• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kaum perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena sebagai sumber daya manusia, kemampuan perempuan yang berkualitas sangat diperlukan. Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan kunci bagi produktivitas nasional dan bagi penguatan daya saing bangsa di bidang ekonomi maupun sosial di era globalisasi yang semakin kompetitif saat ini. Sumber daya manusia yang berkualitas diharapkan memahami dan mampu mengelola sumber daya alam secara bertanggung jawab serta mendayagunakan prasarana pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat.

Kondisi kualitas hidup dan peran perempuan di Indonesia masih rendah, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan politik yang menyebabkan kesenjangan gender dalam pembangunan. Berdasarkan Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium di Indonesia (BAPPENAS 2010) angka buta aksara perempuan sebesar 12.28 persen, sedangkan laki-laki 5.84 persen. Dalam bidang kesehatan, status gizi perempuan masih merupakan masalah utama, di mana angka kematian ibu juga masih sangat tinggi, yaitu sebesar 248 per 100 000 kelahiran hidup. Di bidang ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki jauh lebih tinggi 86.5 persen daripada perempuan 50.2 persen.

Berdasarkan data BPS (2010) angka Human Development Index (HDI) Indonesia 71.76, angka Gender-related Development Index (GDI) 59.2, dan angka

Gender Empowerment Measurement (GEM) 54.6. Tingginya angka HDI jika

dibandingkan dengan angka GDI, menunjukkan bahwa keberhasilan pembangunan SDM secara keseluruhan belum sepenuhnya diikuti dengan keberhasilan pembangunan gender atau masih terdapat kesenjangan gender, terutama di bidang kesehatan, pendidikan, dan ketenagakerjaan. Sementara itu, rendahnya angka GEM menunjukkan bahwa partisipasi dan kesempatan perempuan masih rendah di bidang politik, ekonomi, dan pengambilan keputusan.

Kesenjangan gender di berbagai bidang pembangunan disebabkan oleh masih rendahnya peluang yang dimiliki perempuan untuk bekerja dan berusaha, serta rendahnya akses mereka terhadap sumber daya ekonomi seperti teknologi, informasi, pasar, kredit dan modal kerja. Menurut Fakih (2003) salah satu penyebab ketidakadilan gender dalam pembangunan adalah sosiologi ideologi di mana nilai gender sudah terisolasi sehingga pelaku percaya bahwa memang sudah kodrat.

Isu gender dalam pembangunan juga muncul karena kurang memperhatikan kenyataan bahwa masyarakat sebagai target pembangunan terdiri dari segmen-segmen yang berbeda khususnya perempuan dan laki-laki. Mereka mempunyai kebutuhan, kepedulian, kesulitan dan pengalaman yang berbeda. Mengabaikan kepentingan gender dapat memunculkan kesenjangan gender, kesenjangan terhadap perempuan atau bisa juga kesenjangan terhadap laki-laki (Kem PP dan PA 2010).

(2)

Kesenjangan gender juga terjadi dalam pembangunan ekonomi. Dalam membedah kemiskinan, permasalahan yang berat sesungguhnya dialami kaum perempuan. Bahkan, kemiskinan kerap identik dengan kehidupan perempuan. Data MDG‟s 2010 menunjukkan, dari sepertiga penduduk dunia yang hidup di bawah garis kemiskinan, sekitar 70 persennnya adalah perempuan. Di Indonesia dari jumlah penduduk miskin yang mencapai 32.53 juta jiwa (14.15 persen), 70 persen dari mereka adalah perempuan (BPS 2010). Berdasarkan data di atas, perempuan merupakan bagian dari masyarakat yang paling banyak memikul beban kemiskinan, terutama apabila perempuan berperan sebagai satu-satunya kepala rumah tangga yang harus menghidupi anak-anaknya.

Pada tahun 2010 BPS memperkirakan 14 persen atau sekitar 9 juta rumah tangga di Indonesia di kepalai oleh perempuan. Rumah tangga yang dikepalai perempuan umumnya miskin dan merupakan kelompok termiskin dalam strata sosial ekonomi di Indonesia. Hal ini sangat terkait dengan kualitas sumber daya perempuan kepala keluarga yang rendah, yang dicirikan dengan beberapa faktor, antara lain meliputi: usia mereka antara 20 sampai 60 tahun, lebih dari 38.8 persen buta huruf dan tidak pernah duduk di bangku sekolah dasar sekalipun, menghidupi antara satu sampai enam orang tanggungan, bekerja sebagai buruh tani dan sektor informal dengan pendapatan rata-rata kurang dari Rp10 000 per hari, sebagian mereka mengalami trauma karena tindak kekerasan dalam rumah tangga maupun negara (Seknas PEKKA 2010).

Sehubungan dengan masalah kemiskinan ini, pemerintah Indonesia telah banyak melaksanakan program untuk mengurangi jumlah penduduk miskin terutama perempuan dengan berbagai strategi dan pendekatan. Namun demikian, pada umumnya program tersebut berupa pemberian permodalan dan pembangunan infrastruktur yang padat karya dan cenderung pada pelaku ekonomi secara umum saja. Sebagai hasil dari strategi program yang cenderung sektoral, ternyata masih belum menyentuh akar permasalahan penyebab kemiskinan yang salah satunya bermuara ke masalah kesenjangan gender. Masalah rendahnya produktivitas perempuan dalam pengembangan ekonomi keluarga sama sekali belum disentuh secara mendetail dan berkesinambungan. Ketidakberhasilan program-program pembangunan tersebut juga dipengaruhi oleh model komunikasi yang diterapkan dalam proses pelaksanaannya.

Pendekatan komunikasi yang dijalankan pemerintah dalam program-program pembangunan selama ini dirasakan bersifat top down, komunikasi yang dilakukan bersifat searah/ linier di mana tidak ada mekanisme untuk memberikan umpan balik dari masyarakat. Masyarakat seringkali hanya dijadikan sebagai obyek bukan subyek dalam pembangunan. Masyarakat diwajibkan terhimpun dalam kelompok yang dibentuk dan dikontrol oleh pemerintah, sehingga kelompok sulit sekali mandiri karena pengelolaannya harus mengikuti petunjuk pemerintah. Akibatnya kelompok biasa bekerja dengan instruksi dari atas dan hampir tidak memiliki peluang terlibat pada proses pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan mereka.

Melihat dari kegagalan program-program pembangunan yang masih mengalami kesenjangan gender tersebut, maka pada era globalisasi ini pemerintah telah mencoba untuk merealisasikan program yang dapat menyentuh permasalahan

(3)

kesenjangan gender serta memberikan penekanan pada pengembangan ekonomi keluarga yang memerlukan suatu strategi dalam pemetaan tentang perkembangan gender dan cara yang arif dalam mensosialisasikan pada masyarakat. Apabila strategi penurunan tingkat kemiskinan perspektif gender dapat disusun dengan baik melalui pengembangan ekonomi keluarga berbasis kehidupan masyarakat, maka diharapkan hasilnya akan lebih baik dan memiliki peluang keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan strategi yang dilaksanakan sebelumnya.

Dalam era kemunculan paradigma baru komunikasi pembangunan yang partisipatif ini, semua pihak diundang untuk berpartisipasi dalam proses komunikasi sampai dengan pengambilan keputusan. Komunikasi pendukung pembangunan dilaksanakan dalam model komunikasi horizontal, interaksi komunikasi dilakukan secara lebih demokratis. Kegiatan komunikasi bukan kegiatan memberi dan menerima melainkan “berbagi” dan “berdialog.”

Pengembangan komunikasi pembangunan ini perlu dilakukan dengan mengubah paradigma komunikasi pembangunan dari yang berciri linier (searah) dari atas ke bawah ke komunikasi yang berciri konvergen, agar program yang dilaksanakan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Salah satu prinsip dari program pembangunan adalah partisipasi. Partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan memerlukan kesadaran warga masyarakat akan minat dan kepentingan yang sama.

Salah satu program pembangunan atau pemberdayaan yang melibatkan perempuan khususnya perempuan kepala rumahtangga adalah Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA). Program pemberdayaan ini bertujuan untuk memahami persoalan perempuan kepala keluarga yang komprehensif, sehingga program ini menerapkan strategi pengorganisasian masyarakat atau community organizing (CO) dengan menyoal ketidakadilan gender dan kelas yang ada dalam masyarakat. Untuk mendukung strategi tersebut maka ada lima prinsip dasar program yang diterapkan dalam pelaksanaan Program pemberdayaan PEKKA yaitu partisipatif, fleksibel, pendampingan dan fasilitasi, berkelanjutan, dan terdesentralisasi. Melihat dari strategi yang diterapkan, maka Program pemberdayaan ini merupakan salah satu contoh konsep pembangunan yang bersifat buttom-up planning. Konsep buttom-up planning merupakan sebuah konsep pembangunan yang mengedepankan masyarakat sebagai pemeran utama dalam proses pembangunan pada setiap tahap, tercakup di dalamnya proses perencanaan, pelaksanaan dan juga evaluasi pembangunan (Seknas PEKKA, 2010). Dengan pendekatan ini, maka partisipasi, potensi dan kreativitas perempuan kepala keluarga dapat lebih tergali, serta memiliki rasa tanggungjawab untuk keberlanjutan memberdayakan diri dan memasyarakatnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi melalui komunikasi partisipatif diyakini akan mendorong keberhasilan penyelenggaraan program pembangunan. Oleh karena itu, maka penelitian mengenai komunikasi partisipatif dalam program pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKKA) ini perlu dilakukan untuk melihat bagaimana bentuk komunikasi partisipatif perempuan kepala keluarga sehingga program tersebut dapat memcapai tujuan dan berhasil.

(4)

1.2 Perumusan Masalah

Salah satu masalah utama yang dihadapi bangsa Indonesia adalah masih relatif besarnya angka kemiskinan penduduk terutama kemiskinan yang dialami perempuan. Dalam usaha untuk mengurangi kemiskinan tersebut, salah satu program pemberdayaan yang dilakukan bagi perempuan adalah Program pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) yang difokuskan kepada perempuan kepala keluarga miskin. Secara umum program ini bertujuan untuk memperkuat perempuan kepala keluarga agar dapat berkontribusi pada proses membangun masyarakat yang sejahtera, demokratis, berkeadilan gender dan bermartabat.

Seiring dengan adanya perubahan model komunikasi dalam pelaksanaan program pembangunan sekarang ini dari yang bersifat linier ke arah yang parisipatif, maka pelaksanaan program pemberdayaan ini menerapkan metode partisipatif, di mana masyarakat penerima manfaat turut berpartisipasi secara aktif dan nyata dalam setiap tahapan program.

Penerapan model komunikasi partisipatif diharapkan mendukung terciptanya transformasi perempuan kepala keluarga marginal menjadi perempuan kepala keluarga mandiri sesuai dengan tujuan dari program pemberdayaan ini. Intinya penerapan komunikasi parisipatif ini dapat mendorong keberhasilan program pemberdayaan yang ditandai dengan tercapainya tujuan dari program yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan akses terhadap sumber daya, meningkatkan kesadaran kritis, meningkatkan partisipasi dan meningkatkan kontrol terhadap pengambilan keputusan.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk komunikasi partisipatif dalam Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) di Desa Dayah Tanoh Kecamatan Mutiara Timur?

2. Sejauhmana faktor karakteristik individu, peran pendamping dan sosial budaya mempengaruhi komunikasi partisipatif perempuan kepala keluarga dalam Program PEKKA tersebut?

3. Bagaimana tingkat keberdayaan perempuan kepala keluarga setelah mengikuti program tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Kajian ini dilakukan untuk melihat bentuk komunikasi dan perubahan yang terjadi pada perempuan kepala keluarga. Hal tersebut dapat dilihat pada tingkat keberdayaan perempuan kepala keluarga setelah mengikuti program. Berkaitan dengan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji bentuk komunikasi partisipatif perempuan kepala keluarga dalam program.

(5)

2. Menganalisis faktor-faktor karakteristik individu, peran pendamping dan sosial budaya yang mempengaruhi komunikasi partisipatif perempuan kepala keluarga dalam program.

3. Mengkaji tingkat keberhasilan program yang dilihat dari tingkat keberdayaan perempuan kepala keluarga setelah mengikuti program.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Dalam aspek praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan masukan dan evaluasi kepada pemegang kebijakan program pemberdayaan perempuan.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu komunikasi pembangunan pertanian dan pedesaan.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang akan diperoleh dari sistem informasi pendataan absensi peserta ini antara lain: Menghemat waktu dalam pengolahan data absensi, memperoleh keakuratan

Jika banyak file atau banyak foto yang mau di share maka kita harus membuat folder dulu, jadi klik Upload Folder Dalam hal ini saya sudah buat Folder dengan nama:.. Bimtek

(1) Uji Sirkulasi Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf e, dilakukan untuk mengetahui kecepatan aliran udara di dalam ruang Kereta yang Ditarik Lokomotif,

Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan Dinas Peternakan Propinsi Jambi, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batanghari dan Direktorat Perbibitan, Direktorat

Tanudirjo (2004 dalam modul 1.2) membagi nilai penting menjadi tiga, yaitu nilai sejarah, nilai ilmu pengetahuan, dan nilai penting kebudayaan. Nilai sejarah adalah

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan berdasarkan pertanyaan atas penelitian yang dikemukakan diatas bahwa dengan diterapkannya

Kuisioner post-test terdiri dari enam soal: (A) Ketertarikan peserta dalam mengetahui tanaman buah naga lebih banyak lagi setelah mengikuti penyuluhan (B) Ketertarikan

Biro umum akan mengecek barang yang diminta oleh biro yang mengajukan permintaan barang. Jika barang tersebut tersedia maka biro umum akan memberikan barang