• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keunggulan suatu bangsa tidak lagi tertumpu pada kekayaan alam,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Keunggulan suatu bangsa tidak lagi tertumpu pada kekayaan alam,"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Keunggulan suatu bangsa tidak lagi tertumpu pada kekayaan alam, melainkan pada keunggulan sumber daya manusia (SDM), yaitu tenaga terdidik yang mampu menjawab tantangan-tantangan yang terjadi. Laporan Human Developmant Index (HDI) menunjukkan posisi kualitas SDM Indonesia masih berada di bawah, hal ini mengisyaratkan bahwa secara keseluruhan mutu SDM Indonesia saat ini masih ketinggalan dan berada di belakang SDM negara-negara maju.

Berdasarkan Nilai HDI, Indonesia menduduki peringkat ke-124 dari 187 negara yang disurvei oleh UNDP (United Nations Development Program)

Indonesia memerlukan SDM yang cerdas, sehat, jujur, berakhlak mulia, berkarakter, dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Dimensi pendidikan merupakan pondasi dan jalur utama pengembangan SDM dan pembentukan . Namun, dibanding dengan lima negara besar ASEAN (Asssociation of the South east Asia Nation), HDI Indonesia berada di posisi paling akhir. Singapura menduduki peringkat pertama di ASEAN untuk kualitas manusianya dengan nilai HDI 0,866; Brunei dengan nilai HDI 0,838; Malaysia dengan HDI 0,761; Thailand 0,682; dan Filipina 0,644. Beberapa negara ASEAN yang HDI-nya di bawah Indonesia adalah Vietnam dengan nilai HDI 0,593; Laos 0,524; Kamboja 0,523, dan Myanmar yang menduduki posisi bawah yaitu 0,483 (Baswir, 2011).

(2)

karakter yang merupakan kunci dalam menentukan nasib suatu bangsa. Untuk menciptakan hal tersebut maka mutu pendidikan di Indonesia harus terus ditingkatkan agar bangsa Indonesia mampu bersaing dengan negara lain.

Perhatian di bidang pendidikan pada saat ini menjadi sebuah prioritas, sehingga pelaksanaan pembangunan bangsa Indonesia dapat ditunjang dengan SDM yang bermutu. Pendidikan belum memiliki peran secara optimal dalam mengembangkan SDM, sehingga keluaran (output) pendidikan lebih banyak yang menjadi masyarakat pencari pekerja (worker society), bukan masyarakat pencipta lapangan kerja (employee society) atau masyarakat pewira usaha (entrepreneurship society). Padahal Indonesia dihadapkan pada era persaingan di lingkungan Asean Free Trade Area (AFTA) dan era General Agreement on Trade in Services

Peranan pendidikan menjadi sangat krusial. Kualitas pendidikan juga akan melahirkan modal intelektual (

(GATS) oleh Word Trade Organization (WTO) tahun 2010. Semua ini hanya bisa dicapai oleh kekuatan SDM yang handal dan mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang selaras (Engkoswara & Komariah, 2011).

intellectual capital) dan modal teknologi (technological capital) yang sangat diperlukan untuk membangun masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based economy). Sujanto (2009) mengatakan akhir-akhir ini dunia pendidikan Indonesia diresahkan oleh merosotnya mutu hampir di semua jenjang dan jenis pendidikan, ditandai dengan semakin lebarnya ketidaksesuaian antara lulusan lembaga pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja yang ada.

(3)

Indikator mutu pendidikan menurut Sallis (2008) dapat terlihat dari dua sudut pandang yaitu sekolah sebagai penyedia jasa pendidikan (service provider), dan siswa sebagai pengguna jasa (costumer) yang di dalamnya ada orang tua, masyarakat dan stakeholder. Selanjutnya indikator peningkatan mutu pendidikan di sekolah dilihat pada setiap komponen pendidikan antara lain: mutu lulusan, kualitas guru, kepala sekolah, staf sekolah (tenaga administrasi, laporan dan teknisi, tenaga perpustakaan), proses pembelajaran, sarana dan prasarana, pengelolaan sekolah, implementasi kurikulum, sistem penilaian dan komponen-komponen lainnya.

Guna meningkatkan mutu pendidikan tersebut, maka Pemerintah telah mengeluarkan undang-undang R.I nomor 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional yang merupakan dasar hukum penyelenggaraan dan reformasi. Sistem Nasional Pendidikan memuat: visi, misi, fungsi dan tujuan pendidikan nasional serta strategi pembangunan pendidikan nasional. Untuk dapat merealisasikan hal tersebut diatas maka pemerintah menetapkan peraturan pemerintah tentang: “Standar Nasional Pendidikan“ (SNP) yang bernomor 19 tahun 2005 meliputi 8 Standar Nasional Pendidikan, yaitu: (a) standar isi, (b) standar proses, (c) standar kompetensi lulusan, (d) standar tenaga kependidikan, (e) standar saranan prasaran, (f) standar pengelolaan, (g) standar pembiayaan, (h) standar penilaian.

Keperawatan sebagai sebuah profesi dituntut untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan memperhatikan tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan/keperawatan. Hakekat suatu profesi adalah

(4)

memberikan pelayanan yang aman dan dapat dipertanggungjawabkan. Pelayanan keperawatan yang berkualitas didukung oleh SDM yang dihasilkan dari institusi pendidikan yang berkualitas sesuai standar yang ditetapkan. Pendidikan perawat memegang peranan yang sangat penting dalam mewujudkan pelayanan yang berkualitas.

Hasil survey yang dilakukan AIPNI (Asosiasi Pendidikan Ners Indonesia), AIPDiKI (Asosiasi Pendidikan Diploma III Keperawatan Indonesia) dan PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) dalam kegiatan Proyek Health Professional Education Quality (HPEQ) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2010 terhadap institusi pendidikan keperawatan di 33 Propinsi didapati bahwa pendidikan keperawatan yang ada saat ini belum memiliki standar baku secara Nasional sehingga mutu lulusannya bervariasi. Saat ini jumlah pendidikan keperawatan di Indonesia telah meningkat, berdasarkan data AIPDiKI pada tahun 2011 jumlah Pendidikan Jenjang Diploma Keperawatan telah mencapai 498 institusi. Berdasarkan hasil survey mutu pengelolaan pendidikan yang meliputi 7 (tujuh) standar dan diperoleh hasil sebagai berikut: (1) 22,2% institusi memiliki rumusan visi, misi dan tujuan yang belum realistik, tidak memiliki strategi pencapaian visi, (2) 14,8% institusi tidak melakukan penjaminan mutu dengan benar, (3) 48,1% institusi tidak melakukan pelacakan lulusan, (4) 48,1% pengguna menyatakan lulusan belum sesuai dengan kebutuhan, (5) 25,6% kualifikasi dosen masih belum sesuai, (6) 63% institusi memiliki rasio dosen 1:30 dengan latar belakang pendidikan dosen belum sesuai dengan bidang keilmuan yang dikelolanya, dan (7)

(5)

70% manajemen isi atau proses masih rendah terutama penerapan kurikulum (Nurachmah, Supartini, Irawaty, 2012).

Sebagian besar pendidikan Diploma Keperawatan kurang didukung oleh ketersediaan sarana praktik yang memadai seperti: rumah sakit, puskesmas, panti werda dan berbagai wahana praktik yang mendukung ketercapaian kompetensi mahasiswa, karena jumlah rumah sakit sebagai sarana praktek belum sebanding dengan jumlah mahasiswa. Selain permasalahan lahan praktik, aspek ketersediaan SDM di bidang keperawatan juga belum memadai. Berdasarkan hasil survey AIPDiKI pada tahun 2012, tercatat sebanyak 80% dosen masih berkualifikasi sarjana (S1). Hal ini disebabkan sangat sedikitnya kualifikasi dosen yang telah S2, maupun S3 di bidang keperawatan, serta minimnya para pengajar yang berpengalaman dalam klinik, yang juga berdampak terhadap peningkatan mutu pendidikan dalam hal ini peningkatan proses pembelajaran oleh karena sumber daya manusia yang belum maksimal. Kondisi ini belum sesuai dengan UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bahwa kualifikasi akademik dosen untuk program diploma dan program sarjana minimum lulusan Program Magister.

Hasil survei AIPDiKI pada tahun 2012 tersebut menggambarkan bahwa pengelolaan pendidikan tinggi keperawatan belum sesuai dengan kaidah penyelenggaraan pendidikan keperawatan dan tingkat kemampuan pengelola bervariasi, sebagai akibat belum tersedianya suatu standar pendidikan yang menjadi acuan bagi para pengelola dalam menyelenggarakan proses pendidikan keperawatan secara berkualitas (Nurachmah, Supartini, Irawaty, 2012).

(6)

Pada penelitian yang lainnya oleh Aziz (2011), yang dilakukan di Pakistan menunjukkan bahwa buruknya kualitas pendidikan di negara Pakistan maupun di beberapa negara lain, dikarenakan tidak tersedianya sistem mekanisme penjaminan mutu pendidikan yang sesuai dengan standar yang diharapkan. Hal ini menyebabkan timbulnya permasalahan sistem jaminan kualitas yang berdampak pada: (1) rendahnya rasio guru-siswa di ruang kelas (1:50), (2) kurangnya infrastruktur fisik, (3) kurangnya anggaran, (4) buruknya kondisi asrama, (5) guru memiliki kesempatan lebih sedikit untuk pendidikan tinggi, (6) rendahnya gaji dosen, (7) kurang maksimalnya fasilitas belajar mengajar, (8) kurangnya instruktor klinis para mahasiswa di lapangan, dan (9) kurangnya pengenalan akan teknologi

Hal ini sejalan dengan hasil analisis yang telah dilakukan oleh Ribek & Rahayu (2009) yang berjudul “Analisis Pelaksanaan Standar Nasinal Pendidikan di Jurusan Keperawatan Poltekkes Depkes Denpasar“, yang menyimpulkan pentingnya penerapan standar pendidikan nasional guna meningkatkan mutu pendidikan suatu institusi.

. Untuk itulah pentingnya dilaksanakan suatu kemitraan yang baik antara institusi pendidikan dengan pihak rumah sakit, guna penyatuaan persepsi dalam memenuhi kompetensi para peserta didik (Xippolitos et al, 2011).

1.2 Identifikasi Masalah

Penerapan standar nasional pendidikan (SNP) bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan pendidikan, harapkan masyarakat perlu segera memperbaiki kualitas pelayanan pendidikannya. Oleh karena itu diperlukan

(7)

penilaiaan mahasiswa dan stocholder mengenai penerapan standar pendidikan keperawatan terhadap pelayanan pendidikan dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran di Akademi Keperawatan.

Berdasarkan permohonan survey pendahuluan yang peneliti berikan kepada Institusi Akademi Keperawatan (Akper) Surya Nusantara Pematangsiantar, peneliti diberikan ijin guna mendapatkan data-data yang berhubungan dengan penerapan standar pendidikan keperawatan, maka peneliti memperoleh data pendahuluan berdasarkan hasil wawancara, diantaranya adalah Institusi Pendidikan yang dikelola oleh Yayasan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh dengan ijin No. 173/D/O/2002, dalam menyelenggarakan pendidikan Diploma III Keperawatan berdasarkan pada peraturan sistem pendidikan nasional dan kurikulum Pendidikan Nasional Diploma III Keperawatan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari biro akademik Akper Surya Nusantara terhadap hasil Akreditasi sebagai berikut, standar 1: tidak di sosialisasikan visi, misi, dan tujuan institusi Akper dalam setiap kegiatan akademik berlangsung, sehingga sulit untuk diwujudkan secara optimal oleh seluruh civitas akademik Akper Surya Nusantara. Ketidaksesuaian misi institusi dalam hal fasilitas pembelajaran praktikum yang lengkap, ini dapat dilihat dari ruangan dan peralatan praktikum yang masih minim. Ketidaksesuaian misi institusi dalam bidang kemitraan Regional, Nasional, dan Internasional dalam kualitas pembelajaran, ini dilihat dari tidak ada dokumentasi pernah dilakukan kegiatan studi banding baik secara Lokal, Nasional, maupun Internasional dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Standar 2: pada sistem penjaminan mutu: tidak tersedianya

(8)

departeman lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat (LPPM), sistem penjaminan mutu internal yang belum terlaksana, dibuktikan dengan tidak tersedianya dokumentasi untuk kegiatan diatas, serta tidak terdapatnya departeman LPPM pada institusi tersebut.

Pada standar 3: belum terdokumentasinya perekaman dan pelacakan data lulusan secara terstruktur. Standar 4: sumber daya manusia yang masih kurang dapat dilihat dari keterbatasan dosen tetap pengajar keperawatan sehingga berdampak ketidak sesuai perbandingan antara dosen dengan mahasiswa (1:25), minimnya dosen yang memiliki jabatan fungsional lektor. Standar 5: pada proses pembelajaran ditemukan kurikulum yang masih belum berbasis kompetensi, dan belum mencerminkan visi, misi, dan tujuan institusi secara maksimal. Kurangnya kegiatan institusi yang mencerminkan suasana akdemik seperti, seminar-seminar keperawatan, sinposium, lokakarya, bedah buku. Standar 6: pada standar pembiayaan ditemukan tidak dianggarkannya dana dari institusi guna penelitian yang akan dilaksanakan oleh para staff pengajar, keterbatasan ruangan praktikum keperawatan, sistem informasi akademik yang masih bersifat manual tidak seperti yang direncanakan. Standar 7: minimnya dosen melakukan penelitian secara mandiri maupun bersama, guna meningkatkan bidang keilmuan masing-masing.

Berdasarkan hasil rekomendasi pembinaan program studi diploma pada Akademi Keperawatan Surya Nusantara, Pematangsintar terhadap pemenuhan standar pendidikan keperawatan yang terdiri dari standar (1) visi, misi dan sasaran, serta strategi pencapaian, standar (2) Tata pamong, kepemimpinan, sistem pengelolaan, dan penjaminan mutu, standar (3) Mahasiswa dan lulusan,

(9)

standar (4) Sumber daya manusia, standar (5) Kurikulum, pembelajaran, dan suasanan akademik, standar (6) pembiayaan, sarana dan prasaranan, serta sistem informasi, standar (7) Penelitian, pelayanan/pengaddian masyarakat, dan kerjasama, maka pihak manajeman program studi dianjurkan untuk melakukan perbaikan-perbaikan guna meningkatkan mutu pendidikan, sehingga hal ini akan berdampak terhadap pencapaian niai akreditasi institusi pada masa yang akan datang tidak memperoleh nilai C dari BAN-PT pada visitasi seperti tahun 2010 yang lalu, melainkan nilai yang memuaskan (Penilaian Akreditasi BAN-PT, 2010).

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana peranan institusi memenuhi standar pendidikan keperawatan dalam meningkatkan mutu pendidikan yang dilihat dari proses pengajaran guna meningkatkan mutu pendidikan.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Untuk menganalisa faktor-faktor mana yang paling berkontribusi dari standar pendidikan keperawatan dalam peningkatan mutu proses pengajaran di Akademi Keperawatan Surya Nusantara, Pematangsiantar.

(10)

1.4.2 Tujuan khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus pada penelitian ini, dibagi menjadi tahapan sebagai berikut:

1. Mendiskripsikan penerapan peningkatan mutu dalam proses pembelajaran di Akper Surya Nusantara, Pematangsiantar.

2. Mendiskripsikan penerapan standar pendidikan keperawatan di Akper Surya Nusantara, Pematangsiantar.

3. Menganalisa hubungan standar 1: Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, serta Strategi Pencapaian (X1

4. Menganalisa hubungan standar 2: Tata Pamong, Kepemimpinan, Jaminan Mutu (X

) dengan mutu proses pembelajaran (Y).

2

5. Menganalisa hubungan standar 3: Mahasiswa dan Lulusan (X ) dengan peningkatan mutu proses pembelajaran (Y).

3

6. Menganalisa hubungan standar 4: Sumber Daya Manusia (X

) dengan peningkatan mutu dalam proses pembelajaran (Y).

4

7. Menganalisa hubungan standar 5: Kurikulum, Pembelajaran serta Akademik (X

) dengan peningkatan mutu dalam proses pembelajaran (Y).

5

8. Menganalisa hubungan standar 6: Pembiayaan, Sarana dan Prasarana, serta Sistem Informasi (X

) dengan peningkatan mutu dalam proses pembelajaran (Y).

6) dengan peningkatan mutu dalam proses pembelajaran (Y).

(11)

9. Menganalisa hubungan standar 7: Penelitian, Pelayanan/pengabdian kepada Masyarakat, dan Kerjasama (X7) dengan peningkatan mutu dalam proses pembelajaran (Y).

1.5 Hipotesa Penelitian

Adapun yang menjadi hipotesa dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapatnya hubungan yang searah dan signifikan antara pemenuhan

standar pendidikan keperawanan terhadap peningkatan mutu proses pembelajaran pada Akper Surya Nusantara Pematangsiantar.

2. Standar visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategi pencapaian mempunyai pengaruh yang paling dominan dalam mempengaruhi peningkatan proses pembelajaran di akper Surya Nusantara Pematangsiantar.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan masukan bagi setiap institusi pendidikan untuk memperhatikan pentingnya standar pendidikan keperawatan dalam meningkatkan mutu pendidikan khususnya dalam hal proses pembelajaran dan mutu lulusan. Hal ini penting sebagai dasar pengembangan institusi pendidikan khususnya yang berkaitan dengan implementasi standar pendidikan keperawatan di Indonesia, serta dapat digunakan sebagai evidance based pada setiap institusi pendidikan keperawatan, dan sebagai informasi bagi peneliti lain yang tertarik meneliti hubungan standar pendidikan keperawatan terhadap peningkatan proses pembelajaran.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rerata Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener pada stasiun 1, 3, dan 5 perairan Sungai Musi di pada stasiun tersebut diklasifikasikan kedalam perairan yang

dalam penelitian ini, lembar observasi digunakan untuk mengukur tingkat aktivitas siswa dalam kelas II MI MA’ARIF AT-TAQWA Lamongan dalam kegiatan proses belajar mengajar

Ketersediaan alat kesehatan sangat penting untuk dapat melakukan pelayanan kesehatan secara maksimal termasuk di puskesmas, sehingga perlu dilaksanakan manajemen logistik

Perioda puncak gelombang maksimum terjadi pada musim timur selama 5 detik, pada musim barat dan musim peralihan I periode puncak gelombang adalah sebesar 4,7 detik dan nilai

BAB IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan, berisi tentang: (1) Gambaran umum objek penelitian, meliputi profil SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo, serta visi, misi dan tujuan SMP

Untuk dapat mengatur tingkat persediaan yang optimum sesuai dengan jumlah, mutu dan waktu yang tepat serta biaya yang rendah seperti yang diharapkan oleh perusahaan, maka

Oleh karena itu, apabila tindakan perseroan dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai wewenang dan kapasitas untuk bertindak melakukan perbuatan hukum sesuai dengan fbngsi yang

Laporan pisah batas bank sebaiknya dikirim langsung oleh bank kepada auditor. Oleh karena itu, auditor perlu meminta klien membuat surat permintaan kepada bank untuk