab IV tentang pengujian

dan analisa.

3.9 Sesuai Kriteria

Dari hasil pengujian nantinya akan di lakukan

pengecekkan apakah sesuai kriteria atau tidak sebab

kalau tidak sesuai kriteria harus kembali ke perancangan

sebab di perancangan ini biasanya ada kekeliruhan

antara peletakan gain control sampai output. Jika sesuai

maka hasil respon outputnya dapat dianalisa nilai

perbandingan antara tuning PI (proporsional integral)

dengan tuning IMC (internal model control).

3.10 Analisa

Setelah hasil respon dari kedua tuning tersebut

didapatkan perbedaan output antara tuning IMC dengan

tuning PI. Dimana nantinya keluaran dari respon tiap

tuningnya akan dicari berapa rise time,respon maksimum

overshoot,settling time,error steady state, sehingga

hasilnya nanti di bandingkan antara tuning IMC dan

tuning PI.

3.11 Menetapkan Kesimpulan

Dari hasil perbandingan dan penganalisahan

maka akan di peroleh suatu kesimpulan, sehingga dari

data tersebut bisa diketahui saat pengendalian itu

menggunakan tuning IMC dengan PI bagaimana

hasilnya. Oleh karena itu dari hasil perbandingan tiap

tuning ini mana yang hamper mendekati riilnya atau

memiliki respon yang baik sehingga hasilnya diharapkan

dapat diaplikasikan agar suatu system pengendalian bisa

berkembang dalam dunia teknologi.

3.11 Penyusunan Laporan

Dari hasil keselurahan nantinya akan disusun

untuk pembuatan laporan. Sehingga data yang direkap

nantinya dapat dibuat refrensi untuk berkelanjutan.

4. Simulasi dan Analisa Data

4.1 Pengujian dan Analisa Data

Pengujian pada tugas akhir ini yaitu nantinya

dirubah nilai setpoint dan dicari nilai dead time, time

constant, dan gain dengan cara merubah nilai

manipulated variable pada valve flow sehingga nantinya

level pada rectifying column akan mengalami perubahan.

Dengan adanya perubahan tersebut maka data dead time,

time constant, dan gain akan didapatkan sehingga

nantinya keluarlah respon dengan menggunakan tuning

IMC (Internal Model Control) dan tuning PI

(Proporsional Integral) sehingga akan diketahui hasil

rise time, respon maximum overshoot, settling time. Pada

pengujian ini nantinya dilakukan simulasi saat penaikan

pada level secara continue dengan cara memanipulated

variable pada flow tetapi dalam penaikan tersebut masih

dalam range level maksimum dan level minimum

sehingga bisa dicari datanya.

Gambar 4.1 Rectifying Column pada display DCS

Untuk memudahkan mencari data yang akan

dicari maka gain process pada rectifying column

menurut (G Liptack, Bela. 2006.Process Control and

Optimization.hand book engineer instrument) bahwa

semua proses kimia yang memiliki nilai prosentasi yang

tinggi menggunakan model FOPDT (First Order Plus

Dead Time Processes) dan Kurva reaksi proses

kemungkinan merupakan metode yang paling banyak

digunakan untuk mengidentifikasikan model dinamik.

Metode ini mudah untuk dijalankan, meskipun metode

ini tidak umum namun metode ini memberikan model

(13)

yang mencukupi untuk berbagai aplikasi. Berikut data

yang didapat di Plant :

Tabel 4.1 Pengambilan data Plant yang akan dicari nilai

gain, time constant dan dead time

No

∆y

∆u 

t63 t28

% Nm3/menit

1 48

31.67 30.336 13.584

2 50

30.42 31.600 14.150

3 52

29.17 32.864 14.716

4 54

27.92 34.128 15.282

5 56

26.67 35.392 15.848

6 58

25.42 36.656 16.414

7 60

24.17 37.920 16.980

8 62

22.92 39.184 17.546

9 64

21.67 40.448 18.112

10 66

20.42 41.712 18.678

Dari data tersebut akan dimasukkan di persamaan model

FOPDT

Keterangan :

X(s) = Input

Y(s) = Output

τ

= time constant

θ atau =

dead time

K

= Gain

Kp atau K =

Perhitungan :

K = 1.516

25.128

5.208



Tabel 4.3 hasil perhitungan mencari gain, time constant,

dead time

Tabel 4.2 hasil perhitungan mencari Kp, Ti pada tiap

tuning

No

K

τ

Θ

IMC

Kp Ti

1

1.516

25.128 5.208 0.820

25.128

2

1.644

26.175 5.425 0.780

26.175

3

1.783

27.222 5.642 0.740

27.222

4

1.934

28.269 5.859 0.701

28.269

5

2.100

29.316 6.076 0.662

29.316

6

2.282

30.363 6.293 0.625

30.363

7

2.482

31.410 6.510 0.588

31.410

8

2.705

32.457 6.727 0.552

32.457

9

2.953

33.504 6.944 0.517

33.504

10

3.232

34.551 7.161 0.482

34.551

Diagram Blok Pada tuning PI (Proporsional Integral)

Gambar 4.2 Diagram blok menggunakan tuning PI

(Proporsional Integral)

Diagram Blok Tuning IMC (Internal Model Control)

Gambar 4.3 Diagram blok menggunakan tuning IMC

(Internal Model Control)

Dari persamaan diatas dan dibentuk diagram blok tuning

PI(Proporsional Integral) dengan tuning IMC (Internal

Model Control) akan didapatkan desain simulink

MATLAB dan hasil respon antara tuning PI dengan

tuning IMC. Dengan hasil simulink yang didapatkan

nantinya akan dianalisa hasil rise time, maximum

overshoot, settling time, error steady state. Sehingga

bisa diketahui berapa nilai tersebut saat menggunakan

tuning PI(Proporsional Integral) dan tuning

IMC(Internal Model Control).

(14)

Gambar 4.2 Simulink MATLAB Pengendalian Level

Pada Rectifying Column

Hasil respon dari pengendalian level pada rectifying

column dengan tuning PI (Proporsional Integral) dan

tuning IMC (Internal Model Control) sebagai berikut :

Gambar 4.3 Respon dari pengendalian level pada

rectifying column dengan tuning PI (Proporsional

Integral dan tuning IMC (Internal Model Control)

Sesuai respon diatas maka bisa dianalisa bahwa terdapat

perbedaan respon dengan menggunakan tuning PI

(Proporsional Integral) dan tuning IMC (Internal Model

Control). Dari perbedaan kedua tuning tersebut maka

tuning yang hampir mendekati nilai sempurna adalah

tuning IMC (Internal Model Control) sebab metode

control ini berdasarkan pada ketepatan satu model yang

sudah ada dari suatu proses yang menjadi pedoman

untuk mendesain system control yang stabil. Sesuai

dengan hasil respon pada simulink MATLAB bahwa

hasil respon dengan menggunakan metode control IMC

itu lebih bagus dan sesuai dengan teorinya walaupun

pada respon masih terdapat maximum overshoot. Kalau

pada tuning PI (Proporsional Integral) hasilnya masih

belum stabil walaupun nilai tingkatan atau osilasi pada

maximum overshot ada dan juga waktu yang dibutuhkan

saat mengalami steady pun lebih lama dibandingkan

dengan menggunakan metode IMC. Dari hasil tersebut

akan diketahui nilai rise time, maximum overshoot dan

settling time dimana nantinya nilai ketiga tersebut akan

dibandingkan antara tuning PI dengan tuning IMC

dengan perubahan level pada simulink MATLAB.

Berikut adalah tabel hasil nilai rise time, maximum

overshoot dan settling time dengan melakukan

perubahan level.

Tabel 4.5 Nilai rise time, maximum overshoot, dan

settling time

N

o

Le

vel

IMC PI

Ris

e

Ti

me

Max.

Overs

hoot

Settli

ng

Time

Ris

e

Ti

me

Max.

Overs

hoot

Settli

ng

Time

%

Me

nit %

Meni

t

Me

nit %

Meni

t

1

48 93 0.008 153 70 0.032 198

2

50 92 0.009 243 69 0.034 253

3

52 90 0.009 242 68 0.036 252

4

54 90 0.010 241 68 0.038 252

5

56 90 0.012 241 67 0.040 252

6

58 89 0.012 240 66 0.042 252

7

60 88 0.012 240 66 0.043 252

8

62 87 0.013 239 66 0.046 252

9

64 86 0.014 238 63 0.057 252

1

0

66 86 0.015 238 64 0.049 252

Dari tabel 4.5 yang didapatkan bisa ditarik suatu analisa

bahwa pada IMC nilai dari rise time jauh lebih lama

dibandingkan dengan PI tetapi pada nilai nilai maximum

overshoot itu jauh lebih kecil nilainya dibandingkan

dengan nilai maximum overshoot pada PI itu

menandakan bahwa respon keluaran IMC jauh lebih

stabil dibandingkan dengan PI. Dan juga nilai settling

time IMC jauh lebih cepat dibandingkan dengan PI. Oleh

karena itu dari hasil data nilai tersebut membuktikan

bahwa metode IMC ini lebih bagus dan hasil responnya

sesuai teori yang diterapkan, sehingga saat di ketahui

hasil responnya sudah terlihat bahwa ternyata respon PI

kurang stabil dibandingkan dengan respon IMC.

(15)

Gambar 4.4 Uji tracking setpoint pengendalian level

dengan metode PI dan metode IMC

Saat diuji dengan tracking setpoint pada pengendalian

level tersebut masih bisa mengikuti setpoint yang

diinginkan. Disini bisa disimpulkan bahwa pada

perhitungan tersebut benar. Pada saat setpoint pertama

sekitar 38% hasil respon dari PI dan IMC masih bisa

mengikuti nilai setpoint yang diberikan saat di tracking

ke setpoint berikutnya sekitar 83% ternyata masih bisa

mengikutinya tetapi nilai maximum overshoot lebih

besar dibandingkan dengan step yang pertama, walaupun

masih terdapat maximum overshoot saat step kedua

tetapi pada tuning keduannya baik PI maupun IMC

masih bisa mengikuti respon dari setpoint yang

diinginkan.

Gambar 4.5 Respon saat uji load

Sesudah di uji dengan tracking setpoint pada

pengendalian level pada rectifying column ini akan diuji

loadnya dimana nantinya respon dari tuning PI dan

tuning IMC akan diberi gangguan pada saat respon

tersebut sudah steady. Sebab dari sinilah nantinya bisa

tahu respon manakah yang cepat menangani load

tersebut atau respon manakah saat adanya load respon

tersebut langsung cepat reflex ke steady ternyata saat di

uji respon yang cepat saat terjadi gangguan atau load

tersebut adalah pada tuning PI karena yang dapat

mengatasi dengan baik adalah PI tetapi pada IMC masih

membutuhkan waktu yang lama untuk menuju ke steady

atau dari sini bisa dianalisa bahwa tuning PI dan tuning

IMC tersebut ada keunggulan dan kekurangan kalau

keunggulan pada tuning PI, tuning tersebut dapat

menangani atau cepat menstabilkan respon tersebut saat

terjadi load, kekurangannya pada PI masih memiliki

nilai maximum overshoot yang tinggi serta settling

timenya lama sehingga saat adanya perubahan level pada

PI selalu saat steady membutuhkan waktu yang lama.

Tetapi pada IMC berbeda keunggulannya adalah nilai

maximum overshoot tersebut sangatlah kecil dan settling

timenya membutuhkannya lebih cepat sehingga saat

terjadi perubahan level pada IMC lebih cepat stabil

dibandingkan dengan PI karena pada IMC tersebut

memiliki persamaan filter yang lebih bagus, tetapi pada

IMC ini saat diberi load atau uji beban ternyata pada

IMC memiliki nilai maximum overshoot yang tinggi

dibandingkan dengan PI dan juga saat steady lebih cepat

PI dibandingkan IMC. Disini bisa diketahui bahwa IMC

memiliki kekurangan pada saat uji load karena pada

IMC tersebut masih kalah dengan PI. Walaupun pada uji

load ini IMC lebih bagus PI tetapi pada tuning IMC ini

tidak terdapat osilasi saat steady dibandingkan dengan

PI, untuk itu pada IMC ini masih ada keunggulan

ternyata saat stabil IMC walaupun membutuhkan waktu

kestabilan tersebut lama dibandingkan dengan PI.

5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

Dari hasil simulasi dan analisa data pada

penelitian Tugas Akhir ini, dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Telah dirancang sebuah sistem pengendalian

level pada rectifying column PT. Samator Gas

Industri menggunakan metode internal model

control.

2. Perancangan sistem pengendalian level

pada rectifying column ini didapatkan nilai

gain K

P

= 0.820, T

I

= 25.128, T

R

= 93

menit, T

s

= 153 menit saat menggunakan

tuning IMC pada level 48 % dan nilai gain

K

P

= 1, T

I

= 25 (sesuai plant), T

R

= 70

menit, T

s

= 198 menit saat menggunakan

tuning PI pada level 48 %.

3. Pada pengujian respon step didapatkan hasil

pengendalian sebagai berikut :

 Pada tuning IMC :

 Saat level 48 % untuk sistem

pengendalian level pada rectifying

column dapat mencapai set point

dalam waktu 153 menit dan memiliki

nilai maximum overshoot 0.008 %

 Saat level 66 % untuk sistem

pengendalian level pada rectifying

column dapat mencapai set point

dalam waktu 238 menit dan memiliki

nilai maksimum overshoot 0.015 %.

(16)

 Pada tuning PI :

 Saat level 48% untuk sistem

pengendalian level pada rectifying

column dapat mencapai setpoint dalam

waktu 198 menit dan memiliki nilai

maximum overshoot 0.032%.

 Saat level 66% untuk sistem

pengendalian level pada rectifying

column dapat mencapai setpoint dalam

waktu 252 menit dan memiliki nilai

maximum overshoot 0.069%.

 Pada tuning PI itu hanya memiliki rise time

yang bagus dibandingkan dengan IMC tetapi

pada nilai maximum overshoot dan settling

time jauh lebih bagus pada tuning IMC

dibandingkan dengan tuning PI.

 Saat uji beban atau uji load nilai maximum

overshoot pada PI jauh lebih bagus

dibandingkan dengan IMC tetapi saat

menuju ke settling time IMC jauh lebih

bagus dibandingkan dengan PI sebab pada

PI masih ada osilasi daripada IMC.

Walaupun secara respon untuk menuju ke

setpoint lebih cepat PI dibandingkan IMC

tetapi saat stabil ke setpoint lebih cepat IMC

dibandingkan dengan PI.

5.2 Saran

Beberapa saran yang perlu disampaikan

dalam laporan ini dalam rangka pengembangan

penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut :

1. Sistem pengendalian pressure pada

kompressor N2 dapat dijadikan tambahan

pada penelitian berikutnya.

2. Untuk Mahasiswa Teknik Fisika khususnya

dapat dikembangkan dengan melakukan

interfacing langsung (online) dengan real

plant.

DAFTAR PUSTAKA

1]

Totok,R.Biyanto.Totok Suhartanto.Bambang.LW.2006.

predictive Liquid-vapor composition at distillation

column.ITS

2]

Gunterus, Frans,”Falsafah Dasar Sistem Pengendalian

Proses”, Elex Media Komputindo, Jakarta.,1994

3]

Yin lou, yan quan chen,chun yang wang,you guo

pi.2010.tuning fractional order proporsional integral

controllerfor fractional order system.jurnal proses.

4]

PC chau.2001.hand book chemical process control.

5] Wiliam,L,Luyben.1996.”Proces modeling simulation

and control for chemical engineer”.

6]

Ogata, Katshuiko, “Teknik Kontrol Automatik I’’,

Prentice Hall Inc, 1996.

7]

Ogata, Katshuiko, “Teknik Kontrol Automatik II’’,

Prentice Hall Inc, 1996.

8] Donald,R.Coughanowr.”Process system analysis and

control”

9] Bela. G. Liptak.”Process Control and

Optimization”.Instrument engineer handbook

10]

Armando, Corripio, carl A. Smith.”Princeples and

practice ofautomatic process control”

BIODATA PENULIS :

Nama : Fandi Rachman Saputra TTL : Surabaya, 13 Mei 1987 Alamat: Jl Dukuh Pakis VI-E/18

Surabaya Riwayat Pendidikan :  1993-1999 SDN Dukuh Kupang V Surabaya  1999-2002 SMP Praja Mukti Surabaya  2002-2005 SMA Ta’miriyah Surabaya  2005- 2008 D3Teknik instrumentasi ITS Surabaya  2009-……. LJ S1 Teknik Fisika Surabaya

Gambar

Gambar 2.1 Skema Kolom Distilasi
Gambar 2.3 Diagram fasa kesetimbangan Vapor-Liquid (  VLE ) untuk tekanan konstan
Gambar 2.6 Kesetimbangan massa pada setiap tray  Neraca massa total :
Gambar 2.9. Diagram Blok system control feedback  (Stephanopoulus, 1984 )
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dalam tugas akhir ini adalah untuk membuat sistem informasi administrasi pada J Tech Semarang yaitu :Merancang sistem informasi administrasi pada Bengkel J Tech

Judul Skripsi : Analisis Sistem Informasi Akuntansi Dalam Prosedur Pembelian Untuk Meningkatkan Pengendalian Internal Pada PT MKDP.. Menyatakan bahwa tugas akhir skripsi

Tujuan dari penelitan tugas akhir ini adalah merancang sistem pengaturan level pada Plant Coupled Tanks dengan menggunakan teknik MRAC dan algoritma kontroler PI

Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk merancang antena. mikrostrip patch segiempat array 8x1 untuk aplikasi sistem komunikasi

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian tugas akhir ini adalah merancang prototype sistem penilaian investasi usaha dan pendanaan untuk penyertaan saham

Dalam tugas akhir ini telah berhasil dilakukan tahap perencanaan dan pembuatan yang kemudian dilakukan analisa dari sistem pengendalian level oil pada mini plant

Setelah melakukan perancangan sistem pengendalian level pada steam drum dengan menggunakan pengendalian PID di PT Indonesia Power serta melakukan uji open loop dan close loop

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk mengevaluasi struktur sistem pengendalian manajemen,